You are on page 1of 41

BEDAH SISTEM RESPIRASI

Prof. Dr. Bambang Sektiari L., DEA., drh.

ANATOMI SISTEM RESPIRASI


Upper Respiratory Tractus - Nasal dan cavum nasalis - Sinus Paranasal - Nasopharynx - Palatum Molle - Larynx (Epiglottis dan Glottis, complex os hyoidieus, cricoidieus, thyroidieus, arytenoidieus)

ANATOMI SISTEM RESPIRASI


Lower Respiratory Tractus
Trachea Bronchus (Bronchial Tree) Lobus Pulmoner

DISFUNGSI SISTEM RESPIRASI


Obstruksi : stenosis planum nasalis, granulasi, tumor dan polip, deformasi palatum, CA, Scare (trauma atau inflamasi abnormal)

Restrictive disorder
Fibrosis pulmoner kompresi pulmoner C/ lesi Pneumonia, edema pulmonum, contusio, trauma, pleural effusion dll.

EVALUASI PADA SUBYEK


Inspeksi terutama tipe respirasi
Cepat dan dangkal Restrictive Diseases Pelan dan dalam Obstructive Diseases Obstruksi URT effort Inspirasi Obstruksi LRT effort ekspirasi

Auskultasi :
Peningkatan/penurunan volume Abnormalitas: Crackles (Rales), wheezes (Ronchi), Stridor

Perkusi Radiografi, analisis gas darah, endoskopi

BEDAH SISTEM RESPIRASI


BRACHYCEPHALIC SYNDROME

BRACHYCEPHALIC SYNDROME
1

1. Stenosis Planum Nasalis 2. Palatum Molle terlalu panjang

Surgical Approach
Stenosis Planum Nasalis
1. Memposisikan Hewan dengan Sternal recumbency 2. Menandai area dari planum nasalis yang akan diangkat 3. Eksisi area planum nasalis 4. Jahit luka dengan 1 hingga 3 simpul 5. Kontrol respirasi minimal 24 Jam, Collar, Antibiotik jika diperlukan

Surgical Approach
Palatum Molle terlalu panjang memendekkan
1. Memposisikan Hewan dengan Sternal recumbency 2. Pemasangan endotracheal tube 3. Mengukur panjang fungsional ideal dari palatum molle (kira separuh panjang tonsil atau batas caudal pallatum molle sejajar dengan ujung epiglottis) 4. Dengan menggunakan Scissors Metzenbeum dan forcep, potong bagian palatum molle yang diinginkan lalu Jahit segera dengan benang jahit rapid absorbable (untuk kontrol hemorhagia) 5. Kontrol respirasi minimal 24 Jam

PARALYSIS LARYNX
Causa : disfungsi neuromuscular atau manifestasi polyneuropathy atau myopathy

Jenis : - congenital: sering pada Siberian husky - Acquired: trauma,neurotoxin, toksin, gangguan metabolik, miastenia gravis

PARALYSIS LARYNX
Gejala Klinis : -Obstruksi traktus respirtatorius (Stridor, dyspnea, exercise intolerance, collapse, cyanosis, hyperthermia) -Aspirasi -Perubahan suara

PARALISIS LARYNX
Terapi dilakukan dengan : Ventriculocordectomy Laryngectomy Partial Castellated laryngofisure

Sulit dilakukan

Lateralisasi Arithenoid (lebih mudah dilakukan dan jarang terjadi aspirasi pasca operasi)

SURGICAL APPROACH
Lateralisasi Arytaenoideus
1.

Memposisikan Hewan posisi lateral recumbency

pada

2. Insisi pada kulit dan subkutan caudal ramus mandibularis dan ventral dari V. Jugularis 3. Eksposisi Larynx dengan cara preparasi dan memisahkan m. Sternohyoideus dan m. Sternocephalicus

SURGICAL APPROACH
Lateralisasi Arythenoideus
4.Insisi m. Thyroparyngeus sepanjang tepi dari cartilago thyroideus dan cartilago ini di retraksi ke arah lateral untuk mengekspos cartilago arytaenoideus 5. Identifikasi muscularis dan Processus dari cartilago arytaenoideus dan dorsal dari cartilago cricoarytaenideus 6. Desarticulasi Art. Cricoarytaenideus 7. Untuk abduksi Cart. Arytenoideus, di buat suture dan simpul pada tepi cauda-dorsal dari Cart. Cricoideus mengarah ke muscularis dan Processus dari cartilago arytaenoideus 8. m. Thyropharyngeus dijahit dengan benang 4-0 9. Menjahit sub cutan dan kulit

SURGICAL APPROACH
Lateralisasi Arythenoideus
4.Insisi m. Thyroparyngeus sepanjang tepi dari cartilago thyroideus dan cartilago ini di retraksi ke arah lateral untuk mengekspos cartilago arytaenoideus 5. Identifikasi muscularis dan Processus dari cartilago arytaenoideus dan dorsal dari cartilago cricoarytaenideus 6. Desarticulasi Art. Cricoarytaenideus 7. Untuk abduksi Cart. Arytenoideus, di buat suture dan simpul pada tepi cauda-dorsal dari Cart. Cricoideus mengarah ke muscularis dan Processus dari cartilago arytaenoideus 8. m. Thyropharyngeus dijahit dengan benang 4-0 9. Menjahit sub cutan dan kulit

5-6

7-8

POST OPERATIF
Antibiotik (hingga 5 hari) Corticosteroid Tranquiliser agar tidak menyalak (minimal 6 Minggu)

TRACHEOTOMI
Indikasi: - Obstruksi URT yang mengancam kelangsungan hidup Surgical Approach - Syringe yang berisi salin beserta needle digunakan untuk menentukan lokasi trachea - Needle yang ditusukkan intraluminal trachea akan terisi gelembung udara juka diaspirasi - Insisi pada ventral midline - Untuk melebarkan lubang trachea yang terbentuk dapat digunakan hemostat

TRANSVERSAL TRACHEOTOMI
Indikasi: Untuk intubasi tidak lebih dari 6 jam Surgical Approach - Cervical disanggah dengan Gulungan kain/kapas agar area tersebut mengalami dorsoflexi dan trachea terekspose dengan baik dan superficial - Insisi dilakukan antara ring tracheal 4 dan 5 pada annular ligamen dan mukosa

TRANSVERSAL TRACHEOTOMI
- Membuat stay suture untuk memfiksasi ring tracheal ke 5 (agar mudah memanipulasi saat ingin memasukkan endotracheal tube) - Jika sistem respirasi sudah kembali normal maka intubasi dilepas dan trachea dibersihkan terhadap cairan/debris - Suture dilakukan pada area insisi dengan 4 atau 5 jahitan terputus dengan benang absorbable

AREA INSISI TRACHEOTOMI

THORACOCENTESIS
Indikasi :
1. Terapi dengan pengambilan cairan maupun udara dari rongga pleura pada kasus Pneumothorax, pyothorax, hemothorax 2. Tujuan diagnosis (bakteriologis, maupun cytologis

Peralatan :
- Butterfly needle - Three-way stopcock - Syringe (20 cc)

THORACOCENTESIS
Prosedur :
Menyiapkan area space intercostal 7 dan 8 dengan mencukur dan mensterilkan area tersebut 2. Udara diaspirasi melalui : - medial thorax dengan hewan dalam posisi lateral recumbency - atau 1/3 bagian dorsal dengan hewan dalam posisi ventral recumbency 3. Cairan diambil melalui bagian ventral thorax dengan hewan dalam posisi lateral atau sternal/ventral recumbency 4. Menghubungkan Butterfly needle dengan Three-way stopcock dan syringe 5. Menusukkan needle pada kulit dengan mendorong needle ke cranial mengarah pada costae didepannya dengan membentuk sudut 45
1.

THORACOCENTESIS
Prosedur :
Arteri, vena dan nervus Intercoastal terletak di caudal dari costae 2. Jika needle sudah masuk ke dalam Cavum thorax maka akan terasa ringan dan udara maupun air dapat dengan mudah di aspirasi 3. Prosedur dapat diulang pada sisi yang lain dari dinding thorax
1.

LOBECTOMI LOBUS PULMONER


INDIKASI : - Neoplasia - Torsio lobus pulmoner - Abses - Pneumothorax spontan - Trauma berat

LOBECTOMI LOBUS PULMONER


EVALUASI PRE-OPERATIVE

Thoracostomy tube Induksi anestesia IV Intubasi endotracheal Inhalasi anestesia Ventilator Monitoring ECG

LOBECTOMI LOBUS PULMONER


Surgical Approach

Insisi kulit dan subkutan pada caput costalis dibawah chostochondral junction Insisi muskulus-musculus di bawahnya (m. Cutaneus trunci, m. Latissimus dorsi, m. Serratus ventralis, dan m. Scalenus dan pasang retractor Insisi m. intercostalis

THORACOTOMI LUNG LOBECTOMI


Dilakukan pada space intercostalis 5 hingga 6

PEMASANGAN THORACOSTOMI

LOBECTOMI LOBUS PULMONER


Surgical Approach

Gunakan retraktor Finochietto untuk meretraksi costae Identifikasi lobus yang akan dieksisi dan isolasi dengan menggunakan tampon yang vudah dibasahi dengan salin Jika lobus caudal pulmo yang akan dieksisi, maka ligamen pulmonaris dapat diinsisi untuk memudahkan isolasi lobus Ligasi pada arteri dan vena pada area eksisi dengan benang monofilamen non-absorbable (4-0 s/d 2-0)

LOBECTOMI LOBUS PULMONER


Surgical Approach

Clampage (dengan non traumatic clamp) melintang bronchus dan tepi potongan dijahit dengan jahitan matras horisontal Melepaskan clamp dan ujung potongan bronchus dapat dijahit ulang dengan jahitan simple continuous (3-0 atau 2-0 dengan benang yang sama) Mencuci cavum thorax dengan salin steril hangat Kontrol hemorhagia dan pasang thoracotomy tube Tampon diambil dan dilakukan penutupan area insisi

THORACOTOMI LOBECTOMI LOBUS PULMONER

LOBECTOMI LOBUS PULMONER

SUTURE PADA PENUTUPAN INSISI 1. m. Serratus Ventralis 2. m. Scalenus dapat dijahit bersama-sama 3. m. Latissimus dorsi 4. Subcutan 5. Kulit

TREATMENT POST OPERATIF


1. Kontrol : Hypotermia, Hypotensi, Hypoxemia, Nyeri 2. Drainage: setiap jam (selama 4 jam) setiap 4 jam suction saecara kontinu 3. Drain Thoracostomi dapat dilepas jika: - sudah tidak ada produksi udara - Evaluasi terhadap produksi cairan (jumlah, cytologi, mikro organisme

TREATMENT POST OPERATIF


4. Penggunaan analgesik: - Blok n. Intercostal : Bupivacaine (1,5 mg/kg BB) - Intrapleural anesthesia : lidocaine (1,5 mg/kg) Bupivacaine (1,5 mg/kg) - Fentanyl (2-4 ug/kg/jam/IV

REFERENSI
1. Slatter,D. 2005. Textbook of Small Animal Surgery. Suendewr, WB. company 2. Bojrab, M.J. 2002, Current Techniques in Small Animal Surgery 3. Dimension in Surgery. 2009. Southern California Veterinary Medical Associations Official Magazine

TERIMA KASIH !!

You might also like