You are on page 1of 33

6

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Manusia Sebagai Tenaga Kerja Faktor produksi tanah, faktor produksi modal, dan faktor produksi perusahaan mempunyai karakteristik yang sama yaitu kesemuanya tidak langsung berhubungan dengan manusia, sedangkan faktor produksi tenaga kerja berhubungan langsung dengan manusia. Maka perbedaan itulah yang menyebabkan faktor produksi tenaga kerja berbeda dengan faktor produksi lainnya.

Manusia sebagai pelaku utama dalam pasar tenaga kerja tidak dapat disamakan dengan benda lain pada pasar faktor produksi, manusia memiliki karakter-karakter tersendiri yang tidak dapat dimiliki oleh pelaku utama pada pasar faktor produksi selain pasar faktor produksi tenaga kerja.

Manusia mengeluarkan tenaga dan pikiran agar mendapatkan balas jasa berupa upah. Beberapa pertimbangan yang dapat dibedakan antara manusia sebagai pelaku yang menawarkan tenaga agar mendapat upah pada pasar faktor produksi tenaga kerja dengan pelaku penawaran pada pasar selain daripada faktor produksi tenaga kerja adalah : 1. Tenaga kerja tidak dapat disimpan untuk dijual ketika keadaan pasar yang lebih baik (upah lebih tinggi). 2. Tenaga kerja tidak dapat dengan mudah berpindah tangan atau berpindah dari daerah yang berlebihan ke tempat yang kekurangan tenaga kerja.

2.2 Pengertian Upah Sistem pengupahan di suatu negara biasanya didasarkan pada falsafah yang dianut oleh negara tersebut. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada dasarnya dibedakan ke dalam dua pandangan. Pandangan yang pertama didasari oleh ajaran Karl Marx tentang teori nilai dan pertentangan kelas.

Pandangan yang kedua di dasarkan pada teori pertambahan produk marginal yang dilandasi oleh asumsi-asumsi dari perkonomian bebas.

Pada dasarnya pandangan Karl Marx (Pressman, 2002: 191), terhadap upah mencakup tiga hal, yaitu : (1) Teori Nilai Menurut Marx, buruhlah yang menjadi sumber dari nilai ekonomi. Jadi nilai suatu barang adalah nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi dari pandangan Marx tersebut adalah : a) Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut. b) Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang adalah kira-kira sama. Oleh karena itu harganya pun di beberapa tempat menjadi kira-kira sama. c) Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian hanya buruh/pekerja yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut.

(2) Pertentangan Kelas Marx berpendapat bahwa kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Dengan demikian akan timbul pengangguran besar-besaran. Dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi maka upah menjadi turun. Oleh karena itu, solusi untuk situasi seperti ini, menurut Marx, adalah bersatunya buruh untuk merebut kapital dari pengusaha menjadi milik bersama. (3) Terbentuknya Masyarakat Komunis Masyarakat komunis terbentuk sebagai akibat dari pandangan Marx tentang teori nilai dan pertentangan kelas. Dalam komunitas, masyarakat tidak menawarkan tenaga-nya untuk bekerja kepada orang lain, melainkan melalui partai buruh yang mengatur tentang apa dan berapa jumlah yang akan diproduksi.

Pandangan Marx di atas, memberikan implikasi terhadap sistem pengupahan antara lain : a) Bahwa tiap-tiap orang mempunyai macam dan jumlah kebutuhan konsumsi yang kira-kira sama, nilai setiap barang yang sejenis sama dimanapun tempatnya. Oleh karena itu upah tiap individu sama. Dalam hal ini sistem upah hanya sekedar menjalankan fungsi sosial yaitu memenuhi kebutuhan konsumtif dari buruh. b) Sistem pengupahan tidak mempunyai fungsi pemberian insentif untuk menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional. c) Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul mau bekerja menurut kemampuannya. Ini

memerlukan sentralisasi kekuasaan dan sistem paksaan yang dipandang bertentangan dengan asas-asas kemanusiaan. d) Perekonomian Bebas Dalam perekonomian bebas, penentuan upah di dasarkan pada teori pertambahan marginal. Dalam model klasik, perusahaan dan tenaga kerja senantiasa mengejar kepentingannya masing-masing. Perusahaan berusaha untuk mengejar keuntungan maksimum dan tenaga kerja berupaya memaksimumkan kepuasan. Oleh karena itu, pertimbangan utama dari perusahaan di dalam memutuskan menambah tenaga kerja adalah apakah penambahan input tersebut akan mendatangkan laba maksimum atau tidak.

Sebuah masukan variabel adalah penerimaan tambahan yang diperoleh perusahaan karena mempekerjakan satu unit input lagi, cateris paribus. Apabila tenaga kerja adalah variabel tersebut maka memasukkan satu tenaga kerja akan menyebabkan keluaran tambahan dan apabila keluaran tambahan itu dijual maka akan mendatangkan penerimaan tambahan bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahan yang memaksimalkan laba akan menambah tenaga kerja sepanjang penerimaan marginal tenaga kerja tersebut malampaui harga pasarnya.

Dari konsep di atas, kemudian dikenal istilah Marginal Product of Labour (MPL). MPL adalah tambahan output yang diterima oleh perusahaan sebagai akibat dari penambahan input sebanyak satu unit. Dalam pandangan klasik MPL inilah yang dianggap sama dengan upah riel yang diterima tenaga kerja (MPL =W/P).

Di Indonesia ketentuan mengenai ketenagakerjaan khususnya dalam sistem penentuan upah diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 88 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 disebutkan: 1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang

melindungi pekerja/buruh. 3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. upah minimum; b. upah kerja lembur; c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. upah karena menjalankan hak waktu istirahata kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran upah g. denda dan potongan upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. upah untuk pembayaran pesangon; dan k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

10

4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya, pada Pasal 89 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 disebutkan : 1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : a) upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau

kabupaten/kota; b) upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota; c) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. 3) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Permintaan dan penawaran akan tenaga kerja secara bersamaan menentukan tingkat upah. Adanya perbedaan tingkat upah pun dapat ditelusuri melalui permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, ataupun keduanya. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan upah menurut Sadono Sukirno (2005:364) terdiri dari :

1) Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja. 2) Perbedaan Corak Pekerjaan. 3) Pertimbangan Bukan Keuangan. 4) Mobilitas Tenaga Kerja.

11

Sementara menurut Samuelson & Nordhaus (1999: 279) mengemukakan bahwa Untuk menjelaskan perbedaan upah antar industri atau perorangan, ada beberapa pengaruh yang harus diketahui yaitu perbedaan kualitas tenaga kerja, unsur-unsur yang unik dan segmentasi pasar tenaga kerja. McEachern (Sadono Sukirno, 2003:224) ikut memberikan masukan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan upah, yaitu : a. Perbedaan dalam pelatihan, b. Perbedaan dalam pendidikan, c. Perbedaan dalam usia, d. Perbedaan dalam pengalaman, e. Perbedaan dalam kemampuan.

Dalam konsep manajemen, Robbins & Coulter (1999:342) menyatakan bahwa : Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi karyawan diantaranya adalah jenis pekerjaan yang dilakukan, jenis usaha yang diterjuni organisasi, apakah organisasi itu mempunyai serikat buruh atau tidak, apakah organisasi itu padat modal atau padat karya, falsafah pembayaran pimpinan, lokasi geografis organisasi tersebut, tingkat keuntungan organisasi dan ukuran organisasi tersebut. Milkovich dan Newman (2001: 4) mengemukakan bahwa Upah adalah pemberian atau imbalan jasa dalam bentuk keuangan dari hasil nyata pelayanan dan manfaat karyawan dan penerimanya tersebut sebagai bagian dari hubungan pekerjaan.

Dalam kaitannya dengan bentuk kompensasi Milkovich dan Newman juga membagi dalam bentuk khusus ada (4) empat bentuk, yaitu: 1. Base Wage/Pay Adalah kompensasi yang dibayarkan pada tenaga kerja dalam bentuk uang yang diberikan oleh perusahaan atas pekerjaan yang telah dilakukan.

12

Wage dibedakan dengan salary, dimana salary adalah kompensasi dasar yang diberikan dalam bentuk uang bagi pekerja yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana ditetapkan dalam Fair Labour Standard Activity dimana pada umumnya adalah para manajer dan profesional. Sedangkan di Indonesia wage diterjemahkan dalam upah dan salary diterjemahkan dalam gaji. 2. Merit Merit merupakan pembayaran yang diberikan atas pengakuan, sikap, tingkah laku, dan prestasi pekerjaan yang lampau dan diberikan sebagai kenaikan gaji/upah pokok. 3. Incentive Merupakan pembayaran yang diberikan langsung atas hasil prestasi berbentuk tunai yang bukan merupakan kenaikan gaji baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pekrja individu maupun pekerja kelompok. Jadi perbedaannya adalah, merit berbentuk kenaikan gaji sedangkan insentive berbentuk tunai. 4. Service and Benefits Adalah manfaat yang diberikan secara tidak langsung, tidak seperti yang diberikan seperti makan, transport, namun termasuk alternatif pembayaran jarak waktu dalam bentuk perlindungan pelayanan kesehatan, asuransi jiwa dan pensiun. Kebijaksanaan kompensasi tidak lepas dari model atau sistem kompensasi yang ditentukan oleh tiga unsur : 1. Kebijaksanaan (Policies) 2. Teknik Kompensasi (Compensation Techniques) 3. Objektif dari kompensasi (Compensation Objectives) Ada empat objektif yang penting dalam menyiapkan suatu sistem kompensasi : 1. Efficiency artinya biaya yang bahwa biaya yang telah dikeluarkan harus dapat meningkatkan produktivitas kerja mencapai sasaran yang diinginkan dan dapat terkontrol pengendalian biaya tenaga kerja.

13

2. Equity dalam arti bahwa keseimbangan untuk semua karyawan dengan memberikan kompensasi berdasarkan pada kontribusi dan kebutuhan pekerja tesebut. 3. Keadilan disini harus dihubungkan antara pengorbanan (input) dengan penghasilan (output) semakin tinggi pengorbanan, semakin tinggi penghasilan yang diharapkan. 4. Complience dalam arti bahwa sistem pengupahan sesuai dengan pengaturan perundang-undangan ketenagakeerjaan yang berlaku.

Selain keempat objek dalam menyiapkan suatu sistem kompensasi , perusahaan dalam menentukan kebijaksanaan juga dilandaskan pada empat dasar, yaitu : 1. Internal Consistency Kebijaksanaan dalam sistem ini menitikberatkan pada analisa jabatan dimana semakin tinggi nilai suatu jabatan semakin tinggi pula kompensasi yang akan diterima. 2. Eksternal Competitiness Kebijaksanaan sistem kompensasi ini berkaitan dengan kompensasi yang layak dibayarkan pada suatu jabatan yang sama pada perusahaan lain. Apabila yang dibayarkan lebih murah dari perusahaan lain maka ini bisa mengakibatkan kesulitan bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja. 3. Employee Contributions Kebijaksanaan sistem kontribusi ini berkaitan dengan beberapa kontribusi yang dapat diberikan oleh suatu jabatan tertentu dalam suatu perusahaan termasuk didalamnya menentukan kompensasi orangperorang teknik sistem kompensasi untuk menerapkan kebijakan ini tergantung dari filsafat perusahaan yang diambil berdasarkan pada senioritas, produktivitas tim, atau individual performance. 4. Budget and Administration Kebijaksanaan kompensasi tersebut diatas tidak akan berjalan baik apabila tidak diadmiistrasikan dengan benar. Administrasi kompensasi

14

termasuk didalamnya adalah perencanaan pembayaran dan sistem anggaran, pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi dan evaluasi.

Adapun tujuan administrasi kompensasi adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas Bahwa kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar, katrena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, pemberian upah harus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan tenaga kerja. 2. Mempertahankan para karyawan yang ada sekarang, bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan baru harus dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain. 3. Menjamin keadilan Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan atau konsistensi internal atau eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi. 4. Menghargai perilaku yang diinginkan Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif.

2.3 Cara Pemberian Upah Atau Sistem Pengupahan Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. System pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu : 1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. 2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang. 3. Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.

15

Ada berbagai cara atau sistem untuk memperhitungkan besarnya upah, antara lain adalah : 1. Upah Menurut Prestasi Dengan cara ini besarnya balas jasa langsung dikaitkan dengan prestasi kerja, karena besarnya upah tergantung dari banyak atau sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu tertentu. 2. Upah Menurut Waktu Cara pembayaran upah menurut sistem ini didasarkan pada lama bekerja seseorang, satuan waktunya ada yang dihitung per jam, hari, minggu, atau bulan. Misalkan, pegawai negeri dibayar per bulan, pekerja bangunan dibayar per hari atau per minggu dan upah lembur dibayar per jam. Kebaikan sistem pengupahan menurut waktu ini adalah pekerja mengetahui secara persis berapa jumlah upah yang diterimanya selama periode tertentu sedangkan kelemahnnya adalah kurang member dorongan kepada pekerja untuk meningkatkan prestasi kerjanya. 3. Upah Borongan Upah borongan adalah bals jasa yang dibayar untuk suatu pekerjaan yang diborongkan. Pembayaran upah borongan didasarkan atas kesepakatan bersama antara pemberi dan penerima pekerjaan. Sistem ini biasanya diterapkan untuk pekerjaan yang sulit dihitung per satuan pekerjaan. 4. Upah Premi Cara ini merupakan kombinasi dari upah prestasi, yang ditambah dengan sejumlah premi tertentu. Dengan menggunakan sistem upah premi, harus ada standar prestasi. Contohnya, jika seorang pekerja dapat

menyelesaikan 100 potong pakaian dalam 1 jam, maka dibayar Rp. 1000 dan setiap kelebihan dari 100 potong diberi premi. Bila prestasi kerjanya 110 potong / jam, maka dibayar Rp. 1000 + (10 / 100 x Rp. 1000) = Rp. 1.100 dan seterusnya. Pemberian premi ditujukan untuk melipatgandakan hasil produksi. Dan untuk menjaga kualitas maka harus ditetapkan standar kualitas hasil pekerjaannya.

16

5. Sistem Upah Skala Berubah Sistem upah skala berubah diberikan berubah-ubah tergantung kemajuan dan kemunduran hasil penjualan. Jika hasil penjualan meningkat maka upah bertambah dan jika pendapatan perusahaan berkurang akibat penjualan merosot, maka upah pun dikurangi. 6. Sistem Upah Indeks Biaya Hidup Upah indeks biaya hidup adalah upah yang dikaitkan dengan turun naiknya biaya hidup. Apabila biaya hidup meningkat, maka upah naik dan apabila biaya hidup turun maka upah pun akan turun. Seringnya upah dengan sistem ini banyak bibayarkan dalam bentuk natura, pekerja diberi beras, gula, mentega, minyak goreng dan kebutuhan hidup lainnya sejumlah uang tertentu sehingga apabila harga kebutuhan hidup naik maka secara tidak langsung upah yang dibayarkan kepada pekerja itu nilainya juga naik. 7. Sistem Upah Partisipasi System ini dapat disebut sebagai system bonus. Sistem ini memberikan kepada pekerja sebagian keuntungan akhir tahun buku, selain daripada upah tetap yang diberikan. Pemberian sebagian keuntungan ini dimaksud sebagai tanda terima kasih pihak perusahaan kepada pekerja mengingat karena kegigihandan disiplin para pekerjalah pihak perusahaan mendapat keuntungan untuk itu pekerja diberi sebagian dari keuntungan yang didapat oleh pengusaha tersebut. 8. Sistem Co-Partnership (Mitra Usaha) System ini pada dasarnya sama dengan system upah partisipasi atau system upah bonus tetapi perbedaannya terletak pada keuntungan yang diberikan kepada pekerja tidak berupa uang tunai melainkanpara pekerja diberikan saham atau obligasi perusahaan, sehingga dengan pemilikan saham itu, maka para pekerja merasa memiliki sendiri perusahaan tersebut. Dengan cara tersebut pengusaha dan pekerja adalah partner artinya hubungankerja antara perusahaan dan pekerja yang semula dikenal sebagai majikan dan pekerja meningkat menjadi hubungan antara

17

perusahaan dan mitra (partner). Sistem semacam ini dianggap efektif guna menghindari terjadinya mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan kompensasi Penentuan besarnya kompensasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantara faktor ini departemen sumber daya manusia melakukan penyesuaianpenyesuaian lebih lanjut terhadap kompensasi perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja 2. Organisasi buruh 3. Kemampuan untuk membayar 4. Produktivitas 5. Biaya hidup 6. Pemerintah

Kebijakan pemberian upah kepada karyawan ini pada hakekatnya ditentukan oleh perushaan itu sendiri tergantung dari tujuan dari perusahaan itu sendiri. Akan tetapi, Milkovich dan Newman (2001: 5) mengemukakan bahwa agar karyawan yang bekerja dalam suatu organisasi ataupun perusahaan dapat memperoleh upah yang besar biasanya pihak perusahaan akan

mempertimbangkan dua faktor yakni produktifitas dan motivasi kerja karyawan.

Hal yang sama dikemukakan pula oleh Walace dan Fay ( 2000: 26) bahwa Semakin tinggi produktivitas karyawan yang ditunjang dengan motivasi kerjanya maka perusahaan tidak akan segan untuk memberikan upah dalam jumlah yang besar.

2.5 Pengalaman John Locke dalam Deissler (2005 : 62) berpendapat bahwa, pengalaman merupakan faktor utama dalam perkembangan seseorang, sedangkan hanya mungkin diperoleh dalam hubunganyya dengan lingkungannya. Selanjutnya

18

dikatakan bahwa pengalaman merupakan faktor utama dalam perkembangan, hal ini berarti bahwa jiwa dan kemampuan seseorang akan lebih mapan apabila orang tersebut telah merasakan kenyataan yang sebenarnya. Biasanya pengalaman akan lebih merasuki ke dalam kehidupan kejiwaan seseorang sehingga akan meninggalkan suatu kesan yang mendalam dibandingkan dengan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal.

Dalam prosesnya pengalaman diperoleh dengan cara pengindraan terhadap segala rangsangan yang datang dari luar, baik dengan cara melihat, meraba atau merangsang sehingga akan meninggalkan jejak pengamatan tertentu dalam jiwa seseorang yang melakukannya.

Setiap

pengalaman

yang

diperoleh

seseorang

akan

membantunya

memberikan keterampilan dan pengetahuan yang khusus sesuai dengan jenis pekerjaan yang digelutinya. Seseorang yang melakukan suatu jenis pekerjaan tertentu secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama akan menjadikan dirinya sangat terampil dalam mengerjakan pekerjaannya tersebut. Seperti halnya pendapat dari Ibnoe Sudjono yang dikutip oleh Sri Budiastuti (2000 : 45) bahwa, keterampilan dapat dicapai melalui proses pelatihan yang panjang dan ditopang oleh pengalaman intelektual dan pengalaman praktis. Menurut Sedarmayanti (Suryana, 2000: 109) bahwa pengalaman adalah modal yang besar artinya dalam menjalankan roda organisasi agar dapat berhasil guna dan berdaya guna. Setiap pekerja dituntut untuk banyak memiliki pengalaman praktis, sehingga diharapkan nantinya dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dengan lebih baik dan terampil.

Pengalaman kerja ialah pengalaman seorang pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu. Apa yang dapat dicapai dan tidak dapat dicapai ditunjukkan oleh suatu pengalaman, pengalaman yang pahit dari kegagalan

19

mempunyai kecenderungan untuk dihindari pada masa yang akan datang, sedangkan pengalaman yang menyenangkan cenderung untuk dipertahankan sehingga dapat terulang kembali. Kegagalan dan kesuksesan untuk membentuk pola kegiatan yang dijadikan dasar bagi perubahan yang berikutnya.

Pengalaman kegagalan dan kesuksesan dalam melakukan suatu pekerjaan akan mendidik seseorang untuk memilih cara kerja yang baik. Semakin lama pengalaman seseorang melakukan suatu pekerjaan maka semakin tinggi keterampilan melaksanakan pekerjaan tersebut.

Hal ini sangat jelas, karena dengan pengalaman yang cukup lama berarti seseorang mengulang-ulang pekerjaan yang sama, selama dia belum berhenti melakukannya, maka akan menyebabkan yang bersangkutan terbiasa dan terlatih Hal tersebut sesuai dengan sebagaimana terlihat pada gambar berikut :

Tinggi

Kemahiran Bekerja

Tingkat Produktivitas

Produktivitas Awal Rendah Lamanya Bekerja

Gambar 2.1 Hubungan Antara Pengalaman dengan Produktivitas Sumber : Mobley (Suryana, 2000: 110)

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin lama pengalaman bekerja maka tingkat produktivitas juga akan semakin tinggi. Dengan kata

20

lain

hubungan

antara

pengalaman

dengan

produktivitas

kerja

menunjukkan hubungan yang positif. Ditambah pula dari gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa dengan semakin lama bekerja, maka kecakapan atau keterampilan kerja akan meningkat.

2.6

Pendidikan Tenaga kerja (man power/labor) didefinisikan sebagai penduduk usia kerja (working age population) yaitu 10 tahun ke atas. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labor force) yaitu penduduk dalam usia kerja yang sudah bekerja (employed person) dan sedang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja dan belum ingin bekerja mereka terdiri dari : (1) golongan yang bersekolah (2) golongan yang mengurus rumah tangga dan (3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan, mereka sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja sehingga disebut potensial labor force.

Indonesia seperti pada umumnya negara sedang berkembang memiliki penduduk yang besar. Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi sumber tenaga kerja yang melimpah sehingga masalah perekonomian Indonesia dikelompokkan ke dalam labor surplus economy. Seperti yang dikemukakan oleh Todaro (Suryana, 2000: 104) bahwa salah satu ciri-ciri umum negara-negara yang sedang berkembang adalah tingkat

pertumbuhan penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk yang besar bagi suatu negara tidak otomatis akan menjadi modal pembangunan, bahkan dapat pula menjadi beban atau tanggungan penduduk lainnya. Inilah tantangan yang dihadapi oleh banyak negara berkembang yaitu bagaimana memanfaatkan sumber daya manusia yang begitu begitu banyak menjadi potensi pendukung pembangunan.

Federick H. Harbson (Suryana, 2000: 104), mengatakan bahwa SDM merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa. Modal fisik dan SDA

21

hanyalah merupakan faktor produksi yang bersifat pasif. Dan manusia adalah agen-agen aktif yang berusaha mengumpulkan modal,

mengeksploitasi SDA, membangun orang-orang sosial, ekonomi, dan politik dan yang melaksanakan pembangunan nasional. Jadi jelaslah bahwa suatu bangsa yang tidak mengembangkan keahlian dan

pengetahuan tenaga kerjanya, maka tidak akan dapat memanfaatkan mereka secara efektif dalam perekonomian nasional.

Pendidikan memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas SDM di suatu negara. Pembangunan ekonomi membutuhkan tenaga-tenaga kerja terdidik untuk dipekerjakan di berbagai sektor produksi. Ada beberapa pengaruh pendidikan terhadap pembangunan ekonomi (Suryana, 2000: 104) : a. Pendidikan secara umum meningkatkan kualitas tenaga kerja dengan memberikan keahlian dan pengetahuan kerja. b. Pendidikan meningkatkan mobilitas tenaga kerja dan mempermudah pembagian tugas tenaga kerja. c. Pendidikan mampu memberikan informasi baru yang dapat diserap lebih cepat dan lebih mudah diterapkan terutama input-input baru dalam proses produksi sehingga proses produksi lebih efektif. d. Pendidikan mampu meningkatkan kemampuan manajemen alokasi sumber daya yang lebih efisien. e. Pendidikan mampu menghilangkan penghalang sosial dan institusional dalam pembangunan ekonomi. f. Pendidikan meningkatkan kemampuan entrepreneurship, meningkatkan rasa tanggung jawab, kemampuan organisasi, keberanian mengambil resiko, dan perencanaan jangka panjang.

Peningkatan tingkat pendidikan tenaga kerja merupakan salah satu bentuk investasi. Hal ini disebabkan karena dengan pendidikan yang diterimanya, seseorang dapat meningkatklan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerjanya, sehingga pendapatan yang diterimanya meningkat.

22

Pengembangan teknologi produksi hanya memungkinkan dengan investasi dalam peralatan dan mesin produksi serta modal manusia (human capital) karena teknologi maju harus disertai dengan tenaga ahli yang memiliki kualifikasi pendidikan tertentu.

Investasi dalam pendidikan harus dipandang lebih spesifik daripada pembangunan sumber daya manusia. Program pembangunan SDM hanya dapat berhasil dalam menghasilkan pemberantasan buta huruf namun belum berhasil dalam meningkatkan penawaran tenaga kerja yang memiliki keahlian, padahal keahlian adalah faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi. Hal inilah yang menjadi penyebab keterbelakangan pembangunan di negara-negara Asia Pasifik termasuk Indonesia (Suryana, 2000: 105).

Menurut Todaro (Suryana, 2000: 106), investasi dalam sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut dengan demikian menghasilkan efek yang sama terhadap produksi, bahakn lebih besar lagi dengan bertambahnya jumlah manusia, pendidikan formal dapat lebih diefektifkan lagi untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan meningkatkan produktivitas.

Hubungan pendidikan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dimulai pada tahun 1960an yang dipelopori oleh Becker Schultz, dan Denison (Case dan Fair, 2004: 230) yang melakukan penelitian bagaimana nasional pengaruh dan pendidikan dalam meningkatkan pertumbuhan

produktivitas

kemudian

memengaruhi

pendapatan nasional. Walaupun lebih banyak penelitian yang menyatakan bahwa akumulasi modal dalam bentuk peralatan dan mesin produksi jauh lebih penting, namun pemikir ekonomi terkenal seperti Adam Smith pun berpendapat bahwa pendidikan memegang peranan penting. Penggunaan modal secara efektif hanya dapat terlaksana jika memiliki tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperoleh dari

23

pendidikan. Sehingga pengembangan SDM (tenaga kerja) merupakan sasaran yang strategis karena SDM yang pada akhirnya akan menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa.

Di

Indonesia,

pentingnya

peningkatan

pendidikan

dalam

rangka

meningkatkan produktivitas tenaga kerja mulai digalakkan pada tahun 1985 seiring dengan pembangunan nasional menuju tinggal landas pada Pelita VI yang sangat tergantung dari tersedianya sumber daya manusia yang produktif (Suryana, 2000: 107).

2.7

Keterampilan Selain pendidikan dan pengalaman kerja dibutuhkan pula keterampilan dan keterampilan. Maka dari itu, agar dapat menangani pekerjaan baik, para pengusaha diisyaratkan agar mempunyai berbagai keterampilan sesuai dengan lapangan kerja yang dipegangnya. menurut A. Kuriloff dan John M. Memphil, Jr and Doughlas Cloud (1993:8) dalam Suryana (2000: 103) menemukan empat keterampilan utama yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan diantaranya : Technical Competence,memiliki kompetensi dalam bidang Know-how, sesuai dengan bentuk usaha yang akan dipilih, misalnya keterampilan dalam bidang teknik produksi dan desain produksi. Marketing Competence, yaitu memiliki kompetensi dalam menentukan pasar yang cocok, mengidentifikasi pelanggan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Financial Competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang keuangan, mengatur pembelian, penjualan, pembukuan, dan perhitungan untung/rugi. Human Relation Competence, yaitu kompetensi dalam mengembangkan hubungan antar perusahaan seperti keterampilan berelasi dan menjalin kemitraan antar perusahaan.

24

Dalam rumusan yang sederhana, keterampilan tersebut bisa dilihat dari keterampilan manajerial. Robert Katz yang dikutip oleh Stephen P. Robbins (1993) mengemukakan tentang management skill yang meliputi keterampilan technical, human,dan conceptual (Suryana, 2000: 104).

Dalam hal ini merupakan Maman Ukas (Suryana, 2000: 104) sukses dibidang manajemen banyak dibantu oleh pengetahuan dan keterampilan dalam bidang teknis, kemanusian, dan konseptual. ketiga keterampilan tersebut ada kaitannya dengan keterampilan yang harus dimiliki oleh para manajer atau pengelola.

Keterampilan membuat konsep (conceptual skill) yaitu keterampilan mental untuk berfikir dalam memberikan pengertian, pandangan, persepsi dan pendapat dalam menangani kegiatan organisasi secara menyeluruh baik mengenai perubahan kebijakan, dan kemungkinan-kemungkinan mengantisipasi atau dalam menghadapi

bagaimana

mengkordinasikan,

mengintegrasikan, mengimplikasikan, serta mensinkronnisasikan semua kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Keterampilan dalam kemanusian (human skill) yaitu kemampan untuk bekerja dalam kelompok lain secara organisasi maupun secara individu dalam memperbaiki motivasi, komunikasi, memimpin dan mengarahkan orangorang untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Keterampilan teknis (technical skill) yaitu kecakapan menangani atau menghendel suatu masalah melalui penggunaan peralatan, prosedur, metode dan teknik dalam proses opersasional terutama menyangkut manusia kerja yang berhubungan dengan alat-alat yang harus digunakan dalam

menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan.pengusaha kecil yang sekaligus sebagai manajer bagi perusahaan sendiri harus mempunyai keterampilan-

keterampilan tersebut agar mamapu mengelola perusahaannya.

25

2.8 Produktivitas Kerja 2.8.1 Konsep Produktivitas Kerja Secara Umum Produktivitas berasal dari bahasa Inggris, product: result, outcome, berkembang menjadi kata productive yang berarti menghasilkan, dan productivity: having the ability or create; creative. Yang berarti kekuatan atau kemampuan mengahasilkan sesuatu.

Filosofi dan spirit tentang produktivitas kerja sudah ada sejak awal peradaban manusia karena makana produktivitas adalah keinginan (the will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang.

Menurut

Encyclopedia

Britanica

(1928:27)

disebutkan

bahwa

produktivitas kerja dalam ekonomi berarti rasio dari hasil yang dicapai dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan sesuatu.

Sedangkan menurut formulasi National Productivity Board (NPB) Singapore, dikatakan bahwa produktivitas adalah sikap mental (attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan. Perbaikan sikap mental, dalam berbagai kegiatan antara lain sebagai berikut : 1. Yang berkaitan dengan diri sendiri dapat dilakukan melalui peningkatan : Pengetahuan Keterampilan Disiplin Upaya pribadi Kerukunan kerja 2. Yang berkaitan dalam pekerjaan, dapat dilakukan melalui : Manajemen dan metode kerja yang lebih baik Penghematan biaya

26

Ketepatan waktu Sistem dan teknologi yang lebih baik

Dengan mengadakan perbaikan tersebut, maka diharapkan akan dapat menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi.

Dalam laporan dewan Produktivitas Nasional tahun 1983, dikatakan bahwa produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan: mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

Secara umum produktivitas mengandung pengrtian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keaseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Yang berkaitan dengan sikap mental produktif antara lain menyangkut sikap : Motivatif Disiplin Kreatif Dinamis Professional Berjiwa perjuangan

Tingkat produktivitas kerja yang di capai merupakan suatu indikator terhadap efisiensi dan kemajuan ekonomi untuk ukuran suatu bangsa, suatu industry, maupun untuk ukuran pendidikan. (Paul Mali, 1978:6-7) menyatakan bahwa : Produktivitas adalah begaimana menghasilkan barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu.

27

Selain itu (Whitmore, 1979 : 2) menyatakan sebagai berikut : Productivity is a measure of the use of the resources of an organization and is usually expressed as a ratio of the output obtained by the use resources to the amount of resources employed.

Jadi Whitmore memandang bahwa produktivitas sebagai suatu ukuran atas penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi yang bisanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan.

Dengan kata lain pengertian produktivitas kerja memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Penjelasan tersebut mengutarakan produktivitas kerja secara total atau secara keseluruhan, artionya keluaran yang dihasilkan diperoleh dari keseluruhan masukan yang ada dalam organisasi. Masukan tersebut lazim dinamakan sebagai faktor produksi. Keluaran yang dihasilkan dicapai dari masukan yang melakukan proses kegiatan yang bentuknnya dapat brupa produk nyata atau jasa. Masukan atau faktor produksi dapat brupa tenaga kerja, modal bahan baku, teknologi, dan energy. Salah satu masukan seperti tenaga kerja, dapat menghasilkan keluarann yang dikenal dengan produktivitas individu, yang dapat juga disebut sebagai produktivitas parsial.

Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksudkan adalah individu sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai.

28

Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dapat dihemat, maka semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi disini lebih berorientasi kepada masukan sedangkan masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama.

Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektifitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat.

Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bahwa seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan. Konsep ini hanya dapat berorientasi kepada masukan, keluaran, atau keduanya. Disamping itu kualitas juga berkaitan dengan proses produksi yang akan berpengaruh pada kualitas hasil yuang dicapai secara keseluruhan.

Produktivitas mengandung pengertian filosofis seperti yang dikemukakan oleh Payaman J Simanjuntak (1998:38): Secara filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Sedangkan menurut Kommarudin (1994:70), yang dimaksud dengan produktivitas adalah Kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang biasanya dihitung per jam, per kepala atau per mesin per faktor produksi lainnya.

Bertitik tolak dari pandangan tersebut maka permasalahan produktivitas dapat didekati melalui berbagai macam penerapan ilmu pengetahuan, seperti ekonomi, manajemen, teknologi, psikologi dan sebagainya. Berkenaan

29

dengan ilmu ekonomi adalah dengan selalu berpikir dan bertindak untuk menggunakan sumber masukan (input) tertentu untuk menghasilkan keluaran (output) yang optimal.

Ukuran keberhasilan produktivitas tidak dapat dipandang hanya dari satu sisi saja melainkan harus dipandang dari dua sisi sekaligus, yaitu: sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas berkaitan dengan efisiensi penggunaan input dalam memproduksi output (barang dan jasa).

Sebagaimana dikemukakan oleh Vincent Gaspersz (2000:18) bahwa produktivitas tidak sama dengan produksi tetapi produksi, performansi kualitas dan hasil-hasil merupakan komponen dari produktivitas. Dengan demikian produktivitas merupakan kombinasi dari efektivitas dan efisiensi.

Dengan demikian konsep produktivitas kerja lebih luas dari konsep-konsep yang hanya berorientasi pada satu segi saja seperti efektivitas, efisiensi dan produksi. Efektifitas adalah suatu ukuran untuk menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas dan waktu) telah tercapai, yaitu semakin besar persentase target yang dapat dicapai, berarti semakin tinggi tingkat efektifitasnya. Jadi konsep ini orientasinya lebih tertuju pada output sedangkan efisiensi adalah suatu ukuran yang membandingkan rencana penggunaan input dengan realisasi penggunaannya, semakin besar input yang dapat dihemat berarti semakin tinggi tingkat efisiensi. Jadi konsep ini orientasinya tertuju kepada input.

Sedangkan yang dimaksud dengan input adalah volume dari semua sumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Sumber daya sebagai input dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Physical input Adalah jenis sumber daya yang dapat diberi nilai. terdiri atas:

30

Sumber daya manusia atau tenaga kerja Sumber daya financial atau modal Sumber daya alam atau bahan baku industri b. Invisible input Adalah input yang tidak dapat diberi ukuran yang tepat. Termasuk di dalamnya antara lain: Kekuatan (power) Motivasi (motivation power) Pengetahuan (knowledge) Teknologi (technology) Organisasi (organization) Karena produktivitas merupakan suatu rasio atau perbandingan maka dasar produktivitas dapat dituliskan sebagai berikut (M Sinungan, 2003:23):
Produktivitas (productivity)

keluaran (output) masukan (input)

(Sumber : M Sinungan, (2003:23)

Konsep produktivitas adalah hubungan antara output dan input. Jadi orientasinya bukan hanya tertuju pada output atau hanya pada input saja melainkan berhubungan pada keduanya. Dalam konsep produktivitas, hasil output dengan

dengan

efektivitas

dalam

mencapai

menggunakan sumber daya yang minimal. Sebagaimana dikemukakan oleh George J Washnis dan John Willey & Sons dalam Productivity Improvement Handbook yang dikutip oleh Rusli Syarif (1991:1-2) bahwa: Produktivitas mencakup dua konsep dasar yaitu daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efekitvitas). Daya guna menggambarkan tingkat sumbersumber manusia, dana dan alam yang diperlukan untuk mengusahakan hasil tertentu, sedangkan hasil guna menggambarkan akibat dari kualitas dari hasil yang diusahakan.

31

Hubungan antara masukan dan keluaran dalam suatu sistem produksi (barang dan jasa), efisiensi, efektivitas, kualitas dan produktivitas dapat terlihat dalam gambar berikut:
Hasil Utama Masukan Proses Produksi Hasil Sampingan Kualitas dan Efisiensi Kualitas Kualitas dan Efektifitas

Produktivitas

Gambar 2.2 Masukan dan keluaran dalam suatu sistem produksi (barang dan jasa)

Produktivitas merupakan suatu konsep dengan output dan input sebagai elemen utama pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo dan Adam Smith (keduanya adalah tokoh ekonomi klasik) pada tahun 1810. Inti konsepnya adalah bagaimana output akan berubah apabila besaran input berubah.

Produktivitas

individu

merupakan

perbandingandari

efektivitas

keluaran

(pencapaian hasil kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas dan kualitas dalam satuan waktu tertentu.

32

Manfaat peningkatan produktivitas pada tingkat individu dapat dilihat dari : 1. Meningkatnya pendapatan (income) dan jaminan sosial lainnya. Hal tersebut akan memperbesar kemampuan (daya) untuk membeli barang dan jasa ataupun keperluan hidup sehari-hari, sehingga kesejahteraan akan lebih baik. Dari segi lain, meningklatnya pendapatan tersebut dapat disimpan untuk investasi. 2. Meningkatnya harkat dan martabat serta pengakuan terhadap potensi individu. 3. Meningkatkan motivasi kerja dan keinginan berprestasi.

Berdasarkan

definisi-definisi

tersebut,

Vincent

Gaspersz

(2000:19)

mengambarkan sistem produktivitas dalam industri sebagai berikut: LINGKUNGAN

Input Tenaga kerja Modal Material Energi Tanah Informasi Managerial

Proses

Output

Produktivitas

Proses Informasi nila tambah

Produk

Produktivitas sistem produksi (output/input)

Sumanth (Vincent

Umpan balik untuk pengendalian sistem produksi Gaspersz agar meningkatkan 2000:19) memperkenalkan produktitivitas terus menerus

suatu konsep formal

yang disebut sebagai siklus produktivitas (productivity cycle) untuk digunakan


Gambar 2.3
Sistem Produktivitas (sumber : Vincent Gaspersz (2000 : 19)

33

dalam peningkatan produktivitas terus-menerus. Pada dasarnya konsep siklus produktivitas terdiri dari empat tahap utama, yaitu: a. Tahap I :Pengukuran produktivitas (Productivity Measurement) b. Tahap II : Evaluasi produktivitas (Productivity Evaluation) c. Tahap III: Perencanaan produktivitas (Productivity Planning) d. Tahap IV: Peningkatan produktivitas (Productivity Improvement)

Konsep siklus produktivitas dapat ditunjukkan dalam Gambar : Tahap I Pengukuran Produktivitas

Tahap IV Peningkatan Produktivitas Tahap III Perencanaan Produktivitas


Gambar 2.4 Siklus Produktivitas (Sumber : Vincent Gaspersz (2000:19)

Tahap II Evaluasi Produktivitas

Siklus produktivitas merupakan suatu proses yang continue, yang melibatkan aspek-aspek: Pengukuran, Evaluasi, Perencanaan dan Pengendalian Produktivitas (PEPP). Berdasarkan siklus produktivitas secara formal program peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem industri itu sendiri.

Apabila produktivitas dari sistem industri telah dapat diukur, langkah berikut adalah mengevaluasi tingkat produktivitas aktual itu untuk dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Kesenjangan terjadi antara produktivitas aktual dengan rencana (productivity gap) merupakan masalah produktivitas yang harus dievaluasi dan dicari akar penyebab yang menimbulkan kesenjangan produktivitas

34

tersebut. Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka penjang. Untuk mencapai target produktivitas yang telah direncanakan itu, berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas terus-menerus. Siklus produktivitas itu diulang kembali secara continue untuk mencapai peningkatan produktivitas terus-menerus dalam sistem industri.

2.8.2 Variabel Yang Mempengaruhi Produktivitas Variabel yang memengaruhi produktivitas cukup banyak, menurut Sri Haryani (2002:104-108) mengelompokan variabel-variabel tersebut berdasarkan asalnya menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut: 1) Variabel yang berasal dari tenaga kerja a. Bersifat fiskal Gizi Kesehatan b. Bersifat psikologikal Motivasi Sikap c. Keterampilan Bakat Pendidikan Latihan 2) Variabel yang berasal dari perusahaan a. Lingkungan kerja b. Kemampuan manajemen c. Kebijakan perusahaan dalam produktivitas 3) Variabel yang berasal dari lingkungan luar a. Teknologi b. Kebijakan pemerintah c. Kondisi ekonomi

35

Menurut Dewan Produktivitas Nasional, hasil suntingan J. Ravianto (1986 : 18) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas, sebagai berikut : Pendidikan Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya produktivitas. Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal maupun non formal. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas dapat mendorong pegawai bersangkutan melakukan tindakan produktif. Keterampilan Pada aspek tertentu, apabila pegawai semakin terampil, maka akan mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih terampil apabila memiliki kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. Disiplin Sikap dan Etika Kerja Motivasi Gizi dan Kesehatan Apabila pegawai dapat dipenuhi gizinya dan berbadan sehat, maka akan lebih kuat bekerja, apabila mempunyai semangat yang tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas. Tingkat Penghasilan Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja, dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuik meningkatkan produktivitas. Jaminan Sosial Jaminan social yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial mencukupi maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas.

36

Lingkungan dan Iklim Kerja Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai akan senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju kearah peningkatan produktivitas.

Hubungan Industrial Pancasila Dengan penerapan hubungan industrial pancasila maka, akan : a) Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif sehingga produktivitas dapat meningkat. b) Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menimbulkan produktivitas. c) Meningkatkan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong diwujudkan nya jiwa yang berdedikasi dalam upaya peningkatan produktivitas. partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan

Teknologi Apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya maka akan memungkinkan : a) Tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi. b) Jumlah poroduksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu. c) Memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa.

Sarana Produksi Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Apabila sarana produksi yuang digunakan tidak baik, kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai.

Manajemen Pengertian manajemen disini dapat berkaitan dengan system yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola, memimpin serta

mengendalikan stafnya. Apabila manajemennya tepat maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan yang produktif. Kesempatan Prestasi.

37

Sedangkan menurut Drs. M. Sinungan (1887 : 36) dalam bukunya Produktivitas Apa dan Bagaimana mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah sebagai berikut : Manusia Modal Metode atau proses Lingkungan organisasi (internal) Produksi Lingkungan Negara (eksternal)

Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas, maka akan memudahkan bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan dalam rangka meningkatkan produktivitas.

38

You might also like