You are on page 1of 24

PENCEGAHAN AUTIS PADA ANAK 04/09/2006

Oleh: Dr Widodo Judarwanto SpA telp : (021) 70081995 - 4264126 - 31922005 email : wido25@hotmail.com htpp://www.alergianak.bravehost.com

ABSTRAK Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah penyandang autis semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya. Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis.

PENDAHULUAN Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya). Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh. Autis dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
1

Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara

1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austima dapat mencapai 150 -200 ribu orang.

PENYEBAB AUTIS Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis. Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : Genetik (heriditer), teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin

Tabel 1. Beberapa teori penyebab Autis 1. Genetik dan heriditer 2. Teori Kelebihan Opioid o Unsur Opioid-like o Kekurangan enzyme Dipeptidyl peptidase o Dermorphin Dan Sauvagine o Opioids dan secretin o Opioids dan glutathione
2

o Opioids dan immunosuppression 3. Gluten/Casein Teori Dan Hubungan gangguan Celiac o IgA urine o Teori Gamma Interferon o Teori Metabolisme Sulfat 4. Kolokistokinin 5. Oksitosin Dan Vasopressin 6. Metilation 7. Imunitas Teori Autoimun dan Alergi makanan 8. Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar 9. Teori Infeksi Karena virus Vaksinasi 10. Teori Sekretin 11. Teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut) 12. Paparan Aspartame 13. Kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu 14. Orphanin Protein: Orphanin FQ/NOCICEPTIN ( OFQ/N)

Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin.

Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianin Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi. Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan tersebut meskipun
3

bukan

merupakan

sebab

akibat..

Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi. Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autis terjadi sebelum kelahiran bayi. Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autis. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, perasaan sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain ("bahasa planet"). Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. nEkolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti robot. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi dan imik datar Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. Bila menginginkan sesuatu ia
4

menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya. Gangguan dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama. Gangguan perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya. Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Meraskan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. Menegakkan diagnosis autis memang tidaklah mudah karena membutuhkan kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosis langsung autis. Diagnosis Autis hanyalah melalui diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan laboratorium. Gangguan Autism didiagnosis berdasarkan DSM-IV. Banyak tanda dan gejala perilaku seperti autis yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis. Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.

FAKTOR RESIKO Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi. PERIODE KEHAMILAN Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai dapat berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan terutama infeksi virus. Peradarahan selama kehamilan harus diperhatikan sebagai keadaan yang berpotensi mengganggu fungsi otak janin. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena placental complications, diantaranya placenta previa, abruptio placentae, vasa previa, circumvallate placenta, and rupture of the marginal sinus. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah tampaknya juga merupakan resiko tinggi terjadinya autis perilaku lain yang berpotensi membahayakan adalah pemakaian obat-obatan yang diminum, merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama. Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, hal ini dapat dilihat adanya Gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan. Infeksi saluran kencing, panas tinggi dan Depresi. Wilkerson dkk telah melakukan penelitian terhadap riwayat ibu hamil pada 183 anak autism dibandingkan 209 tanpa autism. Ditemukan kejadian infeksi saluran kencing, panas tinggi dan depresi pada ibu tampak jumlahnya bermakna pada kelompok ibu dengan anak autism.

PERIODE PERSALINAN Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka
6

sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.

Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram).

PERIODE USIA BAYI Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot PENCEGAHAN Tindakan pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindari resiko terjadinya gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Banyak gangguan dapat dilakukan strategi pencegahan dengan baik, karena faktor etiologi dan faktor resiko dapat diketahui dengan jelas. Berbeda dengan kelainan autis, karena teori penyebab dan faktor resiko belum masih belum jelas maka strategi pencegahan mungkin tidak bisa dilakukan secara optimal. Dalam kondisi seperti ini upaya pencegahan tampaknya hanya bertujuan agar gangguan perilaku yang terjadi tidak semakin parah bukan untuk mencegah terjadinya autis. Upaya pencegahan tersebut berdasarkan teori penyebab ataupun penelitian faktor resiko autis. Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin sejak merencanakan kehamilan, saat kehamilan, persalinan dan periode usia anak.

PENCEGAHAN SEJAK KEHAMILAN Untuk mencegah gangguan perkembangan sejak kehamilan , kita harus melihat dan mengamati penyebab dan faktor resiko terjadinya gangguan perkembangan sejak dalam kehamilan. Untuk mengurangi atau menghindari resiko yang bisa timbul dalam kehamilan tersebut dapat melalui beberapa cara. Adapun cara untuk mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang sejak dalam kehamilan tersebut diantaranya adalah periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih awal, kalu perlu berkonsultasi sejak merencanakan kehamilan. Melakukan pemeriksaan skrening secara lengkap terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes atau hepatitis). Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan

dan kandungan secara rutin dan berkala, dan selalu mengikuti nasehat dan petunjuk dokter dengan baik. Bila terdapat peradarahan selama kehamilan segera periksa ke dokter kandungan. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena kelainan plasenta. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan pada awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi terjadinya autism dan gangguan bahasa lainnya. Berhati-hatilah minum obat selama kehamilan, bila perlu harus konsultasi ke dokter terlebih dahulu. Obat-obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester pertama. Peneliti di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada awal kehamilan dapat mengganggu pembentukan sistem susunan saraf pusat yang mengakibatkan autism dan gangguan Perkembangan lainnya termasuk gangguan berbicara. Bila bayi beresiko alergi sebaiknya ibu mulai menghindari paparan alergi berupa asap rokok, debu atau makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan. Hindari paparan makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan. Jaga higiene, sanitasi dan kebersihan diri dan lingkungan. Konsumsilah makanan yang bergizi baik dan dalam jumlah yang cukup. Sekaligus konsumsi vitamin dan mineral tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur. Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, bila dilihat adanya gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan. Bila gerakan bayi dan gerakan hiccups/cegukan pada janin yang berlebihan terutama pada malam hari serta terdapat gejala alergi atau sensitif pencernaan salah satu atau kedua orang tua. Sebaiknya ibu menghindari atau mengurangi makanan penyebab alergi sejak usia kehamilan di atas 3 bulan. Hindari asap rokok, baik secara langsung atau jauhi ruangan yang dipenuhi asap rokok. Beristirahatlah yang cukup, hindari keadaan stres dan depresi serta selalu mendekatkan diri dengan Tuhan.

PENCEGAHAN SAAT PERSALINAN Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya Beberapa hal yang terjadi saat persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya perkembangan dan perilaku pada anak, sehingga harus diperhatikan beberapa hal penting. Melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan tentang rencana persalinan. Dapatkan informasi secara jelas dan lengkap tentang resiko yang bisa terjadi selama persalinan. Bila terdapat resiko dalam persalinan harus diantisipasi kalau terjadi sesuatu. Baik dalam hal bantuan dokter spesialis anak saat persalinan atau sarana perawatan NICU (Neonatologi Intensive Care Unit) bila dibutuhkan.
8

Bila terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu cepat, asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, persalinan lama, letak presentasi bayi saat lahir tidak normal, berat lahir rendah ( < 2500 gram) maka sebaiknya dilakukan pemantauan perkembangan secara cermat sejak usia dini.

PENCEGAHAN` SEJAK USIA BAYI Setelah memasuki usia bayi terdapat beberapa faktor resiko yang harus diwaspadai dan dilakukan upaya pencegahannya. Bila perlu dilakukan terapi dan intervensi secara dini bila sudah mulai dicurigai terdapat gejala atau tanda gangguan perkembangan. Adapun beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukanl Amati gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut meliputi : sering muntah, tidak buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas usia 2 minggu lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering kembung, rewel malam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang angin. Bila terdapat keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering adalah alergi makanan dan intoleransi makanan. Jalan terbaik mengatasi ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi dengan mencari dan menghindari makanan penyebab keluhan tersebut. Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan akan dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak. Bila terdapat kesulitan kenaikkan berat badan, harus diwaspadai. Pemberian vitamin nafsu makan bukan jalan terbaik dalam mengobati penyandang, tetapi harus dicari penyebabnya. Bila terdapat kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli. Harus diamati tanda dan gejala autism secara cermat sejak ini. Demikian pula bila terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala, kejang (bukan kejang demam sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita harus lebih cermat mendeteksi secara dini gangguan perkembangan. Pada bayi prematur, bayi dengan riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi berat saat usia bayi (sepsis dll) atau pemberian antibiotika tertentu saat bayi harus dilakukan monitoring tumbuh kembangnya secara rutin dan cermat terutama gangguan perkembangan dan perilaku pada anak. Bila didapatkan penyimpangan gangguan perkembangan khususnya yang mengarah pada gangguan perkembangan dan perilaku maka sebaiknya dilakukan konsultasi sejak dini kepada ahlinya untuk menegakkan diagnosis dan intervensi sejak dini. Pada bayi dengan gangguan pencernaan yang disertai gejala alergi atau terdapat riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya menunda pemberian makanan yang beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3 tahun. Makanan yang harus ditunda adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-buahan tertentu, keju dan sebagainya. Bayi yang mengalami gangguan pencernaan sebaiknya juga harus menghindari monosodium glutamat (MSG), amines, tartarzine (zat warna makanan), Bila gangguan pencernaan dicurigai sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan Gluten maka diet harus bebas casein dan Gluten, Ciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang baik secara
9

kualitas dan kuantitas, hindari rasa permusuhan, pertentangan, emosi dan kekerasan. Bila terdapat faktor resiko tersebut pada periode kehamilan atau persalinan maka kita harus lebih waspada. Menurut beberapa penelitian resiko tersebut akan semakin besar kemungkinan terjadi autism. Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat tanda dan gejala autism sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala autism pada usia dini, kalau perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal pencegahan dan pengobatan. Lebih dini kita melakukan intervensi kejadian autism dapat kita cegah atau paling tidak kita minimalkan keluhan yang akan timbul. Bila resiko itu sudah tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut harus kita minimalkan bahkan kalau perlu kita hilangkan. Misal kegagalan kenaikkan berat badan harus betul-betul dicari penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan terbaik untuk mencari penyebab kelainan tersebut. Demikan pula gangguan alergi makanan dan gangguan pencernaan pada bayi, harus segera dicari penyebabnya. Yang paling sering adalah karena alergi makanan atau intoleransi makan, penyebabnya jenis makanan tertentu termasuk susu bayi. Pemberian obat-obat bukanlah cara terbaik untuk mencari penyebab gangguan alergi atau gangguan pencernaan tersebut. Yang paling ideal adalah kita harus menghindari makanan penyebab gangguan tersebut tanpa bantuan obat-obatan. Obat-obatan dapat diberikan sementara bila keluhan yang terjadi cukup berat, bukan untuk selamanya. PENUTUP Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya. Sehingga strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap secara jelas misteri penyebab gangguan autis sehingga nantinya dapat dilakukan strategi pencegahan agar seorang anak dapat tercegah gangguan autis.

Penyebab autis (bag.2)


Posted on 27 Januari, 2008 by binhasyim

Deteksi dini dan Skrening autis Oleh: Dr Widodo Judarwanto SpA Sumber: www.puterakembara.org

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus
10

besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.baca selengkapnya Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), Genetik (heriditer), teori kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin. Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin. Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianin Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi. Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat.. Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
11

Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi. Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autisme. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.

12

Menyelaraskan Pola Makan & Tipe Perilaku Anak Autis By Republika Newsroom Jumat, 13 November 2009 pukul 11:39: JAKARTA--Anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme cenderung memiliki alergi terhadap makanan. Perhatian orangtua terhadap pola makan sangat diperlukan. Pasalnya, asupan makanan akan mempengaruhi makanan anak. Konsultan Anak berkebutuhan Khusus dari yayasan Medical Exercise Theraphy, Tri Gunadi mengatakan, hal pertama yang dilakukan orang tua sebelum menerapkan pola makan terhadap anak autis adalah mengetahui tipe dari perilaku anak, apakah termasuk ke dalam tipe Seeking Defensiveness (mencari) atau Bahavior Defensiveness (menghindar). Pada tipe mencari, anak cenderung memiliki nafsu makan yang besar dan senang mengunyah. Anak pada tipe ini memiliki kemungkinan terkena obesitas atau kelebihan barat badan. Berbeda dengan tipe mencari, tipe anak menghindar memiliki nafsu makan yang kecil bahkan cenderung menghindar dari makanan yang masuk melalui mulut.Selain itu, anak tipe ini tidak senang mengunyah. Artinya, anak langsung menelan makanan tanpa mengunyah terlebih dahulu. "Hal ini penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan terapi yang akan dijalankan si anak," tuturnya disela perkenalan acara London School Care Autisme yang digagas STIKOM LSPR yang berlangsung di Jakarta, Kamis (12/11). Lebih jauh dia menjelaskan, bila sudah diketahui tipe si anak, langkah lanjutan yang diperlukan adalah memberikan pola makan yang tepat. Pada anak bertipe mencari, anak harus diberikan makanan bertekstur dan berpola. Maksudnya berpola, anak bertipe pencari dikenalkan dahulu makanan yang memerlukan proses mengunyah lebih lama baru diperkenalkan pada makanan bertekstur lembut. Dengan harapan, anak akan mudah kenyang hingga menghindarkan diri dari obesitas. Pada anak bertipe menghindar dilakukan dengan pola terbalik. Anak harus diberikan makanan bertekstur halus terlebih dahulu sebelum diberikan makanan bertekstur kasar. Pasalnya, anak pada tipe menghindar begitu sensitif terhadap makanan. Bila tidak ditangani dengan baik berpotensi besar mengalami gizi buruk. "Perlu disadari, seberapapun orang tua memiliki kemampuan finansial yang baik, pemenuhan kebutuhan gizi pada anak autis belum tentu sempurna," tegasnya.

Dia juga menggaris bawahi, anak dengan gangguan autis umumnya pada saat makan dipengaruhi dua hal yakni benda dan logo. Pada anak-anak autis begitu tertarik dengan apa yang dilihatnya. Misalnya, ketika anak melihat mie sebagai hal menarik maka dia akan mengkonsumsi mie terus menerus atau mungkin ketika dia melihat menu mie pada iklan yang dia lihat ditelevisi juga akan memberikan dampak yang sama. "Sebab itu, kecerdasan orang tua dalam memasukan konsep makanan akan berpengaruh terhadap pola makan si anak," tegasnya. Metabolisme Berbeda Usai mengetahui tipe anak, orang tua juga harus memahami bahwa anak dengan gangguan
13

autis memiliki metabolisme yang berbeda dengan anak normal. Metabolisme yang berbeda disebabkan kelainan pencernaan yang ditemukan adanya lubang-lubang kecil pada saluran pencernaan, tepatnya di mukosa usus. Kelainan lain terletak pada kesulitan memproses protein karena termasuk asam amino pendek yang sering disebut peptide. Peptide dalam keadaan normal biasanya hanya diabsorbsi sedikit dan sisanya dibuang, namun karena adanya kebocoran mukosa usus menjadikannya masuk ke dalam sirkulasi darah. Di dalam darah peptide ini hanya sebentar, karena sebagian dikeluarkan lewat urine dan sisanya masuk ke dalam otak yang dapat menempel pada reseptor opioid di otak. Akibat dari itu, peptide akan berubah menjadi morfin yang dapat memengaruhi fungsi susunan syaraf dan dapat menimbulkan gangguan perilaku. Sebabnya, anak pada gangguan autis harus menghindari makanan yang terklasifikasi menjadi dua yaitu Kasein (protein dari susu) dan Gluten (protein dari gandum). Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius atau memicu timbulnya gejala. Pada anak dengan gangguan autis, kedua zat ini yang sulit dicerna dan diterjemahkan otak sebagai morfin. Kadar morfin yang tinggi menyebakan anak menjadi lebih aktif, bahkan layaknya zat morfin pada narkotika dan obat-obatan terlarang akan berimbas pada kebalnya anak dari rasa sakit. "ini yang berbahaya, anak-anak bisa membahayakan dirinya karena adanya morfin," tukas Tri. Meski demikian, tambahnya, bukan berati pemberian asupan makanan pada penderita autis menjadi sulit. Menurut Tri, orang tua tinggal menggantikan sumber makanan yang mengandung kasein dan gluten dengan bahan-bahan yang aman dari kedua zat tersebut. Contoh sederhana, ganti susu sapi dengan susu kedelai. Oleh karena itu,Tri menyarankan orang tua untuk tidak terlalu khawatir anak-anak mereka tidak mendapatkan gizi yang lengkap. Tri justru meminta para orang tua untuk lebih aktif mencari informasi terkait asupan makanan yang tepat bagi si anak. Peran Orangtua Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, rata-rata menyimpulkan orang tua merupakan faktor penyembuh paling mujarab. Pasalnya, keterikatan batin terhadap anak tak akan tergantikan dengan apapun. "Rasa sayang orang tua merupakan obat penyembuh bagi anakanak ini," tukasnya. Tri Gunadi merupakan salah satu orang tua yang dianugerahi anak-anak "istimewa". Anaknya yang bernama Enrico (7 tahun) telah mendertita gangguan autis pada usia 8 bulan. Dirinya sempat merasa terkejut, bukan karena malu tapi lantaran dirinya adalah seorang konsultan autisme. Pada akhirnya, dia menerima anugerah tersebut dengan lapang dada. Usai mengetahui anaknya menderita autis, dia lakukan pemeriksaan terhadap anak. Mulai dari ujung rambut hingga bagian dalam tubuh Enrico. Selama 18 bulan dia melakukan tes demi mendapatkan penyembuhan tepat bagi si anak.
14

Enrico merupakan anak yang telat belajar bicara. Dengan perjuangan yang keras, Tri usahakan agar si anak belajar berbicara. Usahanya pun tak sia-sia lantaran si anak akhirnya mampu belajar bicara dalam bahasa Indonesia dengan lancar. Dia pun memutuskan untuk mengenalkan bahasa inggris pada Enrico pada usia 4.5 tahun. Hasilnya, Enrico sudah mahir bertutur bahasa inggris. Menurut Enrico, anak-anak autis dengan peran dan kasih sayang orang tua bisa berprestasi layaknya anak-anak normal. Hanya saja, orang tua harus ekstra sabar dan menunjukan kasih sayang yang lebih untuk si anak. Dengan kasih sayang itu, anak seolah dilindungi dan didukung. Terlebih saat anak sudah mencapai taraf remaja, dukungan orang tua menjadi penting. Memasuki usia remaja, lingkungan merupakan tantangan bagi anak dengan gangguan autis. Bukan tanpa sebab, anak sering merasa frustasi bila merasa berbeda dengan anak-anak sebayanya yang normal. Maka dari itu, saran Tri, orang tua sudah harus mulai memberikan pengertian kepada si anak atas anugerah yang dimilikinya. cr2/rin

15

Pengelolaan Alat Bermain dan Sumber Belajar


Judul: Pengelolaan Alat Bermain dan Sumber Belajar Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION. Nama & E-mail (Penulis): Trimo, S.Pd.,MPd. Saya Dosen di IKIP PGRI Semarang Topik: ABSB Tanggal: 8 Juli 2008 PENGELOLAAN ALAT PERMAINAN DAN SUMBER BELAJAR DI TAMAN KANAKKANAK Oleh : Trimo, S.Pd.,M.Pd. A. Pendahuluan Sebutan Taman pada Taman Kanak-Kanak mengandung makna tempat yang nyaman untuk bermain. Berdasarkan makna dimaksud, maka pelaksanaan program kegiatan belajar harus menciptakan suasana nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pembelajaran tidak seperti di Sekolah Dasar. Oleh karena itu guru TK harus memperhatikan kematangan atau tahap perkembangan anak didik, kesesuaian alat bermain serta metode yang digunakan. Selain itu, guru juga harus mempertimbangkan waktu, tempat serta teman bermain. Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak didik. Sebelum bersekolah, bermain merupakan cara alamiah untuk menemukan lingkungan, orang lain, dan dirinya sendiri. Pada prinsinya, bermain mengandung rasa senang dan tanpa paksaan serta lebih mementingkan proses dari pada hasil akhir. Perkembangan bermain sebagai cara pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan perkembangan umur dan kemampuan anak didik, yaitu berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur bermain lebih besar) menjadi belajar sambil bermain (unsur belajar lebih banyak). Dengan demikian, anak didik tidak akan canggung lagi menghadapi cara pembelajaran di tingkat-tingkat berikutnya (Depdikbud, 1999:3). Pembelajaran dengan bermain, itulah sebetulnya proses belajar-mengajar yang diharapkan di dunia pendidikan TK. Namun demikian, realitas di lapangan, ada kecenderungan proses belajar-mengajar pada anak-anak TK sudah berubah menjadi pembelajaran Sekolah Dasar kelas I (satu). Hal ini berarti, proses belajar-mengajar di TK identik dengan SD kelas satu. Dalam proses perkembangan anak melalui bermain, akan ditemukan istilah sumber belajar (learning resources) dan alat permainan (educational toys and games). Mayke (1966) mengatakan bahwa belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembang-kan imajinasi pada anak. Pemahaman mengenai konsep bermain sudah barang tentu akan berdampak positif pada cara guru dalam membantu proses belajar anak. Pengamatan ketika anak bermain secara aktif maupun pasif,

16

akan banyak membantu memahami jalan pikiran anak dan akan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pada saat bermain guru perlu mengetahui saat yang tepat untuk melakukan atau menghentikan intervensi. Apabila guru tidak memahami secara benar dan tepat, hal itu akan membuat anak frustasi atau tidak kooperatif dan sebaliknya. Melalui bahasa tubuh si anak pun kita sudah dapat mengetahui kapan mereka membutuhkan kita untuk melakukan intervensi. B. Konsep Sumber Belajar dan Alat Permainan AECT menguraikan bahwa sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan dengan dengan cara yaitu dilihat dari keberadaan sumber belajar yang direncanakan dan dimanfaatkan. Sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru (Sudono, 2000:7). Hamalik (1994:195), menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan siswa lainnya, untuk memudahkan belajar. Mudhofir (1992:13) menyatakan bahwa yang termasuk sumber belajar adalah berbagai informasi, data-data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia, baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak (misalnya buku, brosur, pamlet, majalah, dan lain-lain) maupun dalam bentuk non cetak (misalnya film, filmstrip, kaset, videocassette, dan lain-lain). Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan guru maupun siswa dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran tersebut. Macam-macam Sumber Belajar AECT menguraikan bahwa sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua, yakni sumber belajar yang sengaja direncanakan dan sumber belajar yang dimanfaatkan. Penjelasan kedua hal tersebut sebagai berikut: 1. Sumber belajar yang sengaja direncanakan (by design) yaitu semua sumber belajar yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. 2. Sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasi, dan digunakan untuk keperluan belajar (Satgas AECT, 1986:9). Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa sumber belajar merupakan salah satu komponen sistem instruksional yang dapat berupa: pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar (lingkungan). Sumber belajar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pesan, adalah pelajaran/informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data. 2. Orang, mengandung pengertian manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Tidak termasuk mereka yang menjalankan funsgi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar.

17

3. Bahan, merupakan sesuatu (bisa pula disebut program atau software) yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya sendiri. 4. Alat, adalah sesuatu (biasa pula disebut hardware) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan di dalam bahan. 5. Teknik, berhubungan dengan prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaikan pesan. 6. Lingkungan, merupakan situasi sekitar di mana pesan diterima (Mudhoffir, 1992:12). Semiawan (1992:96) menyatakan bahwa sebenarnya kita sering melupakan sumber belajar mengajar yang terdapat di lingkungan kita, baik di sekitar sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Betapapun kecil atau terpencil, suatu sekolah, sekurangkurangnya mempunyai empat jenis sumber belajar yang sangat kaya dan bermanfaat, yaitu: 1. Masyarakat desa atau kota di sekeliling sekolah. 2. Lingkungan fisik di sekitar sekolah. 3. Bahan sisa yang tidak terpakai dan barang bekas yang terbuang yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau kita olah dapat bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar mengajar. 4. Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di masyarakat cukup menarik perhatian siswa. Ada peristiwa yang mungkin tidak dapat dipastikan akan terulang kembali. Jangan lewatkan peristiwa itu tanpa ada catatan pada buku atau alam pikiran siswa. Secara umum, sumber belajar dapat berupa: 1. Barang Cetak, seperti kurikulum, buku pelajaran, Koran, majalah, dan lain-lain. 2. Tempat, seperti: sekolah, perpustakaan, museum, dan lain-lain 3. Nara sumber/orang, seperti: guru, tokoh masyarakat, instruktur, dan lain-lain. Jenis-jenis sumber belajar tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dalam proses belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian hasil belajar peserta didik pada dasarnya merupakan interaksi antara komponen sistem instruksional dengan peserta peserta didik. Tujuan dan Fungsi Sumber Belajar Penggunaan sumber belajar bertujuan untuk: 1) menambah wawasan pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru, 2) mencegah verbalistis bagi siswa, 3) mengajak siswa ke dunia nyata, 4) mengembangkan proses belajar-mengajar yang menarik, dan 5) mengembangkan berpikir divergent pada siswa (Semiawan, 1992:97) Pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu akan menambah wawasan pengetahuan siswa. Melalui sumber belajar, pemahaman siswa mengenai suatu materi pelajaran akan bertambah. Hal tersebut sekaligus akan mencegah verbalistis bagi siswa. Dengan pemanfaatan sumber belajar maka siswa tidak hanya mengetahui materi pelajaran dalam bentuk kata-kata saja, namun secara komprehensif akan mengetahui substansi dari materi yang dipelajari.

18

Sumber belajar juga bertujuan mengajak siswa ke dunia nyata. Dalam pengertian, siswa tidak hanya berada dalam bayangan-bayangan suatu materi akan tetapi melalui sumber belajar, siswa langsung dihadapkan ke dunia nyata, yaitu suatu situasi yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran. Pemanfaatan sumber belajar juga bertujuan mengembangkan proses belajarmengajar yang menarik. Dalam pengertian, melalui pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu proses belajar-mengajar lebih aktif dan interaktif. Hal menarik yang dapat dijumpai ketika guru memanfaatkan sumber belajar adalah adanya interaksi banyak arah, yakni antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan guru. Berpikir divergent merupakan suatu aktivitas berpikir di mana siswa mampu memberikan alternatif jawaban dari suatu permasahalan yang dibahas. Melalui pemanfaatan sumber belajar diharapkan siswa mampu berpikir divergent. Adapun fungsi sumber belajar sebagai: 1) sarana mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan, 2) mengeratkan hubungan antara siswa dengan lingkungan, 3) mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa, 4) membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna (Semiawan, 1992:100). Keterampilan memproses perolehan mengacu pada sesuatu yang dapat diperoleh ketika guru memanfaatkan sumber belajar. Oleh karena itu, fungsi sumber belajar sebagai sarana mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan berhubungan dengan aktivitas guru dalam memanfaatkan sumber belajar. Dalam pengertian, ketika guru memanfaatkan sumber belajar sudah barang tentu harus ada sesuatu yang dapat diperoleh oleh siswa. Fungsi sumber belajar lainnya adalah mengeratkan hubungan siswa dengan lingkungan. Hal tersebut berhubungan dengan pemanfaatan sumber belajar yang dilakukan guru. Semakin guru memanfaatkan sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekitar, maka siswa semakin dekat dengan lingkungannya. Pengalaman dan pengetahuan siswa akan materi pelajaran yang dipelajari merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, keberadaan sumber belajar berfungsi untuk mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa. Melalui pemanfaatan sumber belajar, maka pengalaman dan pengetahuan siswa akan lebih berkembang. Fungsi sumber belajar yang membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna, berhubungan dengan aktivitas guru dalam memanfatakan sumber belajar. Melalui pemanfaatan sumber belajar yang tepat, maka guru dapat membuat proses belajarmengajar lebih bermakna. Artinya, guru mampu mengelola proses belajar-mengajar yang berpusat pada siswa, bukan proses belajar-mengajar yang berpusat pada guru. Cara Mengembangkan Sumber Belajar Dalam proses belajar-mengajar, terdapat berbagai macam komponen yang saling berinteraksi untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Salah satu komponen yang berpengaruh dalam mewujudkan tujuan pembelajaran adalah sumber belajar. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang dirumsukan, maka guru perlu mengembangkan sumber belajar. Pengembangan sumber belajar sangat diperlukan guru untuk menambah wawasan dan pengetahuan guru dalam mengelola proses belajar-mengajar agar lebih bermakna. Cara mengembangkan sumber belajar perlu mengacu pada materi pelajaran yang hendak dikembangkan. Depdikbud (1990/1991:329), menguraikan beberapa cara yang harus dilakukan oleh

19

guru dalam mengembangkan sumber belajar yaitu: 1. Mempelajari Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). 2. Identifikasikan kemampuan-kemampuan yang hendak dikembangkan dalam menunjang pencapaian Tujuan Pembelajaran Umum (TPU). 3. Menentukan kedalaman dan keluasan pokok bahasan/sub pokok bahasan yang akan dijabarkan dalam mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). 4. Menentukan strategi belajar-mengajar yang paling efektif untuk mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). 5. Menentukan perlu tidaknya sumber belajar dalam kegiatan belajar-mengajar. 6. Memeriksa apakah sumber belajar yang diperlukan tersedia di sekolah atau di lingkungan. 7. Jika sumber belajar yang diperlukan tidak tersedia, usahakanlah pengadaannya. Jika tersedia periksa apakah masih berfungsi, jika tidak berfungsi usahakan pengembangannya agar berfungsi lagi. 8. Laksanakan kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan sumber belajar secara tepat, sehingga mengoptimalkan pencapaian tujuan. Kriteria Penggunaan Sumber Belajar Beberapa kriteria penggunaan sumber belajar, menurut Dick and Carey (1985:15-25) antara lain sebagai berikut: 1. Analisis karakteristik peserta didik, dalam pengertian sumber belajar yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik peserta didik.dan isi materi pengajaran serta penyajiannya. 2. Sesuai dengan tujuan pembelajaran, artinya penggunaan sumber belajar perlu mengacu pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan, baik Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). 3. Sesuai dengan materi pelajaran, artinya sumber belajar yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan materi pelajaran. 4. Kemanfaatan sumber belajar bagi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran, dan dalam penggunaan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan guru. 5. Sumber belajar harus menimbulkan tanggapan bagi peserta didik. Oleh karena itu guru perlu memberi semangat kepada peserta didik untuk memberikan tanggapan terhadap materi pelajaran melalui sumber belajar yang diterima. Tujuan Bermain dan Alat Permainan Tujuan bermain dengan alat permainan adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi sehingga mereka memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep, misal konsep sama, lain, terhadap suatu bentuk warna. Mengingat pentingnya tujuan bermain tersebut maka pemahaman akan fungsi suatu alat permainan menjadi salah satu hal yang patut diperhatikan. Ketepatan ukuran serta warna harus jelas, misal warna hijau. Kita belum perlu mengenalkan anak berbagai warna hijau seperti hijau tosca, hijau lumut, atau hijau lainnya. Konsep warna yang perlu kita kenalkan secara dini adalah adalah warna baku seperti warna merah, putih, hitam, ungu, coklat, kuning, hijau, biru. Alat permainan yang

20

menunjang proses belajar bukanlah berpatokan pada tinggi rendahnya harga, melainkan ketepetan/keakuratan konsep yang akan kita perkenalkan pada anak dan aman untuk keselamatan mereka. Pada tahun 1972 Dewan Nasional Indonesia untuk kesejahteraan sosial memperkenalkan istilah Alat Permainan Edukatif (APE). APE merupakan perkembangandari proyek pembuat buku keluarga dan balita yang dikelola oleh Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita. Karena keberhasilan proyek tersebut APE digunakan diseluruh wilayah Indonesia melalui program-program BKKBN dan ibu-ibu PKK. Alat Permainan Edukatif (APE) berupa : . . . . . . . . . . . . Boneka dari kain Balok bangunan besar polos Menara gelang segi tiga, bujur sangkar, lingkaran, segi enam Tangga kubus dan tangga silinder Balok ukur polos Krincingan bayi Gantungan bayi Beberapa puzel Kotak gambar pola Papan pasak 25 Papan pasak 100 dan lain-lain

C. Pengelolaan Sumber Belajar dan Alat Permainan Banyaknya sumber belajar dan alat permainan yang ada di Taman Kanak-Kanak mensyaratkan guru untuk mengelolanya secara efektif dan efisien. Cherry Clare menyatakan bahwa untuk memotivasi anak menyukai belajar sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Oleh karena itu pengelolaan alat permainan pada khususnya dan sumber belajar pada umumnya ditata rapi dan menarik sehingga dapat dinikmati dan dirasakan oleh anak. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru manakala mengelola sumber belajar dan alat permainan, yakni: 1. Perencanaan Hal-hal yang terkait dengan perencanaan meliputi: (1) jumlah dan usia anak, (2) menerapkan sistem pengajaran untuk pembiasaan perilaku, (3) keuangan, dan (4) persiapan ruangan. 2. Pengadaan Ruang lingkup pengadaan meliputi: (1) pemahaman tentang alat-alat permainan, (2) alat permainan yang ada di dalam ruangan, dan (3) alat permainan di luar ruangan. Alat permainan yang selalu ada di ruang sekolah adalah: . . . . . . Balok besar polos atau berwarna Balok kecil polos atau berwarna Balok yang terbuat dari kardus Balok bersusun yang terdiri dari balok yang ukurannya besar sampai dengan kecil Balok cuissenaire yaitu balok sepuluh tingkat dari 1-10cm Balok kubus yang berukuran 2 cm2

21

. Keping-keping kayu dengan bentuk geometri . Keping-keping kayu dengan beragam bentuk, ukuran, dan warna . Mozaik kubus yaitu balok kubus berisi 4cm dengan desain di atas bidangnya . Mozaik bebas yaitu keping bentuk geometri untuk mencipta desain . Mozaik terbatas di atas papan berukuran . Mozaik dari karton tebal . Papan pasak 25, yaitu papan yang berlubang 25 dengan 25 buah pasak . Papan pasak 25 dari rendah ke tinggi, yaitu papan yang berlubang 25 dengan 25 buah pasak dari rendah ke tinggi . Papan geometri yaitu papan yang berisi empat bentuk, seperti bujur sangkar, lingkaran . Papan matematika bentuk kerucut, limas, kubus, silinder 3 dimensi, papan hitung 15, dan papan hitung 1-10 . Papan warna yaitu papan dengan sembilan warna . Menara gelang lingkaran, segitiga, bujursangkar, segi enam berwarna hijau merah biru kuning . Tangga kubus dan silinder yaitu papan dengan 5 tongkat dan butir manik-manik besar berbentuk silinder dan kubus . Meronce, berbagai bentuk butir manik-manik ukuran besar . Puzel dengan jumlah potongan satu sampai dua puluh lima . Berbagai bentuk papan yang berlubang untuk menjahit Tidak kalah penting alat permainan yang berbentuk media cetak yaitu: . Gambar benda-benda yang berhubungan dengan tema kegiatan yang mungkin akan dimunculkan . Permainan papan (game boards)yang akan di gunakan untuk mendalami berbagai konsep . Berbagai bentuk huruf dan bilangan . Gambar-gambar untuk mendukung bertemunya suara awal dan akhir . Berbagai model bentuk yang dibuat sesuai dengan kebutuhan . Papan permainan yang berisi gambar yang sama, sejenis, atau berpadanan (lotto gambar) . Gambar-gambar tentang tema yang dapat menarik minat anak, misalnya gambar rumah, sekolah, rumah sakit, lapangan terbang, stasiun, terminal bis, pemandangan gunung, pantai atau hutan . Gambar berbagai profesi yang ada di masyarakat: . Peralatan utama dipergunakan oleh berbagai profesi di masyarakat, seperti stetoskop untuk dokter gigi, topi polisi, mobil pemadam kebakaran, kamera, jaring bagi nelayan ikan, gergaji untuk tukang kayu, palu, gunting, untuk tukang pangkas rambut, selendang penari, topeng bagi penari . Gambar berbagai alat musik seperti pianika, piano, suling, gitar, alat perkusi, kastanet seperti tambur, gendang, simbal, gamelan, marakas, organ . Berbagai alat musik berekspresi dan melakukan berbagai keterampilan seperti kuas, cat air, lilin, plastilin, dan tanah liat . Alat bermain seperti kantung biji, bola, tali, ban mobil, bola kecil, berbagai boneka tangan, boneka orang, boneka binatang . Perabot rumah tangga berukuran kecil seperti lemari, kompor, lemari dapur atau lemari hias. Alat permainan yang berada di luar ruangan meliputi: . Papan jungkit dalam berbagai ukuran . Ayunan dengantiang yang tinggi maupun ayunan kursi . Bak pasir dengan berbagai ukuran . Bak air yang bervariasi . Papan peluncuran . Bola dunia untuk panjatanak . Tali untuk melompat . Terowongan yang terbuat dari gorong-gorong . Titian yang beragam tinggi dan lebar . Bola keranjang dengan bola yang terbuat dari kain

22

. Ban mobil bekas untuk digulingkan . Kolam renang dangkal sebagai pengenalan berenang (bila memungkinkan) 3. Penyimpanan dan Pengawetan Selain penyimpanan yang teratur terhadap alat-alat permainan, juga perlu diperhatikan mengenai tingkat kelembaban ruang udara pada sumber belajar, perpustakaan, atau ruang kelas. Tempat yang lembab dapat menumbuhkan jamur yang akibatnya dapat merusak alat permainan. Untuk menyimpan alat-alat permainan dan buku-buku yang jarang digunakan, kita dapat menggunakan rak atau lemari yang tertutup. Sebaliknya bila alat permainan sering digunakan, dapat disimpan dalam kotak tertutup dan beroda sehingga memudahkan anak untuk membawa atau mendorong ke tempat yang lebih luas untuk bermain. 4. Penggunaan dan Keteraturan Penggunaan Dua hal yang perlu diperhatikan pada sub bab ini adalah konsep keselamatan dan keteraturan kerja. Tempat atau lahan ketika anak menggunakan alat permainan sebaiknya dikondisikan sebagai tempat yang memberikan kesempatan pada anak untuk dapat berkonsentrasi dengan baik dan menjadikan anak-anak tersebut menikmati masa belajarnya. Misalnya tempat tersebut cukup luas dan tidak terganggu dengan tempat-tempat alat permainan lainnya yang mengganggu alur kerja mereka yang memungkinkan mereka juga akan tersandung oleh rak atau alat permainan lainnya. 5. Evaluasi Evaluasi penggunaan dan pengelolaan alat bermain terdiri atas dua tahap yakni pendataan penggunaan dan pendataan cara mengurus alat permainan. Dalam proses pembelajaran sehari-hari dapat kita pantau tingkat kemahiran dan kreativitas anak dalam memainkan alat pembelajarannya. Guru dapat mencatat hasil pantauan itu dengan menggunakan kolom-kolom (chart) yang dapat diisi oleh anak, buku khusus catatan guru, atau kartu yang dikalungi pada leher setiap anak. Kondisi alat permainan dapat dibedakan atas 3 (tiga) kelompok yaitu: (1) kelompok alat permainan yang sudah rusak tapi masih dapat diperbaiki, (2) kelompok alat permainan yang tingkat kerusakannya sudah tinggi, dan (3) kelompok alat permainan yang sudah waktunya untuk diganti. Penentuan saat pembetulan alat permainan ini ditetapkan oleh guru sendiri. Meskipun saat terbaik adalah sewaktu liburan kenaikan kelas, tetapi tidak menutup kemungkinan kesempatan itu setiap saat didasarkan pada kebutuhan. D. Penutup Pengelolaan sumber belajar dan alat permainan di TK dilakukan guru TK dengan serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pengawetan, penggunaan dan keteraturan penggunaan alat permainan, evaluasi penggunaan dan pengolaan alat bermain. Masing-masing tahap pengelolaan merupakan satu system yang saling terkait sehingga guru TK yang cerdas perlu mencermati setiap tahap agar semua sumber belajar dan alat permainan dapat berfungsi secara efektif dan efisien. Mewujudkan kondisi di mana sumber belajar dan alat permainan dapat berfungsi secara efektif dan efisien, bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, ada baiknya guru TK menjalin koordinasi dan kerjasama dengan murid TK dengan melibatkan mereka mengelola sumber belajar dan alat permainan sehingga anak-anak TK merasa ikut handarbeni segala sesuatu yang menjadi "kekayaan" sekolah. PUSTAKA ACUAN:

23

AECT. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Anggani Sudono. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo. Depdikbud. 1995. Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kakak, Landasan, Program dan pengembangan Kegiatan Belajar. Jakarta: Depdikbud. ------------.1995. Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kakak Pedoman, Kegiatan Belajar-Mengajar. Jakarta: Depdikbud. ------------. 1999. Petunjuk Teknis Proses Belajar-Mengajar di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdikbud. Mudhofir. 1992. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Soemiarti Patmonodewo. 2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Sri Joko Yunanto. 2004. Sumber Belajar Anak Cerdas. Jakarta: Grasindo. Semarang, akhir Desember 2007 Kala Kesunyian Jadi Teman Sejati Trimo, S.Pd., M.Pd. (08157711718) (081325891589) (024) 7620664 email: wisanggeni2007@yahoo.co.id Saya Trimo, S.Pd.,MPd. setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

24

You might also like