You are on page 1of 27

Daftar Pustaka

1. Galloway N. Cataract In Common Eye Diseases and their Management ed 3th. 2006. Springer-Verlag: London. 81-91. 2. Riordan P, et al. Lens In Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th Edition. McGraw-Hill: New York. Hal 174-181.
3. Graham R, et al. Cataract Traumatic. In http://www.emedicine.medscape.com

4. Shock

J,

et

al.

Lensa.

Dalam

Oftalmologi

Umum.

Edisi

14.

2000.

WidyaMedika:Jakarta. Hal: 175-182. 5. Zorab R,et al.Cataract . In Lens and Cataract, American Academy of Opthalmology. Section 11. Edition 2008-2009. San Francisco, USA. Hal: 5-9, 53-57. 6. Oliver J, et al. Cataract Assessment. In Ophthalmology at Glance. 2005.Blackwellscience: Massachusetts. Hal 73-75. 7. Lang,G. Cataract. In Ophthalmology A short text book. 2000. Thieme: NewYork. Hal 183.
8. Lacmanovic Valentina,et al. Surgical Trratment, Clinical Outcome, and Complication

of Traumatic Cataract: Retrospective Study.


9. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;

2004. p. 200-11

BAB II
STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan : An. M.R : 10 tahun 9 bulan : Laki-laki : Cakung : Pelajar

II.

ANAMNESA
Dilakukan secara alloanamnesa dengan ayah pasien pada tanggal 22 November 2011 Keluhan Utama : Pandangan mata menjadi buram sejak 6 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan: tidak ada Riwayat Penyakit Sekarang: Sejak 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh pandangan mata sebelah kiri menjadi buram seperti melihat awan. Sejak saat itu, penglihatan dirasakan semakin memburuk. Pasien jadi sering membentur sesuatu jika sedang berjalan. Keluhan pandangan buram dirasakan timbul perlahan. Keluhan pandangan kabur tidak hilang Katarak Traumatik

timbul tetapi bersifat menetap. Pandangan yang menjadi buram tidak disertai dengan mata merah. Pandangan yang menjadi buram disertai bercak putih pada bagian mata kiri yang berwarna hitam. Awal mulanya bercak putih tersebut kecil, kemudian makin lama makin besar hingga saat ini. Nyeri pada mata tidak dirasakan oleh pasien. Nyeri kepala juga tidak dirasakan pasien. Saat melihat lampu, pasien merasa tidak ada gambaran pelangi. Pasien tidak menggunakan kaca mata. Saat 3 tahun lalu, pasien ditabrak mobil. Pasien tidak ingat mekanisme kejadiannya. Setelah tertabrak, pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan penglihatannya. Riwayat operasi mata pasien tidak ada. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama. Riwayat menggunakan tetes mata dalam waktu yang lama disangkal pasien. Pasien tidak menderita DM dan hipertensi. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat operasi mata pasien tidak ada. Riwayat sakit DM tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien. Riwayat Kehamilan dan persalinan: Ibu pasien rajin memeriksakan kehamilan(saat hamil pasien) ke bidan sesuai jadwal. Selama hamil pasien, ibu pasien tidak pernah sakit berat, mengkonsumsi obatobatan selain vitamin untuk kehamilan. Riwayat memelihara kucing tidak ada. Pasien dilahirkan di rumah sakit ditolong dokter. Cara persalinan spontan, usia kehamilan cukup bulan, kelainan bawaan tidak ada, berat badan lahir 3000 gram.

III.

STATUS GENERALIS
o o

Kesadaran Keadaan Umum

: Compos mentis. : Baik.

Katarak Traumatik

o Tanda Vital

Nadi Pernapasan Suhu

: 90 x /Menit. : 20 x /menit. : Afebris.

IV.

STATUS OFTALMOLOGIS
OD Kedudukan bola mata :
eksotropia pada mata kiri

OS

Tes Hirschberg: deviasi 15 Gerakan bola mata positif ke segala arah Hematom (-), spasme (-), edema (-), Palpebra ptosis (-), trikiasis (-), madarosis (-) Injeksi konjungtiva (-), injeksi silier Konjungtiva (-), injeksi episklera (-), perdarahan subkonjungtiva fibrovaskular (-) Jernih, sikatriks (-), edema (-), Kornea infiltrat (-) Dalam, hifema (-), hipopion (-) Bulat, reguler, rangsang Bilik (-), jaringan Hematom (-), spasme (-), edema (-), ptosis (-), trikiasis (-),madarosis (-) Injeksi konjungtiva (-), injeksi silier (-), injeksi episklera (-), perdarahan subkonjungtiva fibrovaskular (-) Jernih, sikatriks (-), edema (-), (-), jaringan

infiltrat (-) MataDalam, hifema (-), hipopion (-) Bulat, reguler, rangsang cahaya

Depan cahaya Iris dan Pupil

langsung (+), rangsang cahaya tak langsung (+)

langsung (+), rangsang cahaya tak langsung (+)

Katarak Traumatik

keruh (-) Jernih, perdarahan (-) fundus (+); aa/vv = 2/3,

Lensa Vitreous

keruh (+), shadow test (-) Sulit dinilai Sulit dinilai

Papil bulat; batas tegas; Refleks Funduskopi mikroaneuresma (-), perdarahan (-), papil edema (-), penimbunan pigmen sepanjang pembuluh darah (-) 7/7,5 = 18,5 mmhg. Tekanan intraokular 3/60 S-2.50 Visus refraksi

7/7,5 = 18,5 mmhg.

dan1/300. proyeksi nasal (+), temporal (+), superior (-), inferior (-)

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
pemeriksaan USG OS tanggal 23 November 2011 dengan kesan : suspect PVD. DD/ Retinal detachment

VI.

RESUME
An M.R laki-laki usia 10 tahun 9 bulan datang dengan keluhan pandangan mata sebelah kiri menjadi buram seperti melihat awan Sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan pandangan buram dirasakan timbul perlahan dan tidak disertai dengan mata merah. Pandangan yang menjadi buram disertai bercak putih pada bagian lensa. Nyeri pada mata, nyeri kepala, melihat halo sekitar lampu tidak dirasakan oleh pasien. Pasien tidak menggunakan kaca mata. Riwayat mata terbentur saat 3 tahun lalu, tanpa disetai adanya gangguan penglihatan. Riwayat operasi mata pasien tidak ada. Pasien tidak mengkonsumsi obatobatan dalam jangka waktu yang lama. Riwayat menggunakan tetes mata dalam waktu yang lama disangkal pasien. Pasien tidak menderita DM dan hipertensi. Katarak Traumatik

Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang serupa tidak ada. Riwayat Kehamilan dan persalinan baik. Dari pemeriksaa fisik status generalis dalam batas normal. Status oftalmologis didapatkan Kedudukan bola mata : eksotropia pada mata kiri, Tes Hirschberg: deviasi 15, kekeruhan pada lensa di mata kiri dan shadow test (-). pemeriksaan USG OS dengan kesan : suspect PVD. DD/ Retinal detachment.

VII. DIAGNOSIS KERJA


Katarak Traumatik OS.

VIII.

PENATALAKSANAAN Pro Ekstraksi Katarak

IX.

PROGNOSIS
Qua ad Vitam Qua ad Functionam Qua ad Sanactionam

: dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK TRAUMATIK

Definisi

Katarak Traumatik

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, dalam bahasa Inggris disebut cataract, dan dalam bahasa Latin cataracta yang berarti air terjun.1 Pandangan pasien dengan katarak tampak seperti terhalang air terjun. Kesan tersebut terjadi akibat keruhnya lensa karena hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh sehingga cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Katarak traumatik merupakan kekeruhan pada lensa yang muncul akibat cedera pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari atau beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, ataupun gejala sisa dari trauma mata.

Anatomi Lensa Mata


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Posisi lensa ditahan di belakang iris oleh ligamentum suspensorium yang serabut zonularnya terdiri dari fibril protein yang menempelkan ekuatornya ke korpus siliaris. Berbagai macam penyakit dapat mempengaruhi struktur, bentuk, dan posisi lensa. Tebalnya lensa sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul, epitel lensa, korteks, dan nucleus.4,5 1. Kapsul. Kapsul lensa adalah membran yang transparan dan elastik terdiri dari kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk serabut zonular. Kapsul lensa yang Katarak Traumatik

paling tebal ada pada bagian periquatorial anterior dan posterior sedangkan yang paling tipis pada bagian kutub posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal dari pada kapsul bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring dengan berjalannya waktu.5 2. Epitel lensa. Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel. Selsel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak; mereka juga menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energi lensa.5 3. Nucleus dan korteks. Nucleus lensa lebih keras dari pada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung-ke-ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul. 4

Gambar 1. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral (dikutip dari kepustakaan no 7) Gambar 2. Struktur lensa normal (dikutip dari kepustakaan no 4)

Fisiologi
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter entero posterior lensa sampai keukuran yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa Katarak Traumatik

menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.4

Epidemiologi
Sekitar 2,5 juta cedera pada mata terjadi setiap tahun di Amerika serikat. Diperkirakan bahwa sekitar 4-5% dari pasien ahli mata datang ke tempat praktek karena cedera ocular. Katarak traumatik dapat terjadi sebagai sekuel trauma ocular yang akut, subakut, atau lambat. Trauma menjadi penyebab terbanyak kebutaan monocular pada orang yang berusia dibawah 45 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan pada kasus ini adalah 4:1. Cedera mata yang disebabkan oleh pekerjaan dan olahraga paling sering terjadi pada anakanak dan pria dewasa muda.3

Klasifikasi Katarak
Bedasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam : 1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun 2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesuadah usia 1 tahun 3. Katarak senilis, katarak setelah usia 50 tahun. Bila mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik maka hal ini biasanya terdapat pada hamper semua katarak senilis, katarak herediter dan kongenital. 1

Katarak Pada anak-anak


Katarak kongenital Katarak kongenital adalah katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun dan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal dominan. Pada katarak kongenital, kelainan utama terdapat di nukleus lensa, nukleus fetal, atau nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus katarak togenik. Dapat pula terletak di kutub anterior atau posterior lensa apabila katarak terjadi di kapsul lensa. Untuk mengetahui penyebab katarak congenital, diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu dan pemakaian obat selama kehamilan. Katarak kongenital dianggap sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit berikut ini:

Infeksi kongenital, contohnya rubella

Katarak Traumatik

Penyakit metabolik, seperti galaktosemia. Faktor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah: Penyakit metabolik yang diturunkan Riwayat katarak dalam keluarga Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.

Bentuk katarak kongenital yang di kenal adalah :

Katarak polar (piramidalis) anterior : Terjadi akibat gangguan perkembangan lensa pada saat mulai terbentuk plakoda lensa.

Katarak polar (piramidalis) posteriornya : Terjadi akibat arteri hialoid yang menetap (persisten) pada saat tidak dibutuhkan lagi oleh lensa metabolismenya.

Katarak lamelar atau zonular: Terjadi akibat gangguan perkembangan serat. Katarak sentral : Katarak halus yang terlihat pada bagian nukleus embrional. Katarak kongenital dapat pula menyertai kelainan pada mata sendiri yang biasanya

merupakan penyakit-penyakit herediter, antara lain mikroftalmus, aniridia, koloboma, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopia, displasia retina, dan megalokornea. Pada pupil mata bayi yang terkena katarak kongenital, akan terlihat bercak putih. Diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut bila ditemukan adanya bercak putih untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pada katarak kongenital total, penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula ini biasanya tidak akan berkembang sempurna sehingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak mata, visus biasanya tidak akan mencapai 6/6. Hal ini disebut sebagai ambliopia sensoris. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus. Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Beberapa pertimbangan dalam operasi: Operasi katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.

Katarak Traumatik

Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi linier, atau ekstraksi dengan aspirasi. Terapi bedah untuk katarak infantilis dan katarak pada masa anak-anak dini adalah ekstraksi lensa melalui insisi limbus sebesar 3 mm menggunakan alat irigasi-aspirasi mekanis. Jarang diperlukan fakoemulsifikasi karena nukleus lensa anak-anak masih lunak. Berbeda dengan ekstraksi lensa dewasa, sebagian besar ahli bedah mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreum anterior dengan menggunakan alat mekanis pemotong-penyedot korpus vitreum. Hal ini mencegah pembentukan kekeruhan kapsul sekunder atau after cataract (katarak-ikutan). Dengan demikian, pengangkatan primer kapsul posterior menghindari tindakan bedah sekunder dan meningkatkan koreksi optik dini Koreksi optik sangat penting bagi bayi dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orangtua pasien. Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak afakik bilateral dan berusia lebih besar, tetapi sebagian besar operasi katarak anak-anak harus diikuti oleh koreksi dengan lensa kontak. Epikeratofakia tampaknya memberi harapan untuk mengkoreksi afakia pada pasien pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa kontak. Katarak didapat Katarak didapat tidak memerlukan penanganan segera (untuk mencegah ambliopia), seperti pada katarak infantilis karena usia anak sudah lebih tua dan sistem penglihatannya sudah lebih matang. Penilainan bedah didasarkan atas lokasi, ukuran, dan kepadatan katarak, tapi hasil satu periode pengamatan dan uji ketajaman penglihatan subjektif dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan. Karena katarak unilateral pada anak tidak akan menimbulkan gejala atau tanda yang selalu diketahui oleh orang tuanya, program-program pemeriksaan skrining penting untuk menemukan kasus tersebut. Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan penyebab yang sering, penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, batu, kontusio, pajanan berlebih terhadap panas (glassblowers cataract), dan radiasi pengion. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aquous dan kadang-kadang vitreous masuk ke dalam struktur Katarak Traumatik

lensa. Pasien seringkali adalah pekerja industri yang pekerjaannya memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil palu baja dapat menembus kornea dengan kecepatan sangat tinggi lalu tersangkut vitreous atau retina.

Etiopatogenesis
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma okuli perforans atau non perforans. Katarak traumatik bisa disebabkan cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Penyebab lain yang lebih jarang adalah cahaya infra merah (glass-bloers cataract), sengatan listrik, dan radiasi ionisasi, anak panah, sinar-x, dan bahan radioaktif. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan terkadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.4 Katarak yang disebabkan oleh trauma tumpul biasanya membentuk opasitas aksial posterior yang berbentuk stellate atau rosette yang mungkin stabil atau progresif, sedangkan trauma okuli perforans dengan gangguan kapsul lensa dapat menyebabkan perubahan kortikal yang dapat tetap bersifat lokal jika lukanya kecil atau dapat berkembang dengan cepat menjadi total cortical opacification.3 Pada Trauma okuli non perforans, pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadang munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Trauma okulinon perforans dapat disebabkan oleh mekanisme coup dan countercoup. Ketika permukaan anterior mata terkena pukulan, terdapat pemendekan anteriorposterior yang terjadi dengan cepat yang disertai oleh ekspansi equatorial. Peregangan equatorial ini dapat mengganggu kapsul lensa, sonulla, atau keduanya. Kombinasi dari coup, countercoup, dan ekspansi equatorial bertanggung jawab terhadap terjadinya katarak traumatic setelah trauma okuli non perforans.1,3 Pada Trauma okuli perforans, luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih tinggi. Jika objek yang menembus mata melewati kornea tanpa menyentuh lensa, biasanya lensa dapat bertahan, dan, biasanya tidak terjadi katarak. Sayangnya, luka tembus juga dapat menimbulkan pecahnya kapsul lensa, dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior. Jika kapsul lensa orang dewasa mengalami rupture, cenderung akan menimbulkan jaringan fibrosis, dan plak putih yang disebabkan oleh fibrosis dapat menyumbat pupil. Trauma okuli perferans yang mengenai kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal pada bagian yang mengalami trauma. Jika lubangnya cukup besar, keseluruhan lensa akan berubah menjadi opak dengan cepat, tetapi jika lukanya kecil, katarak kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.1,3 Katarak Traumatik

Gejala klinis
Katarak terjadi secara perlahan-perlahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur karena umumnya katarak tumbuh sangat lambat dan tidak mempengaruhi daya penglihatan sejak awal. Daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun. Karena itu, pasien katarak biasanya menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis. Gejala yang timbul akibat opasitas pada lensa mata meliputi : pandangan kabur, yang biasanya bertambah buruk jika melihat objek yang jauh, secara mendadak. Selain itu pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi gejala yang sering muncul. Pasien mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan terang. Mata menjadi merah, lensa opak, dan mungkin terjadi perdarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Pasien juga memiliki riwayat mengalami trauma.1,3,4

Gambar 3. Opasifikasi kortikal komplet yang terjadi setelah trauma okuli perforans (dikutip dari kepustakaan no 5). Gambar 4. Gambaran katarak kortikal focal yang disebabkan oleh trauma tusuk yang kecil di lensa Pada bayi, katarak dapat menyebabkan ambliopia (kegagalan perkembangan penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk.

Pemeriksaan pasien katarak


Pemeriksaan Fisik Setelah katarak.5 anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang berpengaruh pada mata dan juga perkembangan

Katarak Traumatik

Pada awal serangan, penderita katarak merasa gatal-gatal pada mata, air matanya mudah keluar, pada malam hari penglihatan terganggu, dan tidak bisa menahan silau sinar matahari atau sinar lampu. Selanjutnya penderita akan melihat selaput seperti awan di depan penglihatannya. Awan yang menutupi lensa mata tersebut akhirnya semakin merapat dan menutup seluruh bagian mata.9 Bila sudah sampai tahap ini, penderita akan kehilangan penglihatannya. Pemeriksaan Oftalmologis Pemeriksaan mata lengkap dimulai dari pemeriksaan visus. Jika pasien mengeluhkan glare, visus juga harus diperiksa di ruangan yang sangat terang. Pemeriksaan sensitivitas terhadap kontras juga harus dilakukan, terutama jika ada keluhan. Tes shadow akan menunjukkan hasil positif pada stadium katarak imatur.9 Pemeriksaan slit lamp tidak hanya dikonsentrasikan untuk melihat kekeruhan lensa, namun juga menilai struktur okular lainnya seperti konjungtiva, kornea, iris dan bilik mata depan. Penampakan lensa harus dilihat secara seksama sebelum dan sesudah dilatasi pupil. Posisi lensa dan keutuhan serat zonular juga harus diperiksa karena subluksasio lensa dapat mengindikasikan trauma pada mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.5 Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak di daerah nukleus, korteks, subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okuler katarak dapat ditemukan, misalnya deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya. Dari pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop adalah adanya opasitas yang sering kali terlihat sebagai black spoke pada refleks fundus. Penting untuk mendilatasikan pupil dan memeriksanya pada ruangan yang gelap. Sering kali, pada katarak traumatik yang disebabkan oleh kontusio dapat terlihat opasifikasi berbentuk stellate atau rosette (katarak rosette), biasanya terletak di aksial. Pada trauma tembus, cedera pada kapsul mata dapat sembuh, yang menyebabkan katarak kortikal fokal yang stasioner.1,5

Katarak Traumatik

diunduh dari http://www.riversideonline.com/source/images/image_popup/cataract1_big.jpg

Pemeriksaan Lain Pemeriksaan laboraturium diperlukan sebagai bagian skrining preoperative untuk mendeteksi penyakit penyerta (misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan kelainan jantung). Pemeriksaan radiologis seperti USG, CT Scan dan MRI diperlukan jika dicurigai adanya kelainan di daerah posterior dan kurangnya gambaran pada bagian belakang mata karena katarak yang sudah sangat padat. Pemeriksaan ini membantu dalam perencanaan tatalaksana bedah. 5 Pemeriksaan penunjang untuk membantu mendiagnosis katarak traumatik dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis, antara lain: B-scan, Pemeriksaan ini dilakukan jika kita tidak dapat melihat kutub posterior lensa. A-scan, Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kita melakukan ekstraksi katarak. CT scan orbita, Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi fraktur orbita danapakah terdapat benda asing pada mata.3

Pengobatan
Pengobatan yang terbaik untuk katarak traumatik adalah operasi.

Indikasi umum operasi katarak: 1. Meningkatkan fungsi penglihatan merupakan indikasi paling umum untuk ekstraksi katarak, walaupun kepentingannya bersifat individual. Misalnya, seorang petugas

Katarak Traumatik

perpustakaan dengan katarak subkapsular posterior membutuhkan operasi bila penglihatan jarak dekat terganggu dan seorang petani membutuhkan penglihatan jauh. 2. Indikasi medis adalah bila katarak tersebut mempengaruhi kondisi kesehatan mata seperti menyebabkan glaukoma fakolitik atau glaukoma sudut tertutup sekunder karena lensa intumesen, dan retinopati diabetik (katarak mengganggu terapi penyakit ini) 3. Indikasi kosmetik yaitu mengangkat katarak matur pada mata yang buta untuk menunjukkan kembali pupil yang hitam. Untuk memperkecil resiko terjadinya infeksi dan uveitis harus diberikan antibiotic sistemik dan topical serta kortikosteroid topical dalam beberapa hari. Atropine sulfat 1% diberikan 1 tetes tiga kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.3,4 Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah peradangan mereda. Apabila terjadi glukoma selama periode menunggu, bedah katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan katarak traumatic, biasanya digunakan teknik yang sama dengan yang digunakan untuk mengeluarkan katarak congenital terutama pada pasien yang berusia kurang dari 30 tahun. Indikasi untuk dilakukan operasi pada katarak traumatic, antara lain: Penurunan kemampuan penglihatan, tidak terlihatnya bagian posterior lensa, terjadi inflamasi atau glukoma, rupture kapsul dengan lensa yang membengkak 3,4 Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan operasi katarak adalah:6 Biometri: pengukuran panjang mata dengan memakai pemeriksaan ultra sound dan keratometri untuk mengukur kurvatur kornea sehingga kita dapat menghitung kekuatan implant yang akan dimasukkan ke mata pada saat operasi. Kekuatan implan lensa intraokuler yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea secara optik yang tentu saja juga mengukut kekuatan optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat katarak pada mata yang akan dioperasi tersebut. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata Konfirmasikan bahwa tidak terdapat masalah kesehatan yang lain, terutama hipertensi, penyakit traktus respirasi dan diabetes. Beberapa obat dapat meningkatkan insiden perdarahan. Warfarain tidak perlu dihentikan hanya dikurangi dosisnya. Aspirin harus dihentikan 1 minggu sebelum operasi.

Katarak Traumatik

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Setelah beberapa minggu, insisi akan sembuh dan dapat diresepkan kacamata baru untuk pasien. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat pada metode fakoemulsifikasi. Pasien akan membutuhkan kacamata untuk jarak dekat namun tidak untuk jarak jauh karena hilangnya kemampuan akomodasi. Untuk saat ini, digunakan lensa intraokuler multifokal.

Teknik Operasi Katarak 1. Ekstraksi katarak intrakapsular Pada teknik ini, seluruh lensa akan dikeluarkan bersama kapsul lensa termasuk kapsul posterior, jarang dilakukan pada saat ini. Insiden terjadinya ablasio retina pasca operasi jauh lebih tinggi dengan tindakan ini dibandingkan dengan pasca bedah ECCE. Namun, bedah intrakapsular tetap merupakan suatu prosedur yang berguna khususnya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan bedah ECCE. Saat ini teknik tersebut sudah mulai ditinggalkan karena tingginya kejadian komplikasi pascaoperasi, seperti ablasio retina, edema makular sistoid, astigmatisme, robekan iris, dan edema kornea. Selain itu, diperlukan insisi limbus superior 140-1600 sehingga membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Teknik ini masih dapat digunakan jika tidak tersedia fasilitas yang cukup untuk dilakukan teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular. Operasi ini dapat dilakukan pada beberapa kondisi: Pasien katarak muda. Pasien dengan kelainan endotel. Keratoplasti. Implantasi lensa intraokular posterior. Implantasi lensa sekunder intraokular. Bedah glaukoma. Mata dengan predisposisi terjadi prolaps badan kaca. Ablasio retina. Mata dengan edema makular sistoid. Pencegahan penyulit pada bedah katarak seperti prolapsnya badan kaca.

Katarak Traumatik

Kontraindikasi absolut teknik ini ialah anak-anak dan dewasa muda dengan katarak dan kasus ruptur kapsular karena trauma. Kontraindikasi relatif berupa miopia tinggi, sindrom Marfan, dan katarak morgagni. 2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular Pada ECCE bentuk ekspresi nukleus lensa dikeluarkan dalam keadaan utuh, tetapi prosedur ini memerlukan insisi yang relatif besar. Pada teknik ini, lensa dikeluarkan bersama kapsul anterior, sedangkan kapsul posterior ditinggalkan. Oleh sebab itu, terdapat ruang bebas di tempat bekas lensa yang memungkinkan untuk ditempatkan lensa pengganti (lensa intraokuler ruang posterior). Insisi dilakukan di limbus atau sebelah perifer kornea, biasanya di bagian superior (kadang temporal), sedangkan pembukaan dilakukan di kapsul anterior lalu nukleus dan korteks dikeluarkan dan diganti dengan lensa intraokular yang ditempatkan di capsular bag yang disokong oleh kapsul posterior. Pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokuler, bedah glaukoma, mata dengan presdisposisi terjadinya prolaps badan kaca, riwayat ablasi retina, edema makular sistoid, dan pascabedah ablasio. Keuntungan teknik ini dibandingkan ekstraksi intrakapsular:

Insisi yang lebih kecil meminimalisasi trauma dan waktu penyembuhan menjadi lebih singkat Komplikasi aderensi korpus vitreus ke kornea dan iris dapat diminimalisasi. Letak anatomis lensa intraokuler yang lebih stabil karena disokong oleh kapsul posterior Kapsul posterior yang utuh dapat berperan sebagai sawar terhadap bakteri dan mikroorganisme yang mungkin masuk saat operasi serta menahan pertukaran molekul antara akuos humor dan vitreous. Kekurangan dari teknik ini adalah dapat terjadi opasifikasi sekunder pada kapsul

posterior yang disebut sebagai katarak sekunder. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan discission pada kapsul posterior dengan neodymium: YAG laser. Letupan energi laser akan menyebabkan letupan kecil di jaringan target sehingga akan terbentuk lubang kecil di kapsul posterior pada aksis pupil. Penggunaan YAG laser ini memiliki dapat menimbulkan komplikasi berupa:

Peningkatan tekanan intraokuler sementara yang terjadi 3 jam pascalaser, tekanan dapat kembali normal dalam beberapa hari dengan pengobatan

Katarak Traumatik

Kerusakan lensa intraokuler berupa lubang-lubang kecil yang biasanya tidak mengganggu tajam penglihatan Ruptur hialoid anterior disertai terlepasnya sebagian vitreous ke bilik mata depan

Teknik ECCE:
1. Dibuat sayatan vertikal pada bagian jernih di perifer kornea. Kemudian cystitome

dimasukkan ke dalam COA dan dibuat potongan-potongan radial kecil di kapsul anterior sepanjang 360o. Metode alternatif kapsulotomi adalah dengan capsulorhexis, dimana dibuat robekan melingkar di seluruh tepian kapsul. 2. Insisi dengan kedalaman penuh kemudian dilanjutkan dengan gunting 3. Nukleus dikeluarkan dengan memberikan tekanan pada bagian atas dan bawah lensa. 4. Ujung dari kanul infusi aspirasi dimasukkan ke dalam COA dan diselipkan di bawah iris pada arah jam 6. Serabut korteks kemudian dikeluarkan dengan suction. Korteks digeser ke arah sentral dan diaspirasi dibawah penglihatan langsung. Manuver ini diulangi sampai seluruh bagian korteks berhasil disingkirkan. Selama melakukan prosedur ini perlu diperhatikan untuk tidak mengenai kapsula posterior dan menyebabkan ruptur karena hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam penanaman IOL. Tanda adanya ruptur adalah garis-garis tegas yang keluar dari tempat melakukan aspirasi. 5. Apabila perlu, kapsula posterior dapat dibersihkan untuk menghilangkan residu dari plak subkapsular. 6. Substansi vikoelastik diinjeksikan kedalam kantung kapsul lensa untuk memfasilitasi pemasukan IOL. 7. IOL dijepit pada bagian optic dan permukaan anteriornya ditutupi substansi vikoelastik. 8. Haptik inferior kemudian diinsersikan melalui tepi insisi dan diselipkan di bawah iris pada arah jam 6. 9. Ujung dari haptik superior dijepit dengan forseps kemudian didorong kedalam COA. Pada saat kutub superior dari haptik mulai melewati tepi pupil, dilakukan proasi pada lengan haptik agar setelah dilepaskan, haptik akan terlepas di bawah iris dan tidak keluar dari insisi. Kedua haptik sebaiknya ditempatkan pada kapsul dan tidak kedalam sulkus siliaris. 10. IOL diletakkan pada posisi horizontal dengan cara mengatur lubang penunjuk dengan kail. 11. Diberikan injeksi Miochol (asetilkolin) kedalam COA untuk mengkonstriksikan pupil, sisa substansi vikoelastik diaspirasi dan insisi ditutup.

Katarak Traumatik

Ekstraksi katarak intra kapsular dibutuhkan pada kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular. Ekstraksi katarak intra kapsular adalah operasi katarak yang mengangkat lensa in toto, yakni dalam kapsulnya, melalui insisi limbus superior 140 hingga 160 derajat. Keadaan afakia mungkin menjadi pilihan yang lebih baik pada anak-anak dan pada pasien yang matanya sangat meradang.3,4 3. Fakoemulsifikasi Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik yang berguna untuk menghancurkan nukleus lensa yang keras sehingga bahan nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui insisi sebesar + 3mm. Insisi yang sama digunakan untuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Jika menggunakan lensa yang kaku, diperlukan insisi sebesar 5 mm. Fakoemulsifikasi memberikan masa peyembuhan yang lebih singkat dan stabilisasi dini dari kelainan refraksi dengan astigmat yang lebih rendah, namun pelaksanaannya membutuhkan teknik yang cukup sulit. Fakoemulsifikasi dapat dilakukan jika kapsul lensa tetap intak dan masih terdapat zonula. Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasound untuk mengangkat nucleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Keuntungan dari insisi yang kecil ini adalah bekas sayatan tidak perlu dijahit, penyembuhan luka lebih cepat dengan distorsi kornea lebih sedikit, mengurangi inflamasi intraokuler pascaoperasi, dan pemulihan fungsi visual lebih cepat. Selain itu, risiko terlepasnya bahan posterior lensa melalui robekan kapsular posterior dapat dihindari.

Katarak Traumatik

diunduh dari http://www.wecareindia.com/images/inner/eye-surgery/Phacoemulsification2.jpg

Terdapat beberapa komplikasi dari pembedahan katarak antaranya:

Hilangnya vitreous: jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko terjadinya gloukoma atau traksi pada retina. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengangkatan dengan satu instrumen yang dapat melakukan aspirasi dan eksisi gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokuler sesegera mungkin tidak dapat dilakukan pada kondisi tersebut.

Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pascaoperasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.

Endoftalmitis: komplikasi inefektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari 0.3%). Biasanya pasien datang dengan: o Mata merah dan nyeri o Penurunan tajam penglihatan yang terjadi beberapa hari setelah pembedahan o Hipopion, yaitu pengumpulan sel darah putih di bilik anterior. Penilaian mata pasien harus segera dilakukan. Selain itu, perlu diambil sampel akueous dan vitreous untuk analisis mikrobiologi serta terapi dengan antibiotik intravitreal, topikal, dan sistemik.

Katarak Traumatik

Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Pengangkatan jahitan tersebut dilakukan sebelum melakukan pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan yang terlalu erat. Pengangkatan jahitan akan menyelesaikan masalah ini dan dapat dilakukan dengan mudah di klinik dengan anestesi lokal dan pasien duduk di depan slit lamp.

Edema makula sistoid: makula menjadi edema setelah pembedahan terutama bila disertai hilangnya vitreous. Keadaan ini dapat membaik sering waktu namun dapat menyebabkan penurunan visus berat.

Ablasio retina: sering terjadi bila terdapat kehilangan vitreous. Opasifikasi kapsul posterior: pada sekitar 20% pasien kejernihan kapsul posterior berkurang beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.

Komplikasi
Katarak traumatic yang dapat terjadi, antara lain : Dislokasi lensa dan sub luksasio umumnya ditemukan pada penyakit yang berhubungan dengan katarak traumatik. Komplikasi lainnya yang terkait adalah fakolitik, Fakomorfik, blok pupil, dan glukoma; uveitis faco anafilaktik; lepasnya retina; rupture koroid; hifema; perdarahan retro bulbar; neuropati optic traumatic; dan rupture bola mata.3 Pada penelitian yang dilakukan oleh Valentina dan Ivanka Petric, mereka mendapatkan komplikasi segera setelah pasca operasi adalah fibrinous uveitis dan komplikasi pasca operasi yang lambat adalah kekeruhan lensa posterior.8

Prognosis
Prognosis dari penyakit ini tergantung pada luasnya cedera yang terjadi.

Katarak Traumatik

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, anak laki-laki usia 10 tahun 9 bulan datang dengan keluhan pandangan mata sebelah kiri menjadi buram seperti melihat awan Sejak 6 bulan yang lalu tanpa disertai mata merah. Dari keluhan tersebut, mata pasien ini termasuk dalam kategori keluhan mata tenang visus turun perlahan. Dari keluhan ini dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding yaitu: katarak, glaukoma kronik, retinopati diabetik, retinopati hipertensi, retinitis pigmentosa dan kelainan refraksi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis, anak laki-laki ini tidak didapatkan keluhan nyeri kepala, nyeri pada mata, melihat halo sekitar lampu, dan peningkatan tekanan intra okular sehingga diagnosis banding glaukoma kronik dapat disingkirkan. Tidak adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, mengingat usia pasien tergolongkan anak, dan pada pemeriksaan funduskopi didapatkan Papil bulat; batas tegas; Refleks fundus (+); aa/vv = 2/3, mikroaneuresma (-), perdarahan (-), papil edema (-), penimbunan pigmen sepanjang pembuluh darah (-), membuat diagnosis banding retinopati diabetik dan retinopati hipertensi dapat disingkirkan. Karena pada retinopati diabetic biasanya terjadi bila gula darah tidak terkontrol dalam waktu yang lama (lebih dari 5-15 tahun), terjadi lebih banyak pada wanita ketimbang pria, umur terbanyak saat usia 50 tahun keatas. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan adanya mikroaneurisma(tonjolan dinding kapiler), eksudat(hard eksudat yang berwarna kuning atau cotton wool patches yang berwarna putih tidak berbatas tegas dan berkaitan dengan iskemia retina), perdarahan bintik atau bercak, adanya neovaskularisasi(pembuluh darah yang berkelok-kelok. Sedangkan retinopati hipertensif biasanya terjadi pada penderita hipertensi yang berat dan lama, penderita presklerosis, penderita sklerosis. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan sesuai dengan stadiumnya seperti adanya perbandingan arteri banding vena=1:4, adanya perdarahan retina, eksudat yang berkontigurasi bintang(star figure exudates), papil edema, edema polus posterior, perdarahan flame shape.

Katarak Traumatik

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftamologis didapatkan anak laki-laki usia 10 tahun, pandangan buram dirasakan timbul perlahan dan tidak disertai dengan mata merah, Pandangan yang menjadi buram disertai bercak putih pada bagian lensa dan dengan hasil funduskopi didapatkan Papil bulat; batas tegas; Refleks fundus (+); aa/vv = 2/3, mikroaneuresma (-), perdarahan (-), papil edema (-), penimbunan pigmen sepanjang pembuluh darah (-), membuat diagnosis banding retinitis pigmentosa dapat disingkirkan. Karena pada retinitis pigmentosa memiliki gejala objektif seperti: perjalanan penyakit dimulai saat usia 12 tahun yang dimulai dengan hemeralopia (tidak dapat melihat pada pencahayaan yang redup), penyempitan lapang pandang penglihatan yang dapat berlanjut sampai ke penglihatan teropong atau tubular sampai umur 30-60 tahun tinggal kampus sentral 3-6 derajat saja menyebabkan harus dituntun karena tidak mempunyai daya orientasi ruangan meskipun visus sentral masih baik, pada stadium akhir semua visus jadi menghilang dan menjadi buta. Sedangkan gejala objektif pada pemeriksaan funduskopi terdapat penimbunan pigmen berupa gambaran badan tulang yang mula-mula terdapat di bagian ekuator, kemudian meluas ke perifer dan makula. Adanya penimbunan pigmen sepanjang pembuluh darah. Adanya gambaran pembuluh darah koroid yang nyata karena adanya geseran pigmen. Pembuluh darah ciut dan tampak seperti tali. Pada stadium lanjut papil atrofi pucat, berwarna kuning tembaga. Makula tampak moth eaten appearance. Elektro retinogram (ERG) didapatkan respon yang subnormal atau tidak ada respon sama sekali. Pada kasus, pasien anak usia 10 tahun disertai keluhan penglihatan pasien seperti berawan, tajam penglihatan yang menurun secara progresif, adanya riwayat mata terbentur 3 tahun yang lalu, dan kekeruhan lensa mengarahkan diagnosis katarak traumatik pada anak. Kekeruhan lensa mata kiri yang ditemukan bersifat menyeluruh dan pemeriksaan shadow test negatif. Hal ini menunjukkan katarak yang dialami mata kiri pasien termasuk stadium matur. Bilik mata depan yang ditemukan bersifat dalam menunjukkan katarak yang dialami pasien belum menyebabkan pertambahan volume lensa yang dapat mendorong iris ke depan. Adanya eksotropia pada kedudukan bola mata dan di lakukan tes hirschberg didapatkan adanya deviasi 15 terjadi kemungkinan akibat terjadinya PVD. Hal ini ditunjang dengan hasil USG dengan kesan suspect PVD. DD/ Retinal detachment. Tidak terdapatnya riwayat penyakit mata sebelumnya serta keluhan mata merah dan mata bagian anterior tampak tenang pada pemeriksaan oftalmologi, menyingkirkan proses peradangan atau penyakit mata lain sebagai penyebab katarak pada kasus ini. Selain itu, tidak terdapat riwayat radiasi di daerah kepala dan riwayat trauma pada mata kiri sehingga katarak akibat radiasi atau trauma dapat disingkirkan. Katarak Traumatik

Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan untuk pasien ini antara lain laboratorium lengkap meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, kadar gula darah sewaktu, hemostasis, dan elektrolit dilakukan sebagai persiapan operasi. Pemeriksaan biometri dilakukan untuk menentukan panjang aksis bola mata yang akan mempengaruhi kekuatan lensa yang akan digunakan saat operasi. Jenis operasi yang sebaiknya dilakukan pada pasien ini adalah tindakan Fakoemulsifikasi untuk menghancurkan nukleus lensa yang sudah keras sehingga memperbaiki penglihatan pasien. Walaupun penglihatan pasien pasca oprasi kemungkinan tidak dapat sempurna akibat adanya kemungkinan PVD, tetap dilakukan operasi fakoemulsifikasi untuk memperbaiki kualitas hidup pasien mengingat usia pasien masih dikategorikan anak-anak. Pada pasien diberikan edukasi tentang penyakitnya dan pilihan operasi yang dapat dilakukan pada pasien. Prognosis ad vitam katarak senilis kasus ini dubia ad bonam karena tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam adalah dubia ad malam karena hasil USG OS pasien dengan kesan : suspect PVD. DD/ Retinal detachment sehingga ada kemungkinan penglihatan terganggu. Prognosis ad sanactionam adalah dubia ad bonam karena masih adanya kemungkinan untuk kambuh setelah operasi.

Katarak Traumatik

BAB V
KESIMPULAN

Katarak traumatic disebabkan oleh trauma okuli perforans atau non perforans. Pada trauma okuli non perforans, pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadang munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Pada trauma okuli perforans, luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih tinggi. Jika objek yang menembus mata melewati kornea tanpa menyentuh lensa, biasanya lensa dapat bertahan, dan, biasanya tidak terjadi katarak. Sayangnya, luka tembus juga dapat menimbulkan pecahnya kapsul lensa, dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior. Trauma okuli perferans yang mengenai kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal pada bagian yang mengalami trauma. Jika lubangnya cukup besar, keseluruhan lensa akan berubah menjadi opak dengan cepat, tetapi jika lukanya kecil, katarak kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.1, Gejala yang timbul akibat opasitas pada lensa mata meliputi : Pasien yang mengalami gangguan pada lensa mengalami kekaburan penglihatan tanpa adanya nyeri, Selain itu pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi gejala yang sering muncul. Pasien mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan terang. Mata menjadi merah, lensa opak, dan mungkin terjadi perdarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Pasien juga memiliki riwayat mengalami trauma.1,3,4 Posisi lensa dan keutuhan serat zonular juga harus diperiksa karena subluksasio lensa dapat mengindikasikan trauma pada mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Prognosis dari penyakit ini tergantung pada luasnya cedera yang terjadi. Katarak Traumatik

Katarak Traumatik

You might also like