You are on page 1of 7

Divisi Rhodophyta, Eucheuma cottonii

TUGAS TAKSONOMI TUMBUHAN

Oleh Afifi Rahmadetiassani (083112620150008)

The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again.

FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2011

Pendahuluan Alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan talus (uniselular atau multiselular), alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal dan ada beberapa alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel (Sulisetijono, 2009). Alga memiliki beberapa divisi, antaralain Cyanophyta, Chlorophyta, Bacillariophyta, Phyrophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta (Anonim,2009). Salah satu divisi yang akan dibahas adalah Rhodophyta. Rhodophyta atau yang biasa disebut alga merah merupakan alga multiseluler dan memiliki ukuran yang besar. Warna yang menyebabkan merah pada alga tersebut karena adanya pigmen fikoeritrin. Alga merah hidup menempel pada alga lain, pada bebatuan dan ada yang hidupnya bebas mengapung dipermukaan air. Alga merah biasa ditemukan di laut dalam (Pitriana, 2008). Bentuk alga merah seperti lembaran sederhana dengan cabang-cabang halus seperti pita. Di dalam selnya terdapat pigmen klorofil a dan b serta fikobilin. Fikobilin merupakan semacam pigmen yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin. Melalui pigmen fikobilin, gelombang cahaya yang masuk ke dalam laut diserap. Kemudian mentransfer energi cahaya ke klorofil untuk keperluan fotosintesis. Bentuk dari hasil fotosintesis adalah karbohidrat yang disebut tepung floridean (Aziz, 2008). Alga merah dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan cara pembentukan spora yang tidak memiliki alat gerak. Spora tersebut dapat berindah ke tempat lain dengan mengikuti arus air laut. Selanjutnya, di tempat yang sesuai, spora tersebut akan tumbuh menjadi individu baru. Reproduksi generatifnya dilakukan dengan cara peleburan ovum dengan spermatogonium yang tidak memiliki alat gerak. Hasil peleburan tersebut akan membentuk zigot yang diploid. Selanjutnya zigot akan tumbuh menjadi individu baru yang diploid (Aziz, 2008). Contoh alga merah adalah Eucheuma cattoni (Pitriana, 2008).

Eucheuma cattoni A. Klasifikasi Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii (Doty 1986). Nama daerah cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. cottonii menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Klasifikasi Eucheuma

Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma Species : Eucheuma cattonii Kappaphycus alvarezii (doty) Doty B. Deskripsi Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan.

Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan 1998). Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja, 1996).

Pada umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan,1998).

Gambar 1. Eucheuma cottonii C. Ekologi Secara ekologi, persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi bagi Eucheuma cottonii adalah substrat stabil, terlindung dari ombak yang kuat dan umumnya di daerah terumbu karang, tempat dan lingkungan perairan tidak mengalami pencemaran, kedalaman air pada waktu surut terendah 1- 30 cm, perairan dilalui arus tetap dari laut lepas sepanjang tahun, jauh dari muara sungai, dan perairan tidak mengandung lumpur dan airnya jernih. Faktor-faktor lingkungan lain yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut antara lain adalah: suhu, cahaya, salinitas, gerakan air dan pH perairan. 1. Suhu Suhu perairan mempengaruhi laju fotosintesis. Nilai suhu perairan yang optimal untuk laju fotosintesis berbeda pada setiap jenis. Secara prinsip suhu yang tinggi dapat

menyebabkan protein mengalami denaturasi, serta dapat merusak enzim dan membran sel yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, protein dan lemak

membran dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel. Terkait dengan itu, maka suhu sangat mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan kehidupan rumput laut, seperti kehilangan hidup, pertumbuhan dan perkembangan,

reproduksi, fotosintesis dan respirasi (Eidman,1991). Kisaran suhu perairan yang baik untuk rumput laut Eucheuma adalah 270 280 C (Sulistijo,1994). 2. Arus Menurut Nontji (1987), arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan pasang surut yang bergelombang panjang dari laut terbuka. Arus mempunyai peranan penting dalam penyebaran unsur hara di laut. Arus ini sangat berperan dalam perolehan makanan bagi alga laut karena arus dapat membawa nutrien yang dibutuhkannya. Salah satu syarat untuk menentukan lokasi Eucheuma sp adalah adanya arus dengan kecepatan 0,33 - 0,66 m/detik (Sulistijo,1994). 3. Salinitas Di alam rumput laut Eucheuma sp tumbuh berkembang dengan baik pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar dari sungai dapat menyebabkan

pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp menurun. Salinitas yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 31-35 ppt. Kisaran salinitas yang baik bagi pertumbuhan Eucheuma sp adalah 30-35 ppt. 4. pH Keasaman atau derajat pH merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktor-faktor lainnya. Kisaran pH maksimum untuk

kehidupan organisme laut adalah 6,5 - 8,5. Manfaat Eucheuma cottonii 1. Penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa Eucheuma cottonii merupakan rumput laut yang memiliki kemampuan untuk menyerap Pb dalam thallusnya. Hal ini dikarenakan pada Eucheuma cottonii terdapat karagenan yang fungsinya hampir sama dengan alginat yaitu dapat mengikat ion logam berat (Sadhori,1990).

2. Sebagai bahan pangan, contohnya adalah penghasil agar-agar (Anonim,2009). 3. Pada bidang farmasi sebagai bahan pembuatan obat-obatan (Cohen, 1999), seperti adanya kandungan zat anti HIV dan anti Herves (Catie, 1998). 4. Dapat diproses menjadi menjadi minyak nabati, yang selanjutnya diproses menjadi biodiesel. Setelah diambil minyaknya, sisa ekstraksinya yang berupa karbohidrat dapat difermentasikan menjadi alkohol, baik dalam bentuk methanol maupun ethanol (Sheehan, 1998).

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Penuntun Praktikum Taksonomi Tumbuhan. Universitas Nasoional. Jakarta Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan JenisJenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 151. Aslan M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius. Aziz, Abdul. 2008. Dan Alampun Bertasbih. Jakarta: Balai Pustaka. Catie.1998.SariGangganguntukHIVdanHerves?.http://www.rad.net.id/aids/WARTA/WA02609. htm. Diakses 22 Juni 2009. Cohen, Zvi .1999.Chemicals from Microalgae Tylor & Francis Ltd. Diakses 22 Juni 2009. Doty MS. 1985. Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 45. ----------. 1986. Biotechnological and Economic Approaches to Industrial Development Based on Marine Algae in Indonesia. Whorkshop on Marine Algae Biotechnology. Summary Report. Washington DC: National Academic Press. p 31-34.

Eidman HM. 1991. Studi Efektifitas Bibit Algae Laut (Rumput Laut). Salah Satu Upaya Peningkatan Produksi Budidaya Algae Laut (Eucheuma sp).Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Pitriana, Pipit. 2008. Bio Ekspo Menjelajah Dunia Dengan Biologi. Solo: Jatra Graphic. Sadhori, S.N.1990. Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka. Jakarta.p.17-21. Sheehan, J., Dunahay, T., Benemann, J., Roessler, P.1998. A look Back at The U.S. Department of Energys Aquatic Species Program : Biodiesel from Algae. Colorado.USA. Sulisetijono, 2009. Bahan Serahan Alga. Malang: UIN Press. Sulistijo. 1994. The harvest quality of alvarezzi culture by floating method in Pari Island North Jakarta. Jakarta: Research and Development Center for Oceanology. Indonesian Institute of Science.

You might also like