You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, pelayanan apoteker merupakan salah satunya. Tentu saja pelayanan yang dimaksudkan adalah pelayanan yang baik dan bermutu yang mana bukan berorientasi pada drug oriented melainkan berubah menjadi patient oriented yang berlandaskan pada

pharmaceutical care. Pelayanan yang bermutu selain dapat mengurangi terjadinya risiko medication eror, juga dapat memenuhi kebutuhan serta tuntutan masyarakat sehingga masyarakat akan memberikan persepsi yang baik terhadap apotek dan apotekernya. Namun yang terjadi selama ini adalah masyarakat hanya menganggap bahwa pekerjaan apoteker hanyalah meracik dan membuat obat-obatan di apotek dan kurang memiliki peran dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Anggapan seperti ini tentu saja tidak dapat dibiarkan terus berlarut-larut karena selain dapat merugikan apoteker, juga dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Sebab sebenarnya masyarakat dapat mangambil banyak sekali manfaat dari pelayanan apoteker. Munculnya persepsi buruk terhadap apoteker tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurang optimalnya kinerja apoteker dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, dalam makalah yang berjudul Optimalisasi Peran Apoteker dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat ini akan dibahas mengenai hubungan masyarakat dengan apoteker dalam lingkup kerja komunitas klinik meliputi peran apoteker dalam melayani masyarakat Indonesia demi meningkatkan kesejahteraan bangsa di bidang kesehatan, kendala-kendala yang dihadapi apoteker dalam menjalankan tugasnya, serta peran nilai-nilai Pancasila dalam pembentukkan moral apoteker.

1.2 Rumusan Masalah 1. Sejauh ini bagaimana peran apoteker dalam pelayanan kesehatan masyarakat? 2. Kendala apa saja yang ditemui apoteker dalam menjalankan peran?
1

3. Bagaimana peran nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan dan perbaikan moral apoteker?

1.2 Tujuan 1. Mengetahui peran apoteker dalam meningkatkan kualitas pelalyanan kesehatan terhadap masyarakat. 2. Mengetahui kendala-kendala yang ditemui apoteker dalam menjalankan profesinya. 3. Mengetahui sejauh mana peran nilai-nilai Pancasila dalam pembentukann dan perbaikan moral apoteker.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Peran Apoteker dalam Pelayanan Kesehaatan Masyarakat Pada dasarnya, kesehatan menyangkut semua aspek segi kehidupan, baik dimasa lalu, masa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas. Dalam sejarahnya, telah terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran mengenai upaya mencari solusi kesehatan. Pada hakekatnya proses perubahan orientasi nilai dan pemikiran tersebut selalu berkembang selaras dengan perkembangan ilmu, teknologi dan sosial budaya. Upaya kesehatan yang semula berupa upaya untuk penyembuhan penderita, secara berangsur-angsur berkembang ke arah upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan. Upaya kesehatan yang luas dan kompleks tersebut diselenggarakan dengan berdaya guna dan berhasil guna. Pelayanan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif akan banyak sekali berkaitan dengan obat-obatan. Oleh karena itu salah satu upaya dalam bidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan mutu pelayanan obat melalui peningkatan ketepatan, rasionalisasi, efisiensi penggunaan dan informasi obat (Bahar,Akbar.2011). Karena itu, peran apoteker sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik apoteker di rumah sakit atau biasa yang kita sebut sebagai pelayanan farmasi klinik maupun apoteker dalam pelayanan farmasi nonklinik memiliki peran dan tanggung jawab yang sama penting dan saling berkaitan satu sama lainnya. Tanggungjawab apoteker dalam pelayanan farmasi nonklinik berupa pelayanan produk, yaitu berupa perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat-obatan yang dibutuhkan di rumah sakit, sedangkan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang dilakukan secara langsung dan memerlukan interaksi dalam pelaksanannya baik dengan pasien maupun dokter dan perawat, antara lain pelayanan obat atas order dokter, pendistribusian obat dan produk farmasi pada pasien dan perawat, serta pelayanan konseling dan informasi obat (Oktora,Monika.2011). Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, peran dan tanggung jawab apoteker adalah sebagai berikut:

Peran: 1. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagian pemastian mutu (Quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control). 2. Sebagai penanggung jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yaitu apotek, di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. 3. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. 4. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA Tanggung Jawab: 1. Melakukan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) di apotek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dar bahaya penyalahgunaan atau penggunaan sediaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. 2. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang menyangkut proses produksi, distribusi, dan pelayanan dari sediaan farmasi termasuk rahasia pasien. 3. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produk sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu sediaan farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi. 4. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu. 5. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.

6.

Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendala biaya, yang dilakukan melalui audit kefarmasian.

7. Menegakkan disiplin dalam menyelenggaraan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.

Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan, pada negara-negara maju, orientasi pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi (drug oriented) kini telah bergeser menjadi pelayanan yang komperhensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasiennya (patient oriented). Inilah yang disebut dengan Pharmaceutical Care, yang menjadi point penting peran apoteker di rumah sakit. Peran farmasi klinik sendiri memberikan dampak yang baik terhadap berbagai outcome terapi pada pasien, baik dari sisi humanistik (kualitas hidup, kepuasan), sisi klinik (kontrol yang lebih baik pada penyakit kronis), dan sisi ekonomis (pengurangan biaya kesehatan) (Oktora,Monika.2011). Outcome yang diharapkan meliputi penyembuhan penyakit, menghilangkan atau mengurangi gejala yang dialami pasien, menghambat atau memperlambat proses penyakit, dan mencegah kemungkinan munculnya penyakit. 2.2 Kendala yang Ditemui Apoteker dalam Menjalankan Perannya APOTEKER Krisis percaya diri yang dialami oleh sebagian besar apoteker merupakan kendala yang sangat berpengaruh pada peran apoteker dalam menjalankan tugasnya. Mereka merasa kurang percaya diri terutama ketika bekerjasama dengan dengan rekan sejawat mereka, yaitu dokter. Sebagian besar apoteker merasa kemampuan mereka masih jauh di bawah dokter, sehingga kinerja mereka menjadi tidak maksimal. Mindset inilah yang seharusnya diubah oleh apoteker jaman sekarang. Ketika mereka sudah diterima di dunia kerja pun, beberapa dari mereka harus menghadapi masalah lain, yaitu standar gaji yang tidak terpaut jauh dengan AA (asisten apoteker) yang notabene setara dengan lulusan SMA. Begitu rendahnya nilai tawar profesi apoteker dengan tanggungjawabnya yang berat namun dengan gaji yang jauh lebih rendah dari dokter. Standar gaji apoteker yang termasuk rendah, bahkan bisa dikatakan sangat rendah apabila dibandingkan dengan tingkat kesulitan ilmu (baik saat kuliah maupun saat praktek di
5

lapangan) dan risiko pekerjaan yang akan dihadapi. Pekerjaan apoteker tentu sangat berhubungan dengan keselamatan jiwa seseorang, karena sangat erat hubungannya dengan obat yang notabene racun bagi tubuh. PASIEN Pasien pada umumnya sudah sangat nyaman dengan pelayanan dari dokter dan tenaga kesehatan lain dibanding dengan pelayanan dari apoteker ketika akan mengkonsultasikan obat yang seharusnya diminum. Padahal sangat jelas bahwa kewenangan memberikan obat serta hak konseling merupakan salah satu kewenangan dari apoteker. Masyarakat kurang mempercayai kredibilitas apoteker, mereka lebih percaya pada dokter dan perawat. Apresiasi masyarakat terhadap profesi apoteker sangat kurang. Hal ini bisa disebabkan kurangnya kontribusi apoteker kepada masyarakat. Sangat banyak orang tidak mengenal apa itu profesi apoteker, tapi yang lebih parah, apotekernya sendiri yang sering tidak mengenal apa itu profesi apoteker.

SISTEM Di Indonesia, sistem yang berlaku di bidang kesehatan bisa dibilang rancu, karena sering terjadi pencurian lahan kerja di sana-sini antar tenaga kesehatan. Seperti perawat yang harusnya merawat pasien di rumah sakit, tapi mereka membuka klinik di rumah layaknya seorang dokter. Ada juga dokter yang menulis resep tapi ternyata punya lemari obat di tempat praktiknya, sehingga pasien langsung mendapat obat tanpa melalui tangan apoteker. Di apotek sendiri juga sering tidak sesuai dengan membuka praktek tapi tidak ada apotekernya karena apoteker penanggungjawabnya sedang berkerja di tempat lain yang secara undangundang kefarmasian hal tersebut dilarang. Dari segi organisasinya, IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) masih kurang visioner dalam menjalankan fungsinya dibandingkan dengan organisasi keprofesian lain seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia), IDGI (Ikatan Dokter Gigi Indonesia), maupun PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). Organisasi profesi apoteker ibarat berhibernasi, tidur cukup lama. Organisasi ini sepertinya tidak menyentuh para Apoteker dan calon Apoteker yang masih menimba ilmu di bangku kuliah bahkan mungkin saja ada yang tidak tahu apa itu IAI.

2.3 Peran nilai-nilai pancasila dalam pembentukan dan perbaikan moral apoteker Dalam kehidupan bermasyakarakat diperlukan penerapan dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Begitu pula dalam menjalankan profesi sebagai seorang apoteker. Secara etimologis istilah Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta. Menurut Prof. Mr. H. Muhammad Yamin, istilah Pancasila memiliki dua macam arti, yaitu: a. Panca Syila yang berarti lima dasar atau lima alas atau lima sendi b. Panca Syila yang berarti lima aturan tingkah laku yang baik atau lima aturan tingkah laku yang penting atau lima aturan tingkah laku yang senonoh Secara Historis, Pancasila berasal dari ajaran moral dari agama Budha yang berarti lima aturan berupa lima pantangan yaitu: a. Larangan membunuh b. Larangan mencuri c. Larangan berzina d. Larangan berdusta e. Larangan minum minuman keras Secara Terminologis, istilah Pancasila dipakai untuk memberi nama dasar filsafat Negara Republik Indonesia melalui suatu proses. Jadi, Pancasila yang selama ini dikenal oleh masyarakat Indonesia berasal dari pemikiran-pemikiran tokoh nasional yang kemudian diolah dengan sebuah proses yang cukup panjang. Pancasila bersifat simbolik universal yang maksudnya adalah nilai-nilai Pancasila bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai bidang kehidupan.Begitu pula dalam bidang profesi apoteker. Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian. Apoteker, sebagai salah satu profesi yang dituntut untuk mampu berinteraksi dengan masyarakat diharapkan dapat menerapkan nilainilai Pancasila dalam menjalankan profesinya itu. Seorang apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya (Kode Etik Apoteker: pasal 3). Berdasarkan
7

kode etik tersebut, berarti apoteker harus mampu menerapkan sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila tersebut mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan suatu hal sebagaimana mestinya. Selain berpegang teguh pada kemanusiaan, seorang apoteker juga wajib menjalankan nilai-nilai yang disebut eight star of Pharmacist demi terciptanya harmonisasi antara dunia farmasi dengan masyarakat. Eight star of Pharmacist adalah suatu nilai-nilai yang harus dimiliki sebagai seorang farmasis untuk bisa memberikan pelayanan dan kontribusi yang baik dalam pekerjaan maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Delapan bintang itu meliputi : 1. Leader : seorang farmasis harus punya jiwa kepemimpinan yang kuat, baik memimpin diri sendiri, atau orang lain dan tanggung jawab dalam semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat. 2. Decision Maker : Seorang farmasis harus berpondasikan kecocokan, kemanjuran, aman dan harga yang efektif serta memainkan peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. 3. Communicator : Seorang farmasis harus bisa menjelaskan informasi kesehatan dan obat-obatan pada masyarakat serta berpengetahuan dan percaya diri ketika berinteraksi dengan tenaga kesehatan. 4. Long Life Learner : Seorang farmasis harus belajar bagaimana menjaga ilmu pengetahuan dan keterampilan mereka tetap up to date. 5. Teacher : Seorang farmasis tidak hanya membagi ilmu pengetahuan pada yang lainnya, tapi juga memberi peluang pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan dan menyesuaikan keterampilan yang telah dimilikinya. 6. Care Giver : Seorang farmasis mampu menjelaskan gaya hidup sehat, simptom penyakit serta pelayanannya harus dengan mutu yang tinggi. 7. Manager : Seorang farmasis harus bisa mengelola dan mengatur segala sumber daya (SDM, fisik dan keuangan) dan informasi secara efektif serta tanggung jawab yang lebih besar untuk bertukar informasi tentang obat dan produk yang berhubungan dengan obat serta kualitasnya.

8. Researcher : Seorang farmasis harus bisa menggunakan sesuatu berdasarkan bukti (ilmiah, praktek farmasi, sistem kesehatan) yang efektif dalam memberikan nasehat pada pengguna obat secara rasional dalam tim-tim pelayanan kesehatan. Dengan mengaplikasikan Pancasila dan melaksanakan eight star of Pharmacist dalam menjalankan profesinya, seorang apoteker akan dapat menerapkan philosophy

pharmaceutical care yaitu bertanggungjawab dalam menentukan terapi obat dengan tujuan mendapatkan hasil nyata yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Seperti beberapa masalah dalam dunia farmasi maupun apoteker yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh yaitu masalah tentang pelayanan apoteker yang bekerja di apotek bisa dibilang kurang optimal. Hal itu disebabkan ada beberapa apoteker yang menyalahgunakan profesinya untuk memiliki lebih dari satu apotek. Menurut peraturan yang berlaku dalam PP No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seharusnya seorang apoteker hanya boleh memiliki satu apotek. Menurut beberapa pihak, hal tersebut tidak menjadi masalah. Namun, ternyata hal tersebut berdampak pada pelayanan masyarakat yang akan kurang optimal. Masyarakat sebenarnya dapat berkonsultasi obat langsung dengan seorang apoteker, namun jika satu orang apoteker memiliki dua apotek, itu berarti tidak efektif. Seorang apoteker seharusnya mampu melihat dari sisi kemanusiaan, moral, serta hati nurani yang ia miliki. Dengan demikian sangat erat hubungannya antara hati nurani seorang farmasi dalam menjalankan profesinya itu karena menyangkut orang banyak. Hati nurani tersebut dapat tumbuh dengan sehat jika dilandasi dengan iman yang kuat. Hal itu juga sesuai dengan penerapan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah memiliki hati nurani yang berlandaskan iman, maka akan tercipta seorang apoteker yang mampu menghadapi segala masalah yang akan dihadapi dan mampu berkontribusi untuk masyarakat. Dengan kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, berarti juga turut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan tujuan utama bangsa dan tercantum dalam sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan Berdasarkan pokok permasalahan dan hasil diskusi bersama, sebagaimana diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dapat disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, mengenai peran apoteker dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Peran apoteker sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik apoteker di rumah sakit atau biasa yang kita sebut sebagai pelayanan farmasi klinik maupun apoteker dalam pelayanan farmasi nonklinik. Peran-peran apoteker dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Kedua, mengenai kendala apa saja yang ditemui apoteker dalam menjalankan perannya. Kendala tersebut dapat berasal dari sisi apoteker sendiri yang merasa tidak percaya diri setelah terjun langsung dalam dunia kerja terutama saat bekerja sama dengan dokter, dari sisi pasien yang kurang mempercayai kredibilitas apoteker, dan dari sistem yang berlaku di bidang kesehatan yang bisa dibilang rancu karena sering terjadi pencurian lahan kerja di sana-sini antar tenaga kesehatan. Ketiga, mengenai peran nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan dan perbaikan moral apoteker. Berdasarkan kode etik apoteker pasal 3, apoteker harus mampu menerapkan sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila tersebut mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati seorang farmasis yang berkaitan erat dalam menjalankan profesinya itu karena menyangkut orang banyak. Hati nurani tersebut dapat tumbuh dengan sehat jika dilandasi dengan iman yang kuat. Hal itu juga sesuai dengan penerapan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, berarti juga turut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan tujuan utama bangsa dan tercantum dalam sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

10

3.2. Saran Pertama, agar dalam rangka melaksanakan tugas, apoteker lebih mendapatkan pembinaan dan pembinaan guna memantapkan penjiwaan terhadap Kode Etik Apoteker Indonesia. Dengan demikian, kelalaian yang dilakukan oleh apoteker sendiri akan terhindar dan apoteker tidak melakukan hal-hal yang menyimpang dan merugikan masyarakat. Kedua, agar dalam peraturan perundang-undangan dalam bidang kefarmasian yang akan datang mencantumkan beberapa pasal yang membahas hubungan antara apoteker dengan pasien dan apoteker dengan tenaga kesehatan lainnya. Dengan demikian, hak dan kewajiban masing-masing pihak menjadi lebih jelas, sehingga pasien lebih mengerti perbedaannya dengan jelas dan lebih mengerti apa itu profesi apoteker. Ketiga, agar IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) lebih peduli dengan kehidupan dan nasib apoteker di Indonesia. Sehingga bila terjadi permasalahan yang berhubungan dengan kinerja apoteker bisa diselesaikan dengan tuntas tanpa merugikan berbagai pihak. Selain itu masyarakat bisa lebih mengetahui peran dan fungsi IAI Keempat, agar pemerintah merealisasikan nilai.nilai pancasila dalam kebijakankebijakan yang akan dibuat terutama berkaitan dengan bidang kefarmasian. Selain itu,perlu adanya kesadaran dalam diri apoteker sendiri dalam mengamalkan nilai.nilai pancasila dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat.

11

DAFTAR PUSTAKA

Oktora,Monika, 2011, Kemajuan Farmasi Klinik, Kebangkitan Apoteker Rumah Sakit, http://apotekerbercerita.wordpress.com/2011/03/15/kemajuan-farmasi-klinikkebangkitan-apoteker-rumah-sakit/, diakses 28 November 2011. Bahar,Akbar, 2011, Transisi Peran Apoteker dalam Dunia Kesehatan,

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/07/17/transisi-peran-apotekerdalam-dunia-kesehatan/, diakses tanggal 28 November 2011. Anonim, Tugas, Peran, dan Tanggungjawab Apoteker Menurut PP 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, http://www.scribd.com/doc/26412002/tugasdan-peran-apoteker-sesuai-PP-51, diakses tanggal 29 November 2011. Suhadi, 2001, Pendidikan Pancasila, Yayasan Pembianaan Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

12

You might also like