You are on page 1of 7

A.

PENGERTIAN DILLAH LAFAL NASH Secara bahasa kata adalah bentuk mashdar (kata dasar) dari kata - yang berarti menunjukkan dan kata dillah sendiri berarti petunjuk atau penunjukkan. Adapun menurut istilah sebagaimana disebutkan oleh Quthub Mustafa Sanu bahwa yang dimaksud dengan dillah adalah Artinya ; Dillah itu ialah keadaan sesuatu yang dapat memastikan untuk mengetahui yang lainnya.Dengan kata lain, dillah itu ialah penunjukkan suatu lafal nash kepada pengertian yang dapat dipahami, sehingga dengan pengertian tersebut kita dapat mengambil kesimpulan hukum dari sesuatu dalil nash. Tegasnya, dillah lafal itu ialah makna atau pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafalnash dan atas dasar pengertian tersebut kita dapat mengetahui ketentuan hukum yang dikandung oleh sesuatu dalil nash.Sebagai contoh dapat dilihat pada ayat berikut ini Artinya ; Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.Dilalah atau penunjukkan yang dapat dipahami dari ayat ini adalah bahwa jual-beli itu hukumnya halal dan riba itu hukumnya haram, karena makna atau pengertian inilah yang segera dan mudah ditangkap oleh akal seseorang tanpa memerlukan qarnah yang menjelaskannya. Pembahasan tentang dillah ini sangat penting dalam ilmu ushul fiqh, karena termasuk dalam salah satu system berpikir. Menurut Amir Syarifuddin bahwa untuk mengetahui sesuatu tidak mesti melihat atau mengamati sesuatu itu secara langsung tetapi cukup dengan menggunakan petunjuk yang ada. Berpikir dengan menggunakan petunjuk dan isyarat disebut dengan berpikir secara dillah. Ditinjau dari segi bentuk dalil yang digunakan dalam mengetahui sesuatu, dilalah itu dibagi kepada dua macam, yaitu ; dillah lafziyah dan dilalah gair lafziyah. 1. Dillah lafziyah, yaitu dillah (petunjuk) dengan dalil yang menggunakan untuk memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk lafal, suara atau kata. Oleh karena itu lafal, suara atau kata-kata menunjukkan kepada maksud tertentu, petunjukkan ini dapat diketahui melalui tiga hal.1.1. Melalui hal-hal yang bersifat alami yang menunjukkan kepada maksud tertentu yang dapat diketahui oleh setiap orang di seluruh ala mini. Umpamanya rintihan yang keluar dari mulut seseorang adalah memberi petunjuk bahwa orang yang mengeluarkan suara rintihan itu berada dalam kesakitan. Dengan adanya rintihan itu, maka semua orang mengetahui bahwa orang itu sakit, meskipun ia tidak pernah menyatakan bahwa ia sedang dalam kesakitan. Penunjukkan (dilalah) seperti ini disebut dengan tabiiyah; Secara lengkap disebut dengan dillah lafziyah tabiiyah.2. Melalui akal. Dengan perantaraan akal pikiran, seseorang dapat mengetahui bahwa suara atau kata yang didengarnya memberi petunjuk kepada maksud tertentu. Umpamanya suara kendaraan di belakang rumah menunjukkan adanya bentuk kendaraan tertentu yang lewat di belakang rumah itu. Dengan adanya suara itu dapat dicerna oleh akal bahwa suara itu adalah suara kendaraan jenis tertentu meskipun kendaraan tersebut belum dilihat secara nyata. Penunjukkan secara suara tersebut dinamai dengan aqliyah ; Secara lengkap disebut dengan dillah lafziyah aqliyah. .3. Melalui istilah yang dipahami dan digunakan bersama untuk maksud tertentu. Amir Syarifuddin memberikan contoh, kalau kita mendengar ucapan, binatang yang mengeong, kita akan mengetahui apa yang dimaksud ucapan

25

itu, yaitu kucing. Hal ini dimungkinkan karena kita sudah memahami dan menggunakan ungkapan binatang mengeong itu untuk memberi istilah kepada kucing. Penunjukkan bentuk ini disebut dengan wadliyah (,) secara lengkapnya dillah lafziyah wadliyah. Dari ketiga bentuk dilalah ini yang paling dominan dibicarakan dalam ushul fiqh. Para ahli membagi dillah wadliyah kepada tiga macam, yaitu a. Muthbaqiyah ( )yaitu ; istilah yang digunakan sebagai dillah merupakan keseluruhan yang lengkap dan mencakup unsur yang harus ada pada istilah tersebut.b. Tadlammuniyah, ()yaitu istilah yang digunakan sebagai dilalah merupakan salah satu bagian yang terkandung dalam keutuhan istilah itu. Meskipun hanya menggunakan salah satu unsur saja, namun sudah dapat menunjukkan maksud yang dituju. Umpamanya kata ngeong yang hanya berbentuk unsur fasal dalam istilah, tetapi semua orang sudah dapat mengetahui maksudnya, yaitu kucing.c. Iltizmiyah ( ,)yaitu bila dillah bukan arti atau istilah yang sebenarnya, tetapi merupakan sifat tertentu yang lazim itu orang akan mengetahui apa yang dimaksud umpamanya ungkapan bilangan genap untuk angka 4. Bilangan genap bukanlah arti yang sebenarnya dari angka 4, karena angka 4 itu sebnarnya 2 + 2 atau 6 2, atau lainnya. Penggunaan ungkapan bilangan genap untuk angka 4 sebenarnya tidak salah karena memang ia merupakan salah satu sifat yang berlaku pada angka 4 itu, namun bukan arti yang sebenarnya.2. Dillah Ghari Lafziyah ( .) Yang dimaksud dengan dillah ini ialah dilalah yang digunakan bukan dalam bentuk suara, bukan dalam bentuk lafal dan bukan pula dalam bentuk kata Hal ini berarti bahwa dia atau tidak bersuaranya sesuatu dapat pula memberi petunjuk kepada sesuatu, maksudnya raut muka seseorang mengandung maksud tertentu.Menurut Amir Syarifuddin, diamnya sesuatu itu dapat diketahui maksudnya melalui hal-hal berikut ini.a. Melalui hal-hal yang bersifat alami yang dapat dipahami oleh semau orang. Umpamanya warna pucat pada wajah seseorang menunjukkan bahwa ia sedang ketakutan. Hal ini dapat diketahui secara alamiah tanpa dibuat-buat bila seseorang dalam ketakutan maka mukanya akan pucat. Pucat itu akan timbul dengan sendirinya dari rasa takut. Penunjukkan ini disebut dengan thabiiyah, lengkapnya disebut : b. Melalui akal. Makdusnya meskipun tidak ada suara atau kata namun akal dapat mengetahui apa yang terdapat dibalik diamnya sesuatu. Misalnya asap yang mengepul dari sesuatu menunjukkan ada api di dalamnya, meskipun tidak ada petunjuk dalam bentuk suara atau kata, namun seseorang melalui akalnya dapat mengetahuinya, karena menurut pertimbangan akal dimana ada asap pasti ada api. Petunjuk dalam bentuk ini disebut dengan c. Melalui kebiasaan dalam menggunakan sesuatu sebagai tanda atau isyarat untuk maksud tertentu. Umpamanya huruf H di depan nama seorang muslim menunjukkan bahwa orang itu sudah melaksanakan ibadah haji. Hal ini dapat diketahui karena sudah menjadi kebiasaan yang dapat dipahami bersama bahwa orang yang sudah haji menambahkan huruf H di depan namanya. Meskipun tidak ada orang yang mengatakannya sudah haji, namun adanya huruf H di depan namanya, maka orang tahu dia sudah haji. Menurut Amir Syarifuddin, penggunaan tanda atau isyarat, baik dengan huruf atau tanda lainnya, banyak digunakan dalam kehidupan. Di antara maksudnya adalah untuk

27
penghematan bahasa. Dengan cara ini maka sedemikian banyak maksud yang disampaikan dalam komunikasi dapat disingkat dengan menggunakan lambing dalam bentuk huruf atau tanda. Di antaranya seperti tanda kepangkatan di lingkungan ABRI dan tanda rambu-rambu lalu lintas. Penunjukkan seperti ini disebut dengan wadliyah atau lengkapnya disebut dengan:Kedua bentuk dilalah lafal di atas, selain digunakan dalam ilmu mantiq, juga dikaji dalam ilmu ushul fiqh, meskipun diantara meeka terdapat perbedaan dalam menggunakan peristilahannya. Amir Syarifuddin menegaskan bahwa bentuk dilalah yang luas digunakan ialah dillah lafziyah karena mengandung maksud yang langsung dan jelas tentang hukum. Bentuk dilalah dengan diam dalam dilalah gair lafziyah juga digunakan dalam penunjukkannya terhadap hukum, tetapi mengundang banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul fiqh. Pada uraian berikut ini akan dibahas tentang dilalah gair lafziyah dan dilalah gair lafziyah yang berlaku di kalangan ulama Hanafiyah dan Jumhur ulama. B. DILLAH LAFAL NASH MENURUT MAZHAB HANAFINash Al-Quran dan As-Sunnah adalah merupakan kumpulan lafal-lafal yang dalam ushul fiqh disebut pula dengan dalil dan setiap dalil memiliki dillah atau dallah tersendiri. Yang dimaksud dengan dalil di sini, sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Wahab Khalaf adalah sebagai berikut;Artinya; segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk dengan menggunakan pemikiran yang benar untuk menetapkan (menemukan) hukum syara yang bersifat amali, baik sifatnya qothiy maupun zhanniy. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa, pada dasarnya, yang disebut dengan dalil atau dalil hukum itu ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan alasan atau pijakan dalam usaha menemukan dan menetapkan hukum syara atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Sementara itu, yang dimaksud dengan dillah, seperti dijelaskan oleh Muhammad Al-Jarjani, dalam kitab Al-Tarift adalah :Yaitu; cara penunjukkan lafaz atas sesuatu makna atas pengertian yang dikandung oleh Nash. Atas dasar ini dapat disimpulkan bahwa dalil adalah yang memberi petunjuk dan dillah ialah sesuatu yang ditunjukkan. Menyangkut dillah lafaz nash ini di kalang ulama ushul memang terdapat perbedaan.Kalangan ulama Hanafiyah membagi cara penunjukkan dillah lafal nash itu kepada empat macam, yaitu ibrat alnash, isyrat al-nash, dillah al-nash, dan iqtidl al-nash. 4.1. Ibrat al-Nash Yang dimaksud dengan Ibrat al-Nas ialah: Artinya ; Ibarat nash ialah petunjuk kalimat (lafal) kepada pengertian yang dikehendaki sesuai dengan apa yang dituturkan langsung oleh kalimat itu sendiri.Depinsi lain, sebagaimana diungkapkan oleh Quthub Mustafa Sanu adalah ;Artinya ; Ibarat al-Nash ialah petunjuk lafal yang didasarkan pada susunan kalimatnya sendiri secara langsung dan ia dapat diketahui dengan mudah dan jelas yang tercakup di dalamnya.Dari dua definisi di atas dapat dipahami bahwa, Ibrat al-Nash itu ialah petunjuk lafal kepada suatu pengertian atas suatu ketentuan hukum yang diungkapkan langsung oleh lafal nash itu sendiri. Sebagai contoh Firman Allah dalam ayat berikut ini.Artinya ; Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riabaMenurut Wahbah Zuhaili bahwa ayat ini arti asalnya adalah menjelaskan antara jual beli dan riba itu dua hal yang berbeda atau tidak sama. Kemudian ayat ini diartikan pula bahwa jual beli itu boleh dan riba itu haram. Kedua pengertian ini dipahami atau diperoleh dari petunjuk susunan

lafal yang terdapat dalam ayat.4.2. Isyrat al-NashYang dimaksud dengan Isyrat al-Nas ialah ; Artinya ; Isyarat dan al-nash ialah penunjukkan lafal atas suatu ketentuan hukum yang tidak disebutkan langsung oleh lafal nash tetapi merupakan kelaziman bagi arti yang diucapkan diungkapkan untuk itu.Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa isyrat al-nash itu sesungguhnya adalah petunjuk lafal atas sesuatu yang bukan dimaksudkan untuk arti menurut asalnya. Tegasnya, isyrat al-nash itu ialah dillah lafal yang didasarkan atas arti yang tersirat, bukan atas dasar yang tersurat. Sebagai contoh dapat dilihat dalam ayat.Artinya; Dan kewajiban Ayah (suami) memberi nafkah dan pakaian dengan layak kepada isteri Secara ibarat Nash pengertian yang dapat ditangkap dari ayat ini adalah bahwa Ayah (suami) wajib mengayomi isteri-isteri mereka berupa pemberian nafkah dan pakaian, bahkan tempat tinggal secara layak dan patut (maruf). Menurut Amir Syarifuddin, bahwa ungkapan yang diartikan denga ayah adalah sebagai pengganti kata dalam ayat di atas. Akan tetapi mengapa Allah menggunakan kata dalam ayat ini. Dalam pandangan para Mujtahid tentu ada maksud yang tidak dapat dipahami oleh orang biasa. Ungkapan adalah terdiri dua unsur kata, yaitu yang arti dasarnya adalah anak yang dilahirkan, dan kata yang berarti untuknya dan kata itu sendiri dimaksud-kan di sini adalah ayah. Sehingga ungkapan arti asalnya anak untuk ayah. Oleh karena itu, ungkapan lafal mengandung arti lain. Selain dari arti yang disebutkan, yaitu anak adalah milik ayah dan oleh karenanya anak-anak yang lahir dinasabkan kepada ayahnya bukan kepada ibunya. Pengertian yang disebut terakhir ini merupakan Isyarat yang dapat ditangkap dibalik susunan lafal nash4.3.Dillat al-Nash Dillat al-Nash ini disebut juga dengan dillat al-dillat. Adapun yang dimaksud dengan dillat al-dillat adalah ssssMaksudnya ; Dilalat Nash ialah petunjuk lafal atas suatu ketetapan hukum yang disebutkan Nash berlaku pula atas sesuatu yang tidak disebutkan (maskut anhu), karena antara kedua -- yang disebutkan dan yang tidak disebutkan -terdapat pertautan illat, dimana pemahaman atas keduanya dapat dilakukan dengan mudah, yang cukup dengan analisa kebahasaan dan tidak memerlukan Ijtihad dengan mengerahkan segala kemampuan daya nalar.Contoh untuk maksud ini dapat dilihat dalam ayat berikut ini :tinya : Maka janganlah kamu mengucapkan kata ah kepada kedua orang tuamu dan jangan pula kamu hardik mereka berduDari ayat ini dapat dipahami bahwa kita tidak boleh atau dilarang mengucapkan kata-kata ah atau cis dan menghardik kedua orang tua (ibu-bapak) yang telah melahirkan dan membesarkan kita. Hal ini tidak lain karena perbuatan ini adalah menyakitkan perasaan kedua orang tua. Ketentuan hukum larangan ini juga dapat diberlakukan kepada perbuatan misalnya memukul atau perbuatan-perbuatan yang sejenisnya - yang pada dasarnya membawa akibat yang sama yaitu menyakitkan orang tua baik perasaan maupun fisik. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa apapun perbuatan atau tindakan yang dilakukan - selain ucapan ah atau hardikan yang dapat menyakiti kedua orang tua adalah dilarang dan mengakibatkan seseorang berdosa kepada Allah SWT. Tentang dillat al-nash ini dalam

29
pandangan Syafei, disebut dengan mafhm muwfaqah atau qiys jali. Disebut dengan mafhm muwfaqah, ialah apa yang tidak disebutkan oleh nash sejalan dengan apa yang dituturkan oleh nash. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang tidak disebutkan oleh nash sesuai dengan ketentuan hukum yang disebutkan oleh lafal nash. Disebut dengan qiyas jali ialah karena ketentuan hukum terhadap sesuatu yang tidak disebutkan itu lebih kuat dibandingkan dengan yang disebutkan oleh Nash. Sebagaimana contoh di atas bahwa memukul orang tua adalah lebih berat dan lebih menyakitkan jika dibandingkan dengan mengucapkan ucapan ah atau uf kepada kedua orang tua4.4. Iqtidl al-NasDillah al-Iqtidhal- nash ini disebut juga dillat aliqtidl. Yang maksud dengan iqtidhal- nas ialah ; Artinya ; Iqtidla al-nash ialah penunjukkan lafal nash kepada sesuatu yang tidak disebutkan, yang sebenarnya tergantung kepada yang tidak disebutkan.Dari definisi ini dapat dipahami bahwa suatu dillah (petunjuk makna lafal nash baru bisa dipahami secara jelas bila ada penambahan kata untuk memperjelas maksud yang terkandung dari suatu teks nash. Sebagai contoh dapat dilihat dalam firman Allah pada ayat berikut ini Artinya : Diharamkan atas kamu bangkai, darah dan daging babi Pengertian ayat ini belum jelas. Oleh karena itu diperlukan penjelasan dengan menambah unsur kata dari luar teks. Untuk kasus dalam ayat ini maksudnya diharamkan memakan atau memanfaatkan darah dan daging babi. Sebab keharaman tanpa hubungan dengan perbuatan manusia tidak ada manfaatnya.Dalam pandangan ulama ushul, dari keempat macam cara penunjukkan dilalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang paling kuat adalah dilalah ibrat al-nash, kemudian menyusul isyrat al-nash dan setelah itu baru dillat al-nash dan yang terakhir adalah iqtidl al-nash. Sebagaimana dijelaskan oleh Zaky al-Din Syaban bila terjadi perlawanan hukum yang didasarkan pada ibrat al-nash dengan suatu ketentuan hukum yang ditetapkan berdasarkan isyrat nash, maka ketentuan hukum yang ditetapkan berdasarkan ibrat al-nash lebih didahulukan dari pada isyrat al-nash. Begitu pula jika terjadi pertentangan ketentuan hukum yang ditetapkan berdasarkan ibrat nash atau isyrat nash dengan dillat al-nash, maka lebih didahulukan salah satu dari keduanya dari pada dillat al-nash.C. DILLAH LAFAL MENURUT MAZHAB SYAFEI Kalangan ulama Syafeiyah, dillah lafal nash dibagi kepada dua macam, yaitu dillat al-mantq ( ) dan dillat al-mafhm Yang dimaksud dengan dilalat al-mantuq ialah :Artinya ; Dilalat mantuq ialah penunjukkan lafal nash atas suatu ketetapan hukum (pengertian) sesuai dengan apa yang diucapkan dan dituturkan langsung oleh lafal.Dari definisi ini dapat dipahami bahwa dillat al-mantq ialah suatu ketetapan hukum yang dapat dipahami dari penuturan langsu.Kemudian, yang dimaksud dengan dillat al-mafhm ialah penunjukkan lafal nash atas suatu ketentuan hukum yang tidak disebutkan langsung dalam susunan kalimat. Tegasnya, dillat almafhm itu adalah penunjukkan lafal nash atas suatu ketentuan hukum yang didasarkan atas pemahaman dibalik yang tersurat. Di kalangan jumhur, yaitu Syafeiyah dillat al-mafhm ini dibagi kepada dua macam, yaitu mafhm muwfaqah dan mafhm mukhlafah. Yang dimaksud dengan mafhm muwfaqah ialah Penunjukkan lafal atas suatu ketetapan yang disebutkan oleh nash berlaku pula atas sesuatu yang tidak disebutkan, karena antara keduanya

-- yang disebutkan dan yang tidak disebutkan -- terdapat persamaan illat. Tegasnya, mafhm muwfaqah itu adalah ketentuan hukum atas sesuatu yang tidak disebutkan bersesuaian dengan ketentuan hukum yang disebutkan oleh nash.Selanjutnya yang dimaksud dengan mafhm mukhlafah ialah penunjukkan lafal atas sesuatu ketentuan hukum yang tidak disebutkan merupakan lawan atau kebalikan dari apa yang disebutkan oleh nash. Disebut dengan mukhlfah karena hukum yang tidak disebutkan berlawan dengan hukum yang disebutkan. Mafhm mukhlafah ini terdiri dari lima macam berikut ini ; a. Disebut mafhm sifat, yaitu menetapkan hukum yang dikaitkan dengan sifat yang terdapat pada lafal dan menetapkan sebaliknya bila berlawanan dengan sifat dimaksud. Contohnya, dalam surat An-Nisa ayat 25 disebutkan bahwa barangsiapa yang tidak memiliki kemampuan untuk menikahi wanita merdeka mukmin, maka ia boleh menikahi wanita beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. b. Mafhm syarat, yaitu menetapkan hukum kebalikan dari yang disebutkan yang dikaitkan dengan syarat. Tegasnya bila syarat terpenuhi maka berlaku hukum dan bila tidak terpenuhi maka tidak dapat ditetapkan hukum sebaliknya. Contohnya firman Allah dalam surat al-Thalaq ayat 6 menyebutkan ; jika perempuan (yang dicerai) itu dalam keadaan hamil maka berilah nafkah mereka sampai mereka melahirkan.cMafhm al-gyah, yaitu menetapkan hukum yang dikaitkan dengan hinggaan atau limid waktu. Tegasnya, menetapkan lawan hukum bagi sesuatu yang tidak disebutkan melalui batasan yang terdapat pada mantuq. Contohnya ialah firman Allah dalam surat alBaqarah ayat 230. Jika suami mentalak isterinya (talak tiga), tidak halal baginya bekas isterinya hingga bekas isterinya itu menikah dengan laki-laki lain. d. Mafhm al-Adad yaitu, penetapan hukum yang merupakan kebalikan dari ketentuan hukum yang disebutkan dengan dikaitkan dengan jumlah atau bilangan. Contohnya sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nur ayat 2 ; Pezina perempuan dan pezina laki-laki hendaklah masing-masing mereka dicambuk sebanyak seratus kali.sse. Mafhm laqab yaitu menetapkan atau menyebutkan suatu ketentuan hukum atas suatu nama atau jenis tertentu dan tidak berlakunya hukum itu untuk sebaliknya (orang lain). Misalnya, dalam Firman Allah surat Ali Imran ayat 97 disebutkan ; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu pergi ke BaitullahDilalah adalah memehami sesuatu dari

sesuatu yang lain (fahmu amrin min amrin),ss. Al-dilalah sangat penting untuk mengetahui maksud suatu dalil. Dilalah bertujuan agar kita tidak salah dalam mengambil hokum dari suatu dalil Dari uraian diatas, sangat jelas bahwa lapangan yang dibahas dalam ilmu mantiq adalah tentang pikiran-pikiran dan mencari dalil untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Karena mencari dalil itu tersusun dari macam-macam susunan kata dan susunan kata menurut mantiq adalah qadhiyah. Qadhiyah tersusun dari lafadh-lafadh tunggal, karena itu kita mulai mempelajari bagian-bagian itu dan kita susun untuk menjadikan dalil. Jika seseorang akan membahas ilmu mantiq, maka harus mempelajari

31 bagian yang akan disusun dari bagian-bagian itu agar menjadi dalil dan alasan-alasan. Bagi para pembahas ilmu mantiq harus mengetahui lafadh yang mufrad dan dari lafadh akan tersusun menjadi qadhiyah. Kemudian dari mempelajari qadhiyah kita dapat mempelajari pemgambilan dalil. Fungsinya agar anda tidak salah dalam mengambil hukum dari suatu dalil. Nah...kalau anda sudah tahu maksud dari masing-masing tadi, sekarang mari kita masuk pada pembahasan pembagian al-dilalah

You might also like