(TIK) menjadi bagian tak ter- pisahkan hampir di semua lapangan pekerjaan. Ekskutif berdasi di kantor megah ber- pendingin ruangan sampai pedagangkaki limadi pinggir trotoar yang panas berdebu menggunakankomputerdan internet. Dari koruptor yang memanipulasianggaransam- paipendakwahyangmenyeru kepada kebenaran lincah menarikan jari-jemarinya di atas keyboard. Namun,ditengahmasifnya penggunaan TIK, mata du- nia menatap penuh cemooh kepada bangsa ini. Business SoftwareAlliance(BSA)dalam 2010 Piracy Study (Mei 2011) menempatkan Indonesia padaurutanke-11daftarneg- ara pembajak software. Or- ganisasi yang beranggotakan Microsoftinimencatatkema- juan tingkat pembajakan peranti lunak Indonesia: 85% dengan nilai komersial US$ 544 juta (2008), 86% senilai US$ 886 juta (2009), dan 87% senilai US$1,32miliar (2010). Lho? Padahal, Pemerintah sudah memberlakukan UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Ada ancaman penjara paling lama 5 tahun atau denda 500 juta rupiah jika menggunakan program komputer bajakan. Bahkan, MajelisUlamaIndonesiapada tanggal 29 Juli 2005 menge- luarkanfatwa. Menggunakan softwareilegal adalahharam. *** Enak aja! Laptop ini le- gal, koq. Kreditnya aja belum lunas, komentar seorang teman. Lho, saya sudah bayar se- ratus ribu waktu komputer saya diinstal ulang, tangkis tetanggapenulis. BSAyanghadirdi80negara dan didedikasikan untuk in- dustri software ini mendef- nisikanpembajakansoftware adalah penggandaan atau pendistribusian hak cipta perangkat lunak secara tidak sah. Hal ini dapat dilakukan dengan menyalin, mengun- duh, berbagi, menjual, atau menginstal beberapa salinan kedalamkomputerbaikmilik pribadi ataupunkantor. Menurut BSA, ketika ses- eorang membeli perangkat lunak,iasebenarnyamembeli lisensi penggunaan, bukan perangkatlunakyangsebena- rnya.Aliashanyamemperoleh SIM, bukanSTNKatauBPKB. Lisensi tersebut tercantum dalam End User Licence Agreement (EULA) yang muncul saat seseorang akan menginstal suatu program. Siapa yang pernahmembaca kesepakatan itu? Mayoritas pengguna langsung meng- klik OK, I Agree, dan yang sejenis. Lisensi itu tersebut berisi pemberitahuanberapa kali ia dapat menginstal per- angkat lunak. Jika seseorang membuat salinannya lebih banyak daripada yang dii- jinkan, artinya ia membajak. Dengandemikian, iamelang- gar hukum. Jika ia membuat beberapa salinan untuk teman atau mertua, meminjamkan CD, mendownload atau mendis- tribusikan perangkat lunak bajakan dari internet, atau membeli programperangkat lunak tunggal dan kemu- dianmenginstalnyadi beber- apa komputer, ia melakukan pelanggaranhakciptaberupa pembajakanperangkatlunak. Sebagai warga negara yang baik, penulis menelaah lagi UU di atas. Pasal 2 UU Hak Cipta memberikan ba- tasan hak-hak apa saja yang tercakup dalam hak cipta. Disebutkan, HakCiptameru- pakan hak eksklusif Pencipta (atau Pemegang Hak Cipta) untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Selain itu, Pencipta (atau Pe- megang Hak Cipta) atas pro- gramkomputerberhakuntuk memberikan izin/melarang oranglainuntukmenyewakan ciptaannya. Apayangdimaksuddengan mengumumkan atau mem- perbanyak sebuah ciptaan tersebut? Menurut Penjela- san Pasal 2 UU Hak Cipta, mengumumkan atau mem- perbanyak juga mencakup kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaranse- men, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, me- minjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertun- jukkankepada publik, meny- iarkan,merekam,danmengo- munikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. Dalamhal ini, pembaja- kan software bisa mencakup beberapakegiatanantaralain menjual atau menyewakan software. Meski tidak disebutkan bahwa menggunakan (me- makai) software merupakan pelanggaran hak cipta (pem- bajakan software), tapi tidak berarti boleh menggunakan software bajakan. Meng- gandakan atau menginstal software termasuk tindakan memperbanyaksoftware.Bila dilakukan tanpa izin (tanpa lisensi dari Pencipta/Peme- gang Hak Cipta) maka juga dianggappembajakan. Tentusaja,penulisharusin- trospeksi.Jangan-jangankom- puternya sendiri termasuk yang87%tersebut?Daridaftar hargasoftwaredi sebuahtab- loid komputer, penulispun berhitung.Sistemoperasiversi ultimate nilainya Rp 1,6 juta, aplikasi perkantoran kelu- aran2010(pengolahkatadan angka, presentasi, data base, dan email/kalender) lebih dari Rp 4 juta, pengolah foto mencapai Rp6juta, pengolah gambarvektorRp3juta. Wah, rasanya penulis cuma mem- bayar sekitar dua juta rupiah untuknetbookyangdibelinya duabulanlalu. Artinya? Janganbekulim, wal. Am- pun ikam, to, bajakan jua! sambarrekanpenulis, Dasar timpakul! *** Bagaimana asal muasal sampai lebih dari 2/3 pro- gramkomputer di negara ini isinya bajakan? Waktu saya kursus duludiajarinprogram itu, koq, ungkap seorang karyawan. Di sekolah, gu- runya ngajarin pake sistem operasi itu, urai seorangmu- rid. Di kampus, dosennya nyuruh bikin program pake aplikasi itu, papar seorang mahasiswa.Berawaldarilem- baga pendidikan formal atau non-formal, kebiasaanburuk menggunakan produk baja- kan ini bukan cuma ada di kalanganpenggunarumahan saja, tetapi juga bisa ditemui di hampir semua kalangan pengguna computer. Ter- masuk kalangan pengusaha, pendidikan, pemuka agama, pemerintahan dan bahkan sampaipenegakhukum.Sam- pai di sini bisa disimpulkan, pendidik=agenpembajakan. *** Komputer dan teknologi informasi telah sampai pada taraf pervasif, merembes dalamsemua sendi kehidu- pan. Didorong keinginan luhur, para pendidik selama ini kita telahberusaha sekuat tenaga untuk sedapat mung- kin mengajarkan teknologi ini kepada peserta didik, baik dari segi teoritis maupun ap- likasinya. Apayangsalah? Berada di garis terdepan dalamupayamencerdaskan kehidupan bangsa, perkem- bangan pesat teknologi telah memojokkanpendidikuntuk mengajarkanprodukteknolo- gi informasi ini. Terkadang, mereka melupakan tujuan dari pendidikan itu send- iri. Tanpa sadar, pendidik mengabaikan etika yang wa- jib dijunjung tinggi, apalagi dalamlingkungan akademis, dan tak peduli terhadap hak cipta si pembuat perangkat lunak. Bukankahhal tersebut adalahsalahsatubentukko- rupsi?Bukankahhaltersebut bukanlah karakter dan bu- dayaluhurbangsa?Haruskah pendidik, yang mengajarkan pendidikan anti-korupsi dan pendidikan karakter dan bu- dayabangsa,mengingkarinya dengan cara menggunakan perangkat lunakbajakan? Pendidik adalah jabatan fungsional, diberi tunjan- gan fungsional serta pahala amal jariah. Maka, mengajar dengan atau mengajarkan perangkat lunak bajakan, bisa jadi, memperoleh dosa fungsional atau dosa jariah. Kenapa tidak? Peserta didik, karenanya, diajarkan men- jadi pengguna suatu kotak hitam yang bernama pro- gramaplikasi. Hal ini terbawa terus ketika mereka masuk dalamlingkungan kerja. Ke- tika mereka bekerja, mereka menjadi ``big spender yaitu cenderung membeli (kalau tidak membajak) program yang pernah mereka pela- jari.Kebiasaanmenggunakan perangkat lunak di bangku pendidikantelahmenjadikan mereka tergantung terhadap aplikasi tertentu. *** Ikam, pang, kaya apa? cecar seorangrekansejawat. Jangan menyangka bahwa penulis berniat untuk mem- beli software legal. Harganya terlalu tinggi untuk ukuran seorang pendidik yang ti- dakpunyarekeninggendut. Janganpulamendugabahwa penulisakanmemintapemo- tongan harga dari vendor software agar harganya pas dengankantong penulis. Jan- ganjugamengirapenulisakan mengajukan surat keteran- gantidak mampu agar diberi gratis oleh vendor program komputer. Penulis memilih sistem operasi danaplikasi yangfree, yakni GNU/Linux yangdirin- tis oleh Linus Torvalds pada awal 90-an. Salah satu distro terpopuler sistem operasi berlogo penguin ini adalah Ubuntu (dari bahasa Afrika kuno yang berarti kemanu- siaanbagisesama).Salahsatu turunannya,SabilyBadr11.04 terinstal di komputer penulis. Distro ini bisa diperoleh dengan jalan mendownload, menyalin (copy), atau mem- beli DVD installernya. Kat- anyafree,koq,harusbeli?Free di sini berarti bahwa Sabily tersediagratis.Membelidisini bukan membeli Sabily atau perangkat lunaknya. Uang yang dikeluarkan adalah un- tuk membayar harga DVD, kemasan,uanglelah,danlain- lain. Kalau ada yang berbaik hati memberikanDVDSabily itu urusan lain. Tapi, jika ada yang bersikeras bahwa gratis berarti tinggal menadahkan tangan, orang itu memang tukangporot :-) Yang jelas, DVDitubisa di- instal di komputer manapun atau dipinjamkan kepada siapapun.Disinilahletakfree- nya. Artinya, sang pembuat aplikasi memberikanhakKe- bebasanSoftware.Kebebasan menjalankan, mengganda- kan,mengedarkan,mempela- jari,membagikan,mengubah, dan meningkatkan software tersebut untuk berbagai tu- juan, tanpa harus membayar biayalisensi kepadapencipta softwarenya. Gratis,sih,gratis.Tapi,kalo gakbisabuat kerja, gimana? sergahseorangkawan. Di luar dugaan, penulis menemukan banyak sekali aplikasi yang fungsinya sama di dalamSabily tersebut. Tat- kala penulis mengetik artikel ini, misalnya, penulis meng- gunakan aplikasi pengolah kata LibreOfce Writer. Un- tuk pengolah angka, penulis menggunakan LibreOffice Calc. Kalau presentasi? Ada LibreOfcePresentationyang tak kalah mantabnya. Semua dokumenyangdibuatmelalui aplikasi perkantoran buatan Bill Gates bisa dibacanya. Olahgambarbitmapdanvek- tor? AdaGIMPdanInkscape. Game?Video?Audio?Ini?Itu? Meskipun gratis atau murah, aplikasinya lengkap. Semua adaapapunbisa,menirumot- tosebuahtabloid.Fungsional, legal, danhalal sekaligus. Kamu bisa bahasa Ing- gris. Enak, bisa ngerti petun- juknya, seorangtemanmen- gelak. Benar, 90% lebih bahasa dalamdunia TIK adalah ba- hasaInggris.Tapi,saatpenulis menginstal RedHat Linux 9 tahun 2005 sudah terse- dia menu instal berbahasa Indonesia. Apalagi saat ini, hampir semua distro Linux menyediakan menu instalasi dan antar muka bahasa In- donesia. Berbagai komunitas pengguna Linux bermuncu- lan, baik ofine maupun on- line. Bergabung di sana akan sangat membantu. Hampir semua majalah komputer telah membahas Linux dan trendOpenSourceini.Bahasa tak lagi menjadi rintangan menggunakanGNU/Linux. Comfort zone? Betul, sulit sekali mengubah kebiasaan. Tapi, bukankah versi terkini sistemoperasiberlogojendela sudah berbeda jauh diband- ingkan versi terdahulu? Rilis versibetasistemoperasikarya pengembang software di Mi- crosoft juga menampilkan banyakperubahansignifkan. Belumlagi perubahan antar muka dan ftur dalamberb- agai aplikasi. Artinya, semua penggunakomputer takakan pernah lama berada dalam zona nyaman. Ia harus selalu beradaptasidenganperubah- anpesatduniateknologiinfor- masi.Kenapatidakbertualang dan menjelajah zona baru FreeOpenSourceSoftware? Takut dengan virus kom- puter?BermigrasilahkeGNU/ Linux. Virus yangkianmeng- giladanmerepotkantersebut dibuatdalambahasaberbasis Windows. Dalamlingkungan GNU/Linux,virustersebutim- poten. Jadi, pengguna sistem operasiberlogopenguinrelatif bebas danamandari virus. Sekarang, apalagi alasan untuk tetap menggunakan aplikasiilegaldanmenjadikan diri sebagai agen pemba- jakan? Kita memang tidak akan mencuri televisi milik tetangga,karenaitukejahatan. Tapi, menggunakan aplikasi bajakan sama jahatnya. Kita tentu tidak mengajarkan peserta didik untuk jadi ban- dit, karena ituperbuatankeji. Tapi, mengajarkan peserta didik menggunakan peranti lunakillegal takkalahkejinya. Jadi agen rahasia memang keren.Jadiagenpembajakan? Amit-amit jabangbayi. *** Penulis adalahpenggiat Komunitas LinuxSMANegeri 2Sampit (KLISS), alumnus PascasarjanaPendidikanBa- hasaInggris UNSSurakarta * abdul.syahid@gmail.com KALTENG POS Jumat, 6 Januari 2012 11 OPINI OPINI DAN SURAT PEMBACA Pembaca yang ingin menyumbangkan opini atau surat pembaca bisa mengirimkan ke : Redaksi Kalteng Pos Jalan Tjilik Riwut Km 2 Palangka Raya atau melalui email : kaltengpos@gmail.com. Panjang tulisan opini antara 4.000-6.000 karakter (600-1.000 kata). Surat pembaca maksimal 1.500 karakter (200 kata). Melampirkan foto berwarna terbaru dan identitas diri yang masih berlaku (KTP,SIM, Pasport). Khusus opini melampirkan pernyataan tulisan itu asli, belum pernah terbit dan tidak dikirimkan ke media lain. Tulisan yang dinilai layak muat, akan terbit paling lambat dua minggu sejak diterima redaksi. Surat Pembaca dan Opini menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan sikap redaksi. KEKERASAN bukanlah sebuahentitas yangberdiri sendiri. Ia berkelindan dengan entitas-entitas lain seperti politik, eko- nomi, sosial dan agama. Kekerasan seringkali lahir dari rahim-rahim perma- salahan pelik dalam ak- tualisasi dan manifestasi konsep-konsep tersebut. Dalam pentas politik, kekerasan akan terus menggejala, dalam mim- bar ekonomi ia akan se- lalu ada, di ruang agama ia akansenantiasa menya- pa dan dalam panggung sosial ia pasti bermuara. Artinya, Kekerasan akan selaluhadir padasiapasaja yang mengundangnya. Michael Foucault salah satu filosof post-modern asal Perancis mengatakan bahwa kekerasan itu akan datang di/dari manapun, omnipresence begitulah dia menyebutnya. Di kalangan masyara- kat elit (birokrasi, politisi) kekerasan itu bisa men- jadi cara untuk berkuasa sedangkan bagi masyara- kat bawah kekerasan bisa menjadi medi a untuk mengungkapkan kekesa- lan dan rasa putus asa. Pada hakikatnya, ke- kerasan sebagai anti te- sis dari kedamaian bukan hanya termanifestasikan dengan tindakan mem- bunuh, merusak, melukai ataupun meneror tapi, kekerasan juga sering kali tampil dengan wajah lem- but dalam sebuah aturan maupun kesepakatan-ke- sepakatan yang bersifat a-societies (tidak berpihak pada masyarakat) sep- erti korupsi, diskriminasi, marginalisasi daneksploi- tasi. Bentuk kekerasan yang pertama cukup mu- dah diidentifkasi karena bersifat destruktif. Namun, bentuk kekerasan yang kedua sangat sulit diraba. Mau dilawan tidak bisa, dibiarkansemakinmenye- sakkan dada. Bentuk kekerasan yang kedua ini sulit diidenti- fikasi karena seringkali berafliasi dan terbingkai dalam struktur politik, agama, sosial dan eko- nomi. Kekerasan seperti ini (maaf ) seperti kentut. Dilihat, diraba tidak bisa namun dapat dirasakan bau tak sedapnya (akibat- nya). JohanGaltungdalam segitiga kekerasannya me- nyebut tipologi kekerasan yang kedua ini sebagai kekerasanstruktural (San- toso, 2002:184). Karena pseudo kekerasan seperti ini seringkali dilakukan olehstruktur-struktur ling- karan setan kekuasaan. Membonsai kekerasan Akhir-akhir ini eskalasi kekerasan semakin me- ningkat. Spiral kekerasan semakin menjalar menuju pojok-pojok negeri. Kota Waringin, Sampang, Bima Mesuji, Papua merupakan daerahyanghari-hari tera- khir ini menjadi sorotan banyak media karena di tempat-tempat tersebut terjadi konfik yang beru- jung kekerasan dan di- identifkasi mengandung pelanggaran HAM. Perlahan tapi pasti, Ke- kerasan sudah menjadi tradisi dan sudah menjadi banalitas, dianggap bi- asa. Ini sangat berbahaya bagi eksistensi bangsa. Olehkarenaitu, kekerasan dalam bentuk apapun harus di dekonstruksi , dikikis atau memakai is- tilah dalam tulisan ini ke- kerasanituharus dibonsai supaya tidak semakin me- lebar dan membesar. Namun, nampaknya ke- kerasan di negeri ini sulit dihilangkanjikakitamasih belum bisa mengidenti- fikasi akar penyebabnya. Seperti disinggung diawal tulisan ini, kekerasan itu bukanlah entitas yang mandiri tapi ia muncul karenaadapenyebabyang melatarinya. Kekerasan bukanlah tindakan spon- tan tapi ia merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan dipilih oleh seseorang dengan berbagai alasan, kepent- ingan dan tujuan. Artinya, kekerasan itu selalu ber- langsungsecarasistematis. Kekerasan itu, memiliki proses, prospek dan pers- pekstif perbuatan(Armada Riyanto CM, 2001). Ji ka di cer mat i , ke- kerasan demi kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini merupakan akumulasi dari ketidakpuasan-keti- dakpuasan dan kekesa- lan sebagian besar rakyat di negeri ini atas kondi- si negara yang semakin hari semakin compang- camping akibat perilaku buruk para teknokratnya. Kekerasan seperti dijelas- kan di atas jika memakai tipologi kekerasan menu- rut Eric Fromm (dalam Ardi Raditya dan Sihabul Millah2009) dikategorikan sebagai shattering of faith (kekerasan karena hilan- gnya kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya). Salahsatuakar penyebab dari maraknya kekerasan akhir-akhir ini adalah karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dari ma- syarakat. Negara diang- gap belum mampu--atau sengaja berpura-pura ti- dak mampu--dalam me- menuhi kebutuhan dasar rakyat seperti kebutuhan pangan, rasa aman, identi- tas, pengakuan sosial serta kebebasan yang bebas. Keadaanini diperparahlagi olehkebijakannegarayang seringkali bertentangan dengankepentinganrakyat dan aturan hukum negara yang hanya memberi ke- adilan kepada siapa yang berani membeli. Keadaan- keadaanseperti inilahyang melatari munculnya ber- bagai gerakan individu ataupun gerakan sosial kemasyarakatanyangmen- gambil alih kewenangan negaradengancaramereka sendiri. Cara yang cender- ung menunjukan teraktu- alisasinya praktek-praktek liar yang menegasi norma danhukumnegara: seperti pembunuhan, pengeru- sakan, penyerangan, bah- kangerakanseparatis yang dilakukan untuk menen- tang negara seperti yang dialami Papua. Jika permasalahan kecil seperti dicontohkandi atas dapat dipahami, disadari serta dicarikan solusinya olehaparatur negara maka besar kemungkinanpohon kekerasan yang semakin hari semakintumbuhmen- jalar ini, cepat atau lambat akan bisa dibonsai. Hal ini juga harus ditopang oleh komitmen kuat dari seluruh aparatur negara mulai dari pusat sampai daerah untuk melakukan tobat politik dan kem- bali menjalankan tugas dan fungsinya secara baik dan benar sehingga keper- cayaan (trust) masyarakat bersemi kembali. (*) Penulis adalah Maha- siswa Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya Oleh SifuI Arin Oleh Abdul Syahid Membonsai Kekerasan Pendidik = Agen Pembajakan