You are on page 1of 11

PREFERENSI LOKASI BERMUKIM MASYARAKAT DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG KELUD KABUPATEN KEDIRI

Ferdha Agisyanto1, Surjono2, Fadly Usman3 Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia Telp. 62-341-567886; Fax. 62-341-551430; Telex. 31873 Unibraw IA Email: ferdha_agisyanto@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui preferensi bermukim masyarakat korban bencana letusan Gunung Kelud, serta menemukan lokasi pemukiman kembali masyarakat korban letusan Gunung Kelud di Kabupaten Kediri. Pendekatan kualitatif dan kuantitatif dipadukan dalam tiap tahapnya. Pengaruh setiap variabel internal, eksternal, dan khusus terhadap preferensi bermukim diteliti dengan pendekatan kuantitatif secara deduktif dengan metode tabulasi silang (crosstabulation) dan uji chisquare untuk mengetahui dan mempertimbangkan preferensi bermukim korban bencana berupa lokasi permukiman baru yang ideal bagi masyarakat korban bencana. Berdasarkan hasil uji chi-square dan crosstab faktor yang berpengaruh terhadap dasar pemilihan permukiman baru adalah usia, jumlah pendapatan, kemudahan akses, jarak ke lokasi kerja, alat transportasi untuk beraktifitas, dan kondisi psikologis. Lokasi permukiman berdasarkan preferensi dan berdasarkan hasil overlay dengan kondisi ketersediaan lahan, ketersediaan sarana dan prasaran serta klasifikasi harga lahan ditentukan bahwa lokasi terpilih berada di Kecamatan Ngancar terdiri dari: Desa Pandantoyo, Desa Sempu, Desa Bedali, dan Desa Babadan, Kecamatan Wates terdiri dari: Desa Duwet, Segaran, Gadungan, Pojok, Wonorejo, Karanganyar, Pagu, dan Joho, Kecamatan Plosoklaten terdiri dari: Desa Plosokidul, Plosolor , Pranggang, Sumberagung, dan Desa Wonorejo Trisula bagian utara, Kecamatan Puncu tediri dari: Desa Puncu bagian utara, dan Desa Asmorobangun, Kecamatan Kepung terdiri dari: Desa Kampungbaru, Desa Kebonrejo, Desa Keling, Desa Kepung dan Desa Brumbung, Kecamatan Pare terdiri dari: Kelurahan Pare, dan Kelurahan Gedangsewu. Kata kunci: Preferensi, Lokasi, Permukiman Kembali, Bencana, Letusan Gunung Kelud Abstract This research was conducted to determine the preference of the community residing Mount Kelud eruption disaster victims, and found the locations of resettlement communities affected by the eruption of Mount Kelud in Kediri District. Qualitative and quantitative approaches were combined in each stages. The iInfluence of internal, external, and specifically variables were observed quantitative and deductive using cross tabulation method (crosstabulation) and chisquare test to find out and consider the disaster victims preferences in the form of the ideal location of new settlements. Based on the results of chi-square and crosstab, the selection of new settlements is influenced by the factors of age, amount of income, ease of access, distance to work place, transportation to activities, and psychological conditions. Residential location based on preferences and based on the overlay with the condition of land availability, availability of facilities and infrastructure also suitability of land prices the selected locations were determined in Kecamatan Ngancar consist of: Desa Pandantoyo, Desa Sugiwwaras, Desa Sempu, Desa Bedali, dan Desa Babadan, Kecamatan Wates Desa Duwet, Segaran, Gadungan, Pojok, Wonorejo, Karanganyar, Pagu, dan Joho, Kecamatan Plosoklaten consist of: Desa Plosokidul, Plosolor , Pranggang, Sumberagung, dan Desa Wonorejo Trisula bagian utara, Kecamatan Puncu consist of: Desa Puncu bagian utara, dan Desa Asmorobangun, Kecamatan Kepung consist of: Desa Kampungbaru, Desa Kebonrejo, Desa Keling, Desa Kepung dan Desa Brumbung, Kecamatan Pare consist of: Kelurahan Pare, dan Kelurahan Gedangsewu. Key word: Preferences, Locations, Resettlement, Disasters, eruption of Mount Kelud

1 2

) Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang ) Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang 3 ) Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

2 PENDAHULUAN Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kabupaten Kediri tersebar di Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Puncu, Kecamatan Ngancar, dan Kecamatan Kepung. KRB di Kabupaten Blitar tersebar di Kecamatan Gandusari, Kecamatan Nglegok dan Kecamatan Garum. KRB di Kabupaten Malang tersebar di Kecamatan Ngantang (Desa Pandan Sari, Desa Banturejo, Desa Ngantru, Desa Sidodadi dan Desa Margersari) dan Kecamatan Kasembon, yaitu Desa Pondok Agung, Desa Bayem dan Desa Sukosari.(sumber: detiknews.com diakses pada tanggal 6 maret 2010) Laporan dari Pusat Penanganan Krisis (PPK) Regional Jawa Timur dan petugas PPK di masing masing KRB menyatakan bahwa pengungsian penduduk hanya terjadi di Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar. Hal ini berdasarkan keputusan Pusat Vulcanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia yang memutuskan penduduk yang berada di sekitar Gunung Kelud harus mengungsi ke tempat yang lebih aman, terutama pada penduduk di dua kabupaten tersebut. Jumlah total pengungsi mencapai 28.190 jiwa. Jumlah pengungsi di Kabupaten Kediri merupakan jumlah pengungsi terbanyak, yaitu mencapai 28.130 jiwa. Jumlah ini cukup signifikan dibandingkan dengan jumlah pengungsi di Kabupaten Blitar sebanyak 60 jiwa dari Dusun Kali Kuning (lokasi di Candi Sewu). Terdapat korban luka-luka akibat dari adanya bencana Gunung Kelud ini mencapai 13 orang yang keseluruhannya berasal dari Kabupaten Kediri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah korban jiwa dan pengungsi yang berasal dari Kabupaten Kediri lebih besar dibandingkan dengan jumlah pengungsi yang berasal dari Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang. Bencana Letusan Gunung Kelud mempunyai kemungkinan untuk terjadi lagi di waktu yang akan datang. Hal ini yang menyebabkan bencana letusan Gunung Kelud di Kabupaten Kediri ini mempunyai karakteristik dan juga permasalahan khusus, yaitu; 1. Bencana letusan Gunung Kelud yang dapat terjadi sewaktu-waktu. 2. Masyarakat disekitar Gunung Kelud mengalami masalah sosial akibat hilangnya mata pencaharian penduduk, keresahan masyarakat (trauma dan stres), aktivitas dan lingkungan keluarga yang terganggu akibat aktivitas Gunung Kelud. 3. Banyak terjadi kerusakan-kerusakan dan perubahan terhadap lingkungan alam binaan yang mempengaruhi mata pencaharian penduduk dan potensi wisata alam. 4. Kurang lebih 18.000 masyarakat di sekitar Gunung Kelud masih berada dalam daerah rawan bencana letusan Gunung Kelud. 5. Kebijakan Tata Ruang di Kabupaten Kediri nampaknya kurang berperan dalam pengaturan permukiman di sekitar dareh rawan bencana letusan Gunung Kelud. Preferensi bermukim menjadi penting dalam strategi pemukiman kembali korban bencana, alasannya bencana alam seringkali merusak lingkungan binaan dan lingkungan sosial permukiman yang selama ini mereka jadikan tempat tinggal. Penyertaan masyarakat dalam perencanaan dan perancangan harus dalam kondisi baik agar masyarakat dapat bermukim dengan tenang. Tetapi memukimkan mereka ketempat yang lain seringkali membawa dampak yang lebih buruk seperti, stres yang berkepanjangan karena tidak adanya support sosial, kehilangan rumah, beban finansial (Bolin, 1989:43). Kondisi akan semakin parah jika masyarakat korban bencana tidak dilibatkan dalam proses relokasi (Garrison, 1985:63). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Turminingtyas dkk, tentang Preferensi Bermukim dan Strategi Permukiman Kembali Masyarakat Korban Bencana Luapan Lumpur Panas Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, 2008 meneliti pengaruh variabel-variabel internal, eksternal, dan trauma yang menentukan seseorang untuk bermukim disuatu tempat, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan mengetahui dan mempertimbangkan preferensi bermukim korban bencana, akan membantu pemulihan kembali semangat untuk hidup layak dan produktif. Karakteristik bencana pada penelitian terdahulu tersebut merupakan bencana buatan manusia dan terletak pada permukiman perkotaan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang preferensi bermukim sebagai salah satu variabel dalam penetapan strategi pemukiman kembali masyarakat korban bencana alam di pedesaan. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pemukiman kembali sesuai dengan preferensi masyarakat korban bencana Letusan Gunung Kelud, sehingga program rehabilitasi dan rekonstruksi dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah; 1. Untuk mengetahui preferensi bermukim masyarakat korban bencana letusan Gunung Kelud

3 2. Untuk menemukan lokasi permukiman pilihan masyarakat korban letusan Gunung Kelud di Kabupaten Kediri METODE PENELITIAN Konsep dari penelitian adalah untuk melihat preferensi bermukim atau keinginan dan kecenderungan para masyarakat di sekitar daerah rawan bencana untuk bermukim atau tidak bermukim dilokasi yang sudah disediakan atau lokasi pilihan masing-masing individu dalam upaya pemukiman kembali sebagai penanganan dampak bencana letusan Gunung Kelud. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif yang dipadukan dalam tiap tahapnya. Penelitian kualitatif atau disebut juga dengan penelitian induktif, yang mengaplikasikan teori. Pendekatan induktif yaitu dari khusus ke umum. Faktor-faktor preferensi bermukim masyarakat korban bencana letusan Gunung Kelud diidentifikasi dengan pendekatan kualitatif yang dideskripsikan masing-masing faktornya berdasarkan kondisi lapangan dan teori terkait. Pengaruh setiap variabel dalam faktor internal, eksternal, dan khusus preferensi bermukim kemudian diteliti dengan pendekatan kuantitatif dari umum ke khusus (deduktif) dengan metode tabulasi silang (crosstab) dan uji chisquare untuk mengetahui berapa besar pengaruhnya. Metode analisis data merupakan teknik atau cara peneliti untuk menganalisis data yang ada sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode analisis data yang digunakan adalah; 1. Metode analisis deskriptif untuk menggambarkan dan mengidentifikasi faktor internal, eksternal, dan faktor khusus yang mempengaruhi preferensi bermukim masyarakat korban bencana letusan Gunung Kelud 2. Metode analisis kuantitatif dengan uji statistik crosstab dan chisquare antara faktor internal, eksternal, dan faktor khusus preferensi bermukim 3. Metode analisis evaluatif yang membandingkan hasil lokasi preferensi bermukim dengan lokasi permukiman berdasarkan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah Kabupaten Kediri dan arahan penanganan pengungsi letusan Gunung Kelud 4. Metode analisis evaluasi kebijakan yang berupa arahan lokasi dan alternatif proses pemukiman kembali dalam penanganan pengungsi korban bencana. Metode analisis kebijakan mempunyai kelemahan dari segi tingginya subyektifitas peneliti, oleh karena itu dalam penelitian dilengkapi dengan analisis kuantitatif crosstabulation dan chisquare. Berdasarkan hasil survey, populasi masyarakat di sekitar daerah rawan bencana letusan Gunung Kelud sebesar 3.715 jiwa, sehingga ukuran sampel dari populasi dapat dihitung dengan rumus Slovin (1960). Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik non random sampling dengan sampel sebanyak 100 orang, dilakukan secara accidental atau memberikan pertanyaan dalam kuesioner pada setiap korban yang dijumpai di lokasi studi. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preferensi bermukim korban bencana letusan Gunung Kelud Faktor internal 1. Usia semua kelompok usia korban letusan Gunung Kelud menjadikan lokasi aman disekitar letusan Gunung Kelud sebagai pilihan lokasi tempat tinggal baru. Kondisi ini mendukung hasil perhitungan nilai chisquare 0.000 yang artinya ada pengaruh antara tingkat usia dengan preferensi bermukim.
Tabel 1. Hasil Analisis Chi-square Pengaruh Usia Terhadap Preferensi Bermukim Asymp. Sig. (2Value df sided) Pearson Chi68.141(a) 24 .000 Square Likelihood Ratio 83.383 24 .000 Linear-by-Linear 1.360 1 .244 Association N of Valid Cases 100 a 32 cells (91.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.20.

Faktor usia berpengaruh terhadap preferensi bermukim korban bencana sebagaimana penelitian preferensi bermukim pada umumnya, karena korban bencana letusan Gunung Kelud mengininkan perubahan hidup yang lebih sejahtera dengan memilih lokasi permukiman baru yang lebih aman, dan lebih nyaman. 2. Asal Karbon Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal korban bencana yang berasal dari perumahan atau permukiman adalah salah satu faktor internal yang tidak mempengaruhi dasar

4 pemilihan tempat tinggal baru dengan nilai uji Bar Chart chisquare 0,044.
30

pekerjaan sebelum dan sesudah bencana tidak mempengaruhi preferensi bermukim dengan nilai pengaruh chisquare 0,098 pada kondisi Dasar pemilihan sesudah bencana (lihat tabel 4); 4. Jumlah Pendapatan Berdasarkan hasil penelitian, jumlah Dekat dengan korban letusan Gunung Kelud tempat kerja pendapatan Kelengkapan sebagian besar adalah Rp 1.500.000,- sebanyak sarpras 48%, jumlah penghasilan Rp. 1.000.000,Aksessibilitas baik Harga terjangkau sebanyak 36%, jumlah penghasilan Rp 750.000,sebanyak 8%, jumlah penghasilan Rp 2.500.000,- sebanyak 5%, jumlah penghasilan Rp 2.000.000,- sebanyak 2% dan pendapatan Rp 800.000,- sebanyak 1%. Tingkat pendapatan mempengaruhi dasar pemilihan rumah baru bagi korban yang berasal dari perumahan dengan nilai chisquare 0,003 (lihat dalam tabel 3);
Dekat dengan keluarga rumah baru

25

20

t n u o C

15

10

Gambar 1. Diagram Dasar Pemilihan Rumah 0 Baru Berdasarkan Asal Korban Letusan Gunung Perumahan Perkampungan Kelud
asal korban

Korban letusan Gunung Kelud yang berasal dari perumahan mempunyai dasar pemilihan tempat tinggal baru hanya berupa dekat dengan tempat kerja (5%). Berbeda dengan korban yang berasal dari perkampungan, sebagian besar dasar pemilihan rumah baru adalah dekat dengan tempat kerja (30%), dekat dengan keluarga (26%), faktor lainnya seperti; harga terjangkau (15%), aksesibilitas baik (14%), dan Kelengkapan sarana dan prasarana (10%). Korban letusan Gunung Kelud yang berasal dari perkampungan tidak menjadikan kelengkapan sarpras, dan aksessibilitas baik alasan utama dalam memilih lokasi rumah baru terlihat dari prosentasenya tidak lebih dari 15%. 3. Jenis Pekerjaan Perubahan jenis pekerjaan korban letusan Gunung Kelud sebelum dan sesudah bencana terjadi pada semua bidang pekerjaan kecuali TNI dan Polisi, dengan rincian seperti dalam tabel 2 berikut
Tabel 2. Perubahan Jenis Pekerjaan Korban Sebelum Dan Sesuadah Bencana Letusan Gunung Kelud Prosentase Jenis pekerjaan Sebelum Sesudah bencana bencana PNS 10% 12% Pegawai swasta 3% 11% Wiraswasta 8% 12% Pedagang 22% 20% TNI dan polisi 4% 4% Buruh pabrik 10% 15% Petani 43% 26%

Tabel 3. Hasil Analisis Chi-Square Pengaruh Tingkat Pendapatan Korban Bencana Terhadap Preferensi Bermukim Korban Letusan Gunung Kelud Asymp. Sig. (2Value df sided) Pearson Chi- 41.995(a 20 .003 Square ) Likelihood Ratio 44.353 20 .001 Linear-by-Linear .011 1 .918 Association N of Valid Cases 100 a 22 cells (73.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.

Faktor Eksternal 1. Kemudahan Aksesibilitas Kemudahan aksesibilitas mempengaruhi preferensi bermukim korban letusan Gunung Kelud, hal ini terlihat dari hasil analisis Chisquare sebesar 0,002 seperti dalam tabel 4 berikut;

Perubahan jenis pekerjaan sebelum dan sesudah bencana ini menunjukkan bahwa jenis

Tabel 4. Hasil Analisis Chisquare Pengaruh Kemudahan Aksesibilitas Terhadap Preferensi Bermukim Korban Letusan Gunung Kelud Asymp. Sig. (2Value df sided) Pearson Chi- 19.539(a 5 .002 Square ) Likelihood Ratio 26.558 5 .000

5
Linear-by-Linear .698 1 .403 Association N of Valid Cases 100 a 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.75. N of Valid Cases 100 a 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .65.

Lokasi tempat tinggal baru pilihan korban letusan Gunung Kelud berdasarkan dasar pilihan kemudahan aksesibilitas adalah di Kecamatan Ngancar dan Kecamatan Kepung yang merupakan lokasi perumahan baru yang dipilih korban letusan Gunung Kelud, sedangkan dasar pilihan untuk bermukim lainnya seperti kedekatan dengan keluarga, harga terjangkau, dan sebagainya terletak di Kecamatan Ngancar, Kecamatan Puncu, Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Wates, Kecamatan Pare, dan Kota Kediri (Lihat gambar 2); Bar Chart
25

Kedekatan dengan lokasi kerja mempengaruhi preferensi bermukim korban bencana terbukti dengan sebagian besar korban letusan Gunung Kelud mempunyai lokasi kerja yang berada di sekitar lokasi rumah tinggal mereka atau masih dalam kecamatan yang sama. 3. Alat transportasi untuk beraktifitas Pengaruh alat transportasi yang biasa digunakan korban letusan Gunung Kelud untuk beraktifitas terhadap preferensi bermukim berpengaruh terhadap dasar pemilihan rumah, hal ini terlihat dari hasil analisis Chisquare sebesar 0,001 (lihat tabel 6).
Tabel 6. Hasil Analisis Chisquare Pengaruh Alat Transportasi Beraktifitas Terhadap Preferensi Bermukim Korban Letusan Kec. Ngancar Kec. Plosoklaten Gunung Kelud Kec. Puncu Asymp. Kec. Kepung Kec. Wates Sig. (2Kota Kediri Kec. Pare Value df sided) Pearson Chi28.703(a 10 .001 Square ) Likelihood Ratio 36.068 10 .000 Linear-by-Linear .450 1 .503 Association N of Valid Cases 100 a 12 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.

Lokasi berdasarkan kecamatan

20

15

t n u o C
10 5

Gambar 2. Dasar kemudahan aksesibilitas 0 Iya Lainnya terhadap lokasi pilihan tempat tinggal baru
Kemudahan aksesibilitas

2. Jarak dengan lokasi kerja Faktor yang menentukan suatu lokasi rumah dikatakan baik atau tidak baik aksesibilitasnya salah satunya adalah kedekatannya dengan lokasi kerja (jarak). Pengaruh dasar kedekatan dengan lokasi kerja terhadap preferensi korban bencana letusan Gunung Kelud adalah 0,000 atau berpengaruh (lihat tabel 5);

Tabel 5. Hasil Analisis Chisquare Pengaruh Kedekatan Ke Lokasi Kerja Terhadap Preferensi Bermukim Korban Letusan Gunung Kelud Asymp. Sig. (2Value df sided) Pearson Chi- 58.379(a 5 .000 Square ) Likelihood Ratio 45.285 5 .000 Linear-by-Linear .948 1 .330 Association

Korban letusan Gunung Kelud tidak menjadikan kemudahan akses terhadap alat transportasi untuk beraktifitas menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan lokasi rumah baru, karena sebagian besar (71%) korban letusan Gunung Kelud menggunakan kendaraan pribadi khususnya sepeda motor untuk melakukan aktifitas bekerja, rekreasi, dan sebagainya, hanya 19% yang menggunakan jasa angkutan umum, dan 10% yang mimilih dengan berjalan kaki. 4. Ketersediaan sarana dan prasarana permukiman Kelengkapan sarana dan prasarana permukiman seringkali merupakan dasar penentuan bagi sebuah keluarga dalam menentukan lokasi bermukimnya, terutama bagi keluarga muda. Secara umum kelengkapan sarana dan prasarana terhadap preferensi bermukim korban letusan Gunung Kelud mempunyai nilai pengaruh 0,000 atau kelengkapan sarana dan prasarana sangat berpengaruh terhadap preferensi bermukim korban letusan Gunung Kelud (lihat tabel 7);
Tabel 7. Hasil Analisis Chisquare Pengaruh Kelengkapan Sarana Prasarana Permukiman

6
Terhadap Preferensi Bermukim Korban Letusan Gunung Kelud Asymp. Sig. (2Value df sided) Pearson Chi- 24.284(a 5 .000 Square ) Likelihood Ratio 26.145 5 .000 Linear-by-Linear .464 1 .496 Association N of Valid Cases 100 a 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.

Faktor Khusus/Trauma 1. Insomnia atau sulit tidur Nilai pengaruh dari hasil analisis chisquare terhadap kondisi psikologis sulit tidur dengan

psikologik dan somatik, mau menerima dan memahami makna peristiwa traumatik, serta sudah memikirkan kelangsungan kehidupan yang baru. 3. Menderita penyakit baru Nilai pengaruh dari hasil analisis chisquare terhadap kondisi psikologis menderita penyakit baru dengan dasar pemilihan tempat tinggal baru adalah 0,568 atau tidak karena masyarakat korban bencana mulai pulih dari gejala-gejala psikologik dan somatik, mau menerima dan memahami makna peristiwa traumatik, serta sudah memikirkan kelangsungan kehidupan yang baru. 4. Kondisi psikologis Berdasarkan penelitian tentang kondisi psikologis korban letusan Gunung Kelud terhadap preferensi bermukim terkait trauma

Gambar 3. Pola Lokasi Pilihan Tempat Tinggal Baru Korban Letusan Gunung Kelud dasar pemilihan tempat tinggal baru adalah 0,040 atau tidak berpengaruh. 2. Konflik antar korban bencana Nilai pengaruh dari hasil analisis chisquare terhadap kondisi psikologis konflik antar korban bencana dengan dasar pemilihan tempat tinggal baru adalah 0,102 atau tidak, karena kondisi 2 (dua) tahun bencana letusan Gunung Kelud merupakan fase rekonstruksi; masyarakat korban bencana mulai pulih dari gejala-gejala akan lokasi tempat tinggal yang rawan bencana, didapatkan hasil nilai chisquare 0,005 atau ada pengaruh (lihat tabel 8); Tabel 8. Hasil Analisis Chi-square Kondisi Psikologis Terhadap Preferensi Bermukim
Value 39.978(a ) df 20 Asymp. Sig. (2sided) .005

Pearson Square

Chi-

7
Likelihood Ratio 42.677 20 .002 Linear-by-Linear .040 1 .841 Association N of Valid Cases 100 a 22 cells (73.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.

Adapun lokasi pilihan korban letusan Gunung Kelud sebagian besar daerah Kabupaten Kediri bagian tenggara, misalnya Kecamatan Pare bagian selatan, Kecamatan Kepung bagian utara, Kecamatan Puncu, Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Ngancar, dan Kota Kediri. Pemilihan daerah bagian Kabupaten Kediri didasarkan atas adanya penelitian dari Pos Pengamatan Gunung Api Kelud menyebutkan bahwa jangkuan terjauh akibat letusan Gunung Kelud berjarak 10 Km dari kawah Gunung Kelud, daerah di luar jangkauan tersebut merupakan daerah yang tidak rawan bencana atau aman dari bencana (Lihat gambar 3). a. Strategi Pemukiman Kembali Kelompok Korban Letusan Gunung Kelud Berdasarkan Preferensi Bermukim Preferensi korban letusan Gunung Kelud terhadap pemilihan lokasi tempat tinggal baru terdiri dari kelompok masyarakat dengan karakteristik dapat dilihat pada tabel 9. Pemilihan lokasi 1. Ketersediaan lahan dan preferensi bermukim a. Kecamatan Ngancar Desa Sempu memiliki kepadatan terendah yaitu sebesar 203 jiwa/km2. Desa Sempu

kedekatan dengan tempat kerja sebagai prioritas utamanya. b. Kecamatan Wates Berdasarkan kondisinya wilayahnya Kecamatan Wates merupakan wilayah yang potensial digunakan sebagai pilihan tempat tinggal baru untuk para korban bencana karena lokasi Kecamatan Wates yang tergolong aman. Adapun desa-desa yang mempunyai ketersediaan lahan cukup banyak karena tingkat kepadatan penduduknya dibwah rata-rata yaitu Desa Duwet, Segaran, Gadungan, Pojok, Wonorejo, Karanganyar, Pagu, dan Joho. Masyarakat korban bencana yang memilih Kecamatan Wates sebagai tempat tinggal barunya adalah masyarakat yang memilih tempat tinggal yang aman dari bencana dan jauh dari lokasi tempat tinggalnya dahulu. Lokasi yang dipilih sebagai tempat tinggal baru adalah Desa Segaran, dan Desa Pagu. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah kedekatan dengan tempat kerja karena korban bencana yang pindah ke wilayah Kecamatan Wates adalah warga yang dulu bekerja sebagai pedagang di Kecamatan Ngancar dan sekarang memilih untuk berdagang di Kecamatan Wates karena daerahnya lebih aman dari bencana. c. Kecamatan Plosoklaten Desa yang termasuk kawasan rawan bencana di Kecamatan Plosoklaten adalah Desa Sepawon dan Desa Wonorejo trisulo. Dapat dilihat pada tabel diatas tingkat kepadatan Desa Sepawon sebesar 357 jiwa/km2 dan Desa Wonorejo trisula sebesar 288 jiwa/km2.

mempunyai perbedaan tingkat kepadatan yang cukup besar dengan desa-desa lainnya karena desa tersebut merupakan desa yang termasuk dalam areal rawan bencana. Lokasi pemilihan rumah baru oleh masyarakat berada di Desa Pandantoyo, Desa Sempu, Desa Bedali, dan Desa Babadan. Alasan pemilihan lokasi ini berdasarkan preferensi masyarakat yang ratarata menjadikan kedekatan dengan keluarga, dan

Masyarakat korban bencana yang tinggal di sepawon khususnya yang bekerja sebagai buruh pabrik memilih tempat tinggal baru yang aman dari bencana namun dekat dengan tempat tinggalnya yang dahulu bahkan ada yang memutuskan untuk menetap di rumahnya yang lama walaupun berada di daerah rawan bencana. Hal ini terjadi karena preferensi bermukim mereka berdasarkan faktor kedekatan dengan

8 tempat kerja sebagai prioritas utamanya. Warga sepawon yang bekerja sebagai buruh pabrik memilih Desa Plosokidul sebagi tempat tinggal barunya karena desa tersebut yang paling dekat dengan tempat tinggalnya dahulu. Sedangkan, masyarakat lainnya yang mayoritas bekerja sebagai petani memilih Desa Plosokidul, Plosolor , Pranggang, Sumberagung, dan Desa Wonorejo trisula bagian utara sebagai tempat tinggal barunya. d. Kecamatan Puncu Desa Satak memiliki kepadatan terendah yaitu sebesar 252 jiwa/km2. Desa Satak mempunyai perbedaan tingkat kepadatan yang cukup besar dengan desa-desa lainnya karena desa tersebut merupakan desa yang termasuk dalam areal rawan bencana. Lokasi pemilihan rumah baru oleh masyarakat berada di Desa Puncu bagian utara, dan Desa Asmorobangun. Alasan pemilihan lokasi ini adalah masyarakat yang rata-rata menetapkan kedekatan dengan keluarga, dan kedekatan dengan tempat kerja sebagai preferensi bermukim, serta prioritas pemilihan lokasi yang dekat dengan Gunung Kelud namun aman dari bencana. e. Kecamatan Kepung Desa Besowo memiliki kepadatan terendah yaitu sebesar 164 jiwa/km2. Desa Besowo merupakan desa yang berada dalam areal rawan bencana, dan masyarakat yang tinggal di desa tersebut mayoritas bermata pencaharian sebagi petani. Lokasi pemilihan rumah baru oleh masyarakat berada di Desa Kampungbaru, Kebonrejo, Keling, Kepung dan Brumbung. Masyarakat korban bencana yang memilih Desa Kampungbaru, dan Kebonrejo adalah masyarakat yang memilih tempat tinggal baru yang dekat dengan lokasi tempat tinggalnya yang lama dan aman dari bencana. Sedangkan masyarakat yang memilih desa lain yang jauh dari lokasi bencana adalah masyarakat yang memiliki trauma terhadap bencana. f. Kecamatan Pare Kecamatan Pare mempunyai sarana dan prasarana yang memadai (fasilitas peribadatan, pendidikan, perdagangan, dan jasa perkantoran) karena Kecamatan pare merupakan jantung kegiatan dari Kabupaten Kediri. Kecamatan Pare juga merupakan kawasan yang strategis karena dilewati oleh jalur antar Kabupaten (jalan arteri). Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri tahun 2003-2010, Kecamatan Pare dikembangkan sebagai pusat permukiman perkotaan maupun pedesaan. Kecamatan Pare memiliki luas wilayah sebesar 86,42 km2, luas terbangun 30,98 km2, jumlah penduduk sebanyak 154.410 jiwa dan Kepadatan penduduk sebesar 1,787 jiwa/km2 (klasifikasi sangat tinggi). Ketersediaan lahan untuk permukiman di Kecamatan Pare sangat cukup untuk korban bencana letusan Gunung Kelud. 2. Ketersediaan sarana dan prasarana Berikut adalah ketersediaan sarana di daerah pemilihan rumah baru korban bencana letusan Gunung Kelud: a. Sarana pendidikan Sarana pendidikan yang tersedia di kabupaten Kediri berupa Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan kuantitasnya sarana pendidikan di semua wilayah pemilihan sudah sesuai. b. Sarana kesehatan Sarana kesehatan yang terdapat di kabupaten Kediri berupa Rumah Sakit Umum, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu, dan Klinik KB. Tersedianya fasilitas kesehatan dapat mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan kuantitasnya sarana kesehatan di semua wilayah pemilihan sudah sesuai. c. Sarana peribadatan Sarana peribadatan yang ada di Kabupaten Kediri berupa Masjid, Langgar, Musholla, Gereja Kristen, Gereja Katolik, dan Pura. Mayoritas penduduk Kabupaten Kediri menganut agama Islam sehingga jumlah fasilitas peribadatan berupa masjid dan langgar memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan fasilitas peribadatan untuk agama lainnya. Berdasarkan kuantitasnya sarana peribadatan di semua wilayah pemilihan sudah sesuai. 3. Klasifikasi Harga Lahan Harga lahan merupakan salah satu aspek yang diperhitungkan oleh masyarakat korban letusan Gunung Kelud sebagai dasar pemilihan rumah baru. Masyarakat korban letusan Gunung Kelud yang ingin pindah tempat tinggal menginginkan tempat tinggal yang lebih nyaman dari tempat tinggal sebelumnya. Keinginan tersebut tentu saja juga dipengaruhi kemampuan membeli lahan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Klasifikasi harga lahan di Kabupaten Kediri dapat dibagi menjadi 4 kelas, antara lain: a. Klasifikasi I : < Rp. 150.000,-/m2 b. Klasifikasi II : Rp. 150.000,-/m2 Rp. 250.000/m2 c. Klasifikasi III : Rp. 250.001,-/m2 Rp. 350.000/m2

9 Klasifikasi IV : > Rp. 350.000/m2 Berdasarkan hasil wawancara lokasi-lokasi pemilihan rumah baru masyarakat korban bencana letusan Gunung Kelud sudah sesuai dengan preferensi mereka atau sesuai dengan kemampuan daya beli lahan. d. 4. Lokasi terpilih Penentuan lokasi terpilih ini merupakan hasil overlay dari lokasi pemilihan berdasarkan preferensi masyarakat dan lokasi berdasarkan ketersediaan lahan yang ditinjau dari kepadatan penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana, serta kesesuaian harga lahan berdasarkan kemampuan daya beli lahan oleh masyarakat korban letusan Gunung Kelud Kabupaten Kediri. (Untuk dilihat dalam tabel 10; 2. Pemilihan lokasi untuk permukiman kembali pada tingkat regional seleksi dilakukan berdasarkan ketersediaan lahan, wilayah mana saja yang masih tersedia lahan untuk kebutuhan pembangunan permukiman. Pemilihan lokasi tingkat regional biasanya dilakukan dengan melihat kebijakan tata ruang tentang penggunaan lahan untuk permukiman. Pada tingkat lokal, seleksi didasarkan pada ketersediaan sarana dan prasarana pada lokasi pemilihan (preferensi), serta kesesuaian harga lahan terhadap kemapuan masyarakat membeli lahan (preferensi). B. Saran

Gambar 4. Peta Lokasi Terpilih Sebagai Permukiman Baru Masyarakat Korban Letusan Gunung Kelud Kabupaten Kediri lebih jelasnya lihat gambar 4) PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian Preferensi Bermukim dan Strategi Pemukiman Kembali Korban Bencana Letusan Gunung Kelud Kabupaten Kediri adalah; 1. Hasil analisis chisquare terhadap variabel internal, eksternal, dan trauma dalam preferensi bermukim korban bencana dapat Beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. Saran bagi penelitian 1. Status bencana menentukan strategi penanganan dampak bencana di Kawasan Rawan Bencana Gunung Kelud, oleh karena itu kepastian status bencana akan sangat menentukan kebijakan pemukiman kembali korban. 2. Wilayah penelitian adalah peta area terdampak, oleh karena itu diperlukan

10 penelitian lanjutan mengenai preferensi bermukim korban bencana yang terus bertambah di area luar peta terdampak, sehingga dapat menentukan strategi pemukiman kembali nantinya. Saran bagi pemerintah 1. Peningkatan kesadaran serta peran aktif pemerintah kota dan propinsi untuk lebih memperhatikan penanggulangan bencana Gunung Kelud. 2. Bersama instansi-instansi yang terkait yang ada, pemerintah dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang rencana-rencana yang diperuntukkan pada kawasan rawan bencana. 3. Pemerintah dapat menggunakan hasil penelitian yang berupa preferensi korban bencana dan rekomendasi strategi dalam memukimkan kembali korban bencana. Harapannya pelibatan masyarakat dalam proses bermukim dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga korban bencana tetap produktif dan kreatif di lingkungan permukiman yang baru. DAFTAR PUSTAKA Blaang, C. Djemabut. 1989. Perumahan dan Permukiman sebagai Kebutuhan Dasar. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Bolin, Robert, et.al. 1994. The Northridge Earthquake: Vulnerability and Disaster. London: Routledge Garrison, Jean L. 1985. Mental Health Implications of Disaster Relocation in the United States: A Review of the Literature. United States : International Journal of Mass Emergencies and Disasters

You might also like