You are on page 1of 17

NARKOBA DALAM PANDANGAN ISLAM

Disusun Oleh PENDIDIKAN MATEMATIKA KELAS SORE B

FERA ROCHMAYANI SARIF FAIZAL AMIR EKA FITRI LESTARI

1105045107 1105045128 1105045140

BETY FITRI RAHMADANI 1105045150 AHMAD HABIBIE 1105045155

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat, dan karunia-Nya lah MAKALAH NARKOBA DALAM PANDANGAN ISLAM dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Isi dari makalah ini mencakup narkoba dan bagaimana hukumnya dalam Islam, yang kemudian dituangkan dan dikumpulkan menjadi satu dalam makalah. Makalah ini memberikan pembelajaran mengenai hukum-hukum tentang narkoba dalam Islam. Di samping itu, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang narkoba. Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai wacana untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah. Makalah ini disusun oleh penulis berdasarkan metode kepustakaan yang kemudian di sintesis sebagai bahan rujukan. Penulis sangat menyadari penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah ini. Semoga penulisan gagasan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Samarinda, Desember 2011

Tim Penulis

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Narkoba merupakan daya perusak terhadap sendi-sendi kehidupan, sehingga menyita perhatian banyak kalangan. Lebih-lebih ketika sekian banyak penelitian menyatakan bahwa korban narkoba saat ini telah merambah ke segenap lapisan masyarakat mulai dari anak yang baru dilahirkan hingga orang tua, mulai dari rakyat jelata sampai konglomeratnya. Bahkan, tidak sedikit dari anak sekolah dasar hingga perguruan tinggi, yang ikut menjadi korban keganasannya. Yang sangat memprihatinkan lagi, bahwa perilaku orang tua sudah biasa mempengaruhi sejak si kecil masih berada dalam kandungan. Bila waktu hamil sang ibu terbiasa minum alkohol, maka resiko si kecil berkembang menjadi pecandu alkohol pun juga besar. Bagi seorang muslim wajib mengetahui bagaimana hukum menggunakan sesuatu yang dapat mengandung mudarat. Diperlukan berbagai informasi untuk dapat menyimpulkan hukum-hukum Islam mengenai narkoba. Dilihat dari uraian singkat di atas, jelas sangat telihat bahwa penting bagi kita untuk menganalisa hukum tentang narkoba dalam Islam Melalui analisa ini, dapat dipahami apa saja bahaya narkoba baik di dunia maupun di akhirat.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui bahaya narkoba 2. Mengetahui pandangan Islam mengenai narkoba

BAB 2 PEMBAHASAN
Dari aspek stabilitas keamanan, misalnya, baik nasional maupun internasional, persoalan narkoba saat ini sangat memperihatinkan. Dalam skala nasional banyaknya kejahatan-kejahatan di tanah air erat sekali hubunganya dengan masalah narkoba. Bahkan yang sangat mengerikan bahwa jaringan pengedar narkotika di Bali, Surabaya, dan Jakarta, selama lebih dari dua tahun ini dikendalikan oleh seorang narapidana (napi) lakilaki dewasa kelas I di Tangerang. Napi yang menjadi otak peredaran heroin dan putau tersebut adalah Innocent Iwuofor, seorang warga Negara Nigeria. Dalam skala internasional, ternyata kegiatan terorisme sering terkait dan erat hubunganya dengan kegiatan perdagangan narkotika ilegal lintas batas negara sehingga kepustakaan mengenai narkotika mengenal dan mengakui kedekatan kegiatan tersebut sebagai narco-terorism. Pasangan dua kegiatan yang berbeda latar belakang tampaknya semakin serasi sejalan dengan perkembangan pasca perang dingin karena kontrol dari negara kuat semakin berkurang terutama setelah hancur leburnya Negeri Unisoviet dan Yugoslavia. Kegiatan mafia kejahatan yang dimotori oleh bekas agenagen KGB semakin merajalela dan menghalalkan segala cara untuk mengeruk keuntungan berlipat ganda yang tidak pernah akan diperoleh selama rezim Unisoviet masih berdiri utuh. Kegiatan perdagangan ilegal narkotika menjadi salah satu alternative sumber pendanaan bagi kegiatan terorisme dan kejahatan transnasional lainya, seperti perdagangan wanita dan anak-anak serta penyelundupan migran ke beberapa negara. Paparan di atas menunjukkan bahwa minuman keras, narkotika, dan obat berbahaya merupakan hal yang sangat menarik sekali untuk dikaji secara intensif, guna memberikan sumbangan pemikiran untuk mengatasi minuman keras, narkotika, dan obat berbahaya yang menjadi permasalahan serius, baik dalam skala nasional maupun internasional.

2.1 Tinjauan Umum Tentang Narkoba 2.1.1 Pengertian Narkoba


Narkotika dan obat-obat berbahaya yang seringkali disingkat narkoba adalah dua jenis yang berbeda. Pertama, narkotika adalah zat atau obat yang

berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kedua, psikotropika dan obat-obat berbahaya adalah zat atau obat, baik alami maupun sintesis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2.1.2 Jenis-jenis Narkotika


Narkotika atau obat bius yang dalam bahasa Inggris disebut narcotic adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja yang pada umumnya bersifat: 1. Membius (menurunkan kesadaran) 2. Merangsang (meningkatkan semangat kegiatan atau aktivitas) 3. Ketagihan (ketergantungan , mengikat, dependence) 4. Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi) Zat ini secara garis besar digolongkan menjadi dua macam: narkotika dalam arti sempit dan narkotika dalam arti luas. Narkotika dalam arti sempit, bersifat alami. Yaitu semua bahan obat opiatin, cocaine, dan ganja. Sedangkan narkotika dalam arti luas, bersifat alami dan syntetic. Yaitu semua bahan obatobatan yang berasal dari: a. Papaver Somniferum (opium atau candu, morphine, heroin dan sebagainya) b. Eryth Roxylon Coca (cocaine) c. Cannabis Sativa (ganja, hasyisy) d. Golongan obat-obatan depressant (obat-obat penenang) e. Golongan obat-obatan stimulant (obat-obat perangsang) f. Golongan obat-obatan hallucinogen( obat pemicu khayal) Dr.Shaleh bin Ghonim as Sadlan membagi obat-obat terlarang ini menjadi tiga bagian, yaitu : a. Narkotika Natural (Alami) Yaitu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti ganja, opium, koka, alkot (cathaedulis) dan lain-lain. b. Narkotika Semi Sintesis Yaitu yang dimodifikasi dari bahan-bahan alami (biasanya dari zat kimia yang terdapat dalam opium) kemudian diproses secara kimiawi supaya memberikan pengaruh lebih kuat, seperti morfin, heroin, kokain dan lain-lain

c. Narkotika Sintesis Yaitu pil-pil yang terbuat dari bahan kimia murni. Pengaruh dan efek yang ditimbulkannya sama dengan narkotika natural atau semi sintesis. Dikemas dalam bentuk kapsul, pil, tablet, cairan injeksi, minuman, serbuk dan berbagai bentuk lainya. Di antaranya adalah berbagai jenis obat tidur seperti kapsul Signal, atau pil perangsang (stimulantia) seperti Kiptagon atau Amphetamine, atau tablet penenang seperti Valium 5 dan derivate-derivatnya yang lain. Termasuk diantaranya pil hallusinogent (pembangkit halusinasi) sepert L.S.D (Lysegic Acid Diethlamide). Sejalan dengan itu Abu Ghifari membagi narkotika menjadi dua bagian yaitu : a. Narkotika alam. Jenis natur dari dedaunan dan getah, yang tehnik penggunaanya sangat praktis yang terdiri dari : 1. Bentuk daun, misalnya ganja, wujudnya mirip daun teh kering, warnanya hijau kecoklatan, dan 2. Bentuk getah, misalnya cannabis dan hasyis, wujudnya cairan kental, warnanya coklat tua. b. Narkotika sintetik jenis yang diolah secara kimiawi, terdiri dari: 1. Bentuk cairan, misalnya morfin (ampul), wujudnya mirip cairan alkohol murni, warnanya bening. 2. Bentuk tablet atau kapsul, misalnya: tablet cosadon, warnanyamerah muda, magadon (nitrazwpam 5 mg), warnanya putih, rohipnool warnanya putih, kapsul nembutal, warnanya kuning, trandene 10, warnanya kuning tua.

2.1.3 Klasifikasi Narkoba 2.1.3.1 Narkotika


Menurut UU No. 22 Th. 1997 tentang narkotika, pasal 2 ayat 1 ditinjau dari ruang lingkup dan tujuanya, narkotika bisa diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan narkotika golongan III. Yang dimaksud dengan narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Dan yang dimaksud dengan narkotika golongan II, adalah yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai

potensi

tinggi

mengakibatkan

ketergantungan.

Adapun

yang

dimaksudkan dengan narkotika golongan III, adalah narkotika ynag berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

2.1.3.2 Psikotropika
Sebagaimana narkotika, psikotropika pun juga digolong-golongkan atau diklasifikasikan menurut jenisnya. Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan, digolongkan menjadi empat golongan , yaitu psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan psikotropika golongan IV. Dalam penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dijelaskan, bahwa psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Sedangkan psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan sertam mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Sekalipun pengaturan psikotropika dalam undang-undang ini hanya meliputi psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan psikotropika golongan IV, masih terdapat psikotropika lainya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan, tetapi digolongkan sebagai obat keras. Oleh Karena itu, pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundangundangan yang berlaku dibidang obat keras.

2.1.4 Pengaruh atau gejala yang ditimbulkan oleh narkoba 2.1.4.1 Psikologi
Meskipun efek narkotika dan psikotropika sering berlainan, namun secara umum benda itu menyerang sistem dan fungsi neotransmitter pada susunan syaraf pusat atau otak. Akibatnya fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku dari si pemakai atau pecandu akan terganggu. Misalnya semangat berlebihan, gelisah, dan tidak bisa diam, tidak bisa tidur, dan tidak bisa makan. Dalam jangka panjang, penggunaan obat ini dapat menimbulkan fungsi otak terganggu dan bisa berakhir dengan kegilaan. Bila si pemakai sudah sampai pada tingkat pecandu, kemudian ia tidak memakainya, maka pengaruh yang dapat dirasakan, antara lain cepat marah, tidak tenang, cepat lelah, tidak bersemangat, dan ingin tidur terus.

2.1.4.2 Fisiologis
Efek yang ditimbulkan oleh narkotika dan psikotropika terhadap fisik, antara lain menurunya kekebalan tubuh dan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh, baik organ dalam seperti jantung, paru-paru, liver, hati dan lain sebagainya, juga organ luar seperti pupil mata mengecil , bicara cadel, mulut kering, dan alat-alat indera lainya. Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa narkoba adalah racun yang bukan saja merusak seseorang secara fisik tapi juga merusak jiwa dan masa depan penggunanya. Secara fisik, kekebalan tubuh semakin lama semakin ambruk, sementara mentalitasnya sudah terlanjur ketergantungan dan membutuhkan pemenuhan narkoba dalam dosis yang semakin tinggi. Jika dia tidak berhasil menemukan narkoba, maka tubuh akan mengadakan reaksi yang menyakitkan, diantaranya sembelit, muntah-muntah, kejang-kejang, dan badan menggigil yang dikenal dengan sakau. Untuk itu para pecandu narkoba tidak bisa lepas dari ketergantungan, hingga memerlukan terapi cukup lama. Penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan gangguan mental atau jiwa yang dalam istilah kedokteran jiwa (psikiatri) disebut gangguan mental organic. Disebut organic karena narkoba ini bila masuk ke dalam tubuh langsung bereaksi dengan sel-sel saraf pusat (otak) dan menimbulkan gangguan dalam

alam pikir, perasaan danperilaku. Kondisi demikian dapat dikonseptualisasikan sebagai gangguan jiwa karena narkoba.

2.2 Tinjauan Hukum Islam terhadap Narkoba 2.2.1 Pengertian Narkoba Menurut Hukum Islam
Narkoba yang dikenal sekarang ini, sesungguhnya tidak pernah ada pada masa permulaan Islam. Bahkan tidak satu ayat-pun dari ayat-ayat al-Quran maupun Hadis Nabi yang membahas masalah tersebut. Pembahasan pada waktu itu hanya berkisar pada permasalahan khamer saja, sebagaimana ulasan sebelumnya. Adapun narkoba yang dalam istilah agama Islam disebut mukhoddirot, baru dikenal oleh umat Islam pada akhir abad ke 6 H. itupun masih terbatas pada ganja. Yaitu ketika bangsa Tartar memerangi atau menjajah negara-negara Islam. Pada waktu itulah orang-orang Islam yang masih lemah imanya, dan orang-orang fasiq dari kalangan umat Islam terpengaruh dan kemudian mengkonsumsi barang tersebut. Baru setelah itu persoalan ganja dikenal dan tersebar dikalangan umat Islam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membahas panjang dan lebar mengenai tumbuhan marihuana (dalam bahasa Arab disebut Hasyisyah) yang ternyata belakangan ini tergolong narkotika. Hasil kajiannya dapat ditemukan dalam kitabnya yang berjudul Majmu al-Fatawa. Diantaranya ia menyatakan sebagai berikut: ... ... Sesungguhnya awal dikenalnya ganja oleh umat Islam adlaah pada akhir abad ke 6 H atau abad ke 7 H, yaitu ketika bangsa Tatar dengan panglimanya bernama Jenghis Kan merambah kewilayah Negara Islam. Begitu juga Syaikh Muhammad Ali Husin Al-Maliki RA. Menyatakan bahwa marihuana belum pernah dibahas oleh ulama-ulama mujtahidin pada masanya, dan belum pernah juga dibicarakan oleh ulama-ulama salaf. Karena sesungguhnya ganja atau marihuana tersebut tidak dikenal pada waktu itu. Tumbuhan ini baru dikenal dan tersebar pada akhir abad ke 6, yaitu pada masa pendudukan bangsa Tatar. Hal ini diketahui dari pernyataan yang termuat dalam kitab Tahdziful furuq sebagai berikut:

. ketahuilah sesungguhnya tumbuh-tumbuhan yang dikenal dengan nama marihuana(ganja) belum pernah dibahas oleh ulama-ulama mejtahidin, dan belum pernah juga dibicarakan oleh ulama-ulama slaaf. Karena sesungguhnya ganja atau marihuana tersebut tidak ada pada zaman mereka. Barang tersebut baru dikenal dan tersebar pada akhir abad ke 6, yaitu pada masa pendudukan bangsa Tatar. Sejak itulah ulama-ulama Islam mulai mendiskusikan dan memperdebatkan permasalahan narkoba, baik dalam pengertianya, jenisnya, macam-macamnya serta segala sesuatu yang terkait denganya. Dalam kenyataan alQuran dan Al-Hadis tidak pernah membahas secara langsung persoalan narkoba tersebut. Bahkan tidak pernah membahas jenis tumbuh-tumbuhan tertentu, yang kemudian hari dinyatakan sebagai tumbuhan (tanaman) terlarang. Kini narkoba menjadi permasalahan umat, yang menuntut para ulama untuk segera memberikan jawaban tentang hukumnya yang pada kenyataanya barang tersebut memang memabukkan. Ini artinya antara miras dan narkoba memiliki kesamaan sifat (illat), yaitu iskar atau sifat memabukkan.

2.2.2 Tinjauan hukum Islam terhadap Narkoba


Sekalipun narkoba memiliki kesamaan sifat iskar dengan miras, namun secara definitive menunjukkan adanya perbedaan. Karena miras berupa zat cair sedangkan narkoba tidak. Dari sini muncul pertanyaan apakah narkoba yang memiliki dasar kesamaan iskar dengan miras, juga memiliki potensi muatan hukum yang sama? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus diketahui dahulu sumber hukum yang dipergunakan di dalam hukum Islam yang sudah menjadi kesepakatan para yuris (dalam hal ini ulama Syafiiyah), yaitu: al-Quran, al-Hadis, dan Qiyas. Sebagaimana mereka telah sepakat bahwa dalil dalil tersebut adalah sebagai alat istidlal (menetapkan dalil suatu peristiwa) juga telah sepakat tentang tertib atau jenjang dalam beristidlal dari dalil-dalil tersebut. Diatas telah dijelaskan bahwa baik al-Quran maupun Al-Hadis , tidak pernah menjelaskan secara langsung persoalan narkoba. Begitu juga halnya dengan ijma, baik dari para sahabat nabi maupun ulama mujtahid. Karena pada masa itu narkoba memang belum dikenal. Oleh karena itu alternative terakhir dalam

memutuskan

hukumnya

narkoba

adalah

melalui

jalan

qiyas.

Secara etimologis kata qiyas berarti qadara, artinya mengukur, membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya. Sedangkan menurut terminology hukum Islam, Al-Imam Al-Ghozali mendefinisikan qiyas sebagai berikut: . Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan hukum pada keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum. Karena sifat Iskar yang berpengaruh di dalam penggunaan narkoba sangat ditentukan oleh besar kecilnya kadar yang dikonsumsi, maka hasil penetapan besar kecilnya muatan hukum narkoba tersebut harus disesuaikan dengan qiyas yang dipergunakan. Apakah qiyas awlawi (yaitu qiyas yang berlkunya hukum furu lebih kuat dari pemberlakuan hukum pada asal karena kekuatan illat pada furu). Atau dengan menggunakan qiyas musawi (qiyas yang berlakunya hukum furu sama keadaanya dengan berlakunya hukum asal karena kekuatanillatnya sama). Ataukah menggunakan qiyas adwan (qiyas yang berlakunya hukum pada furu lebih lemah dibandingkan dengan berlakunya hukum pada asal meskipun qiyas tersebut memenuhi persyaratan.

2.2.3 Pertimbangan hukum Islam terhadap Narkoba


Pada pasal miras menurut hukum Islam telah dijelaskan bahwa seperti epium dan sebagainya, tidak diberlakukan hukuman had. Karena pada kenyataanya narkoba bukanlah miras. Untuk itu diperlukan qiyas sebagai alat beristidlal. Dengan maksud untuk menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti dan adil. Oleh karena itu mekanisme penetapanya diserahkan kepada yang berwewenang atau hakim. Kalau menurut pandangan hakim, penyalahgunaan narkoba itu kadarnya di bawah standar miras, maka hakim menggunakan qiyas adwan. Dan hukuman yang dijatuhkan , potensinya berada di bawah hukuman had. Akan tetapi kalau penyalahgunaan narkoba itu sama kadarnya dengan miras, maka qiyas yang harus dipergunakan adalah qiyas musawi. Dan hukuman yang ditetapkan dipersamakan dengan hukuman had. Bergitu juga apabila penyalahgunaan narkoba itu kadarnya lebih besar dari pada miras, maka yang dipergunakan adalah qiyas aulawi. Dan hukuman yang ditetapkan harus lebih berat

dari hukuman miras sesuai dengan muatan kadar narkoba yang dikonsumsi atau disalahgunakan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sepanjang narkoba dipergunakan di jalan benar, maka Islam masih memberikan toleransi. Artinya narkoba dalam halhal tertentu boleh dipergunakan, khususnya pada kepentingan medis pada tingkat tingkat tertentu: a. Pada tingkat darurat. Yaitu pada aktifitas pembedahan atau operasi besar, yakni operasi pada organ-organ tubuh yang vital seperti hati, jantung, dan lain-lain. Yang apabila dilaksanakan tanpa diadakan pembiusan total, kemungkinan besar si pasien akan mengalami kematian. b. Pada tingkat kebutuhan atau hajat. Yaitu pada aktifitas pembedahan yang apabila tidak menggunakan pembiusan, pasien akan merasakan sangat kesakitan, tetapi pada akhirnya akan mengganggu jalanya pembedahan. Walaupun tidak sampai pada kekhawatiran matinya si pasien. c. Tingkatan bukan darurat dan bukan hajat. Yaitu tingkatan pada aktifitas pembedahan ringan yakni pembedahan paada organ tubuh yang apabila tidak dilakukan pembiusan, tidak apa-apa. Seperti pencabutan gigi, kuku, dan sebagainya. Namun pasien akan merasakan kesakitan juga. Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama sampai pada kesepakatan bahwa narkoba adlaah haram, karena pada narkoba terdapat illat (sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme hukumanya berbeda. Hal ini selaras dengan pernyataan Ibnu Taimiyah yang berbunyi: -: " " Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r.a. mengkonsumsi ganja hukumnya adalah haram, bahkan termasuk sejelek-jelek perkara, baik sedikit maupun banyak, hanya saja mengkonsumsi secara banyak hukumnya haram berdasarkan kesepakatan umat Islam. Sejalan dengan itu Al-Imam Al-Qarafi juga berpendapat:

Tumbuh-tumbuhan yang terkenal dengan anam ganja yang dikonsumsi oleh orang-orang fasiq, telah disepakati keharamanya oleh para ulama, yaitu penggunaan dengan kadar banyak sehingga menghilangkan (berpengaruh) pada akal. Ulama yang lain memberikan ulasan agak luas. Artinya tidak terbatas pada ganja saja. Mereka sudah memasukkan opium , marihuana dan sebagainya. Sebagaimana Syekh Muhammad Alauddin Al Hashkafi al-Hanafi, beliau mengatakan : ... dan haram mengonsumsi ganja, marihuana dan epium , karena merusak akal dan menghalangi ingatan (dzikir) pada Allah dan shalat.Dari ulasan di atas bisa disimpulkan bahwa narkoba menurut Islam adalah:Segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan kesadaran, tetapi bukan minuman keras, baik berupa tanaman maupun yang selainya. Selanjutnya istilah narkoba dalam terminology Islam disebut mukhoddirot. Hukum keharaman narkoba ditetapkan melalui jalan qiyas yang terdiri dari: qiyas aulawi, qiyas musawi dan qiyas adwan. Adapun sangsi hukumnya, bagi pengguna narkoba sepenuhnya menjadi wewenang hakim. Selain itu, Islam memandang narkoba merupakan barang yang sejak awal sudah diharamkan. Oleh karenanya pada kebutuhan medis, penggunaan narkoba dianggap tingkat darurat atau toleransi.

BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tulisan ini, dirumuskan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal mendefinisikan miras (khamer), sebagai berikut: a. Imam Abu Hanifah Menurut al Imam Abu Hanifah, khamer (miras) adalah : Minuman keras yang memabukkan yang berasal dari perasaan anggur saja. Sedangkan yang terbuat dari selain anggur, dinamakan nabidz. Oleh karena itu bagi peminumnya (nabidz) tidak dikenakan hukuman had. b. Jumhur ulama (Syafii, Maliki, dan Ahmad) Menurut mereka Khamer adalah:Nama (sebutan) dari setiap minuman yang memabukkan . Oleh karenanya dari apapun minuman itu dibuat, asalkan memabukkan, maka minuman tersebut layak dinamakan khamer. Bagi peminumnya dikenakan hukuman had. c. Untuk memperoleh definisi yang kongkrit, dan sesuai dengan pendapat ulama Syafiiyah sebagai panutan mayoritas masyarakat hukum di Indonesia, diadakan penggabungan kedua definisi di atas. Sehingga khamer didefinisikan sebagai: Zat cair atau zat padat yang berasal dari zat cair yang disajikan untuk minuman, yang apabila diminum akan memabukkan. 2. Dari definisi di atas (definisi miras), menunjukkan bahwa menurut pandangan Hukum Islam, narkoba bukanlah miras (khamer). Hanya saja pada narkoba terdapat illat yang sama dengan khamer. Illat tersebut adalah sifat iskar (memabukkan). Oleh karena itu bagi pelaku penyalahgunaan narkoba tidak dikenakan hukuman had, melainkan dikenakan hukuman dengan jalan qiyas terhadap miras. Yaitu: a. Apabila penyidikannya menunjukkan illat yang lebih rendah (ringan) dari pada khamer, maka yang dipakai adalah qiyas adwan. Dalam arti derajat hukuman pidananya harus di bawah hukuman had. b. Apabila penyidikanya menunjukkan illat yang sama dengan khamer, maka yang dipakai adalah qiyas musawi. Dalam arti derajat hukumanya dipersamakan dengan hukuman had. Akan tetapi apabila penyidikanya menunjukkan lebih berat dari pada khamer, maka yang dipakai adalah qiyas aulawi. Artinya , derajat hukumanya lebih

berat dari hukuman had. Sedangkan muatan berat-ringanya (berat) hukuman sepenuhnya menjadi wewenang hakim.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mazid, Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar bin, (t.th.), Ahkam al Jirohah al Thibbiyah wa al Atsar al Mutarottabah alaiha, (Madinah: Al Jamiah al Islamiyah bin al Madinah al Nabawiyah). Al Alusi, (1994), Ruhu al Maani, juz 2, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah). Al Bajuri, Ibrohim, (t.th.), Hasyiyah al Bajuri, (Indonesia: Dahlan). Al Dahlawi, Ahmad bin Abdul Rahim, (1987), Al Fauzul Kabir Fi Ushuli al Tafsir, (Bairut: Dar al Basyair al Islamiyah). Al Ghifari, Abu, (2002), Generasi Narkoba, (Bandung: Al Mujahid). Al Ghomrowi, Muhammad al Zuhri, (1923), Al Sirojol Wahhaj, (t.t: Musthofa al Babi al Halbi). Al Jashshas, (1994), Ahkamu al-Quran, juz 1, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah). Al Qarafi, (t.th.), Al Furuq, jilid 1, (Beirut: Darul Fikri). Al Sadlan, Sholeh bin Ghonim, (2000), Bahaya Narkoba Mengancam Umat, (Jakarta: Darul Haq). Al Syatibi, Abi Ishaq, (t.th.), Al Muwafaqot, jilid 4, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah). Aris, Widodo Moch, (1996), Makalah Penyalahgunaan Obat Psikotropika (obat terlarang),Dampaknya pada kesehatan, (t.tp) Atmasasmita, Romli, (2003), Pemberantasan Terorisme dari Aspek Hukum Pidana Internasiona, (Malang: Makalah Seminar Nasional dan Temu Alumni Mahasiswa Fakultas Hukum Unisma Malang). Bukhari, (1999), Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katir al Yamamah). Departemen Agama RI, (2001), Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve). Departemen Agama RI, (1978), Al Quran dan Terjemahanya, (Jakarta: Bumi Restu). Ismail, Anas Abu Daud, (1996), Dalilussailin, (t.tp: Al Mamlakatul Arabiyah). Mansur, Ali Nasif, (1975), Al Taj, (Beirut: Daru al Fiar). Muhammad, Ali Al Shabuni, (t.th.), Rowai al Bayan,juz 1, (t.tp: Daru al Fikr). Muslim, (1999), Sohih Muslim,jilid 3, (Beirut: Daru Al Ihyaal Turats). Sanusi, Ahmad Mushofa, (2002), Problem Narkotika Psikotropika dan HIV-AIDS, (Jakarta: Zikrul Hakim). Sartono, (1999), Racun dan keracunan, (Jakarta: Widya Medika). Sudiro, Amsruhi, (2000), Islam melawan Narkoba, (Jogjakarta: Madani Pustaka).

Syarifudin, Amir, (1997), Ushul Fiqh,jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu). Taimiyah, Ibnu, (t.th.), Majmual Fatawa, jilid 34, (Beirut: Daru Al Ihyaal Turats). Thohon, Ahmad bin Muhammad, (t.th.), Al Mukhoddirut Syarrun Mustatir. Yahya, Mukhtar dkk, (1983), Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, (Bandung: Al Maarif). Jawa Pos, 18 April 2003. Kompas, 29 Januari 2003. Tempo, 27 Mei 2001. Majalah Interview, 20 Januari 2001. Undang-undang Nomor 5, Tahun1997 tentang Psikotropika. Undang-undag Nomor 22, Tahun1997 tentang Narkoba.

You might also like