You are on page 1of 34

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN Nama Dokter Muda NIM Tanggal Presentasi Rumah Sakit Gelombang Periode

I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Masuk RS No.CM Tgl. Diperiksa : An. Aditya Noval : 5 tahun : laki-laki

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK STATUS PASIEN Tezar Pramana Yudha 06711202 28 September 2010 RSU Kardinah Tegal
12 September - 5 Nop 2010

Tanda Tangan

: Sidokarjo, Kecamatan Suradadi : 07 September 2011 jam 20.05 : 371193 : 16 September 2011

Identitas Orang Tua Nama Ayah Umur Pekerjaan Nama Ibu Umur Pekerjaaan : Tn. Wahyudi : 43 tahun : PNS : Ny.Sartini : 40 tahun : Ibu Rumah Tangga

II.ANAMNESIS Dilakukan alloanamnesis terhadap Ibu pasien tanggal 16 september 2011 pukul 13.30 WIB Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang : Bengkak : Sejak tanggal 5 September 2011 sehabis bangun tidur pagi hari pasien mengeluh bengkak di sekitar mata. Dua hari setelahnya bengkak bertambah parah hingga ke wajah, dan ekstrimitas (tangan, serta kaki). Lama kelamaan perut terasa nyeri, semakin membesar dan skrotum bengkak. Tidak ada keluhan sesak nafas, batuk dan pilek. Sejak bengkak dirasa BAK kurang, kencing berbuih (terlihat di closet), namun saat BAK tidak nyeri. Urin tidak berwarna seperti air teh, frekuaensi BAK 3x/hari. BAB tidak berwarna pucat. Diobati ke puskesmas setempat namun keluhan tidak membaik, sehingga di rujuk ke RS Kardinah Tegal. : Di dalam keluarga nenek pasien terdapat penyakit ginjal yang bergejala bengkak di wajah dan tubuh. Hipertensi, Diabetes Melitus, Jantung, dan asma bronkial disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Kesan : Pasien mengalami bengkak di wajah dan tubuh karena gangguan ginjal yang mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit keluarga dengan penyakit ginjal. Silsilah/ Ikhtisar Keturunan :

Keterangan

Laki-laki meninggal pasien

perempuan meninggal gangguan ginjal

Kesan : terdapat riwayat keluarga berpenyakit ginjal, dari kakek pada pihak ibu memiliki penyakit ginjal.

Riwayat Kehamilan

: Usia kehamilan 9 bulan. Selama hamil ibu rutin kontrol ke bidan. Aktivitas selama hamil tidakberlebihan. Pertambahan berat badan tiap bulan naik. Ibu tidak pernah sakit selama hamil (berupa Hipertensi dalam kehamilan, DM gestasional, sakit kuning, dan kaki bengkak). Selama hamil ibu tidak pernah minum obat-obatan, jamu, alkohol dan merokok. : Sebelum persalinan pasien merasa kencang-kencang dan keluar air jernih serta flek. Saat persalinan dilakukan ditempat bidan, persalinan dilakukan secara spontan. Bayi langsung menangis kuat, warna bayi lahir merah. Air ketuban jernih. Berat badan lahir 3100 gram, sedangkan panjang badan 46 cm.

Riwayat Persalinan

Riwayat Pasca Lahir

: Setelah dilahirkan bayi segera diberi ASI, anak menyusui dengan kuat, dan bayi tidak kuning, mendapat imunisasi hepatitis B, BCG dan polio. Nafsu makan anak baik, berat badan anak naik setiap bulan.

Kesan

: Selama kehamilan sampai persalinan keadaan baik.

Riwayat Makanan

: ASI diberikan sampai umur 2 tahun. Sejak umur 4 bulan pasien diberi makanan halus. Makanan yang diberikan berupa bubur dengan lauk tahu atau tempe.

Kesan : Asupan Gizi Baik

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak :

a. Pertumbuhan Menurut ibunya pertumbuhan pasien selalu berada dalam garis hijau kartu kms puskesmas. b. Perkembangan Psikomotor Perkembangan pasien baik motorik, verbal dan sosial sesuai dengan anak seumuran pasien. Dalam hal ini pasien dibandingkan dengan kakaknya.

c. Mental / intelegensia

Intelegensia pasien tergolong cukup karena tidak pernah tinggal kelas. d. Emosi dan perilaku Pasein dapat bergaul akrab dengan teman-teman seusianya. Kesan Imunisasi Simpulan : Dari pertumbuhan dan perkembangan pasien tampak baik. : Imunisasi yang diwajibkan berupa BCG, DPT, Polio, Hep. B dan Campak sudah lengkap diberikan sesuai jadwal. : Menurut PPI imunisasi dasar lengkap

Riwayat Penyakit Dahulu

: Pasien dahulu pernah sakit Diare dan ISPA sewaktu bayi. Pasien belum pernah mondok di RS karena bengkak diwajah dan badan dan belum pernah di operasi.

Sosial Ekonomi dan Lingkungan

: Pendapatan keluarga per hari Rp.100.000. Pasein tinggal di daerah pemukiman padat, jarak antar rumah berdekatan. Sumber air minum berasal dari air PAM.

Anamnesis Sistem Sistem serebrospinal Sistem kardiovaskuler Sistem pernafasan Sistem gastrointestinal : demam (-), pusing (-) : nyeri dada (-) : batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-) : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB normal.

Sistem urogenital Sistem integumentum Sistem muskuloskeletal

: BAK berbuih, warna urin kuning. : akral dingin (-), ruam (-) : nyeri otot(-), nyeri sendi (-).

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum ( dilakukan pada tanggal 16 September 2011 jam 14.00 WIB) 1. Kesan umum

: compos mentis, wajah bengkak, perut membesar.

2. Tanda utama Nadi Pernafasan Tekanan darah Suhu 3. Status gizi Berat badan Tinggi badan Lingkar kepala : 16 kg : 100,5 cm : 42 cm : 86 x/menit, tegangan dan isi cukup : 28 x/menit, reguler : 110/70 mmHg : 36,60C, aksiler

BB/U = 16 / 18,2 = 87,9% (BB normal) TB/U = 100,5 / 108 = 93,05% (TB normal) BB/TB = 16 / 16,6 x 100% = 96,38% (status gizi baik) Simpulan : Status gizi baik

4. Kulit

: warna kulit sawo matang, ruam eritema (-), ikterik (-), pelebaran vena (-)

5. Kelenjar limfe

: pembesaran limfonodi, retroaurikuler (-), leher (-), suprasternal (-), axilla (-), inguinal (-), submental (-), submandibuler (-) : eutrofi : deformitas (-), bengkak (-), krepitasi (-), angulasi (-) : tumor (-), rubor (-), dolor (-), kalor (-), fungsiolesa (-)

6. Otot
7. Tulang 8. Sendi

B. Pemeriksaan Khusus
1. Leher

: pembesaran limfonodi di leher (-), deviasi trachea (-)

2. Thorax : Jantung inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Simpulan Paru Paru inspeksi palpasi perkusi auskultasi 3. Abdomen : Inspeksi Auskultasi Palpasi : cembung. : peristaltik 12x/menit (+) normal : nyeri tekan (-), supel, defens muskuler (-), hepar tidak teraba, nyeri ketok ginjal (-), undulasi (+) : ketertinggalan gerak (-) : stem fremitus (+) : sonor seluruh lapang paru : Suara dasar paru-paru vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-). : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi suprasternal (-), intercostal (-) : ictus kordis teraba kuat angkat (+), SIC V midclavicula sinistra : batas jantung redup : Bunyi jantung I dan II regular, bising (-), S3 gallop (-) : Jantung dalam batas normal.

Perkusi Simpulan 4. Anogenital a. Anus


b. Genital

: redup seluruh kuadran abdomen : perut terdapat cairan (Ascites)

: tidak dilakukan : scrotum bengkak, testis 2 buah, nyeri tekan (-), kemerahan (-),

Simpulan : scrotum terdapat cairan

5. Anggota Gerak Gerakan Kekuatan Tonus Trofi R. fisiologis R. patologis Klonus : normal : normal : normal : eutrofi : bisep (+), trisep (+), patella (+) : babinski (-) : (-)

Tanda meningeal : kaku kuduk (-) Sensibilitas Ekstrimitas : normal : udema + + + + Simpulan : pemeriksaan anggota gerak sampai neurologis normal.

6. Kepala Bentuk Lingkar kepala Rambut : Mesosefalus : 42 cm : berwarna hitam tipis tumbuh lurus.

Ubun-ubun Mata Hidung Telinga Mulut Tenggorokan Gigi Simpulan

: tertutup : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-,udema palpebra (+/+) : sekret (-), nafas cuping hidung (-) : sekret (-), nyeri tekan tragus (-) : mukosa tidak ada sariawan, tanda radang. : tidak dilakukan. : tidak ada karies di gigi : terdapat penumpukan cairan di rongga periorbital mata

IV. LABORATORIUM DASAR


A.

Darah Rutin tanggal 09 September 2011 HB : 11,8 g/dl HT : 35,2 % AL : 11.400 /uL AT : 319.000/uL LED1/2 : 68/91

B.

Analisa Urin tanggal 09 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein : (+) Reduksi : (-) Albuminuria (+3) Khusus : BJ 1.005 Bilirubin (-) Urobilinogen (-) Sedimen : Leukosit : 11-12 Eritrosit : 12-15 Epitel : (+) Silinder : (7-0 Kristal (+) calcium oksalat

Keton (-)

Nitrit (-) HB urin (-) Lekosit (-)

C. Kimia klinik tanggal 09 September 2011

Protein total Albumin Globulin Ureum Kreatinin Kolesterol

: 4,70 g/dl : 2,6 g/dl : 1,4g/dl : 19 mg/dl : 0,59 mg/dl : 462 mg/dl

Na K Cl

: 135,3 mmol/l : 3,74 mEg/l : 108,6 mEg/l

LDL Kloesterol : 309 mg/dl HDL Kolesterol : 118 mg/dl ASTO tes (-) Widal (-) Analisa Urin tanggal 10 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein : (+) Reduksi : (-) Khusus : BJ 1.010 Bilirubin (-) Urobilinogen (-) Keton (-) Nitrit (-) HB urin (-) Lekosit (-) Analisa Urin tanggal 11 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein (+) Sedimen : Leukosit 7-8 Eritrosit 12-13 Sedimen : Leukosit 2-3 Eritrosit 1-2 Epitel (+) Silinder (-) Kristal (+) calcium oksalat

Reduksi (-) Khusus : BJ 1.015 Bilirubin (-) Urobilinogen (-) Keton (-) HB urin (-) Lekosit (-) Analisa Urin tanggal 12 September 2011 (Senin) Kimia : PH : 7 Protein (+++) Reduksi (-) Sedimen : Leukosit 10-11 Eritrosit 4-5 Epitel (+) 2-4 LP Silinder (9-10) Silinder granuler Kristal (+)

Epitel (+) Silinder 1-3 Kristal (+) calcium oksalat

Analisa Urin tanggal 13 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein (+++) Reduksi (-) Sedimen : Leukosit 10-11 Eritrosit 4-5 Epitel (+) Silinder (9-10) Silinder granuler

Kristal (+) Hb uri (+)

Analisa Urin tanggal 14 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein (++) Reduksi (-) Sedimen : Leukosit 1-2 Eritrosit 4-5 Epitel (+) Silinder (9-10) Silinder granuler Kristal (+) amorf Hb uri (+) Analisa Urin tanggal 15 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein (++) Reduksi (-) Sedimen : Leukosit 2-3 Eritrosit 0-1 Epitel (+) Silinder (9-10) Kristal (+) amorf Analisa Urin tanggal 16 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein (-)

Reduksi (-) Sedimen : Leukosit 2-3 Eritrosit 0-1 Epitel (+) Silinder (9-10) Kristal (+)

Analisa Urin tanggal 17 September 2011 Kimia : PH : 7 Protein (-) Reduksi (-) Sedimen : Leukosit 0 Eritrosit 0-1 Epitel (+) Silinder (9-10) Kristal (+)

Tabel Urin Tampung (8 September 2011 16 September 2011)

Tanggal 8-9-11 9-9-11 10-9-11 11-9-11 12-9-11

Total Urine 300cc 200cc 200cc 200cc 200cc

07.00 - 14.00 100cc 50cc 100cc

14.00 - 21.00 100cc 100cc 50cc 50cc 100cc

21.00 - 07.00 100cc 100cc 150cc 100cc -

13-9-11 14-9-11 15-9-11 16-9-11

250cc 2000cc 3800cc 2900cc

50cc 800cc 1300cc 1000cc

100cc 500cc 1100cc 900cc

50cc 700cc 1400cc 100cc

V. RINGKASAN DATA DASAR

A. ANAMNESIS Pasien berusia 5 tahun. Tiga hari SMRS pasien mendadak merasa bengkak pada sekitar bola mata sehabis bangun tidur di pagi hari. Keluhan semakin bertambah berat hingga bengkak di wajah sampai tubuh. Lama kelamaan perut semakin membesar dan skrotum bengkak. Pasien juga mengeluh merasa lemas dan BAK lebih sedikit daripada biasanya.

B. PEMERIKSAAN FISIK Kesan umum : compos mentis, wajah bengkak, perut membesar, skrotum bengkak Vital sign Status Gizi Mata Abdomen Scrotum : dalam batas normal : baik : udema palpebra : ascites : bengkak

Anggota gerak : Udema Anasarka

C. LABORATORIUM Tanggal 08 September 2011 16 september 2011 didapatkan :

Urin rutin : Proteinuria (positif 1 hingga 3 ), mikroalbuminuria, leukosituria, eritrosit (+), epitel (+), silinder (+), cristal Ca Oksalat (+)

Kimia klinik : hipoalbuminemia dan globulin menurun, serta hiperkolesterolemia

VI. DAFTAR PERMASALAHAN -

Masalah Aktif : udema anasarka, ascites, scrotum bengkak, udema palpebra Proteinuria, mikroalbunuria, leukosituria, hiperkolesterolemia hipoalbuminemia

Masalah Inaktif : -

VII. PENYEBAB MASALAH/ DIAGNOSIS BANDING


1.

Observasi udema

- Sindrom Nefrotik - Glomerulo Nefritis Akut


2. 3.

DD : Sindroma Nefrotik, Infeksi Saluran Kemih Status Gizi baik

VIII. RENCANA PENGELOLAAN A. Rencana pemeriksaan / penegakan diagnose Melakukan pemeriksaan Urinalisis ulang B. Rencana Terapi Terapi kortikosteroid sebagai antiinflamasi

C. Rencana Perawatan Mengurangi edem (bengkak) dengan obat-obatan hingga remisi tercapai D. Rencana diet Diet Protein 2 gr/kgBB/hari Diet Rendah garam 1-2 gr/hari ; selama masih edema E. Rencana Edukasi Menjelaskan penyakit tersebut pada kelurga pasien dan pentingnya melakukan kontrol rutin dalam jangka panjang.

IX. DIAGNOSIS Sindrom Nefrotik

X. TERAPI - Infus RL 12 tpm makro ( kebutuhan cairan 1340 ml) - Inj. Lasix 2 x 20 mg i.v (dosis Furosemide : 1-2 mg/kgBB/hari) - P.O. prednisone 3 x 10 mg (dosis 2mg/kgBB/hari) INH 1 x100 mg (profilaksis jika test mantoux positif) - Diet = kalori 72,5kkal x 16kg = 1160 kkal/hari ; protein = 20kg x 2gr = 40gr/hari

XI. PROGNOSIS Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam Quo ad sanam : Dubia Ad Bonam Quo ad fungsionam : Dubia Ad Bonam

PEMBAHASAN Pembahasan laporan ini meliputi diagnosis, terapi dan prognosis. Berikut masing-masing penjabarannnya. Diagnosis Dari alloanamnesis pada ibu pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan informasi yang mendukung diagnose pasien ke arah sindrom nefrotik. Alloanamnesis terdapat keluhan bengkak yang awalnya di sekitar bola mata hingga wajah saat bangun tidur di pagi hari. Bengkak bertambah hebat hingga mengenai perut, scrotum dan ekstrimitas. Hal ini dapat terjadi akibat hipoalbuminemia yang ada pada pasien sehingga menimbulkan edem. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edem di beberapa lokasi yang disebutkan pasien dan hasil pemeriksaan tekanan darah dalam batas normal sehingga kecurigaan sindrom nefrotik semakin jelas. Hal ini pula didukung data laboratorium pasien dengan proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Selain itu ASTO tes negative sehingga dapat diambil simpulan bukan hasil dari pasca infeksi steptococus hemolitikus grup B. Terapi Setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan maka dilakukan perencanaan terapi yang terbagi dalam beberapa aspek : 1. Terapi diet asupan protein sesuai kebutuhan dan diet makanan rendah garam.
2. Terapi kortikosteroid dalam beberapa tahapan,

Dosis : 2mg/kgBB/hari ; BB : 16kg ; 2mg x 16 kg = 32 mg ; selama 4 minggu pertama Remisi 2/3 dosis 2mg/kgBB/hari ; pemberian selang seling sehari / 3 hari berturut-turut Selama 1 minggu Remisi hingga minggu ke 8 dosis diturunkan perlahan-lahan selama 1 minggu

Tahap I (6 minggu pertama) : 60 mg/m2/hari (2 mg/kgbb) dibagi dalam 3-4 dosis, diteruskan selama 4 minggu dengan memperhitungkan adanya remisi. Tahap II (6 minggu kedua ) : 40 mg/m2/hari diberikan dengan cara alternate (selang sehari) dosis tunggal setelah makan pagi. Bila relaps : 60 mg/m2/hari dibagi dalam 3-4 dosis sampai 3 hari berturut-turut proteinuria negative, selanjutnya tahap II Prognosis Pada kasus ini termasuk responsive terhadap terapi steroid sehingga prognosis cukup baik, asalkan pasien mau melakukan pengobatan rutin dan mematuhi semua saran dokter tentang makanan.

Tinjauan Pustaka
Sindrom Nefrotik Sindrom Nefrotik (SN) ialah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif (>50mg/kgBB/24jam), hipoalbuminemia (<2,5gram/100ml) yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolesterolemia. Secara klinis SN terdiri dari : 1) Edema massif 2) Proteinuria 3) Hipoalbuminemia 4) Hiperkolesterolemia atau normokolesterolemia Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik (SNI). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephritic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing in Light microscopy) disease.

Insidens Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar(74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan = 2 : 1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1 Klasifikasi 1) Histologik International Collaborative syudy of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah menyusun kalsifikasi histopatologik SNI atau disebut juga SN Primer sebagai berikut a) Minimal change = Sindrom Nefrotik kelainan Minimal Dengan menggunakan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron nampak fool processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunoflouresensi ternyata tidak terdapat IgG atau imunoglobulin beta 1-C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan golongan lain b) Glomerulosklerosis fokal Pada kelainan ini yang memyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk c) Glomerulonefritis poliferatif 1. Glomerulonefritis poliferatif

Terdapat poliferasi sel mesangial dan inflitrasi sel PMN. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama. 2. Dengan penebalan batang lobular Terdapat poliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular 3. Dengan bulan sabit Didapatkan poliferasi sel mesangial dan poliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan viseral 4. Glomerulonefritis membranopoliferatif Poliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta 1-C atau beta 1-A rendah. Prognosis tidak baik 5. Lain-lain d) Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa poliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak-anak e) Glomerulonefritis kronik 2) Penyebab a) Penyebab primer Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan histologik menurut pembagian ISKDC

b) Penyebab sekunder 1. Sistemik

Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Eritomatosus, Scholen Henoch Syndrome Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome Penyakit keganasan : hodgkin disease, Leukemia

2. Infeksi Malaria, Schitomatosis, mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic inclusion disease

3. Metabolik Diabetes Mellitus dan Amyloiodosis 4. Obat-obatan/ alergen Trimetahdion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular, serangga, dan aksin polio 3) Terjadinya a) SN kongenital Pertama kali dilaporkan di Finlandia sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir prematur (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari BB). Gejala asfiksia ditemukan 75% dari kasus

Gejala utama berupa edema, asites biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria masif dan hiperkolesterolemia Gejala klinik yang lain berupa kelainan kongenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata melebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal karena infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan ini secara dini ialah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi. b) SN yang didapat Temasuk disini SN primer yang idiopatik dan sekunder.

Patogenesis Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu : 1) Soluble Antigen Antibody Complex Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibodi sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan sistem komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap dibawah epitel kapsula Bowman yang secara imunoflouresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrana basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mg sehingga dapat dijumpai dalm urin 2) Perubahan elektrokemis

Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus terhadap filtrasi protein yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialoprotein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin

Patofisiologik 1) Edema Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka) dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak. Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama pada waktu bangun tidur. Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada genitalia eksterna. Selain itu juga edema anasarka ini dapat menimbulkan diare atau hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rektum dan sesak napas dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini. 2) Proteinuria Ada 2 penyebab yang menimbulkan proteiuria:

1. Permeabilitas kapiler glomerulus yang meningkat akibat kelainan atau kerusakan mbg 2. Reabsorpsi protein di tubulus berkurang. Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti ekskresi protein

>50mg/kgBB/hari atau > 40mg/m2/jam, atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg, maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio antara Clearance IgG dan Clearance transferin : Cleranse IgG ISP = ___________________ Clearance transferin Bila ISP< 0,2 berarti ISP meninggi (Highly selective proteinuria ) yang secara klinis menunjukkan : a. Kerusakan Glomerulus ringan b. Respons terhadap kortikosteroid baik Bila ISP >0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteiuria) yang secara klinik menunjukkan : a. Kerusakan glomerulus berat b. tidak respons terhadap kortikosteroid 3) Hipoproteinemia / hipoalbuminemia Hipoalbuminemia ialah kadar albumin dalam darah berkurang. Akibat dari : 1. proteinuria 2. katabolisme protein yang berlebihan

3. Nutrional deficiency Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuli ginjal. Peningkatan katabolisme ini merupakan faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari proteinuria. Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus halus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin <2 gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar <> 4) Hiperkolesterolemia Disebut kolesterolemia bila kadar kolesterol >250 mg/100 ml. Akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolesterol saja yang meningkat namun beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah: a) Kolesterol b) LDL c) VLDL d) Trigliserida Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyakbanyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL akan diubah oleh lipoprotein lipase menjadi LDL. Tetapi pada SN, aktifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin. Jadi hiperkolesterolemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid. Gejala Klinik

Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut di atas tanpa gejalagejala lain, oleh karena itu secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umumnya: a) Anak berumur 1-6 tahun b) Tidak ada hipertensi c) Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis d) Fungsi ginjal normal e) Titer komplemen C3 normal f) Respons terhadap pengobatan kortikosteroid Oleh karena itulah bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa center tidak dilakukan biopsi ginjal.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah: 1) Urin a) Albumin

Kualitatif : ++ sampai ++++

Kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa menggunkan reagen ESBACH)

b) Sedimen : oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadangkadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin, dan toraks eritrosit 2) Darah Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai: a) Protein total menurun b) Albumin menurun c) globulin normal d) 1 globulin normal e) 2 globulin meninggi f) globulin normal g) Rasio albumin/globulin h) Komplemen C3 rendah/normal i) Ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal Komplikasi Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain: 1) Infeksi sekunder Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia 2) Syok

Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)> 3) Trombosis vaskuler Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma atau faktor V, VII, VIII, dan X. Trombus lebih sering terjadi di sistem vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid 4) Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik Idiopatik Penatalaksanaan dibagi atas 2 bagian utama yaitu: 1) Pengobatan umum 1) Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologik tinggi dan tinggi nilai kalori. Protein 3-5gram/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberikan protein 1-2 gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema diberi 1-2 gram/hari. Pembatasan cairan bila tidak terdapat gejala-gejala gagal ginjal. 2) Aktifitas: tirah baring dianjurkan bila edema hebat atau ada komplikasi. Bila edema sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka anak dapat beraktifitas seperti biasa. Bila tidak melakukan aktifitas fisik dalam jangka waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kejiwaan anak. 3) Antibiotik : hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder 4) Diuretik : pemberian diuretik untuk mengurangi edema terbatas pada anak dengan edema berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal, atau obstruksi urethra yang diakibatkan oleh edema yang hebat ini. Pada beberapa kasus SNKM yang disertai dengan anasarka, dengan pengobatan kortikosteroid saja tanpa diuretik dapat menghilangkan

edema. Diuretik yang dipakai merupakan diuretik jangka pendek yaitu furosemid atau asam etakrinat. Pemakaian diuretik yang berlangsung lama dapat menyebabkan:

Hipovolemia Hipokalemia Alkalosis Hiperuricemia

II) Pengobatan dengan kortikosteroid Pengobatan dengan menggnakan kortikosteroid terutama diberikan pada pasien dengan SNKM.protokol cara pemberian yang digunakan adalah Protokol International Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) 1) Serangan I Prednison 2mg/kgBB/hari (maksimal 60-80mg/kgBB/m2/hr) selama 4 minggu (CD), bila tercapai remisi pada akhir minggu ke-4 diteruskan prednison dengan dosis 2/3 dosis selam CD selama 4 minggu dengan cara pemberian selang seling sehari atau dengan pemberian 3 hari berturut-turut selama seminggu. Bila tetap remisi sampai minggu ke-8 dosis, prednison diturunkan perlahan-lahan selama 1-2 minggu 2) Relaps Cara pemberian sama seperti serangan I, namun CD diberikan hingga timbul remisi 3) Nonresponder Tidak ada respons setelah pemberian prednison selama 8 minggu. Bila tidak berhasil maka pengobatan digabung dengan imunosupresan yang lain 4) Frequent relapser Respon terhadap pengobatan kortikosteroid namun telah relaps 2x dalam waktu 6 bulan pertama.

Diberikan kombinasi pengobatan imnuosupresan lain dan prednison 0,2 mg/kgBB/ hari dengan cara CD Prognosis Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umumnya SN dengan kelainan minimal (SNKM) yang sensitif dengan kortikosteroid mempunyai prognosis yang baik, sedangkan SN dengan kelainan histopatologik lain seperi bentuk Focal Glomerulosclerosis, Membranopoliferatif glomerulonephritis mempunyai prognosis kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal. Dengan berkembangnya dialisis peritoneal, hemodialisis dan transplantasi ginjal, maka penderita-penderita penyakit ginjal dengan gagal ginjal mempunyai harapan hidup yang lebih panjang dan lebih baik

Sindrom Nefrotika adalah suatu sindrom klinik yang mengenai glomerulus, ditandai dengan gejala edema, proteinuria masif, hipoalbuminemia dengan atau tanpa disertai hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.

Klasifikasi sindrom nefrotik, yaitu : 1. Klinis: a. 1. SN bawaan (kongenital) : saat neonatus 2. SN primer/idiopatik : dari dalam ginjal 3. SN sekunder : dari luar ginjal b. Respon steroid: sensisitif steroid resisten steroid 2. Histopatologi:

a. Kelainan minimal b. Kelainan bukan minimal c. Endapan IgG, IgA, IgM, C3, fibrinogen

Patogenesis Umum dibagi dalam 3 kelompok:


1. Melalui proses imunologis dengan faktor lingkungan atau endogen ikut serta berperan

sebagai faktor pencetus & faktor yg memperberat kelainan glomerulus


2. Kelainan biokimiawi, yaitu dari kelainan kongenital seperti kelainan metabolisme

protein, lipid & karbohidrat yg diturunkan, sampai pada bahan eksogen yg memberikan reaksi
3. kelainan hemodinamik yg mengganggu integritas sirkulasi kapiler glomerulus

Kriteria Diagnosis : 1. Edema


2. Proteinuria masif (>40 mg/m2/jam atau rasio protein/kreatinin pd urin sewaktu >200

mg/mmol atau dipstik +2) 3. Hipoalbuminemia <2,5 g/dL


4. Hiperkolesterolemia >200 mg/dL

Beberapa istilah pada SN :


Remisi: proteinuria (-) atau trace (< 4 mg/m2/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu Relaps: proteinuria +2 ( 40 mg/m2/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu Relaps jarang: relaps < 2 X dalam 6 bulan

Relaps sering: relaps 2 X dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 X dlm periode 1 th

Dependen steroid: relaps 2 X berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hr setelah Tx dihentikan.

Resisten steroid: tidak terjadi remisi pd Tx prednison dosis penuh selama 4 minggu.

Penyulit : Infeksi, Trombosis dan GGA

Pemeriksaan Penunjang : Urin : protein kualitatif dengan dipstick/ kuantitatif, kreatinin. Uji sesektifitas protein (PST) untuk menunjang bentuk lesi Darah : albumin, protein total dan kolesterol.

Terapi 1. Dirawat untuk evaluasi diagnostic awal dan rencana terapi. 2. Tidak ada pembatasan aktivitas. 3. Dietetik : - protein sesuai kebutuhan. Pemberian berlebih akan mempercepat terjadinya GGK. - rendah garam 1-2 gr/hari - kalori berasal dari lemak < 35%

4. Albumin dan diuretik diberikan bila volume darah menurun drastis dengan gejala hipotensi postural (sakit perut, mual dan muntah, sesak, edem yang hebat disertai edem skrotum/ labia). Dosis albumin 25% : 0.5-1 gr/kgbb/i.v dalam 2-4 jam, diikuti pemberian furosemid 1-2 mg/kgbbb/i.v dapat diulang tiap 4-6 jam bila diperlukan.

5. Kortikosteroid (prednisone/ prednisolon) Tahap I (6 minggu pertama) : 60 mg/m2/hari (2 mg/kgbb) dibagi dalam 3-4 dosis, diteruskan selama 4 minggu dengan memperhitungkan adanya remisi. Tahap II (6 minggu kedua ) : 40 mg/m2/hari diberikan dengan cara alternate (selang sehari) dosis tunggal setelah makan pagi. Bila relaps : 60 mg/m2/hari dibagi dalam 3-4 dosis sampai 3 hari berturut-turut proteinuria negative, selanjutnya tahap II.

Alternatif pada SN relaps frekuen atau tidak sensitive steroid yang disertai gangguan pertumbuhan, hipertensi, cushingoid atau perubahan sikap. Siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari, dosis tunggal selama 8-12 minggu, bersama prednisone 40 mg/m2/ hari secara alternate. Hati-hati efek samping, pemeriksaan lekosit darah tipa minggu, lekosit < 3000/m3 obat stop, lanjutkan bila lekosit > 5000/m3

Prognosis Prognosis pasien-pasien dengan sindom nefrotik tergantung etiologi, berat penyakit dan usia. Sindrom nefrotik responsive memiliki prognosis cukup baik sedangkan tidak responsive biasanya berlanjut menjadi GGK.

You might also like