You are on page 1of 37

BAB I PENDAHULUAN

Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadran pasien. Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Definisi Anastesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Definis yang ditegakkan oleh The American Board of Anesthesiology pada tahun 1989 ialah mencakup semua kegiatan profesi atau praktek yang meliputi kegiatan sebagai berikut : 1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anastesia. 2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat ppembedahan, persalinan, atau pada saat dilakukan kegiatan terapetik. 3. Memantau dan memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan pada pasien dalam keadaann kritis. 4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri. 5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 6. Membuat evaluasi fungsi pernapasan dan mengobati gangguan fungsi pernapasan. 7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan personil paramedik dalam bidang anastesi, perawatan pernapasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis. 8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan respons terhadap obat.

9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban.

Trias anestesi adalah hilangnya rasa sakit, relaksasi otot dan hilangnya kesadaran. Anestesi bisa terjadi dengan obat yang reversibel baik yang diberikan secara lokal maupun umum. Prinsip anestesi lokal hanya menghilangkan rasa sakit, dengan / tanpa relaksasi otot dan tanpa hilangnya kesadaran. Anestesi umum prinsipnya adalah hilangnya kesadaran yang diperlukan untuk melalukan tindakan bedah besar.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Anestesi Umum Anestesia umum adalah ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai oleh hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh.

2.2

Mekanisme Anestesi Umum Mekanisme anestesi umum antara lain : 1. Penurunan depresi SSP selama anestesi umum, sebagai berikut :  melalui pusat kortikal dan pusat psikis  basal ganglia dan serebelum  spinal cord  pusat-pusat medulla 2. Pemberian operasi anestesi umum :  Inhalasi  Intravena  Intramuscular  Oral  Rectal 3. Trias anestesi umum :  Tidak sadar yang reversible  Tidak merasa sakit diseluruh tubuh  Relaksasi otot

2.3

Indikasi Anestesi Umum Indikasi untuk dilakukan anestesi umum antara lain :  Infant dan anak usia muda  Dewasa yang memilih anestesi umum  Pembedahan luas atau ekstensif  Penderita sakit mental  Pembedahan lama

 Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan  Riwayat pasien toksis atau akergi dengan obat anestesi local  Penderita dengan pengobatan antikoagulantia Pemilihan anestesi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : Umur Keadaan fisik penderita Tipe pembedahan Keahlian dan syarat-syarat dokter bedah Keahlian dan pilihan dokter anestesi Keinginan pasien Bahaya cauterisasi (ledakan) Maksud pendidikan bedah atau anestesi, operasi lama sehingga penderita harus tidk sadar

2.4

Prosedur Pelaksanaan Anestesi Umum Pemeriksaan sebelum pembiusan 1. Kunjungan dilakukan pada hari sebelum operasi y y y y Menenangkan pasien Pemeriksaan lengkap Hasil laboratorium (48 jam sebelum operasi) Tanya jawab harus lengkap sehingga keadaan pasien dapat diketahui secara lengkap 2. Dokter anestesi mempelajari data pasien, memeriksa gigi, evaluasi fisik, berat badan dan KU pasien y y y Catatan pasien, yaitu sejarah pemeriksaan fisik, data lab, x-ray, dll Pemeriksaan EKG bila umur lebih dari 35 tahun atau bila ada indikasi Pengalaman pembedahan /pembiusan sebelumnya Obat-obatan yang menyebabkan alergi Asthma bronchial Diabetes Kelainan darah Gangguan jiwa

y y

Penyakit jantung Penyakit paaru kronis

Kebiasaan penderita Obat yang sedang digunakan (insulin, OAD, kortikosteroid, nitrogliserin, antikoagulan, digitalis) Obat yang telah atau sedang digunakan (narkotika, sedativa, amfetamin, psikotropika lain) Membuat resume pasien Penggolongan status fisik penderita Permintaan pengobatan sebelum pembiusan Catatan pasien dibawa ke O.K Pemeriksaan anak didampingi ayah atau ibunya Pemeriksaan gigi, kerusakan gigi karena laryngoskopi Gigi palsu harus dibuka Puasa setelah tengah malam Ijin operasi (inform consent) ditandatangani oleh pasien dan keluarganya kecuali pada kondso emergensi Konsultasi ke internis, dokter anak dll, guna optimalisasi keadaan umum pasien sebelum operasi

Catatan lain -

2.5

Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi sebaiknya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat menyiapkan pasien sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar. Penilaian Prabedah Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi dapat terjadi jika sebelumnya identitas pasien tidak diperiksa dan tidak dicocokkan> Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya sangat penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus, seperti alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas paska bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik. Obat yang sebelumnya menimbulkan masalah sebaiknya jangan digunakan kembali. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelum operasi untuk mengeliminasi nikotin yang dapat mempengaruhi

2.6

Keadaan Khusus Pre-operatif Anemia Pembedahan dilakukan apabila Hb > 10gr %. Pada penyakit gagal ginjal kronis, Hb bisa sampai 5-6 gr%,sehingga harus diinfus PRC dulu sampai Hb-nya 8 gr%.  Bila terjadi gangguan pendarahan :   Periksa waktu pendarahan Periksa waktu pembekuan

 Volume darah normal penting untuk proses anestesi atau pembedahan sehingga harus diperhatikan :      Pada pendarahan akut / kronik Berat badan menurun Anemia Pembedahan yang luas ( darah banyak keluar) Pendarahan > 20 % (gangguan sirkulasi perlu transfuse)

Penderita baru makan  Puasa minimal 6 jam karena cemas, nyeri, pengobatan & lemak yang banyak akan memperlambat pengosongan lambung sehingga bisa terjadi muntah akibat regurgitasi lambung bnila tidak puasa.  Keadaan darurat/emergensi memerlukan teknik khusus pada penderita tidak puasa :    Pasang NGT ( Nasogatric tube/ maag slang ) Crush intubasi Awake intubasi

Keadaan darurat  Obstruksi jalan nafas  Pendarahan hebat  Tekanan intracranial yang cepat meninggi  Pecah aneurysma  Tamponade jantung Klasifikasi pasien  Merupakan hal yang penting untuk menentukan resiko anestesi  Digolongkan menurut ASA (ASA I s.d ASA V)

2.7

Induksi dan Rumatan Anestesi Induksi Anestesia Induksi anesthesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Beberapa peralatan yang dapat diingat untuk melakukan induksi anestesi (STATICS) adalah : S = Scope : Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung, Laringo-scope, pilih bilah atau daun (blade) yang seusai dnegan usia pasien, lampu harus cukup terang. T = Tubes : Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia <5tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon. A = Airways : Pipa mulut faring atau orotracheal airway atau pipa hidung faring atau naso-tracheal airway. Untun menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas.

T = Tape : Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut. I = Introducer : Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus pelastik (kabel) yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan. C = Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia S = Suction : Penyedot lender, ludah, dan lainnya.

Rumatan Anestesia Rumatan atau maintenance dapat dikerjakan dengan IV atau dengan inhalasi atau campuran. Biasanya mengacu pada trias anastesi yaitu hypnosis, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup baik. Contohnya fentanil 10-50g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur, sehingga tinggal memberikan dosisi relaksasi pelumpuh otot. Bedah lama dengan anastesi total IV mengguankan opioid, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara O2 + N2O + O2.

Rumatan Inhalasi Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0.5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4vol% atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled)

2.8

Tanda-tanda Klinis Anestesi Umum Menggunakan zat cair yang mudah menguap seperti diethyl eter Stadium 1 Dari mulai induksi anestesi umum sampai dengan hilangnya kesadaran.

Stadium 2 Dari hilang kesadaran sampai nafas teratur. Bisa terjadi henti nafas/ spasme, gelisah, batuk dan muntah.

Stadium 3 Dari nafas teratur sampai nafas berhenti. Dibagi menjadi 4 plane :

   

Plane 1 Plane 2 Plane 3 Plane 4

dari nafas teratur s.d bola mata berhenti dari berhenti bola mata s.d mulai paralise intercostal dari paralise intercostal s.d total paralose intercostal dari total paralise intercostal s.d paralise diagfrahma

Stadium III plane 1 dan 2 merupakan stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan.

Stadium 4 Overdosis, dari paralisis diagfrahma sampai terjadi cardiac arrest.

2.9

Tatalaksana Jalan Napas Tatalaksana jalan nafas (airways) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anestetis. Obstruksi Jalan Nafas Pada pasien keadaan anestesi, posisi terlentang, tonus otot jalan nafas atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan nafas baik total atau parsial. Obstruksi juga dapat disebabkan karena spasme laring pada saat anestesi ringan dan mendaptat rangsangan nyri atau rangsangan oleh sekret. Tanda-tanda obstruksi jalan nafas 1. Stridor (mendengkur, snoring) 2. Napas cuping hidung 3. Retraksi trakea 4. Retraksi torak 5. Tak terasa ada dara ekspirasi Spasme atau kejang laring Terjadi karena pita suara menutup sebagian atau seluruhnya. Keadaan inibiasanya disebabkan oleh anestesi ringan dan mendapat rangsangan sekitar faring. Terapi : Manuver tripel jalan nafas Ventilasi positif dengan oksigen 100% Antagonis pelumpuh otot suksinil 0.5% mg/kg IV, IM, deltoid, sublingual 2-4mg/kg

A. Manuver Tripel Jalan Nafas y y y Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula Mulut dibuka Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan nafas bebas, sehingga gas atau udara lancer masuk trakea lewat hidung atau mulut. B. Jalan nafas faring Jika maneuver kurang berhasil, dapat dipasang OPA atau NPA : NPA : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi dnegan jelly. OPA: Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. OPA juga dipasang bersama pipa trakea atau sungkup laring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut dari gigitan C. Sungkup Muka Sungkup muka atau face mask mengantar udara/gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien. Ukurannya bervariasi, 03 untuk bayi baru lahir, 02,01,1 untuk anak kecil, 2,3 untuk anak besar dan 4,5 untuk dewasa.Terbuat dari bahan trasnparan supaya udara ekspirasi terlihat atau apabila ada muntahan atau bibir terjepit. D. Sungkup Laring Sungkup laring atau LMA laryngeal mask airway ialah alat jalan nafas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten. Dikenal 2 macam sungkup laring : 1.) Sungkup laring standar denagn satu pipa nafas 2.) Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa nafas standard an lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa alat bantuan laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya supaya dapat dipasang langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan jika diramalkan intubasi trakea akan mendapat kesulitan. Pemasangan hendaknya menunggu anastesia cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa nafasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau OPA. E. Pipa Trakea Endotracheal tube mengantar gas anestettik langsung kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam mm. Penampang bayi, dan anak dibawah usia 5 tahun hamper bular, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi anak digunakan tanpa kaf (cuff)dan untuk anak besar-dewasa digunakan kaf supaya tidak bocor. Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal (nasotracheal tube). F. Laringoskopi dan intubasi Laringoskop ialah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Ada macam laringoskop : 1. Bilah daun (blade) untuk bayi dan anak-anak 2. Bilah lengkung (Miller) untuk anak besar-dewasa. tube) atau melalui hidung

2.10 Mesin dan Alat Anestesi Fungsi mesin anestesia (mesin gas) ialah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman ke rangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa gas campuran dari pasien. Rangkaian mesin anestesia sangat banyak ragamnya, mulai dari yang sangat sederhana sampai yang diatur oleh computer. Mesin yang aman dan ideal ialah mesin yang memenuhi persyaratan berikut : 1. Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat 2. Ruang rugi ( dead space) minimal. 3. Mengeluarkan CO2 dengan efisien 4. Bertekanan rendah. 5. Kelembaban terjaga dengan baik.

6. Penggunaannya sangat mudah dan aman. Mesin anestetik adalah teman akrab anestetis atau anestesiologis yang harus selalu siap pakai, kalau akan dipergunakan. Mesin anestetik modern dilengkapi langsung ventilator mekanik dan alat pantau. Komponen dasar mesin anestetik terdiri dari : 1. Sumber O2, N2 O dan udara tekan. Sumber O2 dan N2O dapat tersedia secara individual menjadi satu kesatuan mesin anestetik atau dari sentral melalui pipa-pipa. Rumah sakit besar biasanya menyediakan O2, N2 O dan udara tekan secara sentral untuk disalurkan ke kamar bedah sentral, kamar bedah rawat jalan, ruang obstetric dan lain-lainnya. 2. Alat pantau tekanan gas (gauge) Alat pantau tekanan gas (pressure gauge) untuk mengetahui tekanan gas pasok. Kalau tekanan gas O2 berkurang, maka akan ada bunyi tandsa bahaya (alarm). 3. Katup penurun tekanan gas (pressure reducing valve) Katup penurun tekanan gas (pressure reducing valve) untuk menurunkan tekanan gas pasok yang masih tinggi, sesuai karakteristik mesin anestesi. 4. Meter aliran gas (flowmeter) Meter aliran gas (flowmeter) dari tabung kaca untuk mengatur aliran gas setiap menitnya. 5. Satu atau lebih penguap cairan anestetik ( vaporizes) Penguap cairan anestetik (vaporizers) dapat tersedia satu, dua, tiga, dan empat. 6. Lubang keluar campuran gas (common gas outlet) Lubang keluar campuran gas (common gas outlet) biasanya berdiameter standar. 7. Kendali O2 darurat (oxygen flush control) Kendali O2 darurat ( common gas outlet) untuk keadaan darurat yang dapat mengalirkan O2 murni sampai 35-37 liter / menit tanpa melalui meter aliran gas. Tabung gas beserta alat tambahannya dan penguap diberi warna khusus untuk menghindari kecelakaan yang mungkin timbul. Kode warna internasional yang telah disepakati ialah seperti di bawah ini. Oksigen : putih

N2O : Biru Udara : putih-Hitam CO2 : Abu-abu Halotan : Merah Enfluran : Jingga Isofluran : Ungu Desfluran : biru Sevofluran : Kuning Mesin anestesia sebelum digunakan harus diperiksa apakah berfungsi baik atau

tidak. Beberapa petunjuk di bawah ini perlu diperhatikan. 1. Periksa mesin dan peralatan kaitannya secara visual apakah ada kerusakan atau tidak, apakah rangkaian sambungannya sudah benar. 2. Periksa alat penguap (vaporizer) apakah sudah terisi obat dan penutupnya tidak longgar atau bocor. 3. Periksa apakah sambungan silinder gas atau pipa gas ke mesin sudah benar. 4. Periksa meter aliran gas (flowmeter) apakah berfungsi baik. 5. Periksa aliran gas O2 dan N2 O.

BAB III OBAT ANESTESI


3.1 Anestesi Intravena Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.

Propofol ( 2,6 diisopropylphenol ) Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun.5 Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).

Mekanisme kerja Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).4

Farmakokinetik Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot 5,3,4

Farmakodinamik Pada sistem saraf pusat Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat Pada sistem kardiovaskular Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim. Sistem pernafasan Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.

Dosis dan penggunaan (1) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV. (2) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse (3) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect). d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain. (4) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2% (5) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal

tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.1,4

Tiopenton Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.1 Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.

Mekanisme kerja Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).

Farmakokinetik Absorbsi Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak anak. Perkecualian pada

tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur. Distribusi Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.

Metabolisme Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif. Ekskresi Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak anak terjadi 6 ml/kg/menit.

Farmakodinamik Pada Sistem saraf pusat Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram. Sistem kardiovaskular Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain

pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard. Sistem pernafasan Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal 1. bahkan dapat sampai menyebakan terjadinya asidosis respiratorik.

Dosis Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.

Efek samping Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

Ketamin Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. 11 Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.12 Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan

muntah

muntah

pandangan

kabur

dan

mimpi

buruk.13

Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.

Mekanisme kerja Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

Efek farmakologis Efek pada susunan saraf pusat Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial. Efek pada mata Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis. Efek pada sistem kardiovaskular. Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Efek pada sistem respirasi Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma. Dosis dan pemberian Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.11 Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menitdengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.

Farmakokinetik Absorbsi Pemberian Distribusi Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit. ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular

Metabolisme Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif. Ekskresi Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

Efek samping Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.

Kontra indikasi Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.

Opioid Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium berasal dari bahasa yunani yang berarti getah Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.

Mekanisme kerja Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih , , , . Walaupun opioid sebagai analgesia. efektif

Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan

presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

Dosis Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.

Farmakokinetik Absorbsi Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g). Distribusi Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.

Metabolisme Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif. Ekskresi Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.

Farmakodinamik Efek pada sistem kardiovaskuler System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah 3.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin. Efek pada sistem pernafasan Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .11 PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. Efek pada Sistem gastrointestinal Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat. Endokrin Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

Benzodiazepin Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.

Dosis Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri. Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb

Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena. Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

Farmakokinetik Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.

Farmakodinamik Dalam sistem saraf pusat Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme. Efek Kardiovaskuler Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid. Sistem Respiratori Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental. Efek terhadap saraf otot Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.

3.2

Anestesi Inhalasi 1. Dinitrogen oksida (N2 O/gas gelak). N2 O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2 ). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2 O:O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50%: 50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti.

2. Halotan Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Keuntungan penggunaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual/muntah, tidak mudah terbakar dan meledak. Kerugiannya adalah sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, analgesi dan relaksasi yang kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal, menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pascaanestesi, dan hepatotoksik. Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian. Dosis induksi 24% dan pemeliharaan 0,5-2%.

3. Etil klorida Etil klorida merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar. Anestesi dengan etil klorida cepat terjadi namun cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil klorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai anestesi umum, namun hanya untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Pada sistem tetes terbuka (open drop), etil klorida disemprotkan ke sungkup dengan volume 3-20 ml yang menghasilkan uap _+ 3,5-5% sehingga pasien tidak

sadar dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan obat lain seperti eter. Etil klorida juga digunakan sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. 4. Eter (dietil eter) Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas mengiritasi saluran napas, mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime absorber, dan dapat terurai oleh udara serta cahaya. Eter merupakan obat anestetik yang ,aagat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi. Eter dapat digunakan dengan berbagai metoda anestesi. Pada penggunaan secara open drop uap eter akan turun ke bawah karena 6-10 kali lebih berat dari udara. Penggunaan secara semi closed methode datam kombinasi dengan oksigen dan N2 O tidak dianjurkan pada operasi dengan tindakan kauterisasi. Keuntungan penggunaan eter adalah murah dan mudah didapat, tidak perlu digunakan bersama dengan obat-obat lain karena telah memenuhi trias anestesi, cukup aman dengan batas keamanan yang lebar, dan alat yang digunakan cukup sederhana. Kerugiannya adalah mudah meledak/terbakar, bau tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar ludah, menyebabkan mual dan muntah, serta dapat menyebabkan hiperglikemia. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran oksigen dan N2 O. Dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter. 5. Enfluran (ethran) Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 2-4,5% dikombinasi dengan O2 atau campuran N2O2. Dosis rumatan 0,5-3 % volume. 6. Isofluran (forane) Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar. Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang

oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.

7. Sevofluran Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi. Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2 vol%.

3.3

Hipnotik Klasifikasi obat-obat hipnotik: 1. BENZODIAZEPIN y y y y y y Quazepam Midazolam Estazolam Flurazepam Temazepam Triazolam Benzodiazepine merupakan obat yang lebih efektif dan aman, serta paling banyak digunakan. Cara kerja: Pengikatan GABA (asam gama aminobutirat) ke reseptornya pada membrane sel akan membuka saluran klorida, dan meningkatkan efek induksi klorida. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Semua reseptor benzodiazepine terdapat di system syaraf pusat dan lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Efek: Benzodiazepine bukan analgetik atau antipsikotik. Efeknya: y Menurunkan ansietas Pada dosis rendah, bersifat ansiolitik. Dengan menghambat secara selektif saluran neuron pada sistem limbik otak y y Bersifat sedative dan hipnotik Antikonvulsan

Farmakokinetik:

1. Absorbsi dan distribusi Bersifat lipofilik dan diabsorpsi secara cepat dan sempurna setelah pemberian oral, dan didistribusikan ke seluruh tubuh. 2. Lama Kerja Waktu paruh: y Kerja lama (1-3 hari) Klorazepat, klordiazepoksid, diazepam (dosis 0,2-0,5 mg/kgBB untuk premedikasi; 0,04-0,2 mg/kg BB untuk efek sedasi; 0,2-1 mg/kgBB untuk induksi), flurazepam, quazepam, midazolam (50% dari diazepam) y Kerja sedang (10-20 jam) Lorazepam, estazolam, alprazolam, temazepam y Kerja singkat (3-8 jam) Oksazepam, triazolam 3. Eksresi Dieliminasi oleh ginjal melalui urin sebagai metabolit glukoronat atau metabolit oksidasi Efek samping: y y Mengantuk dan bingung Depresi pusat pernapasan

2. ANTAGONIS BENZODIAZEPIN Flumazenil Merupakan antagonis reseptor GABA yang dapat mengembalikan efek benzodiazepine secara cepat. Hanya dapat diberikan secara intravena. Waktu paruh 1 jam. Pemberian obat ini memudahkan pasien yang pernah mengalami ketergantungan obat. Efek samping yang terjadi seperti pusing, mual, muntah, dan agitasi. 3. BARBITURAT y y y y Amobarbital Fenobarbital Sekobarbital Tiopental

Cara Kerja: Menganggu transport natrium dan kalium melewati membrane sel. Hal ini mengakibatkan inhibisi aktivitas system reticular mesensefalik. 1. Depresi SSP Pada dosis rendah Pada dosis tinggi 2. Depresi pernapasan Barbiturate menekan respon hipnotik dan kemoreseptor sebagai CO2, hal ini mengakibatkan terjadinya overdosis gas CO2, dan akhirnya koma lalu mati. 3. Induksi enzim Memacu kerja anzim P450, sehingga dapat mempengarihu metabolism obat lain yang tergantung atas kerja enzim tersebut. menghasilkan efek sedasi menyebabkan hypnosis, diikuti oleh anesthesia

Lama Kerja y Kerja panjang (1-2 hari) fenobarbital y Kerja singkat (3-8 jam) Pentobarbital, sekobarbital, amobarbital y Kerja sangat singkat (20 menit)

Thiopental Sebelum digunakan, dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1ml=25 mg). Hanya boleh digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kgBB dan disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan PH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan mengakibatkan nyeri hebat. Thiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, dan tekanan intracranial. Thiopental berada dalam darah dengan diikat oleh albumin (70%), dan sisanya dalam bentuk bebas (30%).

Penggunaan Dalam Terapi 1. Anesthesia

2. Antikonvulsan

untuk mengatasi kejang tonik klonik, status epileptikus, dan

eklamsi. Biasanya digunakan fenobarbital. Namun penggunaannya harus hati-hati karena dapat mempengaruhi kemampuan kognitif anak, sehingga penggunannya harus hati-hati 3. Ansietas

Farmakokinetik Dimetabolisme di dalam hati, dan metabolit yang tidak aktif dikeluarkan melalui urin.

Efek Samping y y y SSP mengantuk, konsentrasi terganggu, gangguan fisik dan mental mual dan pusing penghentian mendadak mengakibatkan ansietas, lemah, gelisah, Hangover obat Ketergantungan kejang, delirium y Keracunan

4. HIPNOTIK DISOSIATIF Propofol Merupakan obat hipnotik diisopropilfenol yang menimbulkan induksi cepat dengan aktivitas eksitasi minimal. Farmakokinetik Lama kerja 5-10 menit, dimetabolisme di dalam hati, dieliminasi melalui hati dan paru.

Dosis: Sedasi sadar Induksi iv bagi) Pemeliharaan Bolus Infus Antiemetik : iv 25-50 mg : 100-200 g/kg/menit : iv, 10 mg : bolus iv 25-50 mg (0,5-1 mg/kgBB) : 2-2,5 mg/kg (berikan secara lambat dalam 30 detik dalam 2-3 dosis

Efek samping a. Kardiovaskular b. Pulmoner d. GI hipotensi, aritmia, takikardia, hipertensi, bradikardia depresi pernapasan, apne, cegukan, bronkospasme, laringospasme

c. SSP pusing, sakit kepala, kebingungan, kejang mual, muntah, kram abdomen eritema, urtikaria, pruritus e. Lokal terbakar, tersengat, nyeri pada tempat suntikan f. Alergik

3.4

Pelumpuh Otot Vekuronium Golongan non depolarisasi. Dosis Awal 80-100mcg/kgBB, tambahan 30-50 mcg/kgBB. Onset 2-3 menit dengan durasi 30 menit. Durasi singkat sehingga baik digunakan pada pembedahan singkat. Site of actonnya menduduki reseptor nikotinik otot sehingga menghalangi interaksi dengan Ach sehingga EEP (endplate potensial menurun) akibatnya tidak menghasilkan MAP (muscle action potensial) sehingga kontarksi otot tidak terjadi. Dimetabolisme di hati dan diekskresi di empedu dalam bentuk uth. Indikasi : Untuk tambahan terhadap anestesi untuk mempermudah relaksasi otot skelet selama operasi. Pasien penyakit hepar dan riwayat anafilaksis sebagai kontra indikasi dan efek sampinya jika dosis berlebih ialah apnea, kolaps cardio, efek pengelupasan histamin (spasme bronkus)

Rekuronium Golongan non depolarisasi dengan dosis 0.6-1.2 mg/kgBB, pemeliharaan 0.1-0.2 mg/kgBB sebagai injeksi IV intermiten Onsetnya 1-2 menit, onsetkerja cepat sehingga berguna untuk intubasi trakea pasien dengan isi lambung, sedangkan durasinya 30 menit. Site of actionnya menduduki reseptor nikotinik otot sehingga mengahlanhi interaksi dengan Ach senhingga EEP (endplate potensial menurun) akibatnya tidak menghasilkan MAP (muscle action potensial) kontraksi otot tidak terjadi.

Dimetabolisme di hati dan diekskresi di empedu. Indikasinya untuk penunjang anastesi umum untuk memudahkan tindakan intubasi dan menghasilkan relaksasi otot rangka sebelum pembedahan Pasien penyakit hepar, hypersensitivitas terhadapa obat ini dan pasien hamil kontraindikasi. Efek sampingnya transient hypotensi dan hypertensi, abnormal ECG, reaksi anafilaksis, aritmia, bronchospasm, edema, injection site pruritus, nausea, vomiting, rash, shock, tachycardia.

3.5

Analgetik OPIOID Merupakan zat baik sintetik ataupin natural yang dapat diberikatan dengan reseptor morfin. Obat ini disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan

Mekanisme kerja Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas d seluruh jaringan SSP, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah, yaitu di sistem limbic, thalamus, hypothalamus, korpus striatum, sistem aktivasi reticular dan korda spinalis. Molekul opioid dan polipeptoid endogen berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Reseptor opioid diidentifikasi menjadi 5 golongan : Reseptor Mu, delta, kappa, sigma, epsilon

Opioid digolongkan menjadi ; 1).Agonis Mengaktifkan reseptor. Contoh :morfin, papeveretum, petidin, fentanil, kodein, alfaprodin 2).Antagonis Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis merangsang reseptor. Contoh ; naloksan, naltrekson 3).Agonis-antagonis Pentososin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin

Klasifikasi Opioid Dalam klinik opioid digolongkan menjadi lemah (kodein), dan kuat (morfin), tetapi penggolongan ini kurang popular. Penggolongan lain menjadi natural (morfin, kodein, papaverin, tebain), semisintetik (heroin, dihidromorfin, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil)

Morfin Meskipun dapat dibiuat secara sintetik, tetapi secar komersil lebih mudah dan lebih menguntungkan dibuat dari bahan getah papaver somniferum. Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang. Terhadap SSP mempunyai 2 sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesi, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon ADH. Sirkulasi darah ke otak sebenarnya secara langsung tak terganggu, tetapi kalau terjadi depresi nafas dan hiperkapnia baru terjadi peningkatan aliran darah otak dan peningkatan tekanan intracranial. Terhadap sistem kardiovascular dosis besar akan merangsang vagus dan berakibat bradikardi walaupun tidak mendepresi miokardium. Morfin menyebabkan hipotensi ortostatik. Terhadap sistem respirasi harus hati-hati, karena morfin dapat melepaskan histamine, sehingga menyebabkan kontriksi bronkus. Oleh sebab itu diindikasikontraindikasi pada kasus asma dan bronchitis kronis. Terhadap saluran cerna morfin menyebabkan kejang usus, sehingga terjadi konstipasi. Kejang spinter oddi pada kantung empedu menyebabkan kolik. Terhadap sistem ekskresi ginjal, dapat menyebabkan kejang buli-buli yang berakibat retensi urin.

Adiksi dan toleranssi Toleransi morfin ditandai oleh peningkatan dosis pada penggunaan obat secara berulang untuk mendapatkan efek klinis yang sama seperti sebelumnya. Toleransi morfin hanya pada efek depresi dan tidak hanya pada efek stimulasinya. Toleransi ini dapat kembali normal setelah pasien puasa morfin selama 1-2 minggu

Adiksi morfin merupakan keadaan ketergantungan fisiik dan psikis yang ditandai oleh sindoma menarik diri yang terdiri dari ketakutan, gelisah, lakrimasi,rinorea, berkeringat, mual muntah, diare, menguap terus, midriasis, hipertensi, takikardi, kejang perut dan nyeri otot.

Efek samping Jarang dijumpai alergi morfin. Gejala seperti alergi aadang ditemukan ditempat suntikan berupa bentol kecil dan gatal. Mual dan muntah sering dijumpai pada pemberian morfin secara epidural atau intratekal, tetapi pururitus dapat segera dihilangkan dengan nelokson. Ambilan, distribusi dan eliminasi Dapat diberikan secara subkutan, intramuscular, IV, epidural atau intratekal. Absorsi dosid paruh kira-kira 8 menit setelah IM. Sepertiga morfin yang diabsorsi akan berikatan dengan albumin plasma. Sebagian besar morfin akan dikonjugasikan dengan as.glukoronat di hepar dan metabolitnya akan dikeluarkan 90% di urin, 10 % di feses.

Penggunaan dalam anastesi dan analgetik Pada premedikasi sering dikombinasikan dengan atropine dan fenotiasin. Pada pemeliharaan anastesi umum di kamar bedah sering digunakan sebagai tambahan analgesia da diberikan secara IV. Untuk digunakan sebagai obat iutama anastesi harus ditambahkan bensodiazepin atau fenotiasin atau anastetik inhalasi volatile dosis rendah. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kgBB secara subkutan, IM dan dapat diulang tiap 4 jam. Untuk nyeri hebat dewasa 1-2 mg IV dan dapat diulang sesuai yang diperlukan. Untuk mengurangi nyerri pada orang dewasa post operasi atau nyeri persalinan dapat digunakan dosis 2-4 mg epidural atau 0,05-0,2 mg intratekal. Dan dapat diulang antara 6-12 jam.

Petidin Merupakn zat yang formulanya sangat berbeda dengan morfin tetapi memiliki efek klinis dan efek samping yang hamper sama.

Perbedaan dengan morfin sebagai berikut ; Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan morfin yang lebih larut dalam air. Petidin bersifat sebagai atropine menyebabkan kekeringan mulut, kabuar pandangan dan takikardi. Seperti morfin dapat menyebabkan konstipasi, tetapi efek sfingter oddi lebih ringan Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa. Morfin tidak. Memiliki lama kerja lebih pendek dibanding morfin. Dosis pentidin IM 1-2 mg/ kgBB (morfin 10 kali lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis IV 0,2-0,5 mg/ kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain sehingga dapat digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kgBB

Fentanil Merupakan zat sintetik sperti petidin dengan kekuatan 100 kali morfin. Lebih larut dalam lemak dibanding pentidin dan menembus sawar jaringan dengan sangat mudah. Setelah suntikan IV ambilan dan distribusi secara kualitatif hamper sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya.. Dimetabolisisr oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasidan sisa metabolismenya dikeluarkan di urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibandingkan efek analgesiknya. Dosis 1-3 mikrogram/kgBB, analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca operasi. Dosis besar 50-150 mikrogram/kgBB digunakan untuk menginduksi anastesia dan memelihara anastesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anastetik inhalasi dosis rendah pada bedah jantung. Efek tak disukai adalah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar guala, katekolamin plasma, ADH, rennin, aldosteron dan kortisol.

Sufentanil Memiliki sifat yang hamper sama dengan fentinil. Efek pulihnya lebih cepat daripada fentinil. Kekuatan analgesinya kira-kira 5-10 kali fentanil. Dosisnya 0,1-0,3 mg/kg BB

Alfentanil Kekuatan analgesinya 1/5- 1/3 fentanil. Insiden mual muntahnya sangat besar. Mula kerjanya cepat, Dosis analgesinya 10-20 mikrogram/kgBB.

Tramadol Merupakan analgesic sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu dan kelemahan analgesiknya 10-20 % dibanding morfin. Tremadol dapat diberikan secara oral, IM, IV dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal 400 mg perhari.

You might also like