You are on page 1of 25

PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA, DAN PEMUDA

BAB XX PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA, DAN PEMUDA

A.

PENDAHULUAN

Peningkatan peranan wanita dalam pembangunan yang telah menjadi perhatian secara khusus sejak 1978, dalam Repelita VI diarahkan untuk mencapai kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sejalan dengan itu, sasaran peningkatan peranan wanita dalam Repelita VI adalah meningkatnya taraf pendidikan wanita, antara lain ditunjukkan oleh makin menurunnya jumlah penduduk wanita yang menderita tiga buta (buta aksara Latin dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar); meningkatnya derajat kesehatan wanita termasuk keluarganya; meningkatnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja wanita dan makin sempurna dan mantapnya perlindungan tenaga kerja wanita, termasuk hak dan jaminan sosialnya; meningkatnya peran ganda wanita dalam pembinaan keluarga dan peransertanya

XX/3

yang aktif di masyarakat secara serasi dan seimbang; berkembangnya iklim sosial budaya yang lebih mendukung upaya mempertinggi harkat dan martabat wanita; dan makin mantapnya organisasi wanita dan makin aktif peranannya dalam pembangunan. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut ditempuh berbagai kebijaksanaan, yaitu : meningkatkan kualitas wanita sebagai sumber daya pembangunan; meningkatkan kualitas dan perlindungan tenaga kerja wanita; meningkatkan peran ganda wanita dalam keluarga dan masyarakat; mengembangkan iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan wanita; serta membina kelembagaan dan organisasi wanita. Pembinaan anak dan remaja ditujukan untuk meningkatkan kualitas anak dan remaja, terutama dari segi pendidikan dan kesehatan. Dalam Repelita VI sasarannya adalah meningkatnya anak yang mempunyai status gizi dan kesehatan yang baik; meningkatnya jumlah anak dan remaja yang mengikuti pendidikan dasar sembilan tahun; meningkatnya minat baca dan belajar di kalangan anak dan remaja; terpelihara dan terbinanya anak yang kurang beruntung dan terlantar; menurunnya tingkat kenakalan remaja dan terhindarnya anak dan remaja dari bahaya penyalahgunaan obat terlarang, zat adiktif, dan narkotika; serta meningkatnya kesadaran dan peran orang tua dalam mendidik dan membina anak dan remaja, terutama dalam keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti luhur. Untuk mencapai sasaran tersebut, Repelita VI menetapkan kebijaksanaan pembinaan anak dan remaja yaitu : meningkatkan status gizi dan kesehatan; meningkatkan pendidikan; menumbuhkan wawasan iptek; menumbuhkan dan meningkatkan idealisme dan patriotisme; meningkatkan kemampuan menyesuaikan XX/4

diri dengan masyarakat dan lingkungan; meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam pembinaan anak dan remaja; serta meningkatkan pembinaan dan perlindungan hukum anak dan remaja. Pembinaan dan pengembangan pemuda bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemuda sebagai generasi penerus perjuangan bangsa yang mandiri, tangguh, dan ulet, serta mampu melestarikan nilai-nilai luhur bangsa. Generasi muda yang berkualitas akan menjadi sumber insani yang potensial dan andalan dalam pembangunan nasional. Dalam Repelita VI sasarannya adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pemuda serta kemampuannya untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek; meningkatnya partisipasi pemuda dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berlandaskan Pancasila; meningkatnya rasa kesetiakawanan sosial, serta kepedulian pada lingkungan sosial dan lingkungan hidup; meningkatnya kualitas pemuda sebagai pewaris nilai-nilai luhur budaya bangsa yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan meningkatnya kualitas kepemimpinan pemuda sebagai kader penerus cita-cita perjuangan bangsa. Untuk mewujudkan berbagai sasaran tersebut di atas kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan pemuda dalam Repelita VI adalah : meningkatkan perluasan kesempatan bagi pemuda untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan; meningkatkan peranserta pemuda dalam pembangunan; meningkatkan kepeloporan dan kepemimpinan pemuda dalam pembangunan; dan meningkatkan kelembagaan dan organisasi kepemudaan. XX/5

Berbagai kebijaksanaan peningkatan peranan wanita serta pembinaan anak, remaja, dan pemuda tersebut dituangkan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dengan program pembangunan bidang lainnya. B. 1. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN SAMPAI DENGAN TAHUN KEEMPAT REPELITA VI Peranan Wanita

Dalam kurun waktu Repelita VI (1994/95 - 1997/98) dilaksanakan kegiatan-kegiatan peranan wanita yang meliputi: peningkatan kualitas wanita sebagai sumber daya pembangunan; peningkatan kualitas dan perlindungan tenaga kerja wanita; peningkatan peran ganda wanita dalam keluarga dan masyarakat; pengembangan iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan wanita; dan pembinaan kelembagaan dan organisasi wanita. a. Peningkatan Kualitas Wanita sebagai Sumber Daya Pembangunan

Kualitas wanita sebagai sumber daya pembangunan diupayakan untuk senantiasa meningkat sehingga wanita dapat berperan sebagai mitrasejajar pria dalam pembangunan, antara lain melalui pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah; peningkatan derajat kesehatan dan gizi; dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Di bidang pendidikan, program wajib belajar telah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi wanita untuk mengikuti pendidikan dasar sehingga rasio murid wanita terhadap XX/6

pria meningkat dari tahun ke tahun (Tabel XX-1). Selanjutnya, untuk memberantas tiga buta dilaksanakan pendidikan luar sekolah antara lain melalui Kelompok Belajar (Kejar) Paket A yang sebagian besar pesertanya adalah wanita. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1997, persentase penduduk wanita umur 10 tahun ke atas yang buta huruf menurun dari sebesar 19,26 persen pada tahun terakhir Repelita V menjadi 14,92 persen. Dalam bidang kesehatan, perbaikan derajat kesehatan dan gizi wanita dilakukan terutama melalui kegiatan pelayanan kesehatan dasar bagi ibu hamil dan menyusui. Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu melahirkan serta angka kematian bayi dan anak di daerah perdesaan diupayakan melalui penempatan bidan di desa dan pembinaan serta pelatihan dukun bayi. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah ditempatkan sekitar 68 ribu bidan PTT di seluruh desa. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan angka kematian ibu melahirkan sekitar 373 per 100.000 kelahiran hidup, yang berarti menurun dibandingkan tahun 1993 yaitu sekitar 425 per 100.000 kelahiran hidup. Namun dibanding dengan sasaran akhir Repelita VI, yaitu 225 per 100.000 kelahiran hidup, masih jauh lebih tinggi. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan wanita terutama di daerah perdesaan, masih rendahnya status gizi ibu hamil, masih terbatasnya akses dan kualitas pelayanan persalinan di daerah terpencil dan sulit terjangkau, serta masih banyaknya wanita perdesaan yang memeriksakan dan melahirkan anaknya dengan pertolongan dukun yang tidak terlatih. Di bidang kependudukan dan keluarga sejahtera, wanita telah sejak lama berpartisipasi sebagai peserta dan motivator KB. Pada tahun keempat Repelita VI sebanyak 6,3 juta pasangan usia subur XX/7

(PUS), dengan hampir 99 persen di antaranya adalah wanita, berhasil diajak menjadi peserta KB baru. Di samping itu, kegiatan pembinaan akseptor KB untuk tetap ber-KB (peserta KB aktif) terus dilakukan dan hingga tahun 1997/98 telah mencapai 26,5 juta PUS. Upaya pemberdayaan wanita untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga terutama yang masih berada dalam tahapan PraSejahtera dan Sejahtera-I dilaksanakan melalui program Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra). Program Takesra telah mencakup sebanyak 11,2 juta keluarga yang tergabung dalam 526,3 ribu kelompok usaha. Penyerapan dana Kukesra hingga Maret 1998 telah mencapai sekitar Rp. 395,7 miliar. Dalam bidang kesejahteraan sosial, upaya meningkatkan taraf hidup fakir miskin dilakukan melalui pembinaan kelompok usaha bersama (KUBE) terdiri dari 10 KK di mana anggotanya sebagian besar adalah wanita. b. Peningkatan Kualitas dan Perlindungan Tenaga Kerja Wanita

Peningkatan kualitas tenaga kerja wanita (nakerwan) dan perlindungan bagi nakerwan dan keluarganya diupayakan melalui berbagai kegiatan pelatihan. Sasaran utama kegiatan-kegiatan tersebut adalah wanita dari keluarga berpenghasilan rendah. Upaya peningkatan pendidikan dan keterampilan wanita antara lain dilakukan melalui pelatihan keterampilan berusaha sebagai upaya memperluas kesempatan kerja wanita, serta pemberian bantuan modal usaha kepada kelompok belajar usaha wanita di perdesaan. Di bidang perkoperasian, telah dilaksanakan penyuluhan dan pelatihan bagi kelompok wanita. Di bidang XX/8

pertanian, banyak wanita berperanserta dalam kegiatan Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K). Sejak dimulainya pada tahun 1988 sampai dengan Februari 1998, kegiatan P4K telah mencakup hampir 50 ribu KPK, yang 37 persen di antaranya adalah KPK wanita. Sedangkan upaya peningkatan kualitas nakerwan di sektor informal, antara lain dilakukan melalui kegiatan terpadu bagi para wanita pedagang kecil eceran, di samping upaya pembinaan melalui kegiatan temu usaha, konsultasi usaha, serta konsultasi teknis. Dalam rangka meningkatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, pengupahan, pengembangan karier, kesejahteraan tenaga kerja wanita, dan jaminan sosial bagi tenaga kerja wanita dan keluarganya, yaitu terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai upah minimum dan jam kerja maksimum, dan kesehatan kerja di sektor informal, serta penetapan upah minimum regional (UMR) di 27 propinsi dan Otorita Pulau Batam; antara lain melalui program perlindungan bagi wanita yang bekerja malam hari di perusahaan dan penyuluhan tenaga kerja wanita di sektor formal. Di samping itu dilakukan pula pelatihan keterampilan bagi pelatih di tingkat pusat dan kader pelatih di tingkat lapangan, yang selanjutnya pelatih dan kader pelatih tersebut akan memberikan pembinaan keterampilan serta penyuluhan pentingnya pemberian air susu ibu (ASI) dan pengelolaan tempat penitipan anak (TPA) bagi para pengelola TPA dan nakerwan, di berbagai perusahaan, industri, dan di sektor informal. c. Peningkatan Peran Ganda Wanita dalam Keluarga dan Masyarakat

Peningkatan peranan wanita dalam keluarga dan masyarakat XX/9

diarahkan bagi terciptanya kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam membina keluarga maupun dalam peran aktif di masyarakat. Peran wanita dalam keluarga ditingkatkan antara lain melalui penyuluhan dan bimbingan keterampilan untuk meningkatkan pendapatan keluarga dan pembinaan tumbuh kembang anak balita. Sementara itu, peran wanita dalam masyarakat dilakukan melalui peningkatan berbagai aktivitas wanita di berbagai sektor pembangunan. Upaya meningkatkan peran wanita dalam meningkatkan pendapatan keluarga dilakukan antara lain melalui kegiatan bimbingan dan bantuan berusaha sendiri dalam bentuk Usaha Swadaya Wanita Desa (USWD), dari pembangunan kesejahteraan sosial. Upaya meningkatkan kemampuan ibu dan anggota keluarga dalam membina pertumbuhan dan perkembangan anak balita dilakukan antara lain melalui kegiatan kelompok bina keluarga balita (BKB). Kegiatan posyandu terus ditingkatkan melalui kegiatan imunisasi bagi ibu hamil, usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), dan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi bagi anak balita dan pentingnya air susu ibu (ASI) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Kegiatan-kegiatan tersebut dilak- sanakan di seluruh propinsi hingga tingkat desa. Dalam rangka kegiatan diversifikasi pangan dan gizi melalui pemanfaatan pekarangan rumah dalam bentuk penyebarluasan paket teknologi pekarangan berupa bibit, benih (sayuran, buah-buahan, ikan dan ternak unggas), dan sarana produksi di 27 propinsi. Peran wanita dalam masyarakat terus ditingkatkan melalui berbagai aktivitas wanita untuk mendukung pembangunan di daerahnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan antara lain melalui XX/10

wadah PKK, KB, dan posyandu. Melalui gerakan PKK, wanita berperan aktif dalam membina kesejahteraan keluarganya, sedangkan dalam kegiatan posyandu, wanita terlibat secara aktif dalam pemberian pelayanan kesehatan, imunisasi, dan perbaikan gizi keluarga. d. Pengembangan Iklim Sosial Budaya yang Mendukung Kemajuan Wanita

Iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan wanita, terutama dalam wujud dukungan masyarakat kepada upaya terciptanya kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis dalam pembangunan, diperlukan agar wanita dapat lebih berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai kegiatan yang mencakup penataan hukum dan perundangundangan dan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai jender. Upaya penataan hukum dan perundang-undangan bertujuan untuk mengembangkan kesadaran tentang hak dan kewajiban wanita dengan memasyarakatkan undang-undang dan peraturan yang melindungi hak-hak wanita dan kewajibannya dalam aspek- aspek perkawinan, perceraian, serta tata cara kerja bagi pekerja wanita, seperti jam kerja malam dan pemutusan hubungan kerja karena menikah, hamil, dan melahirkan. Untuk menyebarluaskan makna kemitrasejajaran pria dan wanita maka dilakukan kegiatan KIE mengenai jender melalui media massa, antara lain melalui operasi penerangan motivator juru penerang wanita dan operasi penerangan peningkatan motivator wanita Kelompencapir. Sampai dengan tahun keempat telah dibina sebanyak 1.411 kelompencapir wanita. XX/11

Di samping itu sejak tahun 1996 telah diupayakan pembentukan indikator jender menurut sektor, yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan pembangunan Repelita VI serta untuk mempersiapkan Repelita VII yang mengandung wawasan kemitrasejajaran antara pria dan wanita yang harmonis. Informasi mengenai statistik wanita di Indonesia telah dipublikasikan dalam buku Profil Kedudukan dan Peranan Wanita Indonesia Tahun 1995 oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita bekerja sama dengan Biro Pusat Statistik. Pada tahun 1997/98, telah dilaksanakan pula penyajian data Indikator Sosial Wanita Indonesia tingkat nasional dan propinsi. e. Pembinaan Kelembagaan dan Organisasi Wanita

Pembinaan kelembagaan dan organisasi wanita dilakukan untuk memantapkan fungsinya dalam berpartisipasi dalam pembangunan. Pembinaan ini antara lain mencakup pembinaan kelompok PKK, Pusat Studi Wanita (PSW) dan pembinaan tim pengelola Program Peranan Wanita (P2W). Selain upaya pembinaan tersebut, dilanjutkan pula kegiatan-kegiatan yang mendukung perencanaan pembangunan yang berwawasan jender dan partisipasi wanita dalam berbagai kegiatan internasional. Kegiatan wanita di daerah perdesaan diselenggarakan melalui kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan posyandu. Selama kurun waktu Repelita VI jumlah kelompok PKK serta posyandu di tanah air berkembang dengan pesat hingga telah mencakup seluruh desa dan kelurahan yang ada di Indonesia. Di tingkat propinsi hingga desa, pembinaan kelembagaan P2W dilakukan melalui Tim Pengelola P2W. Di samping itu juga dibentuk Pusat Studi Wanita (PSW) di perguruan tinggi yang

XX/12

merupakan mitra pemerintah dalam merumuskan program P2W. Sementara itu di tingkat nasional organisasi-organisasi wanita terus berperan melalui wadah Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Dalam rangka kerjasama internasional, Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam Konperensi Dunia IV tentang Wanita tahun 1995 di Beijing, Cina, yang menghasilkan Beijing Declaration and Platform for Action. Selanjutnya, untuk menjabarkan 12 kesepakatan tersebut, pada awal tahun 1996 diselenggarakan "Semiloka Nasional Pemantapan Kemitrasejajaran Pria dan Wanita Dalam Rangka Pelaksanakan Konperensi Dunia IV tentang Wanita" di Jakarta. 2. Pembinaan Anak dan Remaja a. Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan bayi, anak balita, serta remaja. Upaya peningkatan status gizi bagi bayi dan anak balita terutama dilaksanakan melalui posyandu yang kegiatannya antara lain meliputi penyuluhan dan pelayanan gizi, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita melalui kartu menuju sehat (KMS), peningkatan penggunaan air susu ibu (ASI), dan pembinaan kebiasaan makanan yang sehat dan bermutu gizi sejak usia dini. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, jumlah posyandu yang melaksanakan kegiatan peningkatan status gizi dan kesehatan telah mencapai 257,0 ribu posyandu, meningkat dari tahun 1993/94 yaitu sebanyak 244,8 ribu posyandu. Upaya peningkatan status gizi sekaligus penurunan angka putus sekolah dan tinggal kelas anak didik SD/MI di perdesaan dilaksanakan melalui Program Makanan Tambahan Anak Sekolah XX/13

(PMT-AS). Pada tahun 1996/97 PMT-AS dicanangkan menjadi program nasional yang terpadu dan lintas sektor. Sejalan dengan itu, dilakukan pula kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS) yang meliputi penjaringan masalah kesehatan, pemeriksaan kesehatan dan pencegahan penyakit berupa imunisasi. Di samping itu dilaksanakan pula Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk mencapai bebas Polio pada tahun 2000 dan sekaligus untuk meningkatkan kesehatan bagi anak balita. Sebagai hasil dari berbagai kegiatan pembinaan anak remaja tersebut di atas, terdapat peningkatan derajat kesehatan serta status gizi yang ditunjukkan oleh semakin menurunnya angka kematian bayi dan prevalensi kurang energi protein (KEP). Angka kematian bayi diperkirakan mengalami penurunan dari 58 per seribu kelahiran pada tahun 1993 menjadi 50 per seribu kelahiran pada tahun 1998. Demikian pula prevalensi KEP pada anak balita cenderung mengalami penurunan dari sebesar 41,7 persen pada tahun 1992 menjadi 35 persen pada tahun 1995. b. Peningkatan Pendidikan

Peningkatan pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas anak dan remaja yang bercirikan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, cerdas, kreatif, berdisiplin, serta sehat jasmani dan rohani. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan anak dan remaja, dilakukan upaya-upaya Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, pendidikan agama dan budi pekerti luhur serta kegiatan seperti pramuka, Karang Taruna, OSIS, kesenian dan kegiatan keagamaan. Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun memberikan kesempatan anak dan remaja untuk XX/14

memperoleh pendidikan yang lebih tinggi sehingga partisipasi pendidikan tingkat SD dan SLTP dapat meningkat. Pada tahun 1997/98 angka partisipasi kasar (APK) tingkat SD/MI dan tingkat SLTP tidak termasuk MTs mencapai 113,6 persen dan 60,0 persen, meningkat dari masing-masing 110,4 persen dan 43,4 persen pada tahun 1993/94. APK SLTP termasuk MTs pada tahun 1997/98 telah mencapai 73,8 persen. Gangguan kesehatan, kekurangan gizi, dan terutama rendahnya kemampuan ekonomi keluarga, merupakan penyebab utama anak dan remaja tidak bersekolah atau putus sekolah sehingga APK terutama tingkat SLTP belum dapat mencakup seluruh anak dan remaja. Pendidikan agama dan budi pekerti luhur bagi anak dan remaja diselenggarakan antara lain melalui kegiatan perkemahan keagamaan, penyuluhan keagamaan, penyediaan buku bacaan keagamaan dan pesantren kilat remaja SLTP. c. Penumbuhan Wawasan Iptek

Penumbuhan wawasan iptek anak dan remaja dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, pemanfaatan, penguasaan dan pengembangan iptek sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan kesempatan bermain bersama yang menumbuhkan daya cipta bagi balita; menumbuhkan minat baca, menulis, berhitung, seni, budaya, daya cipta, analisis, prakarsa dan kreasi bagi anak usia sekolah; dan meningkatkan dan membudayakan minat baca dan belajar bagi remaja. Upaya menumbuhkan daya cipta bagi balita dilaksanakan melalui penyediaan alat permainan edukatif (APE) dan pedoman belajar pendidikan prasekolah bagi lembaga-lembaga pendidikan XX/15

prasekolah. Sementara itu, dalam rangka menumbuhkan wawasan iptek bagi anak dan remaja, dalam Repelita VI telah diselenggarakan sayembara penyusunan cerita ilmiah bergambar dan lomba karya remaja setiap tahun. Pada tahun 1994/95 telah didirikan pula Pusat Peragaan Ilmu dan Teknologi di Taman Mini Indonesia Indah. Di samping itu, dilaksanakan pula penyediaan taman bacaan dan perpustakaan keliling di perdesaan di seluruh propinsi, untuk meningkatkan minat membaca dan belajar para anak dan remaja. d. Penumbuhan dan Peningkatan Idealisme dan Patriotisme

Upaya menumbuhkan dan meningkatkan idealisme, patriotisme dan wawasan kebangsaan terhadap anak dan remaja dilakukan dengan menanamkan rasa cinta tanah air, disiplin dan kemandirian sejak anak usia sekolah. Upaya tersebut terutama di-selenggarakan melalui kegiatan kepramukaan berupa penyeleng-garaan kepanduan, pelatihan instruktur/pembina pramuka, serta bantuan pengadaan peralatan kepramukaan. Upaya menanamkan rasa cinta tanah air dilakukan antara lain melalui kegiatan wisata remaja dan kirab remaja yang diikuti oleh perwakilan remaja dari seluruh propinsi dan wakil-wakil remaja dari negara sahabat. Kegiatan lainnya yang ditujukan untuk meningkatkan idealisme, patriotisme dan wawasan kebangsaan selama empat tahun Repelita VI adalah Forum Dialog Anak (FDA). e. Peningkatan Kemampuan Menyesuaikan dengan Masyarakat dan Lingkungan Diri

Peningkatan kemampuan anak dan remaja dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya di-

XX/16

maksudkan untuk membudayakan hidup bermasyarakat sedini mungkin. Salah satu kegiatannya adalah memberikan kesempatan bermain bersama bagi balita dengan mengutamakan permainan tradisional yang bercirikan budaya Indonesia. Sementara itu bagi anak usia sekolah dan remaja, upaya-upaya tersebut di atas dilanjutkan dengan penumbuhan kesadaran hidup bermasyarakat dan peningkatan kepekaannya terhadap lingkungan. Salah satu kegiatan pembinaan anak dan remaja yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri adalah pengembangan tempat penitipan anak (TPA) dan kelompok bermain melalui pelatihan petugas, penyediaan peralatan, penyusunan dan penyebarluasan profil panti sosial TPA dan kelompok bermain. Sampai dengan tahun 1997/98, jumlah TPA sampai dengan 1997/98 adalah 760 buah, yang berlokasi di 24 propinsi. Salah satu bentuk pembinaan remaja yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran lingkungan adalah wisata remaja cinta lingkungan bagi remaja di lingkungan OSIS yang diselenggarakan setiap tahun sejak awal Repelita VI. Selain itu, untuk lebih meningkatkan pemahaman dan tindak nyata remaja dalam pelestarian lingkungan hidup, setiap tahun dalam Repelita VI diselenggarakan "Jambore Kependudukan dan Lingkungan Hidup" yang diikuti oleh wakil-wakil organisasi kepramukaan dari seluruh propinsi di Indonesia. f. Peningkatan Peranan Keluarga dan Masyarakat

Peningkatan peran keluarga dan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan keluarga, meningkatkan dan memperluas dukungan lembaga XX/17

pendidikan sekolah dan luar sekolah, meningkatkan partisipasi masyarakat serta mendorong dunia usaha dalam pembinaan anak dan remaja. Pendalaman pengetahuan dan peningkatan keterampilan bagi para ibu mengenai pendidikan dan pengasuhan anak balita yang baik dan benar dilaksanakan melalui kelompok- kelompok bina keluarga balita (BKB). Sebagai hasil dorongan dan kerja sama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam pembinaan anak dan remaja, peran serta masyarakat luas termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), GNOTA, dan Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak Indonesia (FKPPAI) selama Repelita VI, IDI membimbing dalam perancangan dan pembuatan alat pantau tumbuh-kembang anak balita. Selain itu, pada akhir tahun 1995/96 FKPPAI telah menyelenggarakan Musyawarah Nasional II yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pembinaan dan pengembangan anak dan remaja. g. Pembinaan dan Perlindungan Hukum Anak dan Remaja

Pembinaan dan perlindungan hukum bagi anak dan remaja bertujuan untuk melindungi anak dan remaja dari perlakuan atau tindakan yang tidak sesuai dengan atau membahayakan bagi anak dan remaja baik secara fisik maupun kejiwaan. Dalam Repelita VI, kegiatan ini antara lain meliputi perlindungan terhadap anak-anak yang terpaksa bekerja dan perlindungan terhadap berbagai bentuk diskriminasi dan hukuman yang tidak mendukung proses tumbuh kembang anak. Perlindungan bagi anak yang terpaksa bekerja ditujukan untuk melindungi dan mengawasi terhadap hal yang XX/18

membahayakan keselamatan dan masa depan anak tersebut. Upaya perlindungan ini berupa pembatasan jam kerja tidak lebih dari 4 jam sehari, tidak mempekerjakan mereka pada malam hari, pemberian waktu dan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti pendidikan, dan pelaksanaan pemberian upah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) setempat. Untuk meningkatkan kualitas pengawasan dan memperluas pengawasan, diselenggarakan pelatihan peningkatan pengelolaan bagi tenaga pengawas ketenagakerjaan khususnya mereka yang menangani anak yang terpaksa bekerja. Dalam upaya awal untuk mengurangi anak yang terpaksa bekerja pada Repelita VI, telah diupayakan perbaikan penyediaan data dan informasi mengenai aspek-aspek anak yang terpaksa bekerja. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), jumlah anak usia 10-14 tahun yang terpaksa bekerja telah menurun dari 2,2 juta orang pada tahun 1993 menjadi 1,6 juta orang pada tahun 1997. Peningkatan perlindungan terhadap anak dan remaja dari berbagai bentuk diskriminasi dan hukuman yang tidak mendukung proses tumbuh kembang anak dilakukan antara lain melalui penyebarluasan dan pemasyarakatan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang ratifikasi konvensi hak anak. Selain itu dalam Repelita VI juga dilaksanakan serangkaian kajian dan penyempurnaan hukum tentang anak, yang dilakukan antara lain melalui temu karya penjabaran konvensi PBB dan Hukum Nasional, penyusunan dan penyebarluasan panduan penyuluhan hukum tentang anak, serta kajian penyempurnaan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perlindungan terhadap anak yang terpaksa bekerja dan Wajib Belajar. Dalam rangka mencegah dan mengurangi kenakalan dan penyalahgunaan obat terlarang dan XX/19

narkotika di kalangan remaja, telah dikeluarkan UU No. 7 Tahun 1997 tentang pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tahun 1988. Pelaksanaan pengawasan peredaran obat-obat terlarang dan psikotropika juga terus ditingkatkan secara terpadu antara Badan Koordinasi Pelaksana (Bakolak) bekerjasama dengan masyarakat dan pengusaha. 3. Pembinaan dan Pengembangan Pemuda

Hasil-hasil pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan pemuda sampai dengan tahun keempat Repelita VI dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Peningkatan Kesempatan Memperoleh Pendidikan

Kesempatan para pemuda memperoleh pendidikan melalui jalur formal dapat terlihat dari angka partisipasi kasar (APK) SLTA maupun APK Perguruan Tinggi (PT). Pada tahun 1997/98 APK SLTA, termasuk Madrasah Aliyah (MA) dan APK Perguruan Tinggi, termasuk Perguruan Tinggi Agama (PTA), masing-masing adalah 39,9 persen dan 12,5 persen. Angka partisipasi tersebut telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI. Dari APK tersebut tampak bahwa masih banyak pemuda yang belum menikmati pendidikan melalui jalur sekolah terutama karena kesulitan ekonomi. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka diselenggarakan pendidikan melalui jalur luar sekolah. Upaya tersebut antara lain dilaksanakan melalui berbagai pembinaan dan pelatihan di balai latihan kerja (BLK) yang telah ada di seluruh propinsi.

XX/20

b.

Peningkatan Peranserta Pemuda dalam Pembangunan

Upaya untuk meningkatkan peranserta pemuda dalam kehidupan berpolitik dan berorganisasi antara lain ditempuh melalui peningkatan pendidikan politik. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI jumlah peserta yang mengikuti pendidikan politik adalah sekitar 3.800 orang setiap tahunnya, meningkat dari sekitar 860 orang pada akhir Repelita V. Selain itu, sampai dengan tahun keempat telah diselenggarakan diskusi antarorganisasi pemuda dengan pemerintah yang bertujuan untuk menambah wawasan para pemuda dengan jumlah peserta sebanyak 8.385 orang. Dalam rangka penumbuhan semangat kewiraswastaan pemuda, telah dilaksanakan pembinaan dan pelatihan keterampilan pengelolaan koperasi pemuda di 27 propinsi dengan jumlah peserta kumulatif sebanyak 6.600 orang. Selanjutnya dalam menanggulangi kecenderungan pengangguran di kalangan pemuda terdidik, pada tahun 1996/97 telah dikembangkan kawasan industri bagi pemuda terdidik. Sebagian dari kawasan industri akan disediakan bagi kaum muda terdidik sebagai lokasi untuk mendirikan usaha. Pemuda berperan besar dalam bidang olah raga. Pembibitan olah ragawan berbakat di Pusat-Pusat Pendidikan dan Latihan Olah Ragawan Pelajar (PPLP) meningkat jumlahnya dari 250 orang pada tahun 1993/94 menjadi 749 orang pada tahun 1997/98. Upaya tersebut telah memungkinkan meningkatnya prestasi dalam berbagai cabang olah raga baik di tingkat nasional maupun internasional. Prestasi Indonesia sebagai juara umum pada Sea Games XIX di Jakarta tahun 1997 tidak terlepas dari peranserta pemuda. XX/21

Dalam rangka menumbuhkan daya cipta kreatif bagi pemuda sehingga dapat memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa, meningkatkan kebanggaan nasional, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan, dibuka dan diperluas kesempatan untuk mengembangkan minat seni dan budaya, telah diselenggarakan antara lain: pagelaran seni di taman budaya di tingkat propinsi sebanyak 459 kali, di tingkat kabupaten 641 kali, pemberian bantuan peralatan kesenian 480 unit, penyelenggaraan pameran seni sebanyak 317 kali, pengiriman misi kesenian ke luar negeri, termasuk festival persahabatan IndonesiaJepang di Tokyo pada tahun 1997. Upaya peningkatan peran serta pemuda dalam bidang pertahanan keamanan diarahkan untuk meningkatkan ketahanan nasional dan wawasan kebangsaan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain melalui penataran kewaspadaan nasional (Tarpadnas) sebanyak 718 orang dan pelatihan kader bela negara sebanyak hampir 3.000 orang. Pembinaan pemuda dalam memantapkan perilaku keagamaan bertujuan agar melalui pendekatan keagamaan, kegiatan dan kreativitas pemuda dapat lebih diarahkan pada hal-hal yang bermanfaat baik bagi diri pribadi masing-masing maupun bagi keluarga dan masyarakat. Meningkatnya hasrat pemuda mengenai perilaku keagamaan tercermin dengan meningkatnya peserta yang mengikuti sarasehan agamawan muda, yaitu dari 80 orang per tahunnya pada Repelita V, menjadi sekitar 330 orang pada akhir Repelita VI. Selain itu, dalam upaya melindungi anak dan remaja dari penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang, dilakukan pelatihan bagi para pemuda sebagai motivator. Pada Repelita VI setiap

XX/22

tahunnya lebih dari 800 pemuda mengikuti pelatihan motivator tersebut. a. Peningkatan Kepeloporan dan Pemuda dalam Pembangunan Kepemimpinan

Peningkatan jiwa kepeloporan dan kepemimpinan pemuda, diarahkan agar pemuda memiliki jiwa kejuangan, keperintisan, kepekaan terhadap lingkungan, disiplin, dan sikap mandiri, serta kepedulian sosial yang tinggi. Kegiatan yang dilakukan antara lain melalui penempatan sarjana pendamping purna waktu (SP2W); pertukaran pemuda antarpropinsi dan antarnegara; dan napak tilas jejak pahlawan; serta pengembangan Karang Taruna. Selama empat tahun telah dikerahkan sekitar 4.000 orang SP2W dari berbagai disiplin ilmu di desa-desa tertinggal sebagai pendamping kelompok IDT. Penempatan pemuda pelopor tersebut diharapkan akan mampu mendorong dan memberikan motivasi bagi masyarakat dalam mengembangkan usaha-usaha pertanian, perikanan, peternakan, dan usaha-usaha ekonomi produktif lainnya sesuai dengan kondisi setempat. Kegiatan tersebut juga telah menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial pemuda yang lebih tinggi. Selain itu, untuk mendorong pemuda dalam kepeloporannya di bidang ekonomi dan meningkatkan kepemimpinan pemuda dalam pembangunan masyarakat terus dilakukan berbagai pelatihan dalam rangka pengembangan Karang Taruna yang disertai dengan bantuan paket sarana usaha. Pada tahun 1993/94, bantuan dan pelatihan tersebut diberikan kepada 2.900 Karang Taruna dan sampai dengan tahun 1997/98 kepada 12.000 Karang Taruna. Selanjutnya pada tahun 1998/99 direncanakan pelatihan bagi 3.100 Karang Taruna dan bantuan modal kerja bagi 1.100 Karang Taruna. XX/23

Sebagai upaya untuk meningkatkan rasa cinta tanah air serta semangat persatuan, kesatuan, dan persaudaraan antarpemuda, dilaksanakan kegiatan napak tilas jejak pahlawan yang diikuti oleh 2.225 orang setiap tahunnya dan pertukaran pemuda antarpropinsi maupun antarnegara masing-masing diikuti oleh sekitar 1.500 orang dan 132 orang setiap tahunnya. d. Peningkatan Kelembagaan dan Organisasi Kepemudaan

Peningkatan kelembagaan dan organisasi kepemudaan bertujuan untuk memantapkan peran dan fungsi kelembagaan serta mekanisme kerja organisasi, sehingga dapat memperkukuh peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang mempunyai jiwa kejuangan, wawasan kebangsaan, dan kecintaan tanah air yang tinggi. Kegiatan yang dilaksanakan dalam Repelita VI antara lain meliputi pembinaan organisasi dan bantuan sarana bagi organisasi KNPI, dan organisasi kepramukaan, serta organisasi kepemudaan. Dalam rangka itu ditingkatkan dan dikembangkan kegiatan pelatihan bagi para pemimpin organisasi kepemudaan serta berbagai diskusi yang membahas berbagai masalah kepemudaan dan kebangsaan. Selanjutnya, dalam mendukung kegiatan-kegiatan tersebut sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah disebarkan sekitar 53 ribu eksemplar buku pedoman kepemudaan yang meningkat dari sekitar 33 ribu eksemplar selama Repelita V.

XX/24

TABEL XX 1 PERKEMBANGAN INDIKATOR KEMAJUAN WANITA TERHADAP PRIA 1993/94, 1994/95 1997/98

1) Angka proyeksi 2) Angka sementara, sampai dengan Novenber 1997

XX/25

You might also like