You are on page 1of 9

MASYARAKAT MADANI DI TEGAH SIFAT PERMISSIVE, KONSUMTIF DAN BUDAYA HEDONIS

Abstrak
Zaman dahulu masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang sopan, santun, ramah dan religious. Itu semua merupakan modal utama membentuk masyarakat madani (civil society) seperti masyarakat yang pernah dibangun oleh nabi Muhammad SAW selepah hijrah ke Madinah. Namun pada kenyataannya sekarang di era modernisasi dan globalisasi, sifat masyarakat Indonesia cendrung berubah. Masyarakat Indonesia sebagian besar malah memiliki sifat konsumtif yang berlebih ditandai dengan menjamurnya mobil-mobil mewah ditengah kota dan juga berbagai barang elektronik mewah seperti handphone dengan berbagai merk ternama yang begitu laku terjual di kota-kota besar di Indonesia. Sementara kesenjangan sosial antara miskin dan kaya semakin jauh, berkembang pula budaya hedonis dimana masyarakat suka berfoya-foya dan lebih mementingkan kesenangan pribadi.

PENDAHULUAN Mewujudkan masyarakat madani merupakan suatu upaya mengangkat harkat dan martabat manusia pada posisi yang sebenarnya. Banyak tantangan yang harus dihadapi terutama dalam memberdayakan potensi yang ada pada diri manusia itu. Terutama, pada akhir-akhir ini ada indikasi negara sedang dihadapkan pada situasi krisis. Kecenderungan masyarakat sekarang untuk hidup mewah, berfoya -foya, bersuka ria, dan bergaya hidup secara berlebih- lebihan, begitu terlihat di lingkungan masyarakat kita sehari-hari. Kecenderungan tersebut sering diistilahkan sebagai suatu budaya hedonisme, yang mempunyai arti suatu budaya yang mengutamakan aspek keseronokan diri, misalnya, free-sex, minumminuman keras, berjudi, berhura-hura, berhibur di club-club malam, dan sebagainya. Berbagai bentuk perwujudan dari budaya hedonisme tersebut begitu mempesonakan dan menggiurkan bagi banyak orang, dan dapat dikatakan menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat yang merasa dirinya sebagai masyarakat modern. Dalam Islam, konsep masyarakat madani dipercaya sebagai warisan ideal Nabi Muhammad Sholallahu alaihi wassalam., dalam memimpin ummatnya di sebuah kota bernama Yatsrib, yang kelak dikenal dengan nama Madinah. Madinah, secara bahasa berarti kota. Tetapi menurut ilmu kebahasaan, kata madinah mengandung arti peradaban. Dalam bahasa Arab, peradaban berasal dari kata madaniyah atau tamaddun. Masyarakat madani yang diterapkan Nabi itu, secara formal dimanifestasikan dalam piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah) yang diproklamirkan bersama pendukungnya. Lewat piagam madinah itu, Nabi mengemukakan cita-cita besarnya mendirikan dan membangun mansyarakat beradab. Dengan memperkenalkan umat manusia tentang (wawasan) kebebasan baik di bidang agama dan politik, khususnya pertahanan, secara bersama-sama. Piagam madinah itu, oleh ilmuwan yang concern dalam ilmu politik, dipercaya sebagai dokumen (resmi) pertama kali yang lahir di bumi ini. Selain itu,

masyarakat madani seperti digariskan Nabi, itu menjunjung tinggi egaliterisme (persamaan), penghargaan kepada seseorang berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain), keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan lain sebagainya. URAIAN Hedonis merupakan suatu nilai hidup dimana nilai ini lebih mementingkan kesenangan dan diduga sebagai penyebab perilaku konsumtif yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dan memberi pengaruh buruk untuk mereka. Hal ini didorong atas kebutuhan fisik yang pada akhirnya berkaitan dengan kesenangan emosional yang akan didapat dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Hedonis menjadi penting karena saat ini nilai ini sangat dekat dengan perilaku sebagian masyarakat khususnya di kota-kota besar yang merupakan pusat terjadinya segala perubahan dan perkembangan hidup. Tak dipungkiri lagi era modernisasi mengajak sebagian masyarakat untuk memaksa diri mereka mengikuti arus perkembangan jaman yang semakin tak berbatas, lihat saja disekitar kita, setiap mal menawarkan diskon besar yang mengajak kita untuk mengikuti pola hidup yang konsumtif, atau lihat saja even-even setiap malam minggu di hotel-hotel berbintang atau music room yang menawarkan kepada masyarakat untuk berhura-hura dengan menawarkan produk-produk musik digital seorang Disc Jockey. Bukan tidak mungkin budaya seperti ini akan merusak mental kita sebagai masyarakat yang berbudaya. Memang tak bisa disalahkan masuknya budaya luar memiliki dampak yang luar biasa kepada kebudayaan kita sendiri, akulturasi budaya luar menjadikan satu dimensi yang membuat sebagian masyarakat merasa menikmati seperti ini. Sangat disayangkan memang, ketika budaya dan tradisi kita mulai terkikis perlahan-lahan oleh budaya luar. Pengaruh budaya hedonisme sangat begitu nyata di kalangan masyarakat terutama pada remaja. Pada saat remaja sedang terhimpit arus globalisasi dan mengalami krisis identitas mengenai baik atau buruk, maupun salah atau benar, remaja sekarang akan mengenal dunia mereka melalui lingkungan sekitarnya, yang terkesan dirangsang oleh pengaruh media. Remaja juga sangat antusias terhadap adanya hal-hal baru. Gaya hidup hedonis ini dapat dikatakan sangat menarik bagi remaja, mengingat budaya hedonisme mempunyai daya pikat yang sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat banyak bermunculan fenomenafenomena baru akibat faham ini. Fenomena yang muncul tersebut adalah, kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan berkecukupan tanpa harus bekerja keras. Remaja hedonistis berfikir bagaimana hidup mereka dari kecil bahagia, muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati maunya masuk surga. Sebagian lagi berfikir bahwa hidup ini satu kali, dan setelah hidup kemudian mati. Setelah mati tidak ada lagi hidup, sehingga hidup satu kali harus benar-benar dinikmati. Jadi, segala hal yang berbau kesenangan, kemewahan, kenikmatan, dan kepuasan, harus dapat ter penuhi. Dalam perkembangannya hedonism modern diatikan sebagai sebuah aliran pemikiran dan gaya hidup yang mengabdi kesenangan semata, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek moral, agama, sosial, dan budaya. Diyakini hedonism berjalan beriringan dengan kapitalisme dan neoliberalisme yang memang untuk berjaya membutuhkan tingkat konsumerisme tinggi. Tingkat konsumerisme tinggi yang dianggap sebagai puncak dari tahap-tahap peradaban masyarakat. Hedonisme oleh aliran kapitalisme harus ditumbuhkan karena mencintai kesenangan akan menimbulkan nafsu manusia untuk membeli dan mengkonsumsi hal apa saja yang ditawarkan, lalu pasar menjadi tumbuh, dan bergeraklah sistem ekonomi kapitalis tersebut. Hedonism semakin subur karena digerakkan oleh industri iklan yang bertugas merangsang syahwat manusia

sedalam-dalamnya, bila perlu dikuras habis harta kekayaan dan jiwa manusia untuk meraih kesenangan walaupun iklan-iklan itu boleh jadi sekedar kebohongan semata. Satu kenyataan yang merisaukan adalah bahwa hedonism telah meruntuhkan nilai-nilai budaya masyarakat, karena demi kesenangan orang bisa lupa daratan, tak berpijak pada akar budaya di mana ia berada. Maka seperti yang kita saksikan hari ini, demi mengejar kesenangan segala model arsitektur dipaksakan berdiri di tengah arsitektur lokal yang lebih berkarakter, juga masuklah aneka mode pakaian, makanan, dan pada sudut lain orang dengan dinginnya melakukan praktek perampokan, korupsi, menjual anak kandung, melacurkan anak kandung, menelantarkan anak, dan berbagai tindakan eksploitasi terhadap anak lainnya untuk mengejar kesenangan duniawi. Tak pelak bila sebagian orang menilai hedonism tidak lain anak kandung materialism dan cucu atheism. Hedonisme yang tampak berwajah tampan ternyata telah menempatkan dirinya sebagai pewaris tunggal penghancur peradaban dan berhasil menundukkan sebagian besar umat manusia untuk memperbudaknya. Hal yang sama terjadi pada kemajuan teknologi. Diakui bahwa teknologi sangat bermanfaat karena telah memberikan berbagai kemudahan hidup bagi manusia, namun pada sisi lain teknologi juga telah memanjakan manusia sehingga akan membuat manusia menjadi pemalas, tidak kreatif, dan semata-mata mengandalkan teknologi itu sendiri. Bagi masyarakat di berbagai penjuru dunia, lompatan teknologi juga telah melahirkan gegar budaya, yakni orang hanya mampu membeli sebuah produk tetapi tidak bisa mengendalikan. Ia bisa membeli sepeda motor yang semestinya untuk alat transportasi, tetapi malahan digunakan untuk kebut-kebutan, ia beli HP mestinya untuk memperlancar komunikasi tetapi dibelokkan menjadi sarana perselingkuhan via sms, ia bisa memiliki akun facebook buka untuk membangun komunitas komunikasi tetapi digunakan untuk menipu dan memperdaya orang lain, dan internet yang darinya kita bisa mengunduh begitu banyak informasi, malahan dijadikan untuk menyebarkan materi pornografi. Orang yang sudah mengambil keputusan untuk mencari kesenangan dari uang yang dimiliki seperti melakukan aktivitas nyata untuk berbelanja di mall atau supermarket, tentu saja memberi nilai tambah dari pada berbelanja di toko biasa. Adapun penggunaan waktu dengan gaya hidup merupakan kreativitas individu dalam memanfaatkan waktu yang ada untuk kegiatan yang bermanfaat atau kegiatan untuk bersenang-senang. Menurut SRI International (1989) salah satu contoh segmentasi psikografis adalah VALS 2. Dalam VALS 2 (Values & Life Style) terdapat dua dimensi yang menjadi titik beratnya, yaitu self orientation dan resources. Resources yang dimaksudkan bukanlah sematamata materi, tetapi dalam arti yang luas yang mencakup sarana dan kapasitas psikologis, fisik, dan demografis. Dalam perilaku konsumsi yang didorong oleh self orientation terdapat tiga kategori yaitu principle, status dan action. Self orientation yang bertumpu pada principle, berarti keputusan untuk membeli berdasarkan karena keyakinannya. sehingga keputusannya untuk membeli bukan hanya karena ikut-ikutan atau sekedar untuk mengejar gengsi. Boleh dikatakan tipe ini lebih rasional sedangkan yang bertumpu pada status, keputusannya dalam mengkonsumsi didominasi oleh apa kata orang. Produk-produk bermerek menjadi pilihannya. Bagi yang bertumpu kepada action, keputusan dalam berkonsumsi didasari oleh keinginannya untuk beraktivitas sosial maupun fisik, mendapatkan selingan atau menghadapi resiko. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang di ekspresikan dalam aktivitas, minat, opininya dan dimensi self orientation gaya hidup mencakup tiga kategori yaitu prinsip, status, aksi.

Bentuk-bentuk Gaya Hidup a. Industri gaya hidup Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru mengalami estetisisasi, estetisisasi kehidupan sehari-hari dan bahkan tubuh/diri (body/self) pun justru mengalami estetisisasi tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya hidup. Kamu bergaya maka kamu ada! adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan. b. Iklan gaya hidup Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), para politisi, individu-individu semuanya terobsesi dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi seperti sekarang ini, yang berperan besar dalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang kadang-kadang mempesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle) arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat. c. Public relations dan journalisme gaya hidup Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu sandaran aksesori fashion. Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak EGeneration, menjadi seperti sekarang ini dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired identity)-cara mereka berselancar di dunia maya (Internet), cara mereka gonta-ganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka digunakan momen demi momen untuk membantu konsumen dalam parade identitas. d. Gaya hidup mandiri Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat untuk menyusun strategi. Bertanggung jawab maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap menanggung resiko dan dengan kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut. e. Gaya hidup hedonis Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu penampilan, melalui media iklan, modeling dari artis yang di idola kan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup

Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih lanjut Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi (Nugraheni, 2003) dengan penjelasannya sebagai berikut : a. Sikap Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya. b. Pengalaman dan pengamatan Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek. c. Kepribadian Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu. d. Konsep diri Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku. e. Motif Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis. f. Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia. Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2003) sebagai berikut : a. Kelompok referensi Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

b. Keluarga Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu.Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya. c. Kelas sosial Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan d. Kebudayaan Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciriciri pola pikir, merasakan dan bertindak. Aspek-aspek yang dapat Menanggulangi Sikap Permissive dan Budaya Hedonis Ada beberapa aspek yang dapat menanggulangi sikap permissive dan budaya hedonis : Yang pertama adalah Aspek pendidikan formal/lingkungan sekolah. Pendidikan yang lebih menekankan kepada bimbingan dan pembinaan perilaku konstruktif, mandiri dan kreatif menjadi faktor penting, karena melatih integritas mental dan moral remaja menuju terbentuknya pribadi yang memiliki daya ketahanan pribadi dan sosial dalam menghadapi benturan-benturan nilai-niai (clash of value) yang berlaku dalam lingkungan remaja itu sendiri berikut lingkungan sosialnya. Kedua, aspek lingkungan keluarga, jelas memberi andil yang signifikan terhadap berkembangnya pola perilaku menyimpang para remaja, karena proses penanaman nilai-nilai bermula dari dinamika kehidupan dalam keluarga itu sendiri dan akan terus berlangsung sampai remaja dapat menemukan identitas diri dan aktualisasi pribadinya secara utuh. Remaja akan menentukan perilaku sosialnya seiring dengan maraknya perilaku remaja seusianya yang notabene mendapat penerimaan secara utuh oleh kalangannya. Oleh karenanya, peranan orang tua termasuk sanak keluarga lebih dominan di dalam mendidik, membimbing, dan mengawasi serta memberikan perhatian lebih sedini mungkin terhadap perkembangan perilaku remajanya. Ketiga, aspek lingkungan pergaulan seringkali menuntut dan memaksa remaja harus dapat menerima pola perilaku yang dikembangkan remaja. Hal ini sebagai kompensasi pengakuan keberadaan remaja dalam kelompok. Maka, perlu diciptakan lingkungan pergaulan yang kondusif, agar situasi dan kondisi pergaulan dan hubungan sosial yang saling memberi pengaruh dan nilai-nilai positif bagi aktifitas remaja dapat terwujud.

Keempat, aspek penegakan hukum/sanksi. Ketegasan penerapan sanksi mungkin dapat menjadi shock teraphy (terapi kejut) bagi remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang. Dan ini dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, kepolisian dan lembaga lainnya. Menuju Masyarakat Madani Budaya konsumtif yang telah mengakar di masyarakat perkotaan dan sifat permissive yang menimbulkan tidak adanya kontrol masyarakat terhadap pemerintahan yang korup makin menambah bobrok dan hancur negri kita. Belum lagi ditambah dengan ramainya berita-berita kriminal yang tak pernah habis dalam memberikan cerita-cerita kejahatan baru di setiap harinya. Masyarakat miskin yang terus tersiksa akibat dampak dari sistem kapitalis ini, mulai dari sekolah yang mahal, yang menyebabkan kebodohan yang terus meningkat, mahalnya harga-harga bahan pokok yang menyebabkan banyaknya anak-anak kecil yang menderita gizi buruk, dan lain sebagainya. Sebaliknya, orang-orang yang kaya hartanya terus menumpuk harta kekayaannya, dan tiada peduli dengan apa yang terjadi di luar dirinya. Ditambah lagi dengan kondisi para pemuda-pemudinya, gandengan tangan terasa menjadi hal yang biasa, muslimah yang tidak berhijab juga sudah menjadi pemandangan yang biasa. Banyak sekali permasalahan dalam negeri ini, padahal inilah negeri yang memilki jumlah muslim terbesar di dunia. Namun dibalik keadaan ini, seyogyanya harus tetap optimis, memunculkan sebuah citacita untuk negri ini. Bukankah sangat indah ketika Negeri yang indah alamnya ini, pun mampu menampilkan keindahan dalam segi jiwa para masyarakatnya, dengan angka kriminal yang sangat kecil, perekonomian yang baik, masyarakat yang berpendidikan, orang-orang yang miskin dalam harta yang tetap mampu menjaga izzahnya, orang-orang kaya yang ikhlas dengan berbagi harta yang dimilikinya, dan hal-hal kebaikan lainnya yang lahir dalam negri ini. Dan ketika hal ini terwujud maka inilah masyarakat madani yang sebenarnya. Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam, sekalipun tidak memberikan petunjuk langsung tentang suatu masyarakat yang dicita-citakan di masa mendatang, namun tetap memberikan petunjuk mengenai ciri-ciri dan kualitas suatu masyarakat yang baik, walaupun semua itu memerlukan upaya penafsiran dan pengembangan pemikiran. Ada beberapa term yang digunakan Al-Quran untuk menunjukan arti masyarakat ideal, antara lain : a. Ummatan Wahidah yang artinya suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepada Allah SWT dan mengacu pada nilai-nilai kebajikan. b. Ummatan Wasathan yang bermakna dasar pertengahan atau moderat. Posisi pertengahan menjadikan anggota masyarakat tersebut tidak memihak ke kiri dan ke kanan, yang dapat mengantar manusia berlaku adil. c. Khairu Ummah yang berarti umat terbaik atau unggul yang identitasnya adalah integritas keimanan, komitmen kontribusi positif kepada kemanusiaan secara universal dan loyalitaspada kebenaran dengan aksi amar maruf nahi munkar. d. Baldatun Thayyibatun artinya secara bahasa masyarakat yang dianugrahi tanah yang subur, penduduknya makmur serta pemerintahnya adil. Ciri-ciri masyarakat Madani a. Masyarakatnya beriman dalam arti sebuah masyarakat yang ditopang oleh keimanan yang kokoh kepada Allah SWT.

b. Amar maruf dalam arti masyarakat yang memerintah atau mengajak pada kebaikan, baik dalam bertutur kata, bertindak dan berprilaku. c. Nahi munkar dalam arti masyarakat yang mencegah dari perbuatan keji dan munkar lagi buruk dalam perkara yang dilarang agama. Adapun sikap yang perlu dikembangkan ditengah masyarakat Indonesia guna menuju masyarakat madani diantaranya adalah : a. Kemauan untuk hidup lebih baik Hidup yang lebih baik adalah dambaan setiap orang. Hal tersebut sesuai dengan fitrah, yaitu cendrung pada sesuatu yang benar dan baik. Untuk itu diperlukan beberapa syarat diantaranya adalah : - Memiliki ilmu yang memadai - Mempunyai moral yang tangguh - Kemauan berjihad dalma artian berusaha menghabiskan segala daya kekuatan - Mempunyai organisasi pemerintahan yang rapid an kuat b. Berlaku jujur dan adil dalam masyarakat plural Hukum keadilan bisa dibelokan untuk kezaliman baru dengan berbagai dalih dan kepentingan sepihak. Untuk membentuk masyarakat madani yang jujur dan adil harus memiliki sifat dan sikap diantaranya : - Hati yang bening dan tulus mencintai keadilan dan kejujuran sebagai salah satu kebenaran yang diamanatkan Allah. - Melepasakan kepentingan lain, kecuali mencari keridhaan Allah. - Harus ada keberaniaan etik untuk melepaskan semua tradisi gaya hidup yang telah terbukti menyimpang dari kebenaran. c. Marhamah dan menabur kerahmatan Artinya di dalam masyarakatnya satu dengan yang lainnya hidupdalam keadaan kasih sayang. Keadaan yang harus dihilangkan pada masyarakat madani Indonesia ke depan, di antaranya : - Rasa egoistis yang terus mengepung diri manusia - Ajaran agama hanya sekedar label untuk memperoleh pengakuan lingkungan terhadap dirinya, tetapi tidak mau mengamalkan ajaranya (sekularisme) - Acuh akan nasehat orang bijak. - Enggan bergaul dengan orang shaleh. - Merasa tidak butuh orang lain. d. Menigkatkan kesalehan pribadi dan social Kesalehan pribadi berarti manusia secara personal harus memiliki sifat-sifat terpuji. Adapun kesalehan sosial adalah membagi kebaikan, keamanan, dan kebahagiaan terhadap sesama. Sehingga masyarakat merasakan kebahagiaan hidup, baik mateil maupun spiritual. e. Meningkatkan rasa toleran terhadap sesama dalam perbedaan Yaitu tenggang rasa dan lapang dada dalam memahami perbedaan dan menyadari perbedaan tersebut sebagai sesuatu yang wajar. f. Meningkatkan budaya kritik membangun Kritik membangun khususnya disampaikan pada pemerintahan yang berjalan dan berkuasa karena secara tidak langsug dapat menjadi koreksi terhadap pemerintahan. Bukan hanya itu saja. Namun bagi yang dikritik juga harus menerima seandainya kritik yang dilontarkan dapat menghantarkan kepada kehidupan yang lebih baik.

KESIMPULAN

Masyarakat madani dapat terwujud asalkan semua lapisan masyarakat dapat turut berperan serta dan ambil bagianl dalam mewujudkannya. Masyarakat madani mungkin menjadi keinginan setiap orang, dimana ada rasa kasih sayang antara sesame dan merupakan fitrah manusia untuk saling menyayangi. Walaupun saat ini dalam masyarakat kita telah terjadi kemunduran moral namun kita harus tetap optimis untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, karna dengan terciptanya masyarakat madani membuat penduduknya nyaman. Sikap permissive yang saat ini mulai berkembang dimasyarakat kita sudah seharusnya ditinggalkan, karna sikap permissive, acuh tak acuh yang membuat tidak adanya kontrol masyarakat terhadap pemerintahan yang korup, serta segala tindakan amoral yang terjadi akhir-akhir ini. DAFTAR PUSTAKA

Akram D.U.,(1999), Masyarakat Madani; Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi, Jakarta, Gema Insani Press. Shihab, Quraish, (1999), Wawasan Al-Quran, Bandung, Mizan. Din Syamsudin,(1999), Etika Agama dalam membangun Masyarakat Madani, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Susanto,A.B.,(2001),Potret-Potret Gaya Hidup Metropolis,Jakarta,Penerbit Buku Kompas

You might also like