You are on page 1of 13

Nilai-Nilai Aqidah dalam Ipteks dan kehidupan sehari-hari

May 31, 2010 By prilly.r Data Publikasi : Menjadi Cendekiawan Muslim http://assunnah-qatar.com/aqidah-artikel-192/230-urgensi-aqidah-dan-peranaqidah-dalam-kehidupan-seorang-muslim-.html Pengertian Aqidah secara general adalah ketetapan, atau keyakinan. Keyakinan untuk memilih mengambil keputusan yang tentunya sesuai dengan norma, peraturan agama dan hukum yang ada. Aqidah diharapkan menjadi standar dalam berteknologi juga dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan juga aqidah diterapkan dalam menyalurkan minat seni dan menjadikan seni sendiri menjadi halal dan layak untuk dinikmati. Dalam penjelasan berikutnya akan diuraikan nilai-nilai dalam kehidupan pribadi dan sosial, aqidah dalam pengembangan Ipteks, dan upaya memperkokoh akidah. Pertama, nilai-nilai dalam kehidupan pribadi dan sosial. Nilai dalam kehidupan tentu telah diatur sedemikian sehingga masyarakat mengerti ketetapan dan batas-batas dalam berperilaku terhadap sesamanya. Adapun aqidah dalam keluarga, contohnya sholat berjamaah dengan keluarga, makan malam bersama. Dan adapula aqidah dalam bermasyarakat, aqidah dalam bernegara, aqidah dalam pemerintahan misalnya ijtihad, dan lainnya. Nilai nilai yang terkandung antara lain adalah nilai keyakinan dan nilai ketaatan. Kedua, aqidah dalam pengembangan Ipteks. Ipteks adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Aqidah dalam Ipteks berarti, aqidah diharapkan mampu menjadi standar yang menyaring pengetahuan untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari manusia. Pengetahuan seperti apa yang pantas untuk diketahui manusia, karena banyak manusia yang ingin tahu melebihi garis batas yang sudah ditetapkan. Manusia ingin lebih berkuasa dari penciptanya. Itu nyata, manusia tidak lagi ingin tahu untuk sekedar ingin tahu dan mengembangkan bakatnya, tetapi telah menjajah wilayah kekuasaan Allah. Tahukah anda, manusia sedang meretas dirinya sendiri mencari tahu apakah kehidupan dapat dimanipulasi? Pertanyaan terus berkembang. Ingin tahu untuk pengetahuan tidak masalah, tapi apakah pengetahuan tersebut dipakai sesuai dengan tujuan awalnya? Untuk menyejahterakan manusia? Banyak manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Keyakinan seperti apakah yang manusia anut? Keyakinan yang sesuai dengan norma dan moral, ataukah hanya keyakinan akan bisa menaklukkan apa yang memang mustahil untuk ditaklukkan? Disinilah aqidah berperan penting dalam memberikan keyakinan yang nyata sesuai dengan peraturan dan nilai-nilai lainnya. Ketiga dan terakhir, upaya memperkokoh aqidah. Apakah sulit memperkokoh aqidah? Jawabannya bisa ya dan tidak. Tergantung anda tipikal orang yang pantang menyerah atau tidak. Untuk percaya, tentu kita butuh bukti, dan bukti kadang akan terungkap jika kita sendiri ada di

dalamnya, maksudnya, mengalami sendiri. Dalam memperkokoh aqidah, kita perlu untuk tahu persis pemasalahan yang dihadapi, kalau kita tidak tahu persis, bagaimana kita menyelesaikan permasalahan yang ada dengan jawaban yang tepat? Lalu kita harus percaya pada hati nurani dan diri kita sendiri, karena kalau kita tidak percaya pada diri kita? Kepada siapa lagi? Alla ada dimana saja, mungkin juga ada di hati kita, membisikkan hal-hal yang sekiranya harus, sebagai manusia. Lalu berikutnya yakin dan percaya bahwa keputusan yang kita ambil tepat atau sesuai dengan kenyataan yang ada juga sesuai dengan norma dan aturan agama yang mengikat. Maksudnya, keputusan yang kita ambil tidak mengada-ada, tidak berandai-andai, realistis, tapi juga idealis. Yang terakhir, dan pasti, mempelajari ayat-ayat Allah SWT di alam semesta dan juga di Al-Quran. Ayat-ayat tak selamanya tertulis, banyak pengetahuan tentang hidup disekitar kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantanga manusia dalam sepanjag sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam al-quran seperti kaum Ad, Samud, madyan, dan Saba maupun yang didapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuk apabila akhlaknya rusah. Aqidah dan Akhlak merupakan dasar yang utama dalam pembentukan kepribadian manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya kepribadian berakhlak merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian secara keseluruhan. Tentang pendidikan akhlak ini lebih lanjut dikatakan oleh Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, mengatakan bahwa Pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam dan mencapai suatu akhlak yang sempurna merupakan tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam. Dengan demikian jelas bahwa gambaran manusia yang ideal yang harus dicapai melalui pendidikan adalah manusia yang sempurna akhlaknya. Menurut ajaran Islam berdasarkan praktek Rasulullah, pendidikan akhlakul karimah (akhlak mulia) adalah faktor penting dalam membina suatu umat atau membangun suatu bangsa. Suatu pembangunan tidak ditentukan semata dengan faktor kredit dan investasi material. Betapapun melimpah ruahnya kredit dan besarnya investasi, kalau manusia pelaksanaannya tidak memiliki akhlak yang baik, niscaya segalanya akan berantakan akibat penyelewengan dan korupsi. Oleh karena itu, program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha ialah pembinaan akhlak mulia. Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan bawah. Akhlak dari suatu bangsa itulah yang menentukan sikap hidup dan laku perbuatannya. Tepat apa yang dikatakan oleh penyair besar Ahmad Syauqi Bey, yaitu kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu. Apabila suatu bangsa (umat) itu telah rusak, maka hal ini juga akan mempengaruhi akhlak generasi-generasi mendatang. Terlebih lagi kalau rusaknya akhlak tersebut tidak segera mendapat perhatian atau usaha untuk mengendalikan dan memperbaikinya. Bagaimanapun akhlak dan perilaku suatu generasi itu akan sangat menentukan terhadap akhlak dan perilaku umat-umat sesudahnya. Oleh karena itu, tidak salah apa yang telah disampaikan oleh para ahli

pendidikan bahwa perkembangan pribadi itu akan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama berupa pendidikan. Dijelaskan bahwa manusia yang baik adalah manusi ayang memiliki lima syarat utama atau memenuhi empat syarat pokok, yaitu akhlak, amal, asih, arif dan ahli. Kalau penulis perhatikan dan amati dalam kehidupan sehari-hari, berkaitan dengan moral dan budi pekerti yang menimbulkan kemerosotan norma-norma susila dan norma-norma agama dikalangan masyarakat, terutama dikalangan generasi pemuda yang bisa membawa kegoncangan hidup manusia. Dengan adanya aqidah yang tidak tetap dan kokoh itu, tentu akan menyebabkan orang tersebut mudah teromabang-ambingkan oleh arus Syaithoniah. Dari keadaan semacam ini apabila tidak dapat dikendalikan oleh norma-norma yang menyetirnya (agama), maka akan terjadi adalah kekacauan dalam kehidupannya. Kita sebagai generasi penerus, harus menyadari hal tersebut, karena pada pundak generasi mudalah akan ditumpahkan harapan masa depan bangsa ini, guna menyambung usaha-usaha memperbaiki akhlak yang sementara ini terbengkalai, cita-cita bangsa yang belum terlaksana sepenuhnya dan selanjutnya untuk memelihara apa-apa yang telah ada dan mengusahakan yang baru (lebih baik) agar dapat berkembang lebih maju dan semakin sempurna. Oleh karena itu, pendidikan tentang akhlak dalam kehidupan umat manusia menempati kedudukan yang sangat penting. Di Madrasah Tsanawiyah pendidikan merupakan bagian integral dari pendidikan agama. Memang pendidikan Aqidah Akhlak bukan satu-satunya faktor yang menentukan sekaligus membentuk watak dan kepribadian peserta didik. Tetapi secara substansial mata pelajaran Aqidah Akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Aqidah Akhlak memberikan pengajaran tentang tata nilai yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, mengatur hubungan antara sesama manusia, mengatur hubungan dengan lingkungan dan mengatur dirinya sendiri. Dengan demikian pelajaran Aqidah Akhlak merupakan pelajaran yang teoritis dan aplikatif. Pelajaran teoritis menanamkan ilmu pengetahuan, sedangkan pelajaran aplikatif membentuk sikap dan perilaku dalam kehidupan. Jadi, tolok ukur keberhasilan siswa tidak dapat diukur dengan tinggi rendahnya taraf intelektual anak (aspek kognitif), melainkan hendaknya harus dilihat dari sisi bagaimana karakteristik yang terbentuk melalui pendidikan formalnya (aspek afektif dan psikomotorik). Upaya pengembangan pembelajaran Aqidah Akhlak yang berorientasi pada pendidikan nilai (afektif) perlu mempertimbangkan 3 faktor yang mempengaruhi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), yang lebih menekankan pada penggalian karakteristik peserta didik, terutama dalam hal perkembangan nilai yang sekaligus dapat mempengaruhi pilihan strategi (pendekatan metode dan teknik) yang dikembangkannya. Sehingga pembelajaran Aqidah Akhlak tidak sekedar terkonsentrasi pada persoalan teoritis dan kognitif semata, akan tetapi juga sekaligus mampu menginternalisasikan makna dan nilai-nilai Aqidah Akhlak dalam diri siswa melalui berbagai cara, media dan forum. Selanjutnya makna dan nilai-nilai tersebut dapat menjadi sumber motivasi bagi siswa untuk bergerak, berbuat, berperilaku secara konkrit dalam wilayah kehidupan praktis sehari-hari. Karena itu sekolah, yang berfungsi sebagai wahana pembinaan, pengajaran dan pendidikan harus mampu mengatasi perilaku siswa dengan menggunakan mata pelajaran Aqidah Akhlak sebagai materi pokoknya dengan menginternalisasikan ke dalam diri siswa makna dan nilai-nilai Aqidah Akhlak dalam interaksi riil agar dapat tercapai tujuan pendidikan yaitu menciptakan manusia

Indonesia seutuhnya serta menjauhkan diri siswa dari penyimpangan perilaku yang tidak diharapkan. MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar merupakan madrasah yang menampung anak sekitar. Dari realitas yang ada lingkungan memiliki peranan besar dalam mewarnai proses penanaman nilainilai aqidah dan akhlak bagi anak. Oleh karana itu terlebih dahulu penulis akan menguraikan masalah tentang Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar Desa Tungkal V Kecamatan Seberang Kota. B. Pokok Pokok Masalah Dari latar belakang dan penegasan istilah diatas, maka permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. 2. Apakah hal-hal yang kurang mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. 3. Apa nilai-nilai yang ditanamkan dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. b. Ingin mengetahui apa hal-hal yang kurang mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. c. Ingin mengethui sejauhmana pendidikan Aqidah Akhlak dapat ditanamkan kepada siswa di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. 2. Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. b. Untuk mengetahui apa hal-hal yang kurang mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. c. Untuk mengetahui sejauhmana pembelajaran Aqidah Akhlak dapat ditanamkan kepada siswa di MTs Hidayatul Islamiyah Parit Kahar. d. Untuk melengkapi salah satu syarat guna memperoleh genar sarjana strata satu (S.1) Jurusan Pendidikan Agama Islam pada STAI An-Nadwah Kuala Tungkal. D. Kerangka Teoritis Supaya penelitian ini dapat terarah dan terfokus pada pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka perlu kerangka teori yang dapat dijadikan dasar dalam analisis dan menarik kesimpulan dalam penelitian ini. 1. Pengertian dan Pembelajaran Akidah akhlak Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengat etika. Akhlak menurut bahasa berarti tingkal laku, perangai atau tabiaat sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk, mengatur pergaulan manusia dan menentukan tujuan akhir

dari usaha dan pekerjaan. Dari sudut kebiasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu isim masdar (bentuk infenitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid afala, yufilu ifalan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabiah (Kelakuan, tabiat, watak asar) al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maruah (peradaban yang baik), dan al-din (agama). Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli tentang struktur agama Islam antara lain Syekh Mahmud Syaltout menyebutkan bahwa ajaran Islam itu terdiri atas aqidah dan syariah, sementara hasbi As-Shidiqi menyebutkan Itikad, akhlak dan amal shsleh. Aqidah, syariah dan akhlak merupakan tiga hal yang tak bisa dipisahkan. Dalam prakteknya ketigannya menyatu secara utuh dalam peribadi seorang muslim. Pembelajaran Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa, hakikat pendidikan akhlak adalah inti pendidikan semua jenis pendidikan karena ia mengarahkan pda terciptanya perilaku lahir dan batin manusia sehingga menjadi manusia seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap luar dirinya. Dengan demikian, pendekatan pendidikan akhlak bukan monolitik dalam pengertian harus menjadi nama bagi suatu mata pelajaran atau lembaga, melainkan terintegrasi kedalam bagian mata pelajaran atau lembaga. Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang keagamaan, pendidikan ini juga diarahkan pada peneguhan aqidah disatu sisi, dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa disisi lain. a. Fungsi Pembelajaran Aqidah Akhlak Mengenai fungsi pembelajaran Aqidah Akhlak, di dalam Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kurikulum 2004, telah dijelaskan: 1) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; 2) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga; 3) Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Aqidah Akhlak; 4) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari; 5) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari; 6) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya; 7) Penyaluran peserta didik untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. b. Tujuan Pembelajaran Aqidah Akhlak Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Maskawaih adalah terwujudnya dikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan p[erbuatan bernilai baik sehingga tercapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Pembelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan

peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 2. Ruang Lingkup Bidang Studi Akidah Akhlak Ibn Maskawaih menyebut ada tiga hal pokok yang yang dapat dipahami sebagai materi sebagai materi pendidikan akhlak; 1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh, 2) hal-hal yang wajib bag jiwa, dan 3) hal-hal yang wajib gai hubungannya dengan sesama manusia. Sedangkan ruang lingkup Kurikulum Pendidikan Aqidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah sebagai berikut: a. Aspek aqidah terdiri atas keimanan kepada sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah, keimanan kepada kitab Allah, Rasul Allah, sifat-sifat dan mukjizatnya dan hari akhir. b. Aspek Akhlak terpuji yang terdiri dari atas khauf, taubat, tawadlu, ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif, percaya diri, tekad yang kuat, taaruf, taawun, tafahum, tasamuh, jujur, adil, amanah, menepati janji dan bermusyawarah. c. Aspek akhlak tercela meliputi kufur, syirik, munafik, namimah dan ghibah. 3. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Aqidah dan Akhlak Standar kompetensi adalah batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu. Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat aqidah serta meningkatkan kualitas akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs adalah sebagai berikut: a. Meyakini sifat-sifat wajib dan mustahil Allah yang nafsiyah dan salbiyah, berakhlak terpuji kepada Allah dan menghindari akhlak tercela kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari. b. Meyakini kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul serta mempedomani dan mengamalkan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. c. Meyakini dan mengamalkan sifat-sifat wajib dan mustahil Allah yang maani/manawiyah serta sifat jaiz bagi Allah, berakhlak terpuji kepada diri sendiri, menghindari akhlak tercela kepada diri sendiri, serta meneladani perilaku kehidupan Rasul/sahabat/ulama dalam kehidupan sehari-hari. d. Meyakini Nabi dan Rasul Allah beserta sifat-sifat dan mujizatnya dan meneladani akhlak Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari. e. Meyakini adanya hari akhir alam dalam alam ghaib dalam kehidupan sehari-hari, berakhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela terhadap lingkungan sosial/sesama manusia dalam masyarakat. f. Berakhlak terpuji terhadap lingkungan flora dan fauna serta menghindari akhlak tercela terhadap lingkungan flora dan fauna serta meneladani akhlak para Rasul/sahabat atau ulul amri dalam kehidupan sehari-hari. 4. Metode Pembelajaran Bidang Studi Aqidah Akhlak Metode merupakan sarana yang ditempuh dalam rangka mencapai sebuah tujuan. Bahkan memiliki kedudukan yang sangat signifikan dalam pencapaian tujuan tersebut. Sebuah tujuan tidak akan berhasil tercapai sebagaimana dicita-citakan manakala tidak digunakan metode-

metode yang tepat dalam pencapaiannya. Dari sini maka fungsi guru dalam pemilihan dan kombinasi metode yang tepat sangat diperlukan. Ketepatan metode sendiri sangat bergantung pada tujuan, bahan dan pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Beberapa metode pembelajaran yang dapat dipergunakan oleh pengajar antara lain: a. Metode Ceramah Metode ceramah adalah penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya. Metode ini sering dipergunakan dan dijadikan pilihan utama di dalam pembelajaran kepada anak didik. Metode ini tepat untuk digunakan dalam menghadapi siswa yang banyak dan pengajar ingin memberikan topik baru dan tidak ada sumber-sumber pelajaran lain pada siswa. b. Metode Tanya Jawab Yaitu suatu metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. c. Metode Diskusi Menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar, diskusi adalah : Suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat, diskusi selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh anggota dalam kelompoknya. Menurut J. J. Hasibuan dan Moedjiono mendefinisikan diskusi ialah Suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tentu melalui caratukar menukar informasi mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah. Sedangkan Imansyah Alipandie memberikan pengertian diskusi sebagai berikut: Diskusi ialah cara mengajar dengan jalan mendiskusikan suatu topic mata pelajar tertentu, sehingga menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid. Dalam metode ini semua anak diikut sertakan secara aktif untuk mencari pemecahan tentang topic tersebut. Karena dalam diskusimemerlukan dan melibatkan beberapa orang yang bekerjasama dalam mencapaikemungkinan pemecahan yang terbaik, maka metode ini bias juga disebut metode musyawarah. Sedangkan Nana Sudjana memberikan pengertian diskusi adalah tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama. d. Metode Pemberian Tugas Belajar (Resitasi) Pemberian tugas belajar dan resitasi ialah suatu cara mengajar di mana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa ole guru dan murid mempertanggung-jawabkannya. e. Metode Demonstrasi dan Eksperimen Adalah suatu metode mengajar di mana guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu. Metode ini merupakan metode umum yang sering digunakan dalam pembelajaran, selain metode-metode tersebut masih banyak metode-metode lain yang dapat dipakai. 5. Pendekatan Pembelajaran Aqidah Akhlak

Cakupan materi pada setiap aspek dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang terpadu melalui pendekatan: a. Pendekatan Keimanan Yaitu mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah Swt sebagai sumber kehidupan. b. Pendekatan Pengalaman Yaitu mengkondisikan peserta didik untuk mempraktikkan dan merasakan hasil-hasil pengalaman akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. c. Pendekatan Pembiasaan Yaitu melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan hadits serta dicontohkan oleh para ulama. d. Pendekatan Rasional Yaitu usaha meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran Aqidah dan Akhlak dengan pendekatan yang memfungsikan rasio peserta didik, sehingga isi dan nilai-nilai yang ditanamkan mudah dipahami dengan penalaran. e. Pendekatan Emosional Yaitu upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati aqidah dan akhlak mulia sehingga lebih terkesan dalam jiwa peserta didik. f. Pendekatan Fungsional Yaitu menyajikan materi aqidah dan Akhlak yang memberikan manfaat nyata bagi peserta didik dalam kehidupan seharihari. g. Pendekatan Keteladanan Yaitu pembelajaran yang menempatkan dan memerankan guru serta komponen madrasah lainnya sebagai teladan; sebagai cerminan dari individu (siswa) yang memiliki keimanan teguh dan berakhlak mulia. 6. Alat Pembelajaran Aqidah Akhlak Alat pembelajaran adalah sarana fisik serta alat-alat/teknologi pembelajaran yang dipakai untuk memudahkan, mengefisienkan dan mengoptimalkan kualitas pembelajaran. Menurut Zakiah Daradjat sebagaimana dikutip Djasuri, alat atau media pembelajaran adalah: alat perlengkapan mengajar untuk melengkapi pengalaman belajar bagi guru. Sedangkan menurut Zuhairini, alat bagi pembelajaran agama dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu: a. Alat pembelajaran klasikal Yaitu alat-alat pembelajaran yang dipergunakan oleh guru bersama-sama dengan murid. Seperti; papan tulis, kapur, tempat shalat dan lain sebagainya. b. Alat pembelajaran individual Yaitu alat-alat yang dimiliki oleh masing-masing murid dan guru. Misalnya; alat tulis, buku pegangan, buku persiapan guru. c. Alat Peraga Yaitu alat pembelajaran yang berfungsi untuk memperjelas maupun mempermudah dan memberikan gambaran konkrit tentang hal-hal yang diajarkan. Dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa alat pembelajaran adalah alat-alat yang dipergunakan sebagai pembantu dalam menyampaikan bahan pembelajaran. Alat pembelajaran bidang studi akidah akhlak dapat berupa papan tulis, media cetak, contoh-contoh kelakuan dan masyarakat sekitar. 7. Evaluasi Pembelajaran Bidang Studi Akidah Akhlak

Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilai berdasarkan kriteria tertentu. Dalam konteks ini maka evaluasi tersebut adalah pemberian pertimbangan atau nilai dalam bidang studi akidah akhlak. Fungsi dari evaluasi adalah untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus dan untuk mengetahui tingkat keefektifan PBM yang dilakukan oleh guru. Evaluasi dapat dilakukan pada jangka pendek dan jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setelah berlangsungnya proses belajar mengajar, evaluasi ini disebut evaluasi formatif. Sedangkan evaluasi jangka panjang dilakukan setelah proses belajar mengajar dilakukan selama beberapa kali dan pada periode tertentu, misalnya pada tengah semester atau akhir semester, evaluasi ini disebut evaluasi sumatif. Pada umumnya evaluasi menggunakan dua teknik; pertama, teknik non-tes, yaitu; evaluasi yang tidak menggunakan soal-soal tes dan bertujuan untuk mengetahui sikap dan sifat kepribadian murid yang berhubungan dengan kiat belajar atau pendidikan. Kedua, teknik tes, yaitu; suatu alat pengumpul informasi, tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam evaluasi pembelajaran bidang studi akidah akhlak ada tiga, yaitu a. Aspek kognitif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan/kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut. b. Aspek afektif, meliputi perubahan-perubahan dalam sikap mental, perasaan dan kesadaran. c. Aspek Psikomotorik, meliputi perubahan-perubahan dalam bentukbentuk tindakan motorik. Tiga aspek tersebut harus berimbang karena ketiganya merupakan satu paket yang harus dicapai dari pembelajaran bidang studi akidah akhlak. Untuk mengetahui kompetensi peserta didik sebagai hasil pembelajaran aqidah akhlak, perlu dilakukan penilaian dengan ramburambu sebagai berikut: a. Penilaian yang dilakukan meliputi penilaian kemajuan belajar dan penilaian hasil belajar peserta didik yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan perilaku mereka. b. Penilaian kemajuan belajar merupakan pengumpulan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan dasar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kurun waktu, unit satuan, atau jenjang tertentu. c. Penilaian hasil belajar Aqidah-Akhlak adalah upaya pengumpulan informasi untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap suatu kompetensi meliputi: pengetahuan, sikap dan nilai. Penilaian hasil belajar ini dilakukan sepenuhnya oleh madrasah yang bersangkutan. Hasil penilaian dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam memasuki pendidikan jenjang berikutnya. d. Penilaian hasil belajar Aqidah-Akhlak secara nasional dilakukan dengan mengacu pada kompetensi dasar, hasil belajar, materi standar, dan indikator yang telah ditetapkan di dalam kurikulum nasional. Penilaian tingkat nasional berfungsi untuk memperoleh informasi dan tentang mutu hasil penyelenggaraan mata pelajaran aqidah akhlak. e. Teknik dan instrumen penilaian yang digunakan adalah yang dapat mengukur dengan tepat kemampuan dan usaha belajar peserta didik. f. Penilaian dilakukan melalui tes dan non-tes. g. Pengukuran terhadap ranah afektif dapat dilakukan dengan menggunakan cara non-tes, seperti skala penilaian, observasi dan wawancara. h. Penilaian terhadap ranah psikomotorik dengan tes perbuatan dengan menggunakan lembar

pengamatan atau instrumen lainnya. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran akidah akhlak diperlukan evaluasi sebagai pertimbangan atas pelaksanaan pembelajaran bidang studi akidah akhlak yang diberikan. E. Definisi Operasional Pada penegasan istilah ini penulis bermaksud mendiskripsikan pengertian judul skripsi, sehingga diperoleh penjelasan maksud yang terkandung didalamnya 1. Studi Studi diartikan sebagai kajian, telaah, penelitian, penyelidikan. 2. Pendidikan Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didikmelalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang. AD. Marimba memberikan batasan Pendidikan adalah bimbingana atau secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Langeveld, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup seharihari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa. 3. Aqidah Akhlak Aqidah akhlak yaitu sub-mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang membahas ajaran agama Islam dalam segi aqidah dan akhlak. Akhlak menurut linguistic bahasa Arab ialah bentuk jamak daripada Khulq dan berarti cirri-ciri watak seseorang (The traits of mans moral kharakter), tetapi dalam arti agama, akhlak ialah sesuatu daya fositif dan aktif dalam bentuk prilaku/perbuatan. Akhlak diartikan sebagai hal-hal berkaitan dengan sikap, perilaku dan sifat-sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan sasarannya, dengan makhluk-makhluk lain dan dengan Tuhannya. Suatu keadaan yang melihat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatanperbuatan yang mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan dan penelitian.

Akidah Dan Perubahan


Oleh: Tate Qomaruddin, Lc. Rasulullah saw. bersabda, Setiap Nabi mempunyai sahabat dan hawari yang selalu berpegang teguh dengan petunjuknya dan mengikuti sunnahnya. Lalu muncullah generasi pengganti (yang buruk) yang (hanya) mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang berjuang (untuk meluruskan) mereka dengan tangannya, dia adalah mukmin. Dan barang siapa yang berjuang dengan lidahnya, maka ia adalah mukmin. Dan barangsiapa berjuang dengan hatinya, maka ia adalah mukmin. Dan tidak ada di belakang itu keimanan sedikit pun. (Muslim) Perubahan harus dikawal dengan aqidah islamiyyah. Aqidah islamiyyah memberi keuntungan yang luar biasa bagi individu yang mencita-citakan perubahan, seperti yang telah dijelaskan pada tulisan bagian terdahulu. Namun bukan itu saja. Aqidah islamiyyah juga punya peran besar dalam menciptakan ketenteraman dan keharmonisan kehidupan sebuah masyarakat. Keimanan

kepada Allah, Rasul-Nya, dan hari akhir serta berserah diri kepada Allah dan patuh kepada agama-Nya telah meluruskan semua yang bengkok di dalam kehidupan dan mengembalikan setiap individu dalam masyarakat manusia kepada kedudukannya, tidak mengurangi dan tidak pula melebih-lebihkan martabatnya, tulis Maududi. (Kerugian Dunia Akibat Kemorosotan Kaum Muslimin, hal.127, th. 88) Perubahan harus dikawal dengan aqidah islamiyyah. Aqidah islamiyyah memberi keuntungan yang luar biasa bagi individu yang mencita-citakan perubahan, seperti yang telah dijelaskan pada tulisan bagian terdahulu. Namun bukan itu saja. Aqidah islamiyyah juga punya peran besar dalam menciptakan ketenteraman dan keharmonisan kehidupan sebuah masyarakat. Keimanan kepada Allah, Rasul-Nya, dan hari akhir serta berserah diri kepada Allah dan patuh kepada agama-Nya telah meluruskan semua yang bengkok di dalam kehidupan dan mengembalikan setiap individu dalam masyarakat manusia kepada kedudukannya, tidak mengurangi dan tidak pula melebih-lebihkan martabatnya, tulis Maududi. (Kerugian Dunia Akibat Kemorosotan Kaum Muslimin, hal.127, th. 88) Aqidah Islam telah behasil menghadirkan tonggak-tonggak masyarakat sejahtera dan berkeadilan. Tonggak-tonggak itu adalah: (1) Kebebasan jiwa; (2) Persamaan kemanusiaan yang sempurna; (3) Aktifitas amar maruf dan nahi munkar; dan (4) Solidaritas sosial yang kuat. Tanpa keempat tonggak itu mustahil tercipta kedamaian, ketenteraman, dan kesejahateraan pada sebuah mansyarakat. Secara konsepsional dan empiris, keempat tonggak itu dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, kebebasan jiwa. Tidak akan terjalin interaksi harmonis antar anggota masyarakat tanpa kebebasan jiwa setiap anggota masyarakat tersebut. Dalam keadaan jiwa terikat, dihantui ketakutan, atau terbelenggu dengan perbudakan oleh sesama manusia, mustahil ada hubungan harmonis itu. Yang akan lahir adalah justeru perilaku-perilaku semu dan sikap-sikap terpaksa. Dalam keadaan demikian, kehidupan masyarakat hanya akan merupakan kumpulan keluhan dan daftar kesengsaraan. Yang kuat akan menjadi penguasa. Dan yang lemah akan menjadi budak pengabdi, tanpa punya pilihan. Dan adalah kondisi paling berbahaya dalam kehidupan jika antar manusia diciptakan hubungan tuhan-hamba. Dan kemerdekaan jiwa itu hanya dilahirkan dari aqidah yang benar. Penanaman kebebasan jiwa dilakukan oleh Islam dengan menegaskan bahwa manusia harus terbebas dari peribadatan, pengabdian, kepatuhan dan loyalitas kepada selain Allah; bahwa tidak seorang pun yang memiliki kekuasaan menghidupkan dan mematikan selain Allah; bahwa sumber rezeki dan yang menentukan kepada siapa rezeki itu diberikan hanyalah Allah; serta, bahwa hanya Allah pula yang memberikan keselamatan dan bahaya (madharat). Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang berkuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup; dan siapakah yang mengatur segala urusan? Mereka akan menjawab: Allah. (Yunus: 31) Dengan demikian aqidah Islam adalah motivator dan orang beriman adalah pelopor perlawanan terhadap segala upaya mempertuhankan manusia oleh sesama manusia. Sebab hal itu

bertentangan secara diametral dengan pembebasan jiwa manusia. Maka itulah Allah Rabb kamu yang benar. Maka tiadalah setelah kebenaran itu selain kesesatan. (Yunus: 32). Dan salah satu butir Piagam Madinah sebuah kesepakatan antara kaum muslimin dengan penduduk Madinah adalah Janganlah sebagian kita menjadikan sebagian lain sebagai tuhan. Ini sesuai dengan petunjuk Al-Quran di surat Ali Imran ayat 64. Katakanlah: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). Kedua, persamaan kemanusiaan yang sempurna. Di atas tonggak pertama itu dibangunlah tonggak berikutnya: persamaan kemanusian yang sempurna. Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian (terdiri) dari laki-laki dan wanita; dan Kami jadikan kalian berbangsabangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. (Al-Hujurat: 15). Ayat ini menegaskan bahwa terhormat dan terhinanya manusia tidak dibedakan berdasarkan ras, suku, warna kulit, kebangsaan, kekayaan, jabatan, dan ukuran-ukuran picik lainnya. Rasulullah saw., saat melakukan haji wada (pamungkas) menegaskan pula, Sesungguhnya darah-darah kalian dan kehormatan kalian haram (untuk dilanggar) oleh kalian, kecuali dengan hak Islam. Tiada keutamaan bagi orang Arab atas non-Arab dan tidak keutamaan bagi non-Arab atas orang Arab; tidak ada keutamaan bagi orang berkulit putih atas kulit hitam dan tidak pula orang berkulit merah atas kulit putih, melainkan dengan taqwa. Kalian semua berasal dari Adam. Sedangkan Adam berasal dari tanah. Manakala penghargaan kepada seseorang diberikan berdasarkan prestasinya dalam kebaikan dan kebenaran dan bukan didasarkan pada asal-usul, ras atau sukunya, ini pertanda baik. Sebab hal itu akan melahirkan suasana yang kondusif bagi terwujudnya persaingan sehat antar warga masyarakat. Setiap orang, tanpa dibedakan oleh perbedaan-perbedaan yang bersifat taqdir seperti warna kulit dan kebangsaan mempunyai peluang yang sama besar untuk membaktikan segala potensi dan kemampuannya untuk mewujudkan keinginan-keinginannya. Sayyid Quthb menegaskan, Islam bersih dari fanatisme suku dan ras; dan persamaan derajat yang diciptakannya sudah sampai pada tingkatan yang selama ini belum pernah dicapai oleh peradaban Barat, sampai detik ini sekalipun; sebuah peradaban yang memberi justifikasi kepada bangsa Amerika untuk memusnahkan bangsa Indian berkulit merah melalui penumpasan terencana, di depan mata dan telinga dunia internasional; yang memberi justifikasi kepada penguasa Afrika Selatan untuk menindas orang kulit hitam melalui undang-undang rasialis; dan memberi justifikasi pula kepada penguasa Rusia, China, dan India untuk menumpas kaum Muslimin di wilayah mereka. Ketiga, aktivitas amar maruf dan nahi munkar. Masyarakat yang dilandasi aqidah Islam akan sangat peduli tentang nasib lingkungannya. Karenanya, mereka selalu melakukan aktivitas amar maruf dan nahi munkar. Dengan demikian setiap anggota masyarakat secara otomatis menjadi pengontrol terhadap perjalanan kehidupan masyarakatnya dan pemerintahannya. Dan orangorang beriman itu, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian mereka adalah penolong

(pemimpin) bagi sebagian lain; mereka menyuruh melakukan yang maruf dan mencegah dari yang munkar. (At-Taubah: 71) Cukuplah menjadi alasan datangnya bencana dari Allah jika sebuah masyarakat telah tercerabut kepeduliannya terhadap perilaku anggota masyarakatnya; jika mereka lebih memilih selamat diri sendiri daripada melakukan koreksi terhadap apa yang terjadi di sekitarnya; jika mereka takut untuk mengatakan yang benar sebagai benar dan yang salah adalah salah. Dan bencana yang kini menimpa negeri tercinta ini pun tidak lepas dari adanya kelalaian untuk melakukan amar maruf dan nahi munkar itu. Rasulullah saw. bersabda, Demi Zat Yang diriku ada di tangan-Nya, perintahlah kepada yang maruf dan cegahlah dari yang munkar, atau (jika tidak kamu lakukan), maka Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian memohon kepada-Nya dan tidak dikabulkan. (Hadits Hasan riwayat At-Tirmidzi) Keempat, solidaritas sosial yang kuat. Ajaran keimanan yang diterima oleh umat beriman menetapkan bahwa berbuat baik kepada sesama manusia adalah syarat kesempurnaan iman. Misalnya saja, di antara tuntutan iman itu: tidak mengolok-olok, tidak mencela, tidak memanggil orang lain dengan panggilan yang tidak menyenangkan, tidak buruk sangka, tidak memata-matai kesalahan orang lain, dan tidak menggibah (menggunjing). Lihat surat Al-Hujurat ayat 11-12. Di samping itu tidak sedikit hadits yang menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terkait denga perilakunya terhadap sesama manusia. Misalnya Rasulullah saw bersabda, Tidaklah beriman kepadaku (dengan sempurna) orang yang bermalam dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan dan dia mengetahuinya. Dalam hadits lain Rasulullah saw. menegaskan, Barangsiapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, maka hendaklah ia berbicara yang baik atau (jika tidak bisa maka) diamlah. Sabdanya pula, Barangsiapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, maka hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, maka hendaklah ia menghormati tamunya. Itu bisa dipertegas lagi dengan adanya kewajiban zakat dan anjuran infaq, shadaqah, serta derma tidak mengikat lainnya. Tidak kurang dari 32 tempat dalam Al-Quran Allah mengiringi kewajiban shalat dengan kewajiban zakat. Ambillah zakat dari harta mereka yang dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. (At-Taubah: 103) Semua itu menegaskan bahwa aqidah telah mempunyai peran penting dalam mewujudkan kehidupan sosial yang ideal. Jadi, tanpa menyertakan aqidah untuk mewujudkan perubahan masyarakat, yang akan terjadi hanyalah kumpulan manusia yang meluncur ke jurang kehancuran yang sangat dalam. Allahu alam. Dikutip dari WWW.dakwatuna.com

You might also like