You are on page 1of 51

BAGIAN I TINJAUAN PUSTAKA

1. Adhesi Sel

1.1. Molekul Sel Adhesi Beberapa mekanisme yang terjadi dalam pelekatan sal dalam suatu jaringan, di bantu dengan molekul adhesive dalam jumlah yang banyak. Molekul adhesive tersebar dalam membrane plasma. Protein yang ada dalam pembentukan jaringan dapat di klasifikasikan menjadi molekul sel adhesi atau molekul sel junction. Molekul sel adhesi terbagi menjadi Ca2+- dependent dan Ca2+independent. Ca2+ dependent terbagi menjadi cadherin dan selektin. Cadherin merupakan protein single-pass transmembran yang dapat penstabil kadar ion ca 2+ pada daerah extrasellular. Pada sel yang berdekatan cadherin akan mengikat cadherin lagi yang ada pada membrane plasma suatu sel yang berdekatan. Jenis pengikatan seperti ini adalah homophilic binding protein. Sedangkan Selectin berperan penting dalam pergerakan sel darah putih untuk dapat keluar dari pembuluh darah dan dapat menuju ke daerah yang terjadi peradangan, Pada tempat peradangan sel endotel akan dirangsang untuk dapat memproduksi selektin, selektin pada darah putih akan mempunyai afinitas tinggi terhadap selektin yang ada pada sel endotel dan akan terjadi pengikatan sementara pada permukann sel endotel, Lalu setelah keluar dari pembuluh darah selektin akan berperan dalam reseptor signal yang akan menunjukan sel darah putih pada tempat peradangan. Pada selektin, jenis pengikatanya berupa heterophilic binding protein Molekul sel adhesi ada juga yang berupa ca 2+-independent yaitu NCAM (neural cel adhesion molecule) dan ICAM (immunoglobulin cell adhesion molecul). Ncam akan ada perlekatan sel neural dan glial yang akan membentuk system syaraf pada saat perkembangan embryogenesis, Sedangkan ICAM yaitu suatu perlekatan yang menandakan suatu respon pertahanan diri. Contonya ketika terjadi peradangan, integrin pada sel darah putih dan yang ada pada permukann endotel akan membentuk suatu adhesive molekul yang sangat kuat.
39

1.2. Cell Junction

Menurut Fungsinya, cell junction dibagi tiga :


1.2.1. Occluding Junction / Tight Junction
o

Membentuk segel rapat (impermeabel) antara sel-sel untuk mencegah perpindahan ion dan air. Terdapat pada epitel intestinal yang mencegah berpindahnya sari-sari makanan ke luar saluran. Membran yang berdekatan berfusi, daerah yang berfusi disebut tight junction atau zonula occiudens Transmembran protein pada tight junction menggunakan interaksi homofilik antara domain ekstraceluler ketika interaksi Zo dengan domain interseluler dan protein lain. Oleh karena itu, pertahanan tight junction tergantung pada Ca.

Gambar : Tight Junction


1.2.2. Anchoring Junction

39

Anchoring Junction atau penghubung jangkar dimaksudkan untuk menghindari pemisahan antarsel ketika terjadi kontraksi. Anchoring Junction dibagi berdasarkan elemen sitoskeleton. a. Elemen sitoskeleton berupa aktin atau mikrofilamen.
o

Adheren junction Hubungan sel yang satu dengan sel yang lain dengan transmembran glikoprotein yaitu chaderin sebagai penghubungkan sel satu dengan sel yang lain. Transmembran protein melekat pada mikrofilamen aktin via vinculin, alpha-actinin, catenin, dan plakoglobin. Membentuk seperti sabuk yang disebut adhesion belt atau zonula adherens. Contohnya terjadi pada mekanisme morfologis neural tube selama embriogenesis pada vertebrata.

Adheren Junction antara sel dengan basa lamina pada matriks disebut focal contact atau adhesion plaque. Transmembran linker glikoproteinnya adlah fibronectin reseptpr, dan penghubung mikrofilamen dengan transmembran glikoproteinnya adalah vinculin, talin, dan alpha actinin. Terdapat integrin pada transmembran proteinnya. Focal contact membantu pergerakan seluler, contohnya pada leukosit yang bergerak mendekati agen kemotaksis selama respon imun.

39

Gambar : Adhere Junction

b. Elemen sitoskeleton berupa intermediet filamen

Desmosom atau macula adheret transmembran linker protein berupa cadherin (desmocollin dan desmoglein), dan intraclullar attachment protein yaitu plakoglobin dan desmoplakin. Desmosom terdapat pada otot jantung, epidermis kulit dan epitel leher rahim.

39

Gambar : Desmosom

Hemidesmosom atau half desmosom Sama seperti desmosom, hanya saja yang dihubungkan bukan sel dengan sel tetapi sel dengan basa lamina pada matriks. Transmembran linker glikoproteinnya adalah lamina resptor. Terikat pada integrin pada membran.

39

Gambar : Hemidesmosom

1.2.3. Communicating Junction / Gap Junction

Penghubung antarsel diikuti dengan adanya komunikasi atau hubungan antarsel yaitu perpindahan molekul elektik dan kimiawi). Terbentuk dari protein yang disebut connexon, enam subunit connexon membentuk hexamer yang disebut connexin. Terbentuknya pori hidrofilik berukuran 1,5 nm di tengah connexin. Pori ini akan terbuka jika ada molekul yang akan berpindah dan tetap tertutup jika tidak ada molekul yang berpindah. Communicating junction disebut juga gap junction. Gap Junction terdapat pada beberapa jaringan sepeti lensa, liver, saraf, otot halus dan jantung.

39

Gambar : Gap Junction

Gambar : beberapa cell junction pada manusia

39

2.

Pergerakan Sel (Cell Motility)

2.1. Pergerakan Sitoskeleton Cytoskeleton bisa bergerak karena adanya motor protein. Motor protein terbagi menjadi 3: a. Miosin Miosin merupakan motor protein yang ada di mikrofilament. Setiap motor protein memilki Bagian head yang berfungsi untuk mengaktifkan pergerakan dengan cara mengikat ATP. b. Dynein Dynein merupakan motor protein yang berada di mikrotubul. Bisa bekerja di dalam dan di luar sel. Contoh kerja dynein di luar sel adalah sperma. Dynein bergerak kearah negative. c. Kinesin Kinesin merupakan motor protein yang berada di mikrotubul. Hanya bergerak di dalam sel. Kinesin bergerak ke arah positif. Pergerakan Cytoskeleton ada 3 macam: 1. Pergerakan sel keratin a. Ekstensi Sel membentuk lamelapodium b. Adhesi Sel bergerak namun tail ( ujung ekor) tertancap atau teradhesi kuat di stratumnya. c. Translokasi Sel mulai berpindah tempat d. De Adhesi/ Retraction Sel tetap berjalan namun tailnya ditinggalkan 2. Pergerakan Aktin Filament Pergerakan baru terjadi bila kepala filament bertemu dengan aktin. Adapun tahap-tahapnya adalah sebagai berikut: Coupling Hidrolisis ATP
39

Kepala Aktin mengikat ATP

Dinein

Aktin Filament

Nukleotide binding Dinein terlepas ke arah samping dan terbentuk tempat untuk nukleotida (nukleotida binding. Nukleotida binding

Hidrolisis Dinein kembali melekat pada aktin Filament dan dinein menghidrolisis ATP menjadi ADP+Pi

ADP + Pi

Pi Release Phospat dipakai untuk menambah pergerakan Pi


39

ADP Release ADP dilepaskan untuk energi terakhir dalam suatu pergerakan sehingga sel kembali dalam keadaan tidak berenergi dan siap untuk melakukan pergerakan berikutnya.

3. Pergerakan Mikrotubul Pada mikrotubul pergerakan terjadi karena dinein yang kontraksi dan relaksasi. Adapun tahap-tahapnya ialah sebagai berikut: Dinein dalam keadaan relaksasi dan posisi mikrotubul masih sejajar mikrotubul dinein

Dinein mengikat ATP dan berkontraksi sehingga menggeser salah satu mikrotubul

ATP

39

Dinein kehilangan ATP sehingga kembali dalam keadaan relaksasi

2.2. Flagel, Pseudopodia dan Cillia Flagel Flagel terdapat pada Flagellata, Coelenterata, Porifera dan Spermatozoa. Flagel digunakan untuk menggerakan seluruh sel untuk pindah. Pada spermatozoa flagella membina teras ekor, perlu untuk bergerak pindah dan maju dalam medium cair ( di air, dalam cairan mani atau lendir rahim). Gerakan ekor yang berisi flagel adalah meliuk spiral. Flagella dapat bergerak ke segala arah. Flagella juga memiliki teras aksonema yang mengandung 9 mikrotubul doublet dan 2 mikrotubul singlet. Mikrotubul doublet bergerak meluncur pada doublet tetangga, lewat lengan dinein. Cillia dan flagella memiliki kinetosom, yang terletak di dasar tonjolan sel. Badan ini digunakan untuk mengatur gerakan mengayuh dekat kinetosom oleh mikrotubul.

Arah Gerak Flagel awal Tubulin B Tubulin A

Kembali ke bentuk

39

Singlet

Dinein

Doublet B. Flagela

A. Flagela Saat Relaksasi Saat Kontraksi Pseudopodia

(Tunggal : pseudopodium ; dari pseudo = muda, semu; dan podos = kaki). Bentuk dan sifat : Psedopodia adalah tonjolan yang tidak tetap sitoplasma, yang perlu untuk bergerak pindah. Bnetuk atau organel gerak yang umum dimiliki sel yang bergerak bebas, seperti Amoeba, Plasmodium, leukosit, mesenkim, sel folikel, dan makrofag. Pseodopodia dapat terbentuk dalam segala macam lingkungan, baik air, udara, tanah atau substrat kering. Tapi pseudopodia yang disunakan untuk bergerak haruslah ketika sel atau hewan itu berada pada benda keras, seperti pada tanah, batuan, atau jaringan tubuh. Karena untuk dapat bergerak pindah diperlukan 2 hal, yaitu ada tempat melekat berupa objek padat dan ada tonjolan sitoplasma yang melekatkan tubuh ke objek. Setelah psedopodia melekat ke objek, bagian lain sel akan menyusul bergerak pindah ke objek itu. Teori gerakan : Ada 2 teori cara bergetak pseudopodia, yaitu : 1. Teori kontraksi ektoplasma Teori ini diperkenalkan oleh Pantin dan Mast. Mula-mula terjadi kontraksi (pengerutan) daerah tepi sitoplasma yahg bening dan agak kental, yang disebut dengan ektoplasma. Kontraksi ini mendorong meningkatnya tekanan hidrostatis terhadapa bagian tengah sitoplasma yang disebut dengan endoplasma. Tekanan hidrostatis ini menyebabkan endoplasma ke daerah yang lebih rendah tekanan, sehingga sel secara keseluruhan bergerak pindah ke arah itu. 2. Teori kontraksi endoplasma depan
39

Teori ini diperkenalkan oleh Allen. Kontraksi terjadi bila bagian depan endoplasma timbul tenaga dorong terhadap sel secara keseluruhan agar bergerak menjulur ke bagian yang berkontraksi. Bahan gerakan : Untuk terjadinya gerakan pseudopodia yang berfungsi tetaplah mikrofilamen dan mikrotubul. Mikrotubul untuk menyalurkan sitoplasma bersama molekul protein kontraktil. Yang membuat kontraksi ektoplasma atau endoplasma ialah protein kontraktil aktin dan miosin. Dalam keadaan istirahat atau kendur, aktin dalam bentuk monomer dan sitoplasma dalam fase sol(encer). Kalau akan terjadi kontraksi, monomer aktin itu akan beragregasi membentuk mikrofilamen, sehingga daerah itu dalam fase gel (kental). Sementara itu, mokrifilamen miosin sudah terbentuk dalam sitoplasma. Dengan kehadiran Ca2+, aktin akan meluncur saling mendekat, dengan menggunakan kait yang terkandung pada bagian ujung miosin. Dengan saling merapatnya aktin sesama dan miosin tempat merapatkan diri, maka terciptalah kontraksi bagian sitoplasma di tempat itu. Macam pseodopodia morfologinya, yakni : 1. Lobopodia Berbentuk gabungan (lobus). Pseudopodia macam ini besar dan tebal, tepinya melengkung. Di bagian ujung ada ektoplasma yang bening, dan dibelakangnya endoplasma bersama organel kecil (kecuali inti). Mulamula pseudopodia tampak menjulur lalu melekat ke objek, disusul oleh berpindahnya seluruh sel ke objek, dan pseudopodianya pun hilang. Tampak lagi pseudopodia menjulur dan melekat, diikuti oleh berpindahnya sel ke objek tersebut. Terdapat pada Amoeba. 2. Lamellipodia Tonjolan yang berbentuk bilah yang tipis dan lebar (lamella). Tak ada pembagian daerah ektoplasma dan endoplasma. Dalam pseudopodia terkandung mikrotubul, mikrofilamen, dan beberapa organel lain. Cara gerakan lamellipodia sama dengan lobopodia. Lamellipodia terdapat pada sel yang bergerak bebas pada tubuh Mammalia dan vetevrata lain; seperti leukosit, mesenkim, dan makrofag. 3. Filopodia Tonjolan yang kecil panjang seperti benang (fillum). Di dalam tiap filopodium, yang mirip seperti terasnya, terkandung mikrofilamen aktin dan miosin. Filopodia jauh lebih cepat berbentuk dan ditarik, : Ada 3 macam menurut struktur dan

39

dibandingkan dengan macam pseudopodia lain. Perannhya dikira terutama sebagai peraba dan penyalur daripada sebagai organel gerak. Tampaknya kalau sel akan bergerak pindah, filopodia berganti dengan pseudopodia yang besar, yakni lobopodia dan lamellipodia. Filopodia terdapat baik pada Amoeba ber-shell maupun pada Mammalia. Pada sel folikel dalam ovarium, filopodia terbentuk antara sel sepopulasi yang menyeliputi ovum, sampai menembus selaput itu sendiri Cillia (Tunggal : cillium). Terdapat pada Ciliata, vermes, larva berbagai hewan rendah, dan pada berbagai saluran dalam berbagai alat tubuh hewan tinggi. Pada hewan tinggi terutama terdapat pada lapisan epitel terdapat saluran pernafasan dan saluran kelamin. Pada sel yang bergerak bebas, yankni pda Protozoa dan larva bebagai hewan rendah, cilia bergerak bersama menciptakan gerak pindah sel atau individu yang memiliki. Pada hewan tinggi, gerak cilia adalah untuk mengayuh benda atau bahan yang berada dalam lumen saluran yang dilapisi. Dalam saluran nafas untuk mengayuhkan debu yang berada dalam lendir, dan dalam saluran kelamin betina untuk mengayuhkan ovum agar bergerak ke tempat pembuahan. Cilia baru dapat berfungsi dalam medium berair. Kalau individu tak hidup dalam air atau tempat lembab, atau suatu lapisan epitel tidak mengandung lendir, cillianya pun tak bisa bekerja. Arah gerakannya hanya ke satu arah. Kembalinya adalah dengan melengkung rendah agar zat yang digerakkan tak kembali ke arah berlawanan. Secara bersama-sama pada suatu lapisan sel, cillia bergerak berirama. Dapat diibaratkan seperti gerak beralun daun lalang ditiup angin semilir. Cilia dapat bergerak karena mengandung unit alat gerak pada terasnya, disebut aksonema. Aksonema memiliki 9 mikrotubul duoblet melingkar dan 2 singlet di tengah. Cilium bergerak, karena gerakan lengen (dinein) meluncur pada doublet tetangga. Lengan itu mengandung ATPase, yang perlu untuk mengurai ATP menjadi ADP+P, sehingga timbul energi untuk gerakan. Untuk gerak meluncurn doublet bertetangga perlu kehadiran Ca2+, Mg2+, dan ATP sendiri. Ion itu berada dalam sitoplasma, yang berarti juga dalam tubuh cilium. Doublet terdiri dari subfiber A dan subfiber B. Subfiber A belengan dinein.

39

2.3. Extravasasi Leukosit

Sel motilitas dapat diwakilkan dengan extravasasi . extravasasi ialah proses perjalanan leukosit dari vessel lumen menuju jaringan interstitial akibat dari adanya inflammasi ( peradangan ) dengan cara mengaktifkan fungsi normal leukosit sebagai pertahanan tubuh dimana leukosit memakan agen pengganggu, membunuh bakteri dengan mikroba lain, menbersihkan jaringan nekrotis dan substansi lainnya. Urutan dari proses extravasasi adalah sebagai berikut : 1. Marginasi

Pada saat terjadi inflamasi, aliran darah menjadi lambat dan terjadi perubahan kondisi hemodinamis (pergerakan siklus darah) dan sel drah putih keluar ( migrasi ) dari pembuluh darah kapiler kemudian mengambil alih pada pasisi peripheral ( ujung tepi ) dan terakumulasi sepanjang permukaan endothelial. 2. Rolling

39

Deretan leukosit berguling-guling dengan perlahan sepanjang endothelium dan melekat sementara pada permukaan endothelium ( adhesi transien ) yang melibatkan molekul selektin ( yaitu merupakan reseptor yang dikeluarkan leukosit dan endotel yang ditandai dengan adanya daerah extrasel yang mengikat gula tertentu ) yang meliputi selektin-E ( CD62E, dulu dikenal sebagai ELAM-1 ) yang terbatas pada endotel, selektin-P ( CD62P ) terdapat pada endotel dan trombosit ; dan selektin-L ( CD62L ) terdapat sebagian besar pada permukaan leukosit. Selektin biasanya mengikat oligosakarida bersialat, contohnya : sialil-lewis x pada leukosit. Pada keadaan sel normal selektin endotel dikeluarkan pada kadar yang rendah atau tidak muncul sama sekali, pengaturan keluarnya selektin endotel ini diatur oleh mediator tertentu. Sebagai contoh : pada saat mediator tertentu seperti histamine, trombin, dan PAF (Platelet Activating Factor) menstimulasi redistribusi selektin-P maka endotel teraktivasi dan selektin-p yang pada keadaan normal ditemukan didalam werbel palade bodies intrasel dalam bentuk granula-granula menjadi tersebar ke permukaan sel untuk dijadikan tempat pengikatan leukosit, begitu juga dengan selektin-E yang pada keadaan normal tidak terdapat pada endotel dan diinduksi setelah adanya rangsangan dari mediator inflammasi seperti Sitokin TNF, IL-1. dan kemokin (kemotraktan sitokin) 3. Adhesi

39

Leukosit akhirnya melekat kuat pada permukaan endotel ( adhesi ) sebelum merayap diatas permukaan sel endotel dan melewati membrane dasar dan masuk ke ruang extravaskular (transmigrasi/ diapedesis). Adhesi kuat ini diperantarai oleh molekul superfamili imuniglobulin pada sel endotel yang berinteraksi dengan integrin pada permukaan sel leukosit. Molekul adhesi endotel berupa ICAM-1 ( Intracellular adhesion molecule 1) dan VCAM1 ( vascular cell adhesion molecule 1) ; sitokin ,seperti TNF dan IL-1 menginduksi pengeluaran ICAM-1 dan VCAM-1. Integrin biasanya muncul pada membrane plasma leukosit, tepapi tidak melekat pada ligannya yang sesuai sampai leukosit distimulasi oleh agen kemotaktik atau rangasang lainnya ( yang dihasilkan oleh sel endothelium atau sel lain ditempat peradangan ). Kemudian, hanya integrin yang mengalami perubahan bentuk yang diperlukan untuk memberikan afinitas pengikatan yang tinggi terhadap molekul adhesi endotel.

4. Transmigrasi ( Diapedesis )

39

Setelah adhesi kuat terjadi pada permukaan endothel, cara leukosit bertransmigrasi terutama dengan menembus si antara sel pada intercellular junction PECAM-1 ( platelet endothelial cell adhesion molecule 1, juga disebut CD31) merupakan protein dominan yang menjadi perantara pada proses ini. Setelah melintasi endothelial junction, leukosit menembus membrane dasar dengan mensekresei kolagenase. 5. Kemotaksis dan Aktivasi Setelah terjadi extravasasi, leukosit bermigrasi menuju daerah immflamasi mendekati gradient kimiawi yang prosesnya disebut kemotaksis . kemotaksis dibagi menjadi 3 kategori :

Gerakan Acak : Terjadi saat tidak terjadi rangsangan . Chemokinesis : Gerakan memutar ditempat ketika terjadi karena meningkatnya velositas dan frekuensi saat ada stimulus disekitar sel tersebut. Chemotaxis : Sel bermigrasi saat ada rangsangan kimia .
39

Kedua zat eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik terhadap leukosit, contohnya : 1) produk bakteri yang dapat larut, khususnya peptide dengan N-formilmetionin termini ; 2) komponen system komplementer, terutama C5a ; 3) produk metabolisme asam arakidonat ( AA ) ; 4) sitokin ( terutama kelompok kimokin , misal IL-8 ). Molekul kemotaksis berikatan pada reseptor permukaan sel tertentu sehingga mengaktivasi sel endothelial untuk mengirimkan sinyal kimia kepada leukosit dan menyebabkan leukosit bergerak mengikuti gradient kimiawi. 6. Fagositosis

Fagositosis terdiri atas tiga langkah berbeda, tetapi saling terkait. 1) pengenalan dan pelekatan pertikel pada leukosit yang akan menelannya ; 2) penelanan, dengan membentuk vakuola fagositik ; 3) pembunuhan dan degredasi material yang ditelan .
39

Pengenalan dan perlekatan partikel pada leukosit difasilitasi oleh protein serum yang dikenal dengan opsonin ; opsonin mengikat molekul spesifik pada permukaan mikroba dan permukaan leukosit . Pengikatan partikel secara opsonisasi itulah yang memicu penelanan ( engulfment )

Gambar : keseluruhan proses ekstravasasi

3.

Ekstraselular Matriks

39

Gambar : Extraselular Matriks Ekstraselular Matriks ialah jaringan (suatu kompleks molekul) yang tersusun atau mengandung bernacam-macam materi yang tersimpan di bagian luar sel. Selain itu, ekstraselular matriks juga merupakan suatu matriks yang menghubungkan suatu sel dengan sel lain, saat sel tersebut membentuk jaringan yang asa penghubungnya. Ekstraselular matriks juga berbeda-beda dari jarinngan ke jaringan, seperti pada tendon ECM berbentuk seperti tali (ropelike) dan pada darah berbentuk fluid. ECM disekresi oleh sel-sel yang mendiaminya (sebagai contoh pada jarinngan ikat, sel yang mengahasilkan ECM adalah fibroblast) dan berkumpul menjadi jaringan di dalam sekeliling ruang sel. ECM membentuk proporsi volume yang signifikan pada jaringan. ECM tersusun dari tiga makromolekul komponen dasar, yaitu : Proteoglycans dan asam hyaluronic, Fibrous protein, dan Glikoprotein adhesif. 3.1. Proteoglycans dan asam hyaluronic Proteoglycans Molekul ini membentuk gel yang sangat berair (hydrated gel) dan dapat dimampatkan yang memberikan daya pegas dan pelumasan.
39

Proteoglycans tersusun atas inti protein yang berhubungan dengan satu atau lebih polisakarida yaitu glikosaminoglycans. Glikosaminoglycans merupakan polimer panjang disakarida spesifik yang mana satu dari dua gugus gula tersebut merupakan gula amino (baik N-acetylglukosamin atau N-acetylgalaktosamin).Disakarida ini tersusun menjadi rantai panjang tak bercabang, dan gula aminonya biasanya sulfated. Sulfat dan gugus karboksil pada bagian gula memnbuat glycosaminoglycans bermuatan negatif, sehungga menarik kation aktif seperti Na+. Hal ini mengakibatkan air menajdi tertarik ke dalam matriks, yang menimbulkan pembengkakan, atau turgor. Tekanan dari turgor membantu EMC melawan dan menahan kekuatan yang melawan kompresi atau tekanan jaringan. Glikosaminoglycans dapat dibagi menjadi empat kelompok utama, yakni : a. Asam hyaluronic tidak berikatan terhadap protein

b. Chondroitin sulfate dan dermatan sulfate c. Heparan sulfate dan heparin dengan protein d. Keratan sulfate proteoglycans berikatan kovalen untuk membentuk

Glycosaminogly cans Asam hyaluronic cHondroitin sulfate Dermatan sulfate

Mr 5x103 1x107

Unit disakrida ulangan

Protei n

Sulfa t -

Asam glukoronik dan Nacetylglukosamin + +

39

5x103 Asam glukoronik 5x104 dan Nacetylgalaktosami n 4 1x10 6x104 glukoronik atau

+ +

Heparin sulfate

5x103 1x104

asam iduronik dan N acetylgalaktosami n glukoronik atau asam iduronik dan Nacetylglukosamin glukoronik atau asam iduronik dan Nacetylglukosamin Galaktosa dan Nacetylglukosamin

+ Heparin 5x103 3x104

++

Keratan sulfate

5x103 2x104

Asam Hyaluronic Molekul besar yang tersusun atas sejumlah disakarida multipel tanpa inti protein, juga merupakan bahan penyusun ECM yang penting, terutama karena kemampuannya mengikat banyak air menjadi suatu matriks kental menyerupai gelatin. 3.2. Fibrous Protein Seperti kolagen dan elastin. Kolagen Kolagen merupakan protein yang palling banyak tersedia di dalam tubuh dan juga merupakan protein struktural fibrosa yang memberikan kekuatan renggang. Kolagen tersusun atas tiga helical rantai polipeptida, yang disebut chains, yang akan menggulung (melipat) untuk membentuk superhelical triple-helix (pilinan rangkap tiga). Ketiga asam amino di dalam -chain yaitu glysin. -chain kolagen tersusun atas sejumlah bagian hydroxyproline dan hydroxylysine. Bagian hydroxyproline penting terhadap ikatan hidrogen antara -chain dan bagian hydroxylysine penting terhadap pengikatan molekul kolagen menjadi fibrils. Sekarang ini terdapat 27 tipe kolagen yang berbeda-beda yang mana terkode oleh 41 gene dan tersebar pada 14 kromosom.

39

TipeI,II,III,V, dan XI merupakan kolagen fibril atau interstitial dan paling berlimpah. Sedangkan tipe IV merupakan kolagen nonfibril (berbentuk lembaran) dan komponen utama pada membran basalis, bersama dengan laminin. Kolagen lainnya berbentuk meshwork. Pembentukan fibril kolagen -chain disintesis sebagai propeptida yang menyusun asam amino ekstra. Tiga pro--chains berkumpul menjadi triple-helical molekul prokolagen yang kemudian akan disekresi. Pro--chain disintesis pada retikulum kasar, dan kemudian molekul prokolagen tersebut dikemas ke dalam granula sekretori. Granula sekretori akan ditransport ke permukaan sel sepanjang mikrotubul sitoplasma, dan kemudian prokolagen disekresikan. Di dalam ruang ekstraselular, propeptida akan terbelah dengan protease untuk membentuk unit dasar fibril, yaitu molekul tropokolagen, yang kemudian akan berkumpul menyatu menjadi fibril kolagen. Pembentukan fibril kolagen disatukan dengan oksidasi lysin yang spesifik dan bagaian hydroxylysine oleh enzim lisis oksidase. Hal tersebut menimbulkan cross-linking antara rantai molekul yang berdekatan, sehingga menstabilkan penyusun yang merupakan karakreristik dari kolagen. Cross-linking merupakan konstributor utama terhadap pemberi kekuatan kolagen.

Elastin Fiber elastic tersusun atas protein elastin pada daerah sentralnya, yang dikelilingi oleh jaringan glikoprotein fibrilin yang menyerupai jaringan. Sejumlah elastin ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, seperti aorta, dan pada uterus, kulit, dan ligamen. Elastin dihasilkan dan disekresikan oleh fibroblast. Molekul elastin merupakan crosslinked ke bagian lain. Jaringan seperti pembuluh darah, kulit, uterus, dan paru-paru membutuhkan elastisitas untuk menjalankan fungsinya., yang mana harus merenggang stretch dan recoil. Walaupun kekuatan regangan diberikan oleh protein kolagen, akan tetapi kemampuan jaringan untuk recoil diberikan oleh fiber elastic. Fiber tersebut dapat merenggang stretch selama beberapa kali dengan bertambah panjang dan kemudian kembali ke ukuran normalnya setelah melepas regangan tadi. Singkatrnya, ketika jaringan sedang stretching, molekul elastin bertambah panjang menjadi lebih lurus, yang merupakan nentuk tidak stabil. Ketika kekuatan stretchingnya dilepas (dihentikan),
39

molekul elastin kembali ke ukuran dan bentuk normalanya yaitu dengan random-coil.

3.3. Glikoprotein adhesif Sel menghasilkan dan mengsekresi beberapa glikoprotein adhesif ke dalam ruang ekstraselular. Protein adhesif merupakan molekul multifungsional yang mengandung beberapa bagian yang terspesialisasi. Glikoprotein tersusun atas bagian yang berikatan terhadap permukaaan sel, bagian lainnya berikatan atau berinteraksi dengan kolagen. Dan yang lainnya berikatan terhadap proteoglycans. Hal tersebut mengakibatkan glikoprotein adhesif sebagai ekstraselular glue. Sehingga peran utamanya ialah melekatkan komponen ECM satu sama lain dan melekatkan ECM pada sel melalui integrin permukaan sel. Glikoprotein adhesif meliputi fibronektin dan laminin. Selain itu urutan peptida, arginin, glisin, asam aspartat (urutan RGD) penting bagi sel adhesi terhadap ekstraselular matriks. Fibronektin

Merupakan glikoprotein adhesif yang terdapat pada jaringan ikat dan juga merupakan komponen utama pada interstitial. Fibronektin tersusun atas 2 rantai polipeptida, yang mana setiap subunit fibronektin berikatan disulfida; kemudian akan terlipat menjadi beberapa bagian globular. Fibronektin disintesis oleh berbagai sel, yaitu fibroblast, monosit, dan endotel. Fibronektin mempunyai tempat khusus untuk dapat berikatan pada suatu komponen ECM berspektrum luas (misalnya, kolagen, fibrin, heparin, dan proteoglikan). Fibronektin juga terikat terhadap glikoprotein transmembran besar yang disebut reseptor fibronektin. Adhesi ini diperantai oleh urutan RGD asam amino pada salah satu bagian fibronektin. Reseptor fibronektin merupakan anggota dari kelompok protein transmembran yang disebut integrins. Integrin berinteraksi dengan sitoskeleton untuk membentuk suatu penghubung transmembran antara sitoskeleton sel dan filamen pada ekstraselular matriks.

39

Gambar : fibronektin Integrin Integrin itu sendiri meruoakan kelompok glikoprotein heterodimer transmembran (rantai dan ) yang daerah intarselnya berhubungan dengan unsur sitoskeletal (misalnya, vinkulin dan aktin pada perlekatan fokal). Interaksi antara integrin pada sel epitel terhadap ECM melalui urutan RGD asam amino memberikan sinyal perlekatan sel dan dapat mempengaruhi pergerakan, proliferasi, atau diferensiasi sel. Selain itu, interaksi ini pun mendayagunakan jalur pemberian sinyal intrasel yang sama dengan yang digunakan oleh reseptor faktor pertumbuhan. Dengan mengaktifkan jalur pemberian sinyal intrasel, fibronektin meningkatan pula sensitivitas sel tertentu (seperti endotel) terhadap efek proliferasi faktor pertumbuhan. Perlu diketahui, pertumbuhan dan diferensiasi sel setidaknya melibatkan dua jenis sinyal yang bekerja secara bersamaan. Sinyal yang pertama berasal dari molekul terlarut, seperti faktor pertumbuhan dan penghambat pertumbuhan polipeptida. Sinyal yang kedua melibatkan unsur tidak terlarut pada ECM yang berinteraksi dengan integrin sel.

Gambar : integrin dan matrix extraselular lain

39

Laminin Laminin merupakan glikoprotein adhesif yang paling berlimpah dalam membran basalis. Laminin disusun dari tiga rantai polipetida, yaitu A, B1, dan B2, yang semuanya berikatan disulfida terhadap lainnya untuk membentuk molekul crucifixshaped. Seprti fibronektin, laminin merupakan molekul besar yang tersusun atas beberapa bagian fungsional. Bagian pertama berikatan terhadap reseptor laminin pada permukaan sel, bagian lainnya berikatan terhadap heparan sulfat, dan bagian lain yang belum berikatan akan terikat terhadap kolagen tipe IV. Selain sebagai perantara perlekatan pada membran basalis, laminin juga mengatur kelangsungan hidup, proliferasi, diferensiasi, dan motilitas sel. Laminin diproduksi oleh sel-sel epitel yang bersandar padda membran basalis. Ekstraselular Matriks terdapat dalam dua bentuk dasar, yaitu : 1. Matriks interstitial. Bentuk ini terdapat dalam ruang antar sel dalam jaringan ikat, serta antara epitel, endotel, dan sel-sel otot halus. Matriks ini disintesis oleh sel mesenkim (misalnya, fibroblas) dan cenderung membentuk suatu gel amorf tiga dimensi. Penyusun utamanya ialah kolagen fibril dan nonfibril, elastin, fibronektin, proteoglycans, hyaluronic dan komponen lainnya. 2. Membran basalis. Membran ini diproduksi oleh epitel dan sel-sel mesenkim dan terhubung dengan permukan sel. Membran ini terletak di bawah epitel dan yang cenderung membentuk suatu anyaman yang menyerupai cakram. Penyusunnya ialah kolagen nonfibrial (sebagian besar kolagen tipe IV), laminin, heparan sulfat, proteoglycan, dan glikoprotein lainnya.
39

Ekstraselular matriks lebih dari sekedar bahan pengisi ruang di sekeliling sel; adapun berbagai macam peranannya, antara lain : a. Penyokong mekanis untuk berlabuhnya sel. Tanpa adanya perlekatan, sebagian besar jenis sel akan mati
b. Penentuan orientasi sel (polaritas). Basolateral (sisi bawah) versus apikal

(atas) merupakan pembeda penting bagi sebgaian besar sel dalam hal fungsi (misalnya, penyerapan zat gizi dari saluran pencernaan atau pelepasan enzim pencernaan dalam pankreas) c. Pengendalian pertumbuhan sel. Pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh sel adhesi dan bentuk sel. Pada umumnya, semkain kuat perlekatan suatu sel, sifatnya akan semakin proliferatif (dan kurang sintesis)
d. Pemeliharaan diferensiasi sel. Jenis protein ECM mempengaruhi pula

derajat diferensisasi. Yang menarik adalah bahwa ECM yang sama dapat memiliki efek yang berbeda, bergantung pada konteks mekanis pada temapat terdapatnya ECM (yaitu lunak vs kaku)
e. Scaffolding

(dasar) untuk pembaharuan jaringan. Semmua jaringan merupakan struktur yang memperbaharui diri secara dinamis, dan untuk mempertahankan struktur yang normal memerlukan suatu scaffold (dasar) membran basalis. Secara khusus perlu diperhatikan bahwa meskipun sel labil dan stabil mampu melakukan regenerasi, cedera pada jaringan tersebut tidak selalu dapat memulihkan struktur normal. Keutuhan stroma sel patrenkim ynag mendasari, dan khususnya membran basalis, merupakan hal yang sangat penting untuk regenerasi terorganisasi pada jaringan. Jika membran basalis rusak, sel berproliferasi secra kacau sehingga menghsilkan jaringan yang tak terorganisasi dan nonfungsional; cedera yang luas pada jaringan yang labil atau stabil puncaknya terutama pada pembentukan jaringan parut karena meluasnya fibroblast.

f. Pembentukan lingkungan mikro jaringan. Membran basalis bertindak sebagai batas antara epitel dan jaringan ikat yang mendasari dan juga membentuk bagian dari perangkat filtrasi pada ginjal. g. Penyimpanan dan penyajian molekul pengatur. Sebagai contoh,dalam jaringan normal, faktor pertumbuhan fibroblast diekskresikan dan disimpan dalam membran basalis. Hal ini memungkinkan pengerahannya secara cepat untuk merangsang pertumbuhan sel dalam keadaan cedera lokal.
39

4.

Pembelahan Sel (Cell Division)

4.1. Siklus Sel Siklus sel adalah periode pembentukan suatu sel melalui duplikasi kandungan sel dan kandungan genetiknya sampai tercapai pembagian dalam bentuk dua sel yang identik. Siklus sel dapat dibagi menjadi dua fase utama dalam aktivitas seluler yaitu fase mitotic dan interfase. Dalam fase mitotic terdapat (1) proses mitosis, dimana duplikat kromosom dipisahkan ke dalam dua nucleus, dan (2) sitokinesis, dimana sel membelah menjadi dua sel anak. Hanya sebagian kecil sel di dalam jaringan atau pada kultur ditemukan pada keadaan mitosis, menandakan sel menghabiskan banyak waktunya pada interfase. Fase mitotic biasanya hanya 30 sampai 60 menit, sedangkan interfase dapat berangsur selama beberapa jam, hari, minggu, otau lebih lama lagi tergantung pada tipe sel dan kondisi. Fase mitotic akan terjadi bila seluruh materi yang dibutuhkan telah cukup untuk memulai pembelahan, dimana sintesis makromolekul pada umumnya terhenti. Berbeda dengan fase mitotic, interfase merupakan periode ketika sel sering kali tumbuh secara volume dan menjalankan fungsi metabolic, seperi oksidasi glukosa, transkripsi, translasi, dan replikasi DNA.

Gambar : siklus sel; terdiri dari fase utama yaitu fase mitotic (M) dan interfase (G1, S, G2) Interfase terbagi menjadi beberapa bagian fase, yaitu : Gap 1 (G1), S (Sintesis), dan Gap 2 (G2). Lama dari fase Sintesis, Gap 2, maupun Mitosis
39

relative konstan, sedangkan pada Gap 1 lamanya tidak konstan, inilah yang membedakan lamanya siklus sel dari sel satu dengan sel lainnya. Gap 1 (G1) merupakan fase dimana sel mengalami pertumbuhan. Lamanya tidak konstan, namun pada umumnya berkisar antara 30-40 % dari siklus sel. Pada fase ini terjadi beberapa kegiatan, diantaranya : o Sintesis RNA (transkripsi), o Membuat sitoplasma baru dan duplikasi organel, o Metabolisme sel, dan o Pertumbuhan serta perkembangan sel. Pada beberapa sel, lamanya G1 dapat berangsur dengan waktu yang sangat panjang atau bahkan sampai berhenti. Keadaan demikian disebut sebagai G0. Oleh karena itu terdapat 3 kategori sel : 1. Sel seperti sel saraf, sel otot, atau sel darah merah yang telah terspesialisasi dan kehilangan kemampuan untuk membelah. Sel tersebut telah berdiferensiasi dan tetap pada keadaan demikian sampai dia mati.
2. Sel yang secara normal tidak membelah tetapi dapat dipengaruhi untuk

memulai sintesis DNA dan membelah ketika diberi stimulus yang tepat. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sel hati, yang dapat dipengaruhi untuk berpoliferasi dengan surgical removal bagian dari hati, juga limposit yang dapat dipengaruhi untuk berpoliferasi dengan interaksi dengan antigen yang tepat. 3. Sel yang secara normal melakukan aktivitas mitotic. Beberapa jaringan terus diperbaharui, dan sel baru harus secara terus menerus dibentuk melalui pembelahan sel. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah : sel gonial (oogonia dan spermatogonia), hematopoetik stem sel, sel epitel.

4.2. Pengontrol Siklus Sel Semua fase siklus sel diatur oleh suatu rentetan reaksi biokimia yaitu melalui pembentukan kompleks siklin-cdk (cyclin-dependent kinase). Kompleks ini penting karena: 1. Kompleks siklin-cdk merupakan sentral mekanisme pengontrolan siklus sel dengan cara memfosforilasi protein tertentu sehingga dapat mengatur fase-fase siklus sel tersebut.
39

2. Kompleks siklin-cdk menyediakan adanya hubungan antara perpindahan

fase-fase pada siklus sel dengan system checkpoint yang memonitor kelengkapan setiap fase siklus sel. Hubungan ini timbul sebab bila ada kesalahan, katakanlah DNA damage ataupun cacat gangguan pada spindle mitosis maka checkpoint akan menghambat kemajuan siklus sel melalui penghambatan kompleks siklin-cdk.
Protein Kinase

Regulatory subunit (siklin)

Catalytic subunit (cdk)

Gambar : makromolekul yang mengatur siklus sel Replikasi dan mitosis yang merupakan 2 tahap krusial dalam siklus sel dipengaruhi oleh pengaktifan suatu protein spesifik yang bekerja pada fase S dan fase mitotic yang disebut siklin-dependent protein kinase (cdk). Protein ini mempunyai subunit katalik yang hanya aktif bila membentuk kompleks dengan sub unit pengatur yang disebut siklin.

39

Gambar : protein pengontrol siklus sel meregulasi setiap fase siklus terutama pada saat fase sintesis dan mitotic. Pada fase G2 lanjut atau pada fase M, sel mengandung M phase promoting factor (MPF), yang dapat mempercepat onset mitosis pada awal G2. MPV merupakan kompleks protein yang terdiri dari siklin B dan cdk. Pada fase S, sel mengandung S phase- promoting factor (SPF) yang dapat mempercepat fase S sehingga fase G1 dapat segera masuk ke fase S.

4.3. Mitosis Mitosis merupakan proses pembelahan nucleus dengan replikasi molekul DNA dari tiap kromosom dibagi ke dalam dua nucleus. Mitosis selalu diikuti oleh sitokinesis, proses dimana sel terbagi menjadi dua bagian. Dua sel anak dihasilkan dari mitosis dan sitokinesis mempertahankan materi genetic yang identik pada setiap sel anak. Oleh karena itu, mitosis mempertahankan jumlah kromosom dan menghasilkan sel baru untuk pertumbuhan dan pemeliharaan suatu organism. Mitosis terjadi di sel somatis. Secara umum mitosis meliputi beberapa tahap, yaitu : profase, metaphase, anaphase, telofase.

39

Gambar : proses mitosis secara umum yang menghasilkan dua sel anak dengan jumah kromosom sama dengan induknya. Mitosis terbagi menjadi lima tahap, yaitu : prophase, prometaphase, metaphase, anaphase, dan telophase. 1. Profase : 1) Kromatin yang diduplikasi selama S phase, perlahan-lahan terkondensasi menjadi kromosom. 2) Mitotic kromosom terdiri dari 2 kromatid yang dihubungkan pada satu daerah yang disebut centromer. 3) Pada permukaan centromer terdapat 2 kinetochore yang merupakan daerah dari centromer yang berikatan dengan mikrotubul spindle dan memiliki peran dalam pergerakan chromosomal. 4) Periode ketika cytoplasmic mikrotubul dihancurkan sebagai persiapan sel untuk pengaturan ulang dari mikrotubul sellular menjadi mitotic apparatus. 2. Prometaphase : 1) Memulai pembongkaran nucler envelope. 2) Mikrotubul dari pembentukan spindel apparatus membuat hubungan dan berikatan ke kinetochore dari kromosom terkondensasi. 3) Kromosom tersebar sembarangan sekitar spindle mitotic. Bagaimanapun, kromosom mulai menjalani pergerakan ke daerah equator dari spindle.

39

3. Metaphase : 1) Pergerakam kromosom di daerah tengah dari spindle. 2) Periode tidak aktif atau istirahat sebagai persiapan proses anaphase.

Gambar : proses mitosis

4. Anaphase : 1) Periode mitosis ketika sebagian kromatid terpisah. 2) Waktu ketika sentromer terbagi dua. 3) Saat ketika kromatid mulai migrasi mereka ke daerah kutub yang berlawanan. 4) Kemungkinan, satu atau lebih protein yang menggubah kinetochore mengandung aktivitas ATPase yang mengizinkan pergerakan kromosom sepanjang spindle mikrotubul. 5. Telophase :
39

1) Periode ketika kromatid yang telah selesai melakukan pemisahan ke kutub berlawanan. 2) Pembentukan kembali nuclear envelope di sekeliling kromosom. 3) Kondensasi kembali kromosom ke kromatin. 4) Cytokinesis. Tiga kelas mikrotubul : 1. Astral mikrotubul : tersusun seperti bentuk bintang di sekitar kutub spindlenya. Mikrotubul ini penting dalam penyesuaian kontraktil ring. 2. Kinetochore mikrotubul : mengulur dari sentromer ke kinetochore dan penting untuk kelangsungan migrasi kromosomal yang terjadi selama mitosis. 3. Spindle microtubule : mengulur dari sentrosom saat metaphase dan mikrotubul kemudian melengkapi mikrotubul lain yang mengulur dari kutu berlawanan. Mikrotubul polar ini terlibat dalam pendorongan dua kutub spindle dalam anaphase, jadi kontraktil ring dapat memecah sel jadi dua. Salah satu kunci dari peristiwa dalam morphogenesis spindle adalah pengikatan kromosom ke spindle mikrotubul. Terjadi hanya pada daerah kinetokor di mitotic kromosom.

4.4. Meiosis Meiosis (Pembelahan Reduksi) adalah reproduksi sel melalui tahaptahap pembelahan seperti pada mitosis, tetapi dalam prosesnya terjadi pengurangan (reduksi) jumlah kromosom. Meiosis terbagi menjadi due tahap besar yaitu Meiosis I dan Meiosis II Baik meiosis I maupun meiosis II terbagi lagi menjadi tahap-tahap seperti pada mitosis. Secara lengkap pembagian tahap pada pembelahan reduksi adalah sebagai berikut :

39

Gambar : meiosis 1

39

Gambar : Meiosis 2 Berbeda dengan pembelahan mitosis, pada pembelahan meiosis antara telofase I dengan profase II tidak terdapat fase istirahat (interface). Setelah selesai telofase II dan akan dilanjutkan ke profase I barulah terdapat fase istirahat atau interface. Yang berhubungan dengan variasi genetik selama meiosis I : 1. Crossing over terjadi selama periode prophase I. Crossing over menghasilkan suatu pertukaran kromosom antara turunan ayah dan ibu kromosom dari sepasang homolog. Pertukaran ini menghasilkan pencampuran gen-gen induk yang menuntun pada penambahan kombinasi genetic. 2. Campuran mandiri dari kromosom induk selama meiosis I.
39

3. Menghasilkan dua sel anak yang mempunyai jumlah DNA yang diploid. Tidak seperti mitosis, kedua sel anakan ini memiliki sel diploid yang berbeda dari induknya.

Meiosis II : 1. Menyerupai mitosis, dalam pembentukan spindle apparatus, dan pemisahan kromosom. 2. Sel anak haploid karena tidak terjadi sintesis DNA selama meiosis II. 3. Karena spesialisasi saat meiosis I, sel yang dihasilkan dari meiosis II benar-benar berbeda secara genetic.

Perbedaan antara Mitosis dengan Meiosis Aspek yang dibedakan Tujuan Hasil pembelahan Sifat sel anak Tempat terjadinya Mitosis Untuk pertumbuhan 2 sel anak diploid (2n) sel somatis Meiosis Sifat mempertahan-kan diploid 4 sel anak haploid (n) sel gonad

5.

Leukosit

Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor

39

(pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil. Neutrofil Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua : - Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase. - Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil

39

merangsang aktivitas glicogenolisis. Eosinofil

heksosa

monofosfat

shunt,

meningkatkan

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat. Basofil Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan. Limfosit Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan

39

akan tampak dalam darah dalam keadaan Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan fungsi. Monosit Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen.

6.

Furuncle

Folikelitis adalah peradangan pada selubung akar rambut. Penyebab dari folikelitis ini adalah bakteri stapilokokus yang memasuki kulit melalui folikel rambut. Jika infeksi bakteri ini telah meluas ke jaringan disekitar folikel rambut maka folikelitis ini disebut Furunkel, yaitu radang pada folikel rambut yang telah meluas sampai pada lapisan subkutan pada jaringan kulit. Kelainan ini bisa terjadi didaerah dimana saja pada tubuh kita, tetapi terutama terjadi pada daerah yang sering mengalami gesekan dan banyak berkeringat. Seperti wajah, leher, ketiak, bokong, dada, paha dan tungkai bawah. Kelainan ini bisa juga disebabkan oleh garukan. Atau bisa juga disebabkan karena mencabut rambut-rambut yang ada pada tubuh kita baik dengan disengaja atau pun tidak.
39

6.1. Inflamasi

Inflamasi respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang mengalami cedera. Aktivasi respon inflamasi terjadi pada jaringan yang cedera disebabkan oleh infeksi, ischemia (defisiensi darah pada suatu bagian, akibat konstriksi fungsional atau obstruksi aktual pembuluh darah), kehilangan nutrisi, defect dari imun tubuh, bahan kimia, temperatur yang sangat tinggi, radiasi ionisasi. Inflamasi terbagi menjadi 2 pola dasar yaitu :
1) Inflamasi akut respon dini dari tubuh terhadap cedera atau kematian

sel. Gambaran mikroskopis yang terjadi pada saat inflamasi :

Vasodilatasi arteriol Peningkatan permeabilitas vaskular Pembatasan area yang terkena luka dari jaringan yang tidak mengalami radang (walling off). Proses pembatasan akan menunda penyebaran penyakit dan produk toksik Ekstravasasi leukosit

Adapun tanda-tanda pokok dari inflamasi akut : a. Rubor (kemerahan) Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah inflamasi. Ketika reaksi inflamasi mulai timbul, terjadi vasodilatasi arteriol yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah kapiler selanjutnya. Peleburan pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya kemerahan (eritema). b. Kalor (panas) Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi inflamasi akut. Panas merupakan sifat reaksi inflamasi yang hanya pada permukaan tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya. c. Dolor (rasa sakit)
39

Dolor dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal, konsentrasi lokal ion-ion tertentu dan pengeluaran zat kimia tertentu (seperti histamin) dapat merangsang ujung-ujung saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang menimbulkan rasa sakit. d. Tumor (pembengkakan) Tumor diakibatkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskular sehingga menurunkan tekanan osmotik intravaskular yang membuat air dan ion ke dalam jaringan ekstravaskular dan berakumulasi di sana. e. Fungtio laesa (perubahan fungsi) 2) Inflamasi kronik Inflamasi kronik dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang. Inflamasi kronik dapat berkembang dari inflamasi akut. Perubahan ini terjadi ketika respon akut tidak teratasi karena agen pencedera yang menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal. Inflamasi kronik terjadi pada keadaan :

Infeksi virus Infeksi mikroba peristen Respon yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik Penyakit autoimun terjadinya reaksi imun terhadap antigen dan jaringan tubuhnya sendiri yang berlangsung terus-menerus.

39

Setelah proses inflamasi, jaringan melakukan penggantian sel yang cedera secara ireversible terhadap normalitas histologis dan fungsional. Proses ini meliputi netralisasi atau pembuangan berbagai mediator kimiawi, normalisasi permeabilitas vaskular, penghentian emigrasi leukosit diikuti kematian (apoptosis) neutrofil yang mengalami ekstravasasi, dan usaha gabungan antara drainase limfatik dan penelanan makrofag pada debris nekrotik yang menyebabkan pembersihan cairan edema, sel radang dan sisa sel yang rusak, kemudian diikuti pembentukan jaringan parut (scarring) atau fibrosis. Hal ini dilakukan jaringan agar terjadi regenerasi dan remodeling jaringan yang ruska serta untuk menormalkan fungsi jaringan.

Infeksi Infeksi invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis mungkin tidak tampak atau tidak timbul cedera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel dan respon antigen-antibodi.

Infeksi dapat terlokalisasi, subklinis dan bersifat sementara jika mekanisme pertahanan tubuh efektif. Infeksi lokal dapat menetap dan menyebar menjadi infeksi klinis atau kondisi penyakit yang bersifat akut, subakut atau kronik. Infeksi lokal dapat menjadi sistemik bila mikroorganisme mencapai sistem limfotik atau vaskular.

Abses & Furuncle Abses kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan atau rongga yang tertutup. peradangan atau infeksi pada kulit akibat infeksi bakteri yang akhirnya akan membentuk supurasi/pernanahan.

Furuncle

Penyebab furuncle biasanya adalah bakteri (golongan stafilokokus) yang pembentukannya dipengaruhi oleh iritasi lokal.

6.2. Supurasi Bila netrofil mati dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, maka pada dasarnya semua netrofil dan kebanyakan makrofag lainnya akan mati. Sesudah beberapa hari, dalam jaringan yang meradang berbagai jaringan nekrotik, netrofil yang sudah mati, makrofag mati, dan cairan jaringan, campuran seperti ini yg biasanya disebut nanah.

6.3. Lymph Node a. Struktur Tersusun atas saluran-saluran sejumlah pembuluh limfe. Pembuluh ini menyaring limfe sebelum cairan tersebut kembali ke sirkulasi vena. Nodus limfe berbentuk oval atau menyerupai buncis yang berukuran antara 120mm. Limfe memasuki sebuah nodus melalui suatu kapsul fibrosa yang

39

melewati beberapa pembuluh limfe aferen dan keluar melalui pembuluh limfe eferen. Katup-katup tersebut hanya satu arah, ddengan bertujuan menjaga limfe tetap mengalir satu arah. b. Lokasi beberapa nodus limfe Nodus submaksilaris : terletak di bagian dasar mulut Nodus serviks : sternokleidomastoid) terletak pada leher (disepanjang otot

Nodus aksilaris : di dalam lengan bawah dan regia dada atas Nodus inguinal : terletak di lipatan paha (selangkangan) c. Fungsi Jika banyak bakteri yang tersaring dari limfa, nodus akan membengkak beberapa kali ukuran normalnya karena terjadi poliferasi limfosit dan selsel lain.

39

BAGIAN II PEMBAHASAN KASUS


1. Kasus Anak laki-laki berusia 3 tahun dirawat di rumah sakit. Ibunya menjelaskan tentang single round lesion pada paha kanannya dan sangat sakit. Berdasarkan penjelasan ibunya, 5 hari sebelumnya dia menemukan adanya red follicular nodule lesion dip aha kanan anaknya. Lesion benjadi lunak dan di bagian atasnya terdapat supurasi. Tidak ada demam. Dokter menemukan 3 cm bisul kemerahan pada 1/3 anteroproximal paha kanannya. Dokter juga menemukan perluasan lymph node pada selangkangan kanan. Pemeriksaan umum berada pada batas normal Pemeriksaan laboratorium berada pada batas normal, kecuali pada jumlah sel darah putih yang sedikit naik. Pemeriksaan mikroskopik dari aspirasi bisul menunjukan Staphylococcus positif. Pengobatan : Anak itu telah diobati dengan antibiotic selama 5 hari. Lalu 2 minggu kemudian, dia bertemu dokter lagi tanpa keluhan. 2. Penjelasan Ronald, anak laki-laki berumur 3 tahun mengalami luka dibagian paha kanan atas, luka ini menyebabkan barier kulit menjadi rusak sehingga menyebabkan Bakteri stapilokokus yang merupakan flora normal kulit masuk melalui folikel rambut dan menginfeksi bagian folikel rambut tersebut, hingga menyebabkan peradangan pada folikel rambut yang disebut folikelitis. Karena memiliki enzim hialuronidase yang dapat menguraikan matrixekstra seluler sehingga dapat merusak sel junction yang terdapat pada matriksextra seluler tersebut, dan menyebabkan bakteri ini dapat meluas ke jaringan disekitar folikel rambut sampai pada lapisan subkutan, dan menimbulkan furunkel. Karena infeksi dari bakteri ini maka tubuh
39

melakukan respon protektifnya yang disebut sebagai inflamasi. Inflamasi ini merupakan salah satu respon dari proses imunitas tubuh untuk melawan agen-agen yang berbahaya bagi tubuh. Inflamasi yang terjadi pada pasien ini merupakan jenis inflamasi akut. Dilihat dari waktunya yang relatif cukup singkat, serta dilihat dari gejala-gejala yang dialami oleh Ronald yang merupakan tanda-tanda pokok dari inflamasi akut. Terjadi dua proses utama dalam inflamasi akut. Yang pertama adalah reaksi seluler yang menyebabakan emigrasi leukosit dari pembuluh darah keluar ke extravaskuler menuju daerah peradangan. Karena terjadi emigrasi leukosit secara terus-menerus untuk melawan bakteri, maka secara otomatis tubuh pun terus memproduksi leukosit secara besar-besaran dan menyebabkan jumlah dari sel darah putih pada pasien ini mengalami kenaikan. Selain WBC yang meningkat, emigrasi leukosit ke daerah peradangan ini pun menyebabkan supurasi dan akhirnya menimbulkan abses/ tumor. Hal ini disebabkan karena leukosit-leukosit yang beremigrasi untuk melawan bakteri tertimbun didaerah peradangan dan semakin lama timbunan ini terakumulasi dan menyebabkan abses/tumor pada pasien. Kerja dari leukosit untuk melawan bakteri ini pun dibantu oleh kelenjar limfe. Selain untuk membantu dalam proses imunitas tubuh, kelenjar limfe ini pun dapat mengurangi pembengkakan pada daerah peradangan. Bakteribakteri yang berada pada daerah peradangan yang belum dikalahkan oleh leukosit disalurkan pada pembuluh limfe, dan ditimbun dalam nodus limfe. Nodus limfe ini memiliki makrofag-makrofag untuk memfagositosis bakteri agar bakteri tidak menyebar keseluruh tubuh. Bakteri ini akan ditimbun pada nodus limfe yang paling dekat pada daerah peradangan. Dan nodus limfe yang terdekat pada daerah peradangan pada kasus ini adalah pada daerah inguinal.Untuk melawan bakteri-bakteri ini kemudian kelenjar limfe
39

menghasilkan banyak makrofag dan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar limfe ini. Selain terjadi reaksi seluler, pada inflamasi akut ini pun terjadi reaksi vaskuler. Reaksi vaskuler ini adalah meningkatnya aliran pembuluh darah ( vasodilatasi ) serta meningkatnya permeabilitas pembuluh darah.

39

Furuncle Inflamasi akut

Seluler : Emigrasi leukosit ke extravaskul er vasodilata si

vaskuler

Permeabilit as vaskuler

WBC

supurasi

kemera han

panas Cairan plasma protein keluar ke extravaslkuler

nyeri

abses

Bakteri dan cairan plasma disalurkan ke lymph node Bakteri di timbun di lymph node Makrofag di lymph node banyak Pembesaran lymph node

Diagram : patomekanisme kasus


39

Pada saat vasodilatasi ( peningkatan aliran pembuluh darah ), arteriol mengalami pelebaran sehingga lebih banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah, sehingga menyebabkan Banyaknya warna kemerahan pada daerah peradangan permukaan tersebut. daerah darah yang disalurkan tubuh pada

peradangan ini lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah yang normal dan menyebabkan panas lokal (panas pada daerah disekitar peradangan). Sedangkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang terjadi karena hubungan antara sel-sel endotelium yang melapisi pembuluh-pembuluh kecil berubah dan menyebabkan cairan plasma protein keluar ke extravaskuler menyebabkan darah terkonsentrasi dengan baik dan viskositas darah menjadi naik serta aliran darah menjadi lambat. Dan akibatnya terjadilah peristiwa marginasi leukosit yang merupakan awal dari emigrasi leukosit diantara sel-sel endotel keluar ke extravaskuler menuju daerah peradangan. Leukosit ini kemudian akan melawan bakteri pada daerah peradangan. Setelah terjadi proses perlawanan, leukosit ini tertimbun di daerah paradangan bersama bakteri yang telah mati, baik leukosit yang mati ataupun masih hidup tertimbun bersamanya dan menyebabkan supurasi serta lama-kelamaan terakumulasi dan menimbulkan abses. Sedangkan peningkatan untuk nyeri yang ditimbulkan tanpa oleh peradangan lagi dapat

disebabkan karena pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan tekanan lokal sehingga diragukan menimbulkan rasa sakit (nyeri).

39

39

You might also like