You are on page 1of 8

Graves Ophthalmopathy

Luigi Bartalena, M.D., and Maria Laura Tanda, M.D.

Seorang wanita 40 tahun dengan Graves' disease datang untuk kontrol. Dia telah meminum methimazole, dengan dosis 10 mg sehari, dan sekarang dalam kondisi euthyroid, tetapi untuk 3 bulan terakhir, dia memiliki gejala pada mata, seperti kemerahan, lakrimasi, grittiness, fotofobia, diplopia jika melihat lama, dan nyeri mata jika digerakkan. Dia merokok 10 batang rokok per hari. Pemeriksaan mengungkapkan exophthalmos, pembengkakan jaringan periorbital, dan gerakan bola mata terbatas. Bagaimana seharusnya penatalaksanaan Graves ophthalmopathy?

MASALAH KLINIS
Graves disease sering ditandai dengan manifestasi pada mata yang disebabkan karena autoimun, yang biasa disebut Graves orbitopathy atau ophthalmopathy orbitopathy. Manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari Graves hyperthyroidism 'baru dibahas dalam Journal1; artikel ini berfokus pada Graves ophthalmopathy '.

Patogenesis lengkap Graves ophthalmopathy tidak dibahas dalam artikel ini, tetapi telah ditinjau di jurnal lain.2, 3 Pasien dengan Graves ophthalmopathy belum tentu hipertiroid, sebagian kecil pasien (kurang dari 10%) adalah euthyroid atau hypothyroid.4 Graves ophthalmopathy mungkin disebabkan oleh autoreactive T lymphocytes yang bereaksi terhadap satu atau lebih antigen yang disebarkan oleh tiroid dan orbita; setelah mencapai orbita dan mengenali antigen, T limfosit memicu serangkaian peristiwa, termasuk sekresi cytokines.4 Sitokin ini merangsang proliferasi fibroblast orbital, perluasan jaringan adiposa, dan sekresi hydrophilic glycosaminoglycans dari fibroblas. Hal-hal tersebut menjelaskan manifestasi dari Graves ophthalmopathy. 5 Sel B juga terlibat sebagai antigen-presenting cell dan autoantibody-producing cells.6 The thyrotropin receptor, 7 the
insulin-like growth factor I receptor, 8 atau keduanya merupakan autoantigens yang sukar dipahami. Genetik determinants dari Graves ophthalmopathy belum dipahami betul. Faktor lingkungan mungkin

berpengaruh besar terhadap perkembangan dan progresi dari


Gravesophthalmopathy.9,10

Kasus serial dari pusat rujukan menunjukkan bahwa Graves ophthalmopathy terjadi pada sekitar 50% dari kasus Graves disease, secara klinis sekitar 20 sampai 30%, dan terdapat gangguan pada mata (karena dysthyroid optic neuropathy, kerusakan kornea, atau keduanya) sekitar 3 sampai 5%.9 Bahkan pada pasien tanpa manifestasi klinis, pencitraan menunjukkan perubahan orbital yang minimal pada

kebanyakan pasien. Umumnya gejala seperti diplopia dan gejala yang berhubungan dengan terpaparnya kornea, seperti fotofobia, lakrimasi, grittiness, dan nyeri, dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Dalam studi kohort, tingkat retraksi kelopak mata, exophthalmos, disfungsi otot extraocular, ocular pain, dan lakrimasi adalah masing-masing secara berurutan 91%, 62%, 43%, 30%, dan 23%; disfungsi saraf optik hanya 6% dari pasien.11 Bahkan perubahan ringan pada okular (misalnya, retraksi kelopak mata, exophthalmos ringan, pembengkakan jaringan periorbital, dan fixed gaze) (Gbr. 1) dapat menimbulkan masalah kosmetik dan dapat menghambat sosial relationships.12 Perkembangan Graves ophthalmopathy sangat bervariasi; gejala okular dapat berlanjut, tetap tidak berubah, atau membaik dengan sendirinya.13 Umumnya, terdapat initial inflammatory phase (fase aktif) berlangsung 1 sampai 2 tahun, diikuti dengan stabilisasi (fase plateau), dan akhirnya remisi (fase inaktif) terjadi, namun remisi tidak terjadi secara sempurna.9

STRATEGIES AND EVIDENCE


DIAGNOSIS
Graves ophthalmopathy biasanya bilateral, tetapi dapat juga asimetris atau

unilateral.4 Kondisi ini sering berkembang bersamaan dengan hipertiroidisme, tetapi mungkin juga mendahului atau mengikuti hipertiroidisme.9 Meskipun diagnosis ditegakkan pada pasien dengan hipertiroidisme dan bilateral ophthalmopathy, namun harus dipertimbangkan pada pasien tanpa disfungsi tiroid dan mereka yang dengan asimetris atau unilateral ophthalmopathy. Pada kondisi lain dapat menyebabkan unilateral atau bilateral exophthalmos atau pembesaran otot extraocular. Kondisi ini termasuk Cushings syndrome, obesity, orbital pseudotumor, idiopathic myositis dan
cellulitis, primary or metastatic orbital tumors, fistulas pada bagian kaverne arteri carotis dan kondisi vascular yang lain, dan granulomatous.

Bila diagnosis belum dapat ditegakkan, orbital imaging dengan penggunaan Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dilakukan, dan pengukuran reseptor thyrotropin-antibodi mungkin memiliki nilai diagnostik yang baik karena memiliki spesifitas dan sensitivitas yang tinggi untuk Graves disease. Orbital imaging pada pasien Graves ophthalmopathy menunjukkan pembesaran otot-otot extraocular (dengan tendon sparing), peningkatan jaringan fibroadipos, atau keduanya (Gbr. 2). Ketika dicurigai adanya dysthyroid optik neuropati karena penurunan ketajaman penglihatan, defek lapang pandang, dan menurunnya sensitifitas warna, pencitraan juga dapat menunjukkan saraf optik yang terkompresi oleh otot-otot yang membesar, terutama pada puncak orbital; ini disebut apical crowding

EVALUATION
Karena pengobatan Graves ophthalmopathy bervariasi sesuai dengan tingkat akifitasnya (yaitu, active disease cenderung berespon terhadap terapi imunosupresif, sedangkan inactive disease tidak), 14,15 metode telah diusulkan untuk menentukan

apakah Graves ophthalmopathy merupakan active disease. Meskipun tidak ada metode yang spesifik dan akurat, terdapat alat sederhana yaitu Clinical Activity Score, 16 yang mencerminkan ada atau tidaknya tujuh gejala atau tanda-tanda yang menunjukkan peradangan (Tabel 1).
Table 1. Components of the Clinical Activity Score.* Spontaneous retrobulbar pain Pain with eye movement Redness of the eyelids Redness of the conjunctiva Swelling of the eyelids Swelling of the caruncle Conjunctival edema (chemosis)

Untuk setiap gejala yang ada diberi nilai 1. Untuk nilai 3 atau lebih menunjukkan active Graves ophthalmopathy. 14, 15 Meskipun tidak sempurna, nilai ini telah terbukti dalam memprediksi respon pasien untuk terapi imunosupresif.16, 17 Selain itu, tingkat keparahan penyakit harus dinilai dengan mengukur exophthalmos dan celah penutupan kelopak mata, kerusakan jaringan lunak dan fungsi otot extraocular, dan menilai kerusakan kornea dan saraf optik 14, 15 (Tabel 2).
Table 2. Features of Mild and Moderate-to-Severe Graves Ophthalmopathy.* Characteristic Eyelid retraction (mm) Exophthalmos (mm) Soft-tissue involvement Mild Moderate to severe Extraocular muscle involvement (diplopia) Corneal involvement Absent or mild Moderate Mild Graves Ophthalmopathy <2 <3 Mild None or intermittent Absent or mild Moderate-to-Severe Graves Ophthalmopathy 2 3 Moderate to severe Inconstant or constant Moderate

Dysthyroid optik neuropati, kerusakan kornea, atau keduanya menunjukkan bahwa Graves ophthalmopathy sedang mengancam dan memerlukan pengobatan segera.14, 15 Yang paling sering terjadi dari dysthyroid optic neuropathy adalah pembengkakan optic disk, gangguan penglihatan warna, bukti radiologis adanya apical crowding, dan penurunan tajam penglihatan; exophthalmos yang nyata dan peradangan orbita yang parah mungkin tidak ditemukan.18 Pasien dengan Graves ophthalmopathy harus dievaluasi dan diobati oleh dokter endokrin dan dokter mata. Rujukkan harus dilakukan segera jika diduga dysthyroid optik neuropati karena penurunan penglihatan, perubahan dalam intensitas atau kualitas penglihatan warna, atau pembengkakan diskus optikus pada funduscopy, atau jika terdapat subluksasi bola mata, corneal opacity, atau logophthalmos (penutupan palpebra tidak sempurna) dengan kornea yang terekspose.19 Dalam
semua kasus, pemilihan terapi yang tepat tergantung pada evaluasi yang teliti (Tabel 2). Evaluasi khusus yang diberikan pada awal dari perkembangan penyakit, memberikan hasil yang yang baik (dalam 12 sampai 18 bulan).20

MANAJEMEN
Pada semua pasien dengan ophthalmopathy, faktor-faktor yang berhubungan dengan meningkatnya risiko perkembangan penyakit mata harus dihilangkan atau dikendalikan. Misalnya, pasien yang merokok harus didorong untuk berhenti. Meskipun data dari randomized trials kurang, dalam sebuah studi observasional, berhenti merokok berhubungan dengan penurunan resiko exophthalmos dan diplopia pada pasien dengan Graves 'disease.21 Disfungsi tiroid (hipertiroidisme dan hipotiroidisme) harus dikoreksi .10 Dalam prospective observational study, restorasi euthyroidism dengan obat antitiroid berhubungan dengan perbaikan dari Graves' ophthalmopathy.22 Dalam randomized trials, terapi radioiodine untuk Graves' hipertiroidisme menyebabkan perkembangan pada ophthalmopathy pada 15% pasien,23,24 Sedangkan obat antitiroid tidak mempengaruhi proses alami dari Graves ophthalmopathy.24 Merokok termasuk faktor resiko dari perkembangan Graves ophthalmopathy setelah terapi radioiodine, 25 hipertiroidisme berat (serum triiodothyronine concentration, 5 nmol per liter), 23 kadar thyrotropin-reseptor antibodi tinggi, 26 dan hipotiroidisme yang tidak terkontrol setelah terapi radioiodine.27 Dalam dua randomized trials, pengobatan bersamaan pasien risiko tinggi dengan prednison oral (dosis awal 0,3 hingga 0,5 mg per kilogram berat badan, diberikan 1 sampai 3 hari setelah terapi radioiodine, tapering of dosis sampai 3 bulan kemudian) mencegah perkembangan dan memperbaiki Graves ophthalmopathy yang sudah ada. 24,28 Pengobatan profilaksis dengan glukokortikoid mungkin cocok bagi sebagian besar pasien dengan Graves' ophthalmopathy yang hipertiroidisme, diobati dengan terapi radioiodine, termasuk pasien dengan aktif ophthalmopathy atau faktor risiko seperti yang telah dijelaskan diatas.14, 15 Dalam prospective observational study, pasien yang telah menerima levothyroxine (biasanya dosis awal : 50 g per hari) segera setelah 2 minggu terapi radioiodine memiliki penurunan yang bermakna terhadap resiko perkembangan Graves ophthalmopathy, dibandingkan dengan pasien yang tidak segera diobati dengan levothyroxine sampai didapatkan hipotiroidism.29 Tidak jelas apakah pasien hipertiroidisme dengan Graves ophthalmopathy harus diobati dengan obat antitiroid atau dengan pengobatan ablatif (seperti, tiroidektomi, radioiodine, atau keduanya). Pengobatan khusus untuk Graves ophthalmopathy sangat bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Mild Graves ophthalmopathy biasanya tidak memerlukan terapi apapun kecuali untuk daerah mata (misalnya, pelumas, salep, lensa gelap, dan prisma untuk mengurangi diplopia) untuk mengontrol gejala-gejala yang ringan.14, 15 Dalam beberapa kasus, kualitas hidup pasien sangat terganggu karena diperlukan pengobatan untuk Graves ophthalmopathy yang parah. Regular follow-up setiap 3 sampai 6 bulan secara rutin, karena perkembangan dari ophthalmopathy ringan ke moderate sampai berat terjadi pada sekitar 25% pasien.13, 30

TERAPI GLUKOKORTIKOID
Pasien dengan ancaman dysthyroid optik neuropati memerlukan pengobatan

segera, biasanya dengan glukokortikoid dosis tinggi intravena atau oral. Meskipun tidak ada jadwal pengobatan, umumnya dosis awal 1 g metilprednisolon intravena selama 3 hari berturut-turut.14, 15 Terapi selanjutnya tergantung dari respon penderita. Jika tidak ada atau hanya sedikit perbaikan yang terjadi setelah 1 sampai 2 minggu, pasien harus segera menjalani surgical orbital decompression.14, 15. Pada small randomized trial, tidak ada perbedaan yang signifikan pada hasil antara
decompression sebagai terapi utama dan initial treatment dengan glucocorticoids intravena diikuti dengan prednisone oral. 31 Glucocorticoids juga digunakan untuk moderat-to severe dan aktif ophthalmopathy.9 Dalam percobaan dengan placebo sebagai kontrol, randomized trial, glukokortikoid

intravena (Empat siklus metilprednisolon, 500 mg / hari selama 3 hari berturutturut dengan interval 4 minggu) efektif dalam mengobati inflamasi dan pergerakan okular pada lima dari enam pasien (83%) dibandingkan dengan satu dari sembilan pasien (11%) yang menerima placebo.32 Glukokortikoid oral dosis tinggi (misalnya, prednisolon 40 mg atau lebih pada awalnya) juga biasa digunakan.33, dosis ini kemudian secara bertahap dikurangi sampai dihentikan setelah 4 sampai 6 bulan. Rata-rata memberikan respon sebanyak 63% yang dilaporkan dari beberapa kasus yang diobati dengan glukokortikoid oral.9 Dua randomized trials34,35 menunjukkan bahwa terapi intravena memberikan hasil yang lebih memuaskan dibandingkan dengan terapi oral (88% vs 63% pada study pertama 34 dan 77% vs 51% pada study lainnnya 35), dan lebih baik ditoleransi, dengan penurunan risiko perkembangan cushingoid.34, 35 Namun, jarang kasus kerusakan hati yang parah dan akut (Termasuk empat yang fatal) telah dilaporkan dengan penggunaan dosis yang sangat tinggi.36, 37 Dengan demikian, terapi intravena harus diberikan dengan pengawasan yang ketat (terutama fungsi hati) di pusat-pusat khusus. Tidak ada konsensus mengenai dosis optimal dan jadwal pemberian, tetapi regimen yang umum digunakan terdiri dari 12 minggu infus metilprednisolon dengan dosis kumulatif 4,5 g (500 mg / minggu selama 6 minggu, kemudian 250 mg / minggu selama 6 minggu).35 Dosis ini jauh lebih rendah daripada yang digunakan sebelumnya, untuk meminimalkan risiko hepatotoksik, penggunaan melebihi 8 g tidak dianjurkan.14,15,38 Oral glukokortikoid merupakan alternative pilihan yang rasional, terutama pada pasien dengan penyakit hati. Disamping kelainan hati, pasien harus dievaluasi untuk efek samping lain dari pengobatan glukokortikoid (misalnya, peningkatan tekanan darah, hiperglikemia, kelainan elektrolit, efek lambung, dan infeksi). Orbital Radioterapi Iradiasi orbital dapat menjadi tambahan terapi yang berguna, terutama ketika motilitas mata terganggu.39 Dalam kasus serial, sekitar 60% pasien memiliki respon yang baik terhadap iradiasi orbital,9 meskipun pasien dengan keadaan tertentu, termasuk exophthalmos, retraksi kelopak mata, dan perubahan jaringan lunak, cenderung memiliki respon yang buruk terhadap terapi.40 Dosis umum radiasi kumulatif adalah 20 Gy per mata, yang diberikan dalam 10 sesi selama 2 minggu, tetapi dosis kumulatif yang lebih rendah (10 Gy) mungkin memiliki efektifitas yang sama.41 Dalam randomized trial membandingkan iradiasi orbital dengan oral glukokortikoid, didapatkan efektifitas yang serupa

dengan dua pendekatan (sekitar 50%) .42 Data dari randomized trials menunjukkan bahwa kombinasi pengobatan radioterapi dan glukokortikoid oral lebih efektif dibandingkan pengobatan tunggal 9, tidak juga diketahui bagaimana panduang yang benar tentang terapi glukokortikoid intravena. Orbital iradiasi harus dihindari pada pasien yang berusia kurang dari 35 tahun (karena efek karsinogenik jangka panjang) dan pada pasien dengan retinopati diabetes atau hipertensi berat (Karena kemungkinan adanya kerusakan tambahan pada retina) .14,15 Untuk pengetahuan, tidak ada kasus radiasi-induced tumor yang telah dilaporkan pada pasien yang diobati dengan radioterapi orbital untuk Graves' ophthalmopathy.

Kemungkinan lain Pengobatan farmakologis


Randomized trials belum menunjukkan manfaat analog somatostatin (octreotide dan

lanreotide) untuk Graves ophthalmopathy.43 Ada juga beberapa data untuk mendukung penggunaan intravena immune globulin untuk kondisi ini. 43 Walaupun siklosporin terbukti kurang efektif dibandingkan glukokortikoid oral dalam randomized trial, dapat membantu mengurangi dosis glucocorticoid.44 Data awal menunjukkan bahwa obat imunomodulasi seperti rituximab 45,46 atau inhibitors of tumor necrosis factor 47 mungkin bermanfaat pada Graves ophthalmopathy . Dalam open-label study, efek rituximab pada pasien dengan Graves ophthalmopathy sama dengan yang diamati dalam kontrol yang diobati dengan glucocorticoids intravena.46

Operasi
Dekompresi orbital diperlukan untuk ancaman dysthyroid optik neuropati jika glukokortikoid dosis tinggi tidak dapat memperbaiki kondisi ini dalam 1 sampai 2 minggu.14,15,31 Jika penglihatan terancam karena kerusakan kornea yang mengancam (yang biasanya terkait dengan exophthalmos berat dan logophthalmos), dan penutupan kelopak mata tidak rapat, peningkatan substansial, dekompresi orbital diindikasikan untuk improve exposure keratopathy.14, 15 Orbital operasi (termasuk operasi otot mata untuk memperbaiki disfungsi otot extraokular dan operasi kelopak mata untuk memperbaiki retraksi kelopak mata) dapat mengurangi pengrusakan yang disebabkan oleh Graves ophthalmopathy.48 Operasi sebaiknya dilakukan setelah ophthalmopathy tidak aktif untuk setidaknya 6 bulan.14,15 Dekompresi orbital dapat dilakukan dengan berbagai teknik bedah yang dijelaskan di bagian lain.49 Jika beberapa prosedur bedah diperlukan untuk secara stabil menonaktifkan Graves ophthalmopathy, dekompresi orbita harus dilakukan pertama kali, diikuti operasi strabismus, dan terakhir operasi kelopak mata.14, 15 Seperti operasi rehabilitatif dapat dilakukan dalam kasus-kasus Graves' ophthalmopathy yang lama.50 Penggunaan terapi radioiodine yang tepat untuk tatalaksana hipertiroidisme pada pasien dengan Graves' ophthalmopathy masih belum jelas. Beberapa ahli merekomendasikan bahwa obat antitiroid dapat digunakan sebagai first line terapi pada pasien dengan aktif ophthalmopathy,51 penggunaan terapi radioiodine, digunakan hanya pada Graves ophthalmopathy tidak aktif dan jika terapi obat antitiroid gagal. Hasil randomized trial membandingkan total ablasi tiroid (tiroidektomi diikuti dengan radioiodine terapi) dengan near total tiroidektomi pada

pasien dengan mild-to-moderate Graves ophthalmopathy yang diterapi dengan glukokortikoid intravena menyimpulkan bahwa hasil ablasi total lebih baik, meskipun perbedaan antara kelompok klinis tidak mencolok.52 Pada pasien yang telah menerima terapi radioiodine, profilaksis glukokortikoid oral biasanya direkomendasikan, tetapi waktu inisiasi dan dosis optimal dan durasi tidak pasti. Efektifitas pengobatan profilaksis selama kurang dari 3 bulan dengan dosis yang lebih rendah dari prednison dan lebih lama, terapi dosis yang lebih tinggi memberikan hasil yang mirip. Meskipun terdapat bukti yang mendukung penggunaan intravena daripada glukokortikoid oral untuk active Graves ophthalmopathy, namun regimen glukokortikoid yang optimal masih belum jelas. Tidak jelas apakah penambahan orbital iradiasi pada terapi glukokortikoid intravena meningkatkan hasil lebih dari terapi tunggal glukokortikoid. Randomized trials gagal membandingkan pengobatan dini dengan obat yang bekerja pada mekanisme patogenesis penyakit (seperti rituximab) dengan terapi standar saat ini.

GUIDELINES
Untuk pengetahuan kita, tidak ada panduan dari organisasi profesional dalam pengelolaan Graves ophthalmopathy. The European Group on Graves Orbitopathy, sebuah konsorsium ahli (ahli endokrin dan dokter mata) dari delapan negara-negara Eropa, baru-baru ini menerbitkan konsensus pengelolaan Graves, 'ophthalmopathy 14,15; karena hanya terdapat sedikit randomized trials, dokumen ini sebagian besar didasarkan pada pendapat ahli. Rekomendasi ini sebagian besar terdapat dalam pernyataan ini.

KESIMPULAN DAN SARAN


Pasien yang dijelaskan dalam sketsa adalah Graves' hipertiroidisme dan moderat sampai berat dan aktif ophthalmopathy dengan onset baru-baru ini. Evaluasi mata secara menyeluruh diperlukan, diutamakan di pusat spesialistik yang terdapat dokter endokrin dan penyakit mata yang berpengalaman untuk menangani kelainan ini. Orbital CT dan MRI dapat memberikan informasi tentang keterlibatan otot ekstraokular dan kemungkinan kompresi saraf optik. Merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko perkembangan Graves ophthalmopathy , dan pasien harus didorong untuk berhenti. Air mata buatan harus diresepkan. Mengingat penyakit mata aktif pasien, kita akan merekomendasikan pengobatan dengan intravena glukokortikoid; glukokortikoid oral sebagai alternatif. Karena tidak ada panduan penggunaan dan dosis optimal, kami menggunakan infus mingguan metilprednisolon (500 mg untuk 6 minggu pertama, diikuti 250mg untuk 6 minggu),35 dengan pemantauan tes faal hati untuk memantau efek samping dari glukokortikoid. Tidak ada panduan untuk pengobatan, tetapi penggunaan secara

bersamaan dari proton-pump inhibitor dan bisphosphonate harus dipertimbangkan, khususnya pada pasien yang berisiko tinggi untuk komplikasi pencernaan bagian atas atau tulang keropos secara berurutan. Jika ophthalmopathy tidak membaik setelah 3 sampai 4 bulan, kami menyarankan pemberian kedua glukokortikoid intravena dengan iradiasi orbital. Pilihan pengobatan alternatif dapat dipertimbangkan kombinasi dosis rendah prednison oral dan cyclosporine.43 Jika ophthalmopathy tidak aktif selama minimal 6 bulan, operasi rehabilitatif (misalnya, dekompresi orbital, operasi strabismus, atau operasi kelopak mata) dapat dilakukan, jika diperlukan. Penting untuk menormalkan fungsi tiroid pasien. Terapi radioiodine beresiko eksaserbasi Graves ophthalmopathy, dengan demikian, kami biasanya meresepkan profilaksis glukokortikoid oral ketika kita menggunakan pendekatan ini. Jika kita mengobati pasien dengan glukokortikoid intravena, terapi radioiodine diberikan dalam periode antara pemberian glukokortikoid. Atau, obat antitiroid dapat dilanjutkan untuk 18 sampai 24 bulan pemberian.

You might also like