You are on page 1of 7

BUDIDAYA CABAI MERAH PENDAHULUAN Cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani

di Provinsi Bengkulu. Permintaan cabai cenderung terus meningkat sehingga membuat petani memilih cabai sebagai salah satu tanaman yang dibudidayakan.Penggunaan benih varietas unggul diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai. Penggunaan mulsa plastik hitam perak (MPHP) juga diharapkan dapat meningkatkan produksi karena dapat menekan pertumbuhan gulma, mengurangi serangan hama penyakit serta kondisi tanah yang tetap gembur.

SYARAT TUMBUH Cabai merah dapat dibudidayakan pada ketinggian 0 - 2.000 meter dpl. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap tanaman cabai adalah angin, curah hujan, cahaya matahari, suhu dan kelembaban. Curah hujan yang baik bagi tanaman cabai merah adalah 15002500 mm/tahun, dengan tipe iklim A, B, C dan D (menurut Schmid dan Ferguson). Temperatur yang baik untuk tanaman cabai adalah 240 - 270 C, dan untuk pembentukan buah pada kisaran 160 - 230 C. Sedangkan tanah yang ideal untuk penanaman cabai adalah Andosol, Latosol, dan Regusol yang subur, kaya akan bahan organik, tidak mudah becek (mengenang) bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah dengan pH yang ideal adalah 5,5 - 6,8. SYARAT TUMBUH CABE RAWIT Lingkungan tumbuh yang paling cocok untukmembudidayakan cabe rawit berdasarkan luas arealpenanamannya diberbagai daerahdijumpai didataranrendah yang mempunyaitipe iklim D3 dan E3, yaitu daerah yang mempunyai bulan basahantara 0-5 bulan, dan bulan kering antara 4-6 bulan. Penanaman cabe rawit didataran rendahlebih efisien, karena produktifitas persatuan waktu lebih tinggi dibandingkan dengan penanaman didataran medium atau dataran tinggi. Factor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi cabe rawit adalah suhu udara, sinar matahari, kelembaban, curah hujan, dan tipe iklim. Tanaman cabe rawit dapat tumbuh optimal pada daerah yang mempunyai kisaran suhu udara 21 C 27 C dan suhu untuk pembuahan antara 15,5 C 21C. daerah yang mempunyai suhu udara16 C pada malam hari dan minimal 23 C pada siang hari sangat cocok bagi pertumbuhan cabe rawit. Bila suhu udara malam hari dibawah 16 C dan siang hari diatas 32 C, proses pembuahan dan pembungaan tumbuhan cabe rawit akan mengalami kegagalan. Diluar negri, penanaman cabe rawit biasanya dilakukan pada musim panas, karena tanaman ini tyermasuk tumbuhan berhari netral (day netral plants). Di Indonesia, penanaman cabe rawut dapat dilakukan sepanjang tahun, baik pada musim kemarau mauoun musim penghujan. Makin panjang (lama) tanaman cabe rawit menerima

intensitas sinar matahari, pertumbuhan dan produksinya cenderung makin baik. Oleh karena itu, penanaman cabe rawit idealnya dilakukan ditempat terbuka. Tanaman cabe rawit tidak menghendaki kelembaban dan curah hujan yang tinggi serta iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama oleh cendawa (fungi). Kelembaban yang baik bagi pertumbuhan tanaman cabe rawit adalah berkisar antara 50%-80% dengan curah hujan 600mm-1.250 mm pertahun. Curah hujan yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan kegagalan pembentukan bunga dan buah. Kelembaban yang terlalu rendah dengan suhu udara yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tunas, bunga, dan buah. Ketinggian suatu daerah menentukan jenis cabai yang akan ditanam. Paprika, misalnya hasilnya akan mengecewakan bila ditanam didaerah dataran yang rendah dengan suhu udara yang tinggi. Ini disebabkan Janis cabaiyang tidak pedas ini sangat membutuhkan daerah yang suhu udara pada siang harinya rata-rata 24C atau antara 21C-27C dan suhu udara pada malam hari antara 13C-16C. lain hal nya dengan cabi besar dan cabai merah. Jenis cabai ini akan lebih sesuai bila ditanam didaerah kering dan berhawa panas walaupun daerah tersebut merupakan daerah pegunungan Walaupun demikian, bila tanaman tersebut ditanam didaerah yang berkelembaban tinggi dengan curah hujan pertahun antara 600-1.250 mm maka tanaman cabai mudah diserang penyakit, terutama penyakit antrak (penyakit patek) yamg sering menyerang cabai dalam situasi yang sangat lembab.

TANAMAN C4

Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel "bundle sheath" (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat

kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil and G sangat rendah, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat tinggi. Laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2. Tumbuhan dengan jalur C4 umumnya mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan C3, terutama dalam intensitas cahaya tinggi. Pada tumbuhan C4 terjadi peningkatan efisiensi fotosintesis, factor utama penyebabnya adalah tidak adanya fotorespirasi (respirasi dalam cahaya) yang dapat diukur. Fotorespirasi itu mengakibatkan hilangnya CO2 dalam jaringan fotosintetik dan merupakan sumber utama pengeluaran CO2 oleh tumbuhan C3 dalam cahaya. Tebu (Saccharum officinarum), jagung (Zea mays), sorgum, rumput Bermuda, rumput Prairie dan tumbuhan tertentu lain tidak mengikat karbon dioksida secara langsung. Pada tumbuhan ini senyawa pertama yang terbentuk setelah jangka waktu pelaksanaan fotosintesis yang sangat pendek, bukanlah senyawa 3-C asam fosfogliserat (PGA), melainkan senyawa 4-C asam oksaloasetat (OAA). Metode alternatif fiksasi karbon dioksida untuk fotosintesis ini disebut jalur Hatch-Slack. Tumbuhan yang menggunakan jalur ini disebut tumbuhan C4 atau tumbuhan 4 karbon. Tumbuhan dikotil yang termasuk kelompok tumbuhan C4 antara lain beberapa jenis gulma, bayam, pigweed.

Perbedaan tanaman c3, c4 dan CAM ( MAC )


03/31/2011 Ketut Supeksa Tanaman c3 berbeda dengan tanaman c4 dalam hal sintesis karbohidratnya. Tanaman c3 mensintesis karbohidrat melalui siklus calvin ( reaksi gelap ) dan mengikat co2, atmosfir ribosa 1,5 difosfat, sedang tanaman c4 melalui siklus Hatch Slack yang mengikat co2 , atmosfir fosfoenol piruvat. Tanaman c4 juga mempunyai siklus calvin namun terjadi pada sel seludang pembuluh. Tanaman c4 juga tahan terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi dimana keadaan co2 rendah dan o2 tinggi, karena tanaman c4 mengikat o2 melalui enzim fosfoenol piruvat karboksilase yang mempunyai afinitas tinggi terhadap co2 . Sehingga co2 dapat dengan sebanyak-banyaknya ditangkap oleh fosfoenol piruvat tersebut. Pada tanaman MAC ( metabolisme asam crassulacea ), aatau bisa juga disebut tanaman CAM , senyawa yang mengikat co2 sama dengan c4 yaitu fosfoenol piruvat, hanya polanya saja yang berbeda. Karena stomata tanaman CAM ini membuka justru pada malam hari , maka pengikatan co2 terjadi di malam hari. Karena pada siang hari dia menutup rapat stomatanya agar mengurangi pengeluaran air. Cirinya tanaman ini hidup di daerah dengan kekeringan yang ekstrim. Hahahaha, hebat kan. Dan pada siang harinya terjadi sintesis kalbohidrat melalui siklus calvin. Fotosintesis Hubungan antara CO2 "ambient" (dapat diartikan sebagai kondisi normal CO2 di atmosfir) dengan proses fotosintesis, baik di tingkat daun maupun di tingkat kanopi tanaman, dan kontribusinya terhadap akumulasi biomasa telah banyak diteliti. Energi untuk terlaksananya proses fotosintesis datang dari radiasi matahari pada panjang gelombang tertentu (PAR, Photosynthetically Active Radiation, 400-700 m). Baik PAR, maupun CO2, konsentrasinya masih sub-optimal, sehingga fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya CO2, pada kondisi PAR rendah maupun tinggi.

Gambar 1 : Peningkatan laju assimilasi tanaman kedele (C3) dengan pertambahan PAR pada konsentarsi CO2 berbeda. Tanaman terbagi atas dua grup utama, C3 dan C4, yang dibedakan oleh cara mereka mengikat CO2 dari atmosfir dan produk awal yang dihasilkan dari proses assimilasi. Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 dengan RuBP (RuBP merupakan substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis) dalam proses awal assimilasi, juga dapat mengikat O2 pada saat yang bersamaan untuk proses fotorespirasi ( fotorespirasi adalah respirasi,proses pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang hari), sehingga ada kompetisi antara CO2 dan O2 dalam menggunakan RuBP (Farquhar dan Caemmerer, l982). Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil dari kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah besar. Contoh tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang, sedang contoh tanaman C4 adalah jagung, sorgum dan tebu.

Gambar 2 : Laju assimilasi (mol CO2 m-2 s-1) tanaman kedele dengan meningkatnya CO2 pada suhu berbeda. Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel "bundle sheath" (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga sangat rendah, sekitar 5 fotorespirasi sangat kecil dan mol m-2 s-1. PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 mol m-2 s-1 sangat tinggi. Pada kisaran konsentrasi CO2 300 - 500 mol m-2 s-1, laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2, walaupun PAR sangat tinggi. Sehingga, dengan meningkatnya CO2 di atmosfir, tanaman C3 akan lebih beruntung dari tanaman C4 dalam hal pemanfaatan CO2 yang berlebihan. Jika kita kembali ke Gambar 2, terlihat bahwa meningkatnya suhu daun dari 15 oC ke 35 o C menyebabkan laju asimilasi bertambah besar. Meningkatnya asimilasi dengan kenaikan suhu merupakan fenomena umum, sampai suhu optimum tercapai, lalu akan terjadi penurunan, seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah ini. Adanya kenaikan CO2 di atmosfir akan merubah suhu optimum tanaman. Untuk tanaman kedele yang saya gunakan, kenaikan suhu optimum mencapai 12 %.

Gambar 3 : Suhu optimum untuk proses assimilasi akan berubah dengan kenaikan CO2 di atmosfir. Data diambil dari tanaman kedele dan "fitting" menggunakan persamaan kurva Gauss untuk mendapatkan suhu optimum.

Bertambah besarnya suhu optimum ini menguntungkan bagi tanaman karena pada saat konsentrasi CO2 di atmosfir mencapai 2 kali konsentrasinya saat ini, akan terjadi kenaikan suhu sampai 5.5 oC.

You might also like