You are on page 1of 9

TURKI UTSMANI A.

Sekilas Tentang Kerajaan Turki Utsmani Pendiri bangsa ini adalah Bangsa Turki dan kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina dalam masa waktu sekitar tiga abad, mereka pindah ke-TurkistanPersia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke 9 atau ke 10 di bawah pimpinan Ortoghol. Mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin, Sultan Seljuk yang kebetulan berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin memperoleh kemenangan. atas jasa baik mereka itu, Alaiudin menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukut sebagai Ibu kota. kemudian Orthogol meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya Utsman.Orthogol inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani. Putra Sebelum meninggal, Utsman menunjuk (untuk menggantikan posisinya) yang lebih muda dari pada kedua anaknya, Orkhan yang berusia 42 tahun, yang lebih dididik seorang prajurit dibawah pengawasan ayahnya, dan telah menunjukan kemampuannya didalam banyak peperangan, terutama didalam penaklukan Brusa. Kerajaan Utsmani sangat gencar melakukan ekspansi guna meluaskan kekuasaannya, sehingga pada masa Orkhan sebagian dari wilayah Eropa telah ditundukan. Kerajaan ini telah mencapai gemilang bermula sejak awal abad ke 16 sewaktu Salim mengalahkan kekuatan Syafawi dan meluaskan wilayah keselatan sampai Mesir dan Hijaz. Kawasan ini memiliki arti penting dalam kehidupan keagamaan umat islam secara umum. Wilayah kekuasaan Utsmani sejak abad ke 16 sangatlah luas, membentang dari BudepestYaman, dibagian selatan dan dari Basrah dibagian timur hingga ke Aljajair dibagian barat itu, dibagi dalam beberapa provinsi yamg masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur atau pasha. dibagian Utara sampai ke Sampai abad ke 17, Turki Utsmani menikmati masa keemasan. Kekuatan militer Utsmani yang sangat tangguh menunjukan stabilitas kekuasaan. Kejayaan Utsmani mulai kelihatan pudar setelah sultan sulaiman meninggal dunia, yang mengakibatkan terjadinya perebutan kekuasaan antara putra-putranya. Pada awal abad ke 18, Turki Utsmani berusaha mengembalikan kejayaan dengan melakukan reform yang sangat gencar. Bahkan Sultan Salim III (w. 1807) membuka sejumlah kedutaan Utsmani di Eropa. Kemudian Mahmud II (w. 1839) memperkenalkan berbagai lembaga pembaharuan yang banyak diilhami dari Barat, termasuk pendidikan, militer, ekonomi dan hukum. Priode ini kemudian dikenal dalam sejarah sebagai priode Reorganisasi. Berbagai usaha pembaharuan terus dilakukan oleh orang-orang Turki, baik dari kalangan ulama, kaum muda, cendikiawan maupun birokrat hingga abad ke 20.

Kerajaan Utsmani yang menjadi simbol Islam akhirnya hilang dari peredaran dunia dengan dihapusnya gelar khalifah tersebut. Dibawah kekuasaan Musthafalah pengaruh kekuasaan Sultan berakhir ditahun 1922, dan segera setelah itu khalifah sebagai institusi agamapun dihapus sehingga Musthafa sebagai pemimpin besar menjadi presiden pertama dari republik Turki baru. Dengan demikian berakhirlah kehidupan panjang dan seluruh kebesaran seluruh pemeintahan baru.[1] B. Pendidikan Pada Masa Turki Utsmani Setelah mesir jatuh dibawah kekuasaan Utsmaniyah Turki, lalu Sultan Salim memerintahkan, supaya kitab-kitab diperpustakaan dan barang-barang yang berharga di Mesir dipindahkan ke Istanbul. Anak-anak Sultan Mamluk, Ulama-Ulama, Pembesar-Pembesar yang berpengaruh di Mesir, semuanya dibuang ke Istambul, setelah mengundurkan diri sebagai khalifah dan menyerahkan pangkat khalifah itu kepada Sultan Turki. Dengan demikian Sultan Turki memegang dua kekuasaan: kekuasaan sebagai Sultan dalam urusan duniawi dan kekuasaan sebagai Khalifah dalam urusan agama. Dengan berpindahnya ulama-ulama dan kitab-kitab perpustakaan dari Mesir ke Istanbul, maka Mesir menjadi mundur dalam ilmu pengetahuan dan pusat pendidikan berpindah ke Istanbul, tempat kedudukan Sultan dan Khalifah.dan Istambullah yang menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan saat itu. Selain itu Sultan Salim mengumpulkan kepala-kepala perusahaan yang termashur di Mesir berjumlah kurang lebih 1000 orang banyaknya. Semua mereka dipindahkan ke Istambul,Mesir terpaksa ditutup. Itulah salah satu sebab mundurnya perusahaan di Mesir pada masa Utsmaniyah Turki. sehingga 50 perusahaan di Setelah Sultan Salim wafat, lalu digantikan oleh anaknya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (926-974 H. = 1520-1566 M). Pada masa Sultan Sulaiman itu kerajaan Utsmaniyah sampai kepuncak kebesaran dan kemajuan yang gilang gemilang dalam sejarahnya. Laut putih tengah, laut hitam, dan laut merah semua dalam kekuasaannya. Luas negaranya dari Makkah ke Budapes dan dari Baghdad ke Aljajair. Tetapi sesudah wafat Sultan Sulaiman kerajaan Utsmaniyah mulai mundur sedikit demi sedikit. Pada masa Utsmaniyah Tuki pendidikan dan pengajaran mengalami kemunduran, terutama diwilayah-wilayah, seprti Mesir, Baghdad dan lain-lain. Yang mula-mula mendirikan madrasah pada masa Utsmaniyah Tuki ialah Sultan Orkhan (wafat tahun 761 H. = 1359 M.). kemudian diikuti oleh Sultan-Sultan keluarga Utsmaniyah dengan mendirikan madrasah-madrasah, yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Sultan-sultan pada masa Utsmaniyah banyak mendirikan masjid-masjid dan madrasah-madrasah terutama di Istambul dan Mesir. Tetapi tingkat pendidikan itu tidak mengalami perbaikan dan kemajuan sedikitpun. Pada masa itu banyak juga perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang tidak sedikit bilangannya. Tiap-tiap orang bebas membaca dan mempelajari isi kitab itu. Bahkan banyak pula ulama, guru-gru, ahli sejarah dan ahli syair pada masa itu. Tetapi mereka-mereka itu hanya mempelajari kaidah-kaidah ilmuilmu Agama dan Bahasa Arab, serta sedikit ilmu berhitung utuk membagi harta warisan dan ilmu

miqat untuk mengetahui waktu sembahyang. Mereka tidak terpengaruh oleh pergerakan ilmiyah di Eropa dan tidak mau pula mengikuti jejak zaman kemajuan Islam pada masa Harun Ar-Rasyid dan masa Al-Makmun, yaitu masa keemasan dalam sejarah Islam. Demikianlah keadaan pendidikan dan pengajaran pada masa Utsmaniyah Turki, sampai jatuhnya sultan /khalifah yang terakhir tahun 1924 M.[2] Sistem pengajaran yang dikebangkan pada Turki Utsmani adalah menghafal matan-matan meskipun murid-murid tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal Matan Al-Jurmiyah, Matan Taqrib, Matan Al-Fiyah, Matan Sultan, dan lain-lain. Murid-murid setelah menghafal matanmatan itu barulah mempelajari syarahnya. Karena pelajaran itu bertambah berat dan bertambah sulit untuk dihafalkannya. Sistem pengajaran diwilayah ini masih digunakan sampai sekarang. Pada masa pergerakan yang terakhir, masa pembaharuan pendidikan Islam di Mesir dan Syiria (Tahun 1805 M) telah mulai diadakan perubahan-perubahan di sekolah-sekolah (Madrasah) sedangkan di Masjid masih mengikuti sistem yang lama.[3] Badri Yatim memberikan gambaran tentang kondisi ilmu pengetahuan pada masa Turki Utsmani sebagai berikut: Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak mefokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karna itulah dalam khazanah Intelektual Islam kita kita tidak menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arstektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammmadi, atau Masjid Jami Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman Dan Masjid Abi Ayyub Al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yag indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid asalnya gereja Aya Sofia. Hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar kristiani yang ada sebelumnya.[4] Meskipun pada masa Turki Utsmani pendidikan Islam kurang mendapat perhatian yang serius dan juga terhambat kemajuannya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa tiap-tiap masa pasti akan memunculkan tokoh-tokoh atau ulama-ulama kenamaan. Walaupun jumlah ulama pada masa itu tidak sebanyak pada masa Abbasiyah yang merupakan puncak keemasan Islam.[5] C. Sistem Pengajaran di Turki Sistem pengajaran pada masa Turki seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu dengan cara menghafal matan-matan, seperti menghafal Matan Ajrumiyah, Matan Taqrib, Matan Alfiyah, Matan Sullan dan lain-lain.[6] Adapun tingkat-tingkt pengajaran di Turki adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Tingkat Rendah (S.R.) 5 tahun Tingkat Menengah (S.M.P.) 3 tahun Tingkat Menengah Atas (S.M.A.) 3 tahun Tingkat tinggi (Universitas) 4 tahun

Dikelas IV dan V S.R. diajarkan ilmu Agama jika mendapatkan izin dari orang tua murid. Begitu juga diajarkan agama dikelas III Sekolah Menengah (S.M.P.) jika diminta oleh orang tua murid. Selain itu ada juga sekolah Imam Chatib (sekolah agama) 7 tahun, 4 tahun pada tingkat menengah pertama dan tiga tahun pada tingkat menengah atas. Murid-murid yang diterima masuk sekolah imam chatib itu ialah murid-murid tamatan S.R 5 tahun. Untuk melanjutkan dari sekolah Imam Chatib didirikan Institut Islam di Istambul pada tahun 1959, dan pengajarannya berlangsung selama 4 tahun. Dasar-dasar pengajarannya adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tafsir Hadis Bahasa Arab Bahasa Turki Filsafat Sejarah Kebudayaan Islam Ilmu Bumi dll.[7]

D. Ulama-ulama yang Termashur Pada Masa Utsmaniyah Turki Ulama-ulama yang termashur pada masa Utsmaniyah Turki diantaranya yaitu: 1. Syeikh Hasan Ali Ahmad As-SyafiI yang dimasyhurkan dengan Al-Madabighy,Jamul Jawami dan syarah Ajrumiyah (wafat tahun 1170 H. = 1756M.) pengarang hasiyah 2. Ibnu Hajar Al-Haitsami (wafat tahun 975H. = 1567M.) pengarang Tuhfah. 3. Syamsuddin Ramali (wafat tahun 1004H. = 1959H.) pengarang Nihayah. 4. Muhammad bin Abdur Razak, Murtadla Al-Husainy Az-Zubaidy, pengarang syarah AlQamus, bernama Tajul Urus (wafat tahun 1205H. = 1790M.) 5. Abdur Rahman Al-Jabarity (wafat tahun 1240H. = 1825M.), pengarang kitab tarikh mesir, bernama Ajaibul-Atsar Fit-Tarajim Wal-Akhbar. 6. Syekh Hasan Al-Kafrawy As-SyafiI Al-azhary (wafat tahun 1202H. = 1787M.).pengarang kitab nahwu Syarah Ajrumiyah, barnama Kafrawy. 7. Syeikh Sulaiman bin Muhamad bin Umar Al-Bijirmy As-Syafii (wafat tahun 1212H. = 1806M.), pengarang syarah-syarah dan hasyiah-hasyiah. 8. Syeikh Hasan Al-Attar (wafat tahun 1250H. = 1834M.), ahli ilmu pasti dan ilmu kedokteran 9. Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Arfah Ad-Dusuqy Al-Maliki (wafat tahun 1230H. = 1814M.) ahli filsafat dan Imu falak serta ahli ilmu ukur.[8] 10. Nuruddin Ali Al-Buhairi (wafat tahun 944H. = 1537M.) 11. Abdurrahman Al-Manawy (wafat tahun 950 H. = 1543M.) 12. Syahabuddin Al-Quliyuby. 13. Abdul-Baqybin Yusuf Az-Zarqany Al-Maliki(1099H. = 1687M.) 14. Syeikh Abdulah Al-Syarqawy (Syeikh Al-Azhar) (wafat tahun 1227H. = 1812M.) 15. Syekh Musthafa bin Ahmad As-Shawy (wafat tahun 1216H. = 1801H.)

16. Syeikh Musthafa Ad-Damanhury As-SyafiI (wafat tahun 1216H. = 1801H.).[9] E. Lahirnya Sekolah-Sekolah (Madrasah-Madrasah) Pada Masa Pengaruh/Kekuasaan Turki Pada permulaan masa Abbasiyah, bangsa Persia sangat berpengaruhdalam Negara Islam, sehingga kebudayaan Islam pun dipengaruhinya. Bahkan sistm pemerintahan Persia sebagiannya ada juga diambil oper oleh pemerintahan Islam. Setelah hilang pengaruh Persia,lahirlah pengaruh turki. Pada masaitu berdirialah MadrasahMadrasah (Sekolah-Sekolah) yang tidak sedikit bilagannya diseluruh negara Islam, yang didirikan oleh pemerintah sendiri. Diantara sebaba-sebab banyaknya berdiri madrasah pada saat itu adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Untuk mengambil hati rakyat Untukmengharapkan pahala dan ampunan dari Tuhan. Untuk memelihara kehidupan anaknya. Untuk memperkuat aliran keagamaan bagi sultan atau pembesar

DINASTI SYAFAWI Ibnu Sina atau Avicenna merupakan seorang dokter, ilmuwan, filsuf sekaligus pahlawan. Ibnu Sina lahir pada abad ke-10 atau tepatnya pada tahun 340H/980 M di sebuah wilayah di Persia bernama Afsyana, Bukhara yang kini masuk wilayah negara Uzbekistan dan meninggal pada tahun 428H/1037 M di Hamadzan dalam usia 57 tahun. Merujuk pada Majalah Barokah, Edisi IV/Mei 2010, hal 19-21, Ibnu Sina dilahirkan dengan nama lengkap Abu Ali Al-Husain ibn Abdullah ibn Sina. Pada masa remaja, Ibnu Sina sudah menghafal Al-Quran dan menguasai dasar-dasar ilmu fisika, metafisika, logika, dan kedokteran. Bakatnya dibidang kesehatan terlihat ketika pada usianya ke-17 tahun, berhasil mengobati penyakit Khalifah Nuh ibn Al-Manshur (976-997), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Padahal banyak tabib dan ahli pengobatan yang hidup pada masa itu tidak satupun yang sukses menyembuhkan penyakit sang khalifah. Berkat kepiawaiannya itulah, Ibnu Sina diberi kebebasan mengakses buku-buku literatur koleksi pribadi sang khalifah, dimana pada saat itu buku-buku yang memuat ilmu pengetahuan masih sangat langka sehingga jarang ditemukan. Koleksi buku sang khalifah disimpan dalam perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Sebenarnya, Ibnu Sina juga diberi penghargaan tinggal di istana sang khalifah tetapi ditolaknya secara halus dan lebih memilih memperluas wawasannya melalui perpustakaan sang penguasa Dinasti Samaniah. Ayahnya berasal dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada masa Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M). Ayah dari Ibnu Sina meninggal ketika ia baru berusia 22 tahun sehingga ia meninggalkan kota kelahirannya, Bukhara dan memilih mengembara menuntut

ilmu menuju Jurjan, lalu ke Khawarazmi hingga menetap di Hamadzan (Iran). Di kota kecil Jurjan, Ibnu Sina bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan Al-Biruni dan berguru kepadanya. Kota selanjutnya Rayy dan Hamadzan, sambil mulai menulis sebuah buku yang terkenal Qanun fi Thib, sejak usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada tahun wafatnya (1037 M). Di bidang kedokteran ia mendapat julukan Pangeran Para Dokter dan Raja Obat. Banyak para pembesar negeri pada masa itu yang mengundangnya untuk memberikan pengobatan. Para pembesar negeri tersebut di antaranya Ratu Sayyidah serta Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamadzan, dan Alaud Dawla dari Isfahan. Karenanya dalam dunia Islam, ia dianggap sebagai puncah atau Bapak ilmu kedokteran (Suaramedia.com). Karya Monumental Puncak pemikiran Ibnu Sina berlangsung pada Abad Pertengahan (abad ke 10) ketika Eropa dilanda zaman kegelapan. Ibnu Sina mampu menemukan metode dan dasar argumentasi filsafat Islam dan menandingi pemikiran rasional tradisi intelektual Hellenisme Yunani. Kemahsyuran nama Ibnu Sina melintasi batas-batas negara dan agama dan tersebar di beberapa perpustakaan Barat dan Timur. Karya monumentalnya yang terkenal di kalangan ilmuwan Barat adalah Canon of Medicine (Aturan Pengobatan) atau dalam bahasa Arab Qanun fi Thib yang terbit pada tahun 1323 M di India dan tahun 1593 M di Roma. Buku ensiklopedia ini berisi jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan dan memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, serta dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya. Buku inilah yang menobatkan Ibnu Sina sebagai Bapak Kedokteran Dunia. Ibnu Sina pertama kali mengungkap, mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap. Kemudian ia mengambil kesimpulan bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki kuku saling berhubungan. Ibnu Sina juga adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa berkaitan erat dan saling mendukung. Dalam ilmu kedokteran kontemporer, Ibnu Sina sangat berjasa dalam bidang pathology dan farmasi, yang menjadi bagian penting dari ilmu kesehatan dan kedokteran. Melalui Al-Qanun fit-Thibb, Ibnu Sina sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Ibnu Sina juga tercatat pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya. Ibnu Sina juga banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga - dimana tumbuh - tumbuhan banyak membantu terhadap beberapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis). Ibnu Sina yang pertama kali mempraktekkan pembedahan penyakit-penyakit bengkak yang ganas lalu menjahitnya. Ibnu Sina juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara - cara modern yang kini disebut psikoterapi. Buku lainnya yang banyak dirujuk para ilmuwan adalah karya filsafatnya yang dihimpun dalam buku berjudul Asy-Syifa yang membahas tentang fisika, metafisika, matematika dan logika, dalam bahasan Latin kitab ini dikenal dengan nama Sanati. Judul kitab karya Ibnu Sina ini

mengulas cara-cara pengobatan sekaligus obatnya dan kini menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran, terdiri dari 18 jilid. Buku tersebut dicetak lintas negara seperti di Roma pada tahun 1593 M dan di Mesir pada tahun 1331 M. Ringkasan kajian dalam Asy-Syifa juga dimuat dalam buku An-Najat khusus mengulas tentang fisika dan metafisika dan dicetak di sebuah percetakan batu di Teheran. Sementara bidang logika dimuat dalam buku Al-Burhan dan terbit pada tahun 1954 di Kairo. Asy-Syifa, begitu judul kitab karya Ibnu Sina ini, sebuah kitab tentang cara-cara pengobatan sekaligus obatnya terdiri atas 18 jilid. Kitab ini di dunia ilmu kedokteran menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran. Dalam bahasan latin, kitab ini di kenal dengan nama Sanatio, atau Sufficienta. Naskah selengkap buku As- Syifa (The Book of Recovery or The Book of Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan) sekarang ini tersimpan di Oxford University London. Mengingat pentingya karya Ibnu Sina, pemerintah Arab Saudi bekerjasama dengan pemerintah Mesir membentuk panitia penyunting Ensiklopedia Asy-Syifa pada tahun 1951. Sementara Bab ke-6 dari Kitab As-Syifa yang mengulas tentang landasan psikologi modern diterjemahkan dan diterbitkan oleh sebuah lembaga keilmuan di Praha dan juga diterjemahkan kedalam Bahasa Prancis. Sementara karya filsafat Ibnu SIna yang lain berjudul Al-Isyarat wa al-Tanbihat pernah diterbitkan di Kairo pada tahun 1947 dan di Leiden, Belanda pada tahun 1892. Pemikiran Ibnu Sina banyak mempengaruhi para teolog dan pemikir Barat seperti Thomas Aquinas, Gundisalvus, Robert Grosseteste dan Roger Bacon. Aquinas dari Orde Dominikian diilhami pemikiran Ibnu Sina dalam perumusan kembali teologi Katolik Roma. Sedangkan Gundisalvus dalam karyanya De Anima sebagian besar isinya disalin dari pemikiran Ibnu Sina. Sepanjang hidupnya Ibnu Sina menulis berbagai macam karya yang berkaitan dengan bidang yang diminatinya yang jumlahnya mencapai 250 karya, baik dalam bentuk buku maupun risalah. Buku ini berkaitan dengan bidang astronomi berjudul Al-Magest diantara berisi, bantahan terhadap pandangan Euclides, serta meragukan pandangan Aristoteles yang menyamakan bintang-bintang tak bergerak. Menurutnya, bintang-bintang yang tak bergerak tidak berada dalam satu globe. Bagi Keluarga Besar Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ibnu Sina selain sebagai tokoh pemikiran dan ilmuwan besar Islam, juga sebagai pahlawan kesehatan Islam. Kebesaran nama Ibnu Sina diabadikan oleh UMI Makassar pada sebuah Rumah Sakit yang berdiri megah di kawasan Panaikang, depan Kampus UMI. RS ini melayani pasien lintas agama, dan lintas sosialekonomi dengan diperbolehkannya pemegang jamkesmas untuk berobat di RS tersebut, disamping sebagai rumah sakit pendidikan. Dinasti syafawi
Nama safawiyah dinisbatkan kepada nama salah seorang guru sufi di Ardabil, yaitu Syeikh Ishak Safiuddin. Menurut riwayat ia adalah keturunan dari musa al-Kadhim, imam ketujuh Syi'ah Itsna 'Asyariyah. Ia adalah keturunan Ali bin Abi Thalib.Ia mendirikan tarekat di Ardabil, Azerbaijan yang

kemudian di beri nama Safawiyah. Pada mulanya gerakan tarekat yang dipimpinnya bertujuan untuk memerangi orang-orang yang ingkar terhadap ajaran agama dan "ahli bid'ah". Tarekat ini berkembang di daerah-daerah di mana terdapat heterodoksi, khususnya syi'ah. Oleh karena itu, di sepanjang abad ke15 tarekat ini terang-terangan menunjukkan kesyi'ahannya. Berbeda dengan dua kerajaan islam lainnya ( Usmani dan Mughal ) Kerajaan Safawi menyatakan, syiah sebagai mazhab Negara dan dan dalam tujuan pendidikan. Sehingga kerajaan ini dianggap sebagai pelekat pertama dasar terbentuknya negara Iran saat ini. Berdasarkan idiologi pemikeran syiah pada masa kerajaan safawa inilah maka pendidikan pada saat itu menjadi cenderung sebagai sarana untuk menyampaikan idiolagi pemiiran itu, maka kebijakan pendidikan pemimpin pada saat itu pun lebih mengutamakan pada kepentingan idiologi dari yang dipahami, lalu di sampaikan. A. Masa Berdirinya Kerajan Safawi bermula dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Safawiyah karena pendirinya bernama Syech Safuyudin Ishaq (1252-1334) seorang guru agama yang lahir dari sebuah keluaraga Kurdi di Iran Utara. Beliau merupakan anak murid seorang imam Sufi yiaitu Sheikh Zahed Gilani (1216 1301, dari Lahijan.) Safi Al-Din kemudiannya menukar Ajaran Sufi ini kepada Ajaran Safawiyah sebagai tindak balas kepada pencerobohan tentera Mongol di wilayah Azerbaijan Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan untuk memerangi orang-orang ingkar dan golongan Ahl al-Bid ah Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negerinegeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi gelar Khalifah untuk memimpin murid-murid di daerahnya masing-masing. Gerakan Safawi mewakili sebuah kebangkitan Islam Populer yang menentang dominasi militer yang meresahkan dan bersifat eksploitatif. Tidak seperti gerakan lainnya,gerakan Safawiyah memprakarsai penaklukan Iran dan mendirikan sebuah baru yang berkuasa dari 1501 sampai 1722. Sang pendiri mengawali gerakannya dengan seruan untuk memurnikan dan memulihkan kembali ajaran Islam. Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaan, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini dapat berkembang dengan cepat. Nama safawi ini terus dipertahankan sampai tarekat Sfawiyah menjadi gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani Safi Al-Din ( 1252-1334 M ) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai menjadi gerakan politik. Safi Al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memiliki sufi sebagai jalan hidupnya. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuk, Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya Taj Al-Din ibrahim Zahidi ( 1216-1301 M)2. Safi Al-Din mendirikan tarkat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1361 M. Pengikut tarkat ini sangat teguh pada ajaran agamanya. Pada awalnya gerakan Safawiyah bertuju memerangi orang orang yang ingkar, kemudian memerang golongan Ahli ahli tid ah . Bentuk tarkat itu dari pengajian Tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Andalusia. Berbeda dengan dua kerajaan islam lainnya ( Usmani dan Mughal ) Kerajaan Safawi menyatakan, syiah sebagai mazhab Negara. Sehingga kerajaan ini dianggap sebagai pelekat pertama dasar terbentuknya negara Iran saat ini. Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi : 1). Isma'il I (1501-1524 M) 2). Tahmasp I (1524-1576 M) 3). Isma'il II (1576-1577 M)

4). Muhammad Khudabanda (1577-1587 M) 5). Abbas I (1587-1628 M) 6). Safi Mirza (1628-1642 M) 7). Abbas II (1642-1667 M) 8). Sulaiman (1667-1694 M) 9). Husein I (1694-1722 M) 10). Tahmasp II (1722-1732 M) 11). Abbas III (1732-1736 M) B. Kejayaan kerajaan Safawiyah Masa kekuasaan Abbas 1 merupakan puncak kerajaan safawiyah. Kemajuan-kemajuan yang dicapai antara lain sebagai berikut; 1. Bidang Politik Abbas 1 mampu mengatasi berbagai kemelut didalam negeri yang menganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wolayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa kerajaankerajaan sebelumnya. 2. Bidang Ekonomi Stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abass 1 ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai odan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Di samping sektor perdagangan, kerajaan ini juga mengalami kemajuan terutama didaerah Bulan Sabit Subur. 3. Bidang Ilmu Pengetahuan Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan.Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa kerajaan ini tradisi keilmuan ini terus berlanjut. Ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di majlis Istana, yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar Al-Din Al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad, filosoft, ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah-lebah. Dalamn bidang ini, kerajaan ini mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari dua kerajaan besar Islam lainnya pada masa yang sama. 4. Bidang Perkembangan Fisik dan Seni Para penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunanbangunannya, seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat puyla sdalam bentuk kerajaan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenun, mode, tembikar dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirilis sejak zaman Tahmasp 1. Raja Ismail 1 pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis ini bernama Bizhad.

You might also like