You are on page 1of 25

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN LENGKAP INDIVIDU MULTI ELUEN- KLT DUA DIMENSI

DISUSUN OLEH: NAMA NIM KELOMPOK GOLONGAN ASISTEN : SULFIYANA H. AMBO LAU : N11109257 : VII (TUJUH) : KAMIS : SAZIDHA FEBRIA ABAY MAKASSAR 2011

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, baik kekayaan fauna maupun kekayaan floranya. Tidak salah lagi bahwa di Indonesia terdapat banyak tumbuhan yang beraneka ragam lengkap dengan ciri khasnya masing-masing. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di garis khatulistiwa dengan iklim tropis sehingga tanahnya subur dan cocok untuk berbagai macam jenis tanaman ataupun biota laut. Berbicara mengenai obat, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari budaya dan konsep kesehetan dari beberapa prinsip pandang. (3:3) Di Indonesia sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan

tradisional belum didokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas modern. Di Indonesia penggunaan obat tradisional yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat. Tidak sedikit masyarakat mengalihkan kepercayaan kepada produk-produk kecantikan dan kesehatan dari bahan-bahan tradisional yang banyak diproduksi. Apabila fenomena ini didukung oleh banyaknya warisan resep dari nenek moyang kita yang teruji khasiatnya

dan kenyataan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati jenis tumbuhan obat ataupun biota laut (3:3) Manfaat keanekaragaman hayati dan biota laut tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna dan penghasil senyawa organic yang sejenis dan jumlahnya tak terhingga. Salah satunya adalah sampel biota laut yaitu spons Cribrochalina olemda merupakan biota laut yang memiliki kegunaan dari metabolit sekunder yang dihasilkan. Flavonoid, alkaloid dan lain sebagainya merupakan contoh, dimana diketahui bahwa komponenkomponen kimia tersebut memiliki khasiat masing-masing. Oleh karena itu, dilakukanlah percobaan isolasi senyawa bioaktif dimulai dari penyiapan sampel, ektraksi yaitu maserasi, partisi (ECC-ECP),

kromatografi lapis tipis, kromatografi vakum, fraksinasi, reaksi identifikasi, kromatografi lapis tipis preparatif dan pada tahap ini yaitu multi eluen dan kromatografi lapis tipis dua dimensi untuk menperoleh senyawa tunggal yang diinginkan.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami cara pemisahan sampel dengan metode multi eluen dan kromatografi lapis tipis dua dimensi. I.2.2 Tujuan Percobaan Melakukan isolasi komponen kimia dari sampel Cribrochalina olemda dengan metode multi eluen dan kromatografi lapis tipis dua dimensi. I.3 Prinsip Percobaan 1. Multi Eluen Pemisahan komponen kimia atau senyawa dari spons

Cribrochalina olemda berdasarkan prinsip adsorpsi dan partisi dengan menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam dan beberapa perbandingan eluen dengan tingkat kepolaran tertentu untuk

mempertegas dan memastikan adanya senyawa tunggal. 2. KLT dua dimensi Pemisahan komponen kimia atau senyawa dari spons

Cribrochalina olemda berdasarkan prinsip adsorpsi dan partisi dengan menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam, dimana lempeng setelah terelusi dielusi lagi dengan putaran 900 pada profil KLT, dimana ini akan memperpanjang lintasan noda (Rf) untuk menunjukkan senyawa tunggal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Uraian Sampel (1) 1. Klasifikasi Kingdom Filum Class Ordo Subordo Family Genus Spesies
2. Deskripsi (2)

: Animalia : Porifera : Demospongiae : Haplosclerida : Haplosclerina : Niphatidae : Cribrochalina : Cribrochalina olemda

Ciri-ciri

:Bentuk memanjang membentuk koloni, warna abu-

abu, spikul tidak menonjol sehingga permukaan luar lebih halus. Habitat :Perairan karang dan biasanya dijumpai dilereng

karang yang tenang dan agak keruh. Distribusi : Western Central Pacific: Indonesia.

Tipe pemakan : Filter feeder


3. Kandungan kimia (2)

Semua jenis biota laut tidak terkecuali spons, menghasilkan metabolisme primer dan juga metabolisme sekunder. Sebagian besar mengandung metabolisme sekunder berupa alkaloid,

terpenoid, dan steroid pada survei. Adapun urutan terbanyak yaitu alkaloid, terpenoid kemudian steroid. Pada sampel ini yaitu

Cribrochalina olemda senyawa yang dihasilkan berupa senyawa alkaloid pada seluruh bagian tanaman. KLT (Kromatografi Lapis Tipis) (5:13) Prinsip KLT (Kromatografi Lapis Tipis) adalah pemisahan secara fisikokimia. Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorpsi dan partisi dimana komponen kimia bergerak mengikuti cairan pengembangnya karena adanya daya serap adsoren terhadap komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia bergerak dengna kecepatan berbeda dan hal ini menyebabkan pemisahan. Lapisan yang memisah terdiri dari fase diam ditempatkan dalam penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan seperti bercak noda. Setelah plat/lapisan ditaruh di dalam bejana yang ditutp rapat berisi fase gerak/pemisah terdeteksi. Pada KLT (Kromatografi Lapis Tipis), jarak tempuh senyawa dinyatakan sebagai nilai Rf (Retardation Factor). Nilai Rf = jarak yang ditempuh senyawajarak tempuh fase gerak Contoh: Diketahui: jarak tempuh senyawa = 7 cm Jarak tempus fase gerak = 10 cm Nilai Rf = 7 cm10 cm=0,7 cm terjadi selama pengembangan senyawa berwarna

Factor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf dari KLT (Kromatografi Lapis Tipis): (5:14) a. Struktur kimia dari senyawa yang akan dipisahkan

b. Tebal

dan

kerataan

lapisan

penyerap,

ketidakrataan

akan

menyebabkan aliran pelarut menjadi tidak rata. c. Pelarut dan kemurniannya d. Jumlah cuplikan yang digunakan e. Panjang lempeng migrasi 1. Prinsip Penampakan Noda a. Pada UV 254 nm Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. b. Pada UV 366 nm Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
c. Penyemprotan H2SO4 10%

Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang

gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata. Tabel tetapan dielektrik senyawa dari nonpolar ke polar: (3:364) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Pelarut n-heksan Heptana Sikloheksana Benzene Kloroform Eter Etil asetat Aseton Etanol Methanol Air Titik didih (0C) 68,7 98,4 81,4 80,1 61,3 34,6 77 56,5 78,5 64,6 100 Tetapan dielektrik 1,89 1,924 2,023 2,284 4,806 4,36 6,02 20,7 24,3 34,62 88,32

Multi eluen adalah penggunaan eluen atau fase gerak yang berbeda yang memungkinkan pemisahan analit dengan berdasarkan tingkat polaritas yang berbeda.(3:364) Cara yang paling kurang dihargai tetapi penting untuk memperbaiki pemisahan ialah pengembangan berganda. Pada metode ini, pelat dikembangkan satu kali, diangkat dari bejana, dikeringkan dan

dikembangkan lagi di dalam eluen yang sama. Pada kenyataan ini meniru jarak pengembangan yang diperpanjang dua kali pengembangan. Cara ini sangat menghemat waktu kereana lsju pengembangan menurun dengan

cepat ketika pelarut bergerak ke atas lapisan, dan pengembangan kedua biasanya lebih cepat daripada pengembangan pertama. (6:14) KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai

karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda. (3:364) Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu system fase gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar 90, dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak kedua, sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi. (3:364) Penggunaan multi eluan dan KLT 2 dimensi digunakan untuk pemisahan beberapa senyawa dengan karakteristik kimia dengan nilai Rf yang hampir sama dengan pemisahan analit berdasarkan perbedaan polaritasnya masing-masing. (3:364) KLT dua dimensi dan multieluen memiliki prinsip yang sama yaitu adsorbs dan partisi tetapu yang membedakan pada KLT 2 dimensi didasarkan pada proses elusi yang bertujuan unutk memperpanjang jarak lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal sedangkan pada multi eluen jumlah totolannya yang berbeda yaitu berupa cuplikan yang

ditotolkan pada lempeng yang berbeda dengan eluen yang berbeda pula. (4:46) Kromatografi planar adalah satu-satunya teknik kromatografi dimana kromatografi dua dimensi dapat dilakukan. Ini merupakan alat pemisahan yang baik dan cukup sering dilirik sebagai suatu prosedur untuk dilakukan. Sayangnya kebanyakan pemisahan dua dimensi dahulunya telah melibatkan pemisahan kurang lebih 20 jenis asam amino pada selulosa atau silika gel, dimana prosedurnya memakan waktu seharian untuk dilakukan dan hanya satu sampel per lempeng yang bisa dianalisa dalam satu waktu. Hasilnya adalah suatu kromatogram seperti cetakan jari, mengidentifikasi noda dengan membandingkannya dengan standar sangat memakan waktu dan harus dilakukan terpisah pada kondisi eluen yang sama. Bagaimanapun juga suatu metode telah dikembangkan. Dulunya asam amino telah dipisah dengan cara ini selama berabad-abad. (4:46) Dalam hal ini untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk memilih dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan pelarut yang sama ini cukup sulit tetapi penting. (4:46) Gambar mekanisme KLT 2 dimensi: (4:47)

Gambar multi eluen: (4:69-70)

UV 254

UV 366

UV 254

UV 366

Eluen :

Heksan : CHCl3 ( 3 : 1 ) Heksan : Etil asetat ( 4 : 1 ) Heksan : Etil asetat ( 1 : 1 )

BAB III

METODE KERJA III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah chamber, gegep, gunting, lampu UV 254 nm, lampu UV 366 nm, oven, penggaris, pensil, penyemprot KLT (spray), pinset, pipa kapiler, pipet skala, pipet tetes, tissue, vial. III.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak sampel

Cribrochalina olemda, H 2 SO 4 10%, kloroform, lempeng GF 254, metanol. III.2 Cara Kerja 1. Multi Eluen a. Disiapkan alat dan bahan
b. Disediakan lempeng yang sudah diaktifkan, ditotolkan sampel

pada lempeng yang berbeda c. Masing-masing lempeng dielusi dengan 3 eluen yang berbeda tingkat kepolarannya
d. Setelah terelusi, dilihat penampakan nodanya di lampu UV 254

nm dan UV 366 nm.


e. Untuk memperjelas noda disemprot dengan H2SO4 10% lalu

keringkan di oven. 1. KLT Dua Dimensi


a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditotolkan sampel pada salah satu sisi lempeng dengan ukuran

10 x 10 cm.
c. Dimasukkan

lempeng ke dalam chamber yang telah

dijenuhkan, lalu tunggu hingga terelusi


d. Setelah mencapai batas atas, ambil dan dikeringkan, lalu

diputar 90 o, k e m u d i a n d i e l u s i l a g i
e. S e t e l a h d i e l u s i k e - 2 mencapai batas atas, dikeluarkan

dari chamber dan dikeringkan kembali


f. Dilihat penampakan nodanya pada UV 254 nm dan UV

366 nm.
g. Disemprot dengan H2SO4 10%, masukkan dalam oven dan amati

penampakan noda.

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Data pengamatan


1. Dari 2 pita yang dikeruk dan dilanjutkan ke KLT 2 dimensi

dan multi eluen dengan perbandingan eluen untuk multi eluen heksan : etil asetat = 5:1 (6ml), heksan : etil asetat = 2 : 1 (3ml) dan etil asetat : methanol = 5 : 1 semuanya menampakkan noda tunggal yang naik sesuai tingkat kepolarannya
2. Serta untuk KLT 2 dimensi menggunakan eluen heksan : etil = 5 ; 1 ( 6 ml)

IV.2 Gambar Sampel Gambar penyiapan sampel sampai KLT 2 dimensi

Cribrochalina olemda

Gambar penampakan noda pada UV 254 Eluen Heksan:etil 5:1

Gambar penampakan noda pada UV 366 Eluen Heksan:etil 5:1

Gambar penampakan noda setelah disemprot H2SO4 10% Eluen Heksan:etil 5:1

Hasil kromatografi vakum

Penampakan noda pada UV 254

Penampakan noda pada UV 366

Penampakan noda setelah disemprot H2SO4 10%

KLTP, Penampakan noda UV 254 nm

KLTP, Penampakan noda UV 366 nm

Penampakan noda UV 254 1. Eluen heksan:etil asetat 5:1 2. Eluen heksan:etil asetat 2:1 3. etil asetat:metanol 5:1

Penampakan noda UV 366 1. Eluen heksan:etil asetat 5:1 2. Eluen heksan:etil asetat 2:1 3. etil asetat:metanol 5:1

Eluen 1 heksan:etil asetat (5:1)

Eluen 1 heksan:etil asetat (5:1)

UV 254 nm

UV 366 nm

Eluen 2 etil asetat:metanol (5:1) UV 366 nm

Eluen 2 etil asetat:metanol (5:1) UV 254 nm

IV.3 Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan multi eluen dan KLT dua dimensi. Untuk pengerjaan multieluen, ekstrak yang telah disentrifus tersebut dilarutkan dengan methanol pa : kloroform pa (1:1). Sampel di sentrifuge untuk mengendapkan atau memisahkan partikel yang tak terlarut dalam methanol pa : kloroform pa (1:1) dimana partikel yang larut mengandung senyawa yang di butuhkan dalam percobaan. Digunakan kloroform pa karena pelarut tersebut baik untuk penotolan pada lempeng sebab memenuhi syarat pelarut yang bisa digunakan untuk penotolan pada lempeng yaitu dapat melarutkan ekstrak dan mudah menguap. Meskipun sebenarnya

pelarut lain bisa juga digunakan asalkan memenuhi syarat tersebut.

Kloroform tidak spesifik atau harus digunakan untuk melarutkan ekstrak pada percobaan ini. Setelah ekstrak dilarutkan dengan methanol pa :kloroform pa (1:1), ditotolkan pada lempeng yang sudah diaktifkan. Eluen yang digunakan adalah mulai dari perbandingan eluen yang nonpolar ke polar tetapi perbedaan tingkat kepolarannya hanya sedikit antara satu dengan yang lainnya yaitu heksan : etil asetat = 5 : 1 ; heksan : etil = 2 :1 dan etil : asetat ; 5:1. Digunakan ketiga eluen yang perbedaan tingkat kepolarannya berbeda sedikit ini agar bisa dilihat pergerakan noda atau hasil dari elusinya, apakah noda yang ingin dibuktikan tunggal atau bisa dilihat kenaikannya sedikit demi sedikit sehingga jelas hasilnya, karena itu dipilih eluen yang bersifat non-polar ke polar. Eluen yang dipilih tidak boleh memiliki perbedaan tingkat

kepolaran yang jauh apa lagi kalau eluen kedua atau ketiga melebihi kepolaran dari eluen y a n g d i g u n a k a n p a d a K L T P . E l u e n - e l u e n t e r s e b u t t i d a k b o l e h m e m i l i k i kepolaran yang lebih tinggi dari KLTP, harus berdekatan sehingga kenaikan noda pun terlihat jelas. Setelah terelusi dengan menggunakan ketiga eluen dari nonpolar hingga polar, dilihat penampakan atau kenaikan nodanya pada UV 254 nm, UV 366 nm dan setelah disemprot H 2 SO 4 10%. Pada percobaan ini didapatkan hasil yang diinginkan. Setelah dilihat penampakan nodanya pada UV 254 nm, UV366 nm dan setelah disemprot H 2 SO 4 10%, noda yang telah ditotolkan menampakkan 1 noda tunggal pada ketiga lempeng dimana semakin polar eluen semakin tinggi noda (nilai Rf).

Untuk KLT dua dimensi dilarutkan ekstrak dengan methanol pa : kloroform pa (1:1), lalu ditotolkan pada lempeng yang s u d a h diaktifkan dibuat perbandingan eluen hexan:etil asetat = 5 : 1 . Dielusi hingga batas atas. Setelah mencapai batas atas dikeringkan sebentar dengan diangin-anginkan lalu diputar 900 dan dielusi lagi untuk memperpanjang jarak lintasannya. Dimana ini memungkinkan agar noda atau senyawa yang diinginkan dapat tampak lebih jelas dengan jarak tempuh yang lebih jauh sehingga dielusi lagi. Eluen kedua yang digunakan yaitu etil asetat:metanol 5:1. Setelah dielusi kedua mencapai batas atas dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Dilihat penampakan atau kenaikan nodanya pada UV 254 nm, UV 366 nm dan setelah disemprot H2SO4 10% yang telah dikeringkan dalam oven.

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa:
3. Dari 2 pita yang dikeruk dan dilanjutkan ke KLT 2 dimensi

dan multi eluen dengan perbandingan eluen untuk multi eluen heksan : etil asetat = 5:1 (6ml), heksan : etil asetat = 2 : 1 (3ml) dan etil asetat : methanol = 5 : 1 semuanya menampakkan noda tunggal yang naik sesuai tingkat kepolarannya
4. Serta untuk KLT 2 dimensi menggunakan eluen pertama yaitu heksan : etil = 5

; 1 ( 6 ml) dan eluen kedua etil asetat:metanol 5:1. V.2 Saran Tetap semangat dan bersabar dalam menghadapi para praktikan

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.marinespecies.org/porifera/porifera.php? p=taxdetails&id=190757. Diakses 14, November, 2011. 2. http://www.poppe-images.com/?t=17&photoid=941453. November, 2011.


3. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis.

Diakses

14,

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


4. http://www.scribd.com/doc/23648388/24/III-6KLT-Dua-Dimensi-dan-

Multi-Eluen. diakses tanggal 25, November, 2011.


5. Alam, Gemini dkk. 2011. Penuntun Praktikum Fitokimia I. Makassar :

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.


6. Alam, Gemini dkk. 2011. Penuntun Praktikum Isolasi Senyawa

Bioaktif. Makassar : Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Lampiran Skema Kerja

1. Multi Eluen 2 vial (ekstrak) dilarutkan dengan methanol pa : kloroform pa (1:1) Disiapkan perbandingan eluen Hexan : Etil asetat = 5 : 1, Hexan : Etil asetat = 2 : 1dan Etil asetat : metanol = 5:1

Sampel/isolat ditotolkan pada masing-masing lempeng berbeda Dielusi dengan ketiga eluen yang telah disiapkan

Dilihat pada UV 254 nm, UV 366 nm dan setelah disemprot H2SO4 10% Tampak noda tunggal yang semakin polar eluen semakin tinggi nodanya (nilai Rf)

2. KLT Dua Dimensi EkstrakDilarutkan dalam methanol;kloroform (1:1)

Disiapkan eluen heksan : etil asetat = 5 : 1, ditotolkan pada lempeng

Dielusi hingga batas atas Diputar 90 dan dikeringkan Dielusi lagi dengan eluen heksan : etil asetat = 5 : 1 hingga batas atas
o

Dikeluarkan lempeng dari chamber dan dikeringkan Dilihat penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366 nm dan setelah disemprot H2SO4 10 %

You might also like