You are on page 1of 8

I.PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia ber ada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehing ga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya. Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat seb agai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tent ang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemer iksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang a kan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit dara h dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 19 83). Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupu n larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandah usada.dkk, 2000). Pemeriksaan feces dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Seca ra kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, d an Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedang kan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah caci ng yang ada didalam usus. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pa sien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan m engenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit be rlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaa n laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada ge jala klinik kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang disebabkan oleh caci ng gelang (Ascaris lumbricoides). Infeksi ini lebih bamyak ditemukan pada anak-a nak yang sering bermain di tanah yang telah terkontaminasi, sehingga mereka lebi h mudah terinfeksi oleh cacain-cacing tersebut. Biasanya hal ini terjadi pada da erah di mana penduduknya sering membuang tinja sembarangan sehingga lebih mudah terjadi penularan. Pengalaman dalam hal membedakan sifat berbagai spesies parasi t , kista, telur, larva, dan juga pengetahuan tentang bentuk pseudoparasit dan a rtefak yang dikira parasit, sangat dibutuhkan dalam pengidentifikasian suatu par asit. B.TUJUAN 1. Mendiagnosa adanya infeksi cacing parasit pada orang yang diperiksa fece snya. 2. Mengetahui tingkat infeksi cacing yang diderita orang yang diperiksa pec esnya. 3. Mengetahui teknik pemeriksaan telur pada tinja anak-anak. 4. Mengetahui bentuk-bentuk dari cacing parasit, bentuk telur maupun larva agar kita mudah untuk mengenali dan melakukan tindakan efektif baik untuk penceg ahan maupun pengobatan terhadap infeksi caing parasit kepada pasien yang diperik sa. II. TELAAH PUSTAKA A.MACAM-MACAM METODA PEMERIKSAAN FESES Penularan penyakit parasit disebabkan oleh tiga faktor yaitu sumber infeksi, car a penularan dan adanya hospes yang ditulari. Efek gabungan dari faktor ini menen tukan penyebaran dan menetapnya parasit pada waktu dan tempat tertentu. Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat bersifat menahun disertai dengan sedikit ata u tanpa gejala. (Noble, 1961). Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari dua macam cara pemeriksaa n, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dilakukan den

gan menggunakan metode natif, metode apung, dan metode harada mori. Sedangkan pe meriksaan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode kato. 1. 1. Pemeriksaan Kualitatif Metode Natif Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi be rat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemer iksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa e osin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotor an disekitarnya. Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feces yang diperiksa. Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa fecesnya. Dasar teori : eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feces dengan kotoran yang ad a. Kekurangan : dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit terditeks i. Kelebihan : mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang di perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit. Metode Apung (Flotation method) Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenu h yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedi kit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, seh ingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partik el yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk te lur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dar i famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang inferti l. Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan. Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang diper iksa fecesnya. Dasar teori : Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur. Kekurangan : penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu ketel itian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi Kelebihan : dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terliha t jelas. Metode Harada Mori Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylost oma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilu s yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacin g dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik. Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus , Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cac ing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup. Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu ya ng dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak. Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva infe ktif mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur. 1. 2. Pemeriksaan Kuantitatif Metode Kato Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut tekn ik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong cellahane tape. Te

knik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederh ana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa. Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat rin gannya infeksi cacing parasit usus Dasar teori : Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hij au. Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur. Kekurangan : Bahan feses yang di gunakan banyak. Kelebihan : Dapat mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar jumlah telur dan cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat digunakan untuk pemeriksa an tinja masal karena murah dan sederhana, cukup jelas untuk melihat morfologi s ehingga dapat di diagnosis. III. MATERI DAN METODE A. Materi Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi be rat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemer iksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa e osin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotor an disekitarnya. Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenu h yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedi kit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, seh ingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partik el yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk te lur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dar i famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang inferti l. Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylost oma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilu s yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacin g dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik. Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut tekn ik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong cellahane tape. Te knik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederh ana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa. 1. B. METODE 1.Metode Natif 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 1. 2% 2. 3. Alat Bahan Gelas obyek Pipet tetes Lidi Cover glass Mikroskop Tinja anak kecil Eosin 2% Cara kerja : Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau eosin Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan gelas

beda/cover glass. 2. Metode Apung Alat Bahan 1. Obyek glass 2. Mikroskop 3. Cover glass 4. Penyaring teh 5. Tabung reaksi 6. Pengaduk dan beker glass 1. Tinja 2. Larutan NaCl jenuh (33%) 3. Aquades Cara kerja 1. 10 gram tinja di campur dengan 200 ml NaCl jenuh (33%), kemudian di aduk sehingga larut. Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan penyar ing teh. 2. Di diamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi di ambil larutan perm ukaan dan di taruh di atas gelas obyek, kemudian di tutup dengan cover glass. Di periksa di bawah mikroskop. 3. Di tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permu kaan tabung, didiamkan selama 5-10 menit dan di tutup/di letakkan gelas obyek da n segera angkat. Selanjutnya di letakkan di atas gelas preparat dengan cairan be rada di antara gelas preparat dan gelas penutup, kemudian di periksadi bawah mik roskop. 3. Metode Harada Mori Alat 1. Kantong plastik ukuran 30x200mm 2. Kertas saring ukuran 3x15cm 3. Lidi bambu 4. Penjepit 5. Mikroskop Bahan ? Tinja ? Aquades steril Cara kerja 1. Plastik di isi aquades steril kurang lebih 5ml. 2. Dengan lidi bambu, tinja di oleskan pada kertas saring sampai mengisi se pertiga bagiannya tengahnya. 3. Kertas saring di masukkan ke dalam plastik tersebut diatas. Cara memasuk kan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan aquad es dan tinja jangan sampai terkena aquades. 4. Nama penderita, tangggal penamaan, tempat penderita, dan nama mahasiswa. Tabung di tutup plastik/dijepret. 5. Simpan selama 3-7 hari. 6. Disentrifuge dan dimbil dengan pipet tetes kemudian diamati dibawah mikr oskop. 4. Metode Kato 1. 2. 3. 4. 5. 6. Alat Selophane Gelas preparat Karton berlubang Soket bambu Kawat saring Kertas minyak Bahan

1. Bahan yang di gunakan adalah larutan untuk memulas selophane terdiri dar i 100 bagian aquades (6%), 100 bagian gliserin, 1 bagian melachite green 3% dan tinja 30mg. Cara kerja 1. Sebelum pemakaian, pita selophane di masukkan ke dalam larutan melachite green selam kurang lebih 24 jam. 2. Di atas kertas minyak, di taruh tinja sebesar butir kacang, selanjutnya di atas tinja tersebut di tumpangi dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehin gga di dapatkan tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar di atas penyaring. 3. Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di atas kawat peny aring kurang lebih 30mg, dengan menggunakan cetakan karton yang berlubang di tar uh gelas preparat yang bersih. 4. Selanjutnya ditutup dengan pita selophane dengan meratakan tinja di selu ruh permukaan pita sampai sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain. 5. Di biarkan dengan temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi tra nsparan. 6. Seluruh permukaan di periksa dengan menghitung jumlah semua telur yang d itemukan dengan perbesaran lemah. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Nama Metode Cacing Natif Apung H. Mori Kato Ascaris lumbricoides Trichuris trichiura Cacing tambang Cacing pita Ancylostoma duodenale Necator americanus Strongyloides stercoralis Dari percobaan yang kami lakukan, hasil dari semua percobaan negatif. Pada teknik Kato tidak di lakukan percobaan, tetapi hanya melakukan perhitungan jumlah telur berdasarkan pengandaian pada penemuan sejumlah telur cacing dalam t inja yang ditulis hasil pengamatan. Diketahui : Ascaris lumbricoides Berat feces adalah 0,5 mg dalam lubang karton, jumlah telur dalam 0,5 mg feces a dalah 60 butir. Digunakan feces anak-anak dan feces dewasa, berat feces yang dik eluarkan anak-anak adalah 100 gram/hari dan berat feces yang dikeluarkan orang d ewasa adalah 150 gram/hari. Ditanyakan : 1. Jumlah telur keseluruhan pada feses anak-anak dan dewasa 2. Jumlah cacing pada anak-anak dan dewasa Jawab: Jadi, jumlah telur yang ditemukan pada feces anak-anak adalah 12000000 butir dan jumlah cacingannya 60 ekor. Pada orang dewasa jumlah telur yang ditemukan adala h 18000000 dan jumlah cacingnya adalah 90 ekor. B.PEMBAHASAN Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa d engan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah dipu las. Hal yang menguntungkan adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran dari bermac am-macam parasit tetapi perbedaan individual tidak memungkinkan membedakan spesi es hanya dengan melihat besarnya. Tinja sebagai bahan pemeriksa harus dikumpulka n didalam suatu tempat yang bersih dan kering bebas dari urine. Identifikasi ter hadap kebanyakan telur cacing dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah tinja dikeluarkan. (Kurt, 1999) Hasil pemeriksaan tinja yang telah dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori dan metode kato menunjukkan hasil yang negatif yang artinya b

ahwa tidak ditemukan telur ataupun larva dalam tinja yang telah diperiksa. Hasil negatif pada semua metode yang dilaksanakan dapat disebabkan antara lain: 1. Sampel atau feces diperoleh dari orang yang dehat (tidak terinfeksi caci ng parasit usus) 2. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. M isalnya pada metode natif pada saat menusuk-menusukkan lidi bambu pada feces tel ur yang terdapat pada feces tidak menempel pada lidi. Pada metode apung, pada sa at larutan feces didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang sehingga tel ur yang sudah terapung mengendap lagi. 3. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur cacing parasit maupun larvanya. 4. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode. 5. Pada saat diambil fecesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemuk kan telur pada feces. Pemeriksaan feces pada dasrnya dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan secara kual itatif dan pemeriksaan secara kuantitatif. Pemeriksaan feces secara kualitatif, yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur pada masing-masing metod e pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Pemeriksaan feces secara kuantitatif yai tu pemeriksaan feces yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feces.(G andahusada,2000) Telur fertile bentuknya yaitu, telur oval lebar, mempunyai tiga lapis dinding ya ng terluar bergerigi, terdapat rongga udara. Telur infertile bentuknya yaitu, te lur lebih besar daripada yang fertile, dengan ovum yang atrofi, tidak terdapat r ongga udara. Metode yang digunakan pada pemeriksaan feces masing-masing memiliki kelebihan da n kekurangan. Kelebihan masing-masing metode antara lain: 1. Metode natif : Murah, mudah dan cepat. 2. Metode apung : Baik untuk semua jenis telur baik untuk infeksi berat dan ringan. Telur yang ditemukan terpisah dari kotoran. 3. Metode harada mori : Baik sekali untuk melihat infeksi cacing tambang di mana larvanya jauh lebih besar dari telurnya. 4. Metode kato : Bila digunakkan dalam penelitian lapangan tidak membutuhka n cover glass, cover glass bisa diganti dengan cellophane tape, lebih murah. Den gan teknik lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakkan lebih bany ak tinja. Teknik ini disa digunakkan untuk pemeriksaan tinja secara masal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat dia gnosis. Kelebihan masing-masing metode yang digunakan antara lain: 1. Metode natif : Sedikitnya feces yang digunakkan untuk infeksi ringan han ya untuk pemeriksaan infeksi berat. 2. Metode apung : membutuhkan waktu lebih lama, pada waktu pengambilan telu r, telur yang mengapung tidak terambil. Pada waktu menunggu baki atau tabung rea ksi tersenggol sehingga tidak mengapung dan hasilnya negatif. 3. Metode harada mori : Membutuhkan waktu dan alat yang lebih lama. 4. Metode kato : Pada metode kato kuantitatif, karena banyak telur yang dih itung bisa menyebabkan jumlah telur pada feces hasilnya tidak akurat. Pemeriksaan dengan metode natif, slide dengan pewarnaan permanen untuk bentuk tr opozoid harus dipersiapkan sebelum pemekatan. Slide dengan pewarnaan tambahan un tuk melihat kista dan ovum dapat dibuat dari hasil pemekatan tersebut. Dalam ban yak keadaan, khususnya dalam membedakkan Entamoeba histolytica dengan jenis amoe ba lainnya, identifikasi sebagai tindakkan sementara. Sediaan apus dengan pewarn aan permanen memungkinkan penelitian terhadap detail selular. Teknik Flotasi pada metode apung untuk konsentrasi kista dan telur berdasarkan p erbedaan berat jenis antara larutan kimia tertentu (1120 sampai 1210) dan telur larva cacing serta kista protozoa (1050 sampai 1150). Terutama yang dipakai adal ah larutan gula, NaCl atau ZnSO4. Telur dan Kista mengapumg dipermukkaan larutan yang lebih berat, sedangkan tinja tenggelam perlahan-lahan ke dasar. Flotasi le

bih baik dari pada sedimentasi pada pembuatan konsentrasi kista dan telur, kecua li telur beroperkulum, telur Schistoma dan telur Ascaris yang tidak dibuahi. Flo tasi ZnSO4 biasanya sering dipergunakkan dan lebih baik dari flotasi gula, NaCl atau larutan garam jenuh (Brine). Cara pengapungan feces dicampur dengan larutan garam denagn berat jenis 1200 gra m/cc, sehingga telur cacing dan kista akan mengapung ke permukaan kemudian diamb il sebagai bahan pemeriksaan. Larutan dengan berat jenis 1200 gram/cc ini telur cacing Necator americanus, Ancylostoma dupdenale, Ascaris lumbricoides, Trichuri s trichiura tidak mengalami kerusakan, tetapi larva dari Schistosoma sp, Strongy odes sp, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan kista protozoa menjadi sa ngat menciut. Sebaliknya, telur Opisthorchis sp dan Clonorchis sinensis berat je nisnya lebih besar dari 1200 gram/cc sehingga mengendap. Cara menghitung telur pada pemeriksaan dengan metode kato kuantitatif. Penyelidi kkan mengenai penduduk yang terkena infeksi, diharapkan dapat menentukkan berat infeksi dengan mendapatkan jumlah telur yang diperkirakan. Telur yang dikeluarka n setiap harinya berbeda-beda, maka diperlukan perhitungan atas beberapa bahan, terdapat siklus dalam pembentukan telur, pengaruh dari kepadatan tinja, makanan, pencernaan yang salah dan faktor-faktor lain yang diketahui, dan pengeluaran te lur tiap cacing mungkin berbeda untuk hospes yang berbeda. Jumlah telur yang dik eluarkan tiap harinya lebih dapat dipercaya dari pada jumlah telur dalam tiap gr am tinja. Menghitung jumlah telur sebelum pengobatan dapat menentukan pengobatan yang diperlukan dan menghitung jumlahnya setelah pengobatan dapatmenentukkan ha silnya. (Brown, 1969) Empat kriteria untuk infeksi oleh cacing parasit (Darwin Karyadi): Infeksi sangat ringan : 1-9 (15-149 butir telur) Infeksi ringan : 10-24 (150-375 butir telur) Infeksi sedang : 25-49 (375-749 butir telur) Infeksi berat : > 50 (750 butir telur lebih) Pemeriksaan kuantitatif Kato yang dilakukan hanya berdasarkan perkiraan yang dit entukkan praktikan. Perhitungan yang dilakukan didapatkan hasil yaitu: Infeksi pada orang dewasa termasuk infeksi ringan dengan 90 telur yang ditemukka n pada 0,5 gram tinja. Infeksi pada anak-anak termasuk infeksi ringan dengan 60 butir telur pada 0,5 ti nja. Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Di agnosis yang berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat dipastikkan, segingga h arus dengan bantuan pemeriksaan labolatorium. Bahan yang akan diperiksa tergantu ng dari jenis parasit, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja. Identifikasi terhadap kebanyakkan telur cacing dapat dilakukan da lam bebrapa hari setelah tinja dikeluarkan. V.KESIMPULAN DAN SARAN A.KESIMPULAN 1. Pemeriksaan dengan metode natif, metode apung dan metode kato (kualitati f) adalah mengatui infeksi cacing parasit pada orang yang diperiksa. 2. Pemeriksaan kuantitatif dengan metode kato bertujuan untuk menentukan ju mlah telur yang terdapat dalam tinja yang diperiksa. 3. Pemeriksaan dengan metode harada mori bertujuan untuk menentukkan dan me ngidentifikasi larva infektif dari cacing tambang dan mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus. 4. Hasil yang didapat dari pemeriksaan adalah negatif yang artinya bahwa ti dak ditemukkan telur dalam tinja yang diperiksa. B.SARAN 1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit parasit agar masyarakat dapat terhindar dari zoonosis 1. Membuang faeces pada tempatnya, untuk mencegah terjadinya infeksi cacing parasit usus.

2. Menghindari makanan, air, tanah yang terkontaminasi oleh tinja yang meng andung telur atau larva parasit 3. Menjaga kebersihan diri dan tempat tinggal agat terhindar dari infeksi p arasit

You might also like