You are on page 1of 2

Dampak Tumpahan Minyak pada Biota Laut

KALAU dilihat dari perkembangan industri minyak yang berkembang begitu pesat, produksi minyak bumi di dunia lebih dari tiga miliar ton per tahun. Memang perairan menjadi rawan timbulnya pencemaran minyak karena separuh dari seluruh produksi tersebut diangkut melalui laut oleh kapal tanker sehingga kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak di laut hampir tidak dapat dielakkan. Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi pencemaran itu juga bersumber dari kegiatan pengeboran, produksi, pengilangan, transportasi minyak, perembesan dari reservoirnya, serta kegiatan pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan. Meningkatnya frekuensi pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan perairan. Bila hal ini tidak segera ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran laut akan menjadi tidak terkendali. Pencemaran minyak di perairan paling sering terjadi dibandingkan di darat dan sangat memprihatinkan. Tidak mengherankan kalau masyarakat di Pemaron, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, khawatir akan terjadinya tumpahan minyak bahan bakar pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) yang bersumber dari kapal tongkang pengangkut minyak (Kompas, 21 Februari 2004). Kasus tumpahan minyak Jauh sebelumnya tercatat telah beberapa kali terjadi kasus tumpahan minyak di perairan Indonesia yang menyebabkan pencemaran pada air laut. Akibat hal ini dapat mengganggu kehidupan biota laut, terutama pada ikan. Bukan hanya itu, ikan yang telah terkontaminasi minyak bumi jika dikonsumsi akan berakibat fatal pada kesehatan, seperti timbulnya gejala pusing dan mual. Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena, toluena, ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat, sehingga hal ini dapat mengalami proses biomagnition pada ikan ataupun pada biota laut yang lain. Bila senyawa aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal. Senyawa antara yang terbentuk adalah epoksida benzena yang beracun dan dapat menyebabkan gangguan serta kerusakan pada tulang sumsum. Keracunan yang kronis menimbulkan kelainan pada darah, termasuk menurunnya sel darah putih, zat beku darah, dan sel darah merah yang menyebabkan anemia. Kejadian ini akan merangsang timbulnya preleukemia, kemudian leukemia, yang pada akhirnya menyebabkan kanker. Dampak lain adalah menyebabkan iritasi pada kulit. Untuk menanggulangi tumpahan minyak di laut, kadang-kadang lapisan minyak diperlakukan dengan dispersant. Dengan perlakuan dispersant dapat meningkatkan biodegradasi minyak, namun penggunaan dispersant telah dilaporkan bersifat sangat toksik pada biota laut. Salah satu alternatif penanggulangan minyak bumi di laut yang ramah lingkungan adalah dengan bioteknologi, yaitu menggunakan bakteri pemakan minyak bumi.

Di Indonesia, program pengendalian pencemaran berasal dari kegiatan di laut telah digalakkan, yakni Marine-base Pollution Source, oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) melalui tindak lanjut dengan Pemerintah Norwegia perihal Oil Spill Contingency Planning and Management; kerja sama dengan perusahaan migas, Pertamina, dan perusahaan pertambangan lainnya untuk menanggulangi pencemaran. Pihak DKP juga akan mengawasi kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia, yang akan dikenai tarif bila ada kapal yang membuang minyak. Kini teknologi bioremediasi limbah minyak bumi sedang dikembangkan oleh PKSPL-IPB, yang dapat memberi sumbangan dalam menanggulangi tumpahan minyak di laut. Pengaruh pada biota laut Komponen minyak tidak larut di dalam air akan mengapung pada permukaan air laut yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Hal ini mempunyai pengaruh yang luas terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh terhadap reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan yang berakibat menurunnya devisa negara. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar. Proses ini merupakan penyebab terkontaminasinya sejumlah flora dan fauna di wilayah tercemar. Beberapa kasus pencemaran minyak telah menghancurkan hewan dan tumbuhtumbuhan yang hidup di batu-batuan dan pasir di wilayah pantai, juga merusak area mangrove serta daerah air payau secara luas. Hutan mangrove merupakan sumber nutrien dan tempat pemijah bagi ikan, dapat rusak oleh pengaruh minyak terhadap sistem perakaran yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Tumpahan minyak berpengaruh besar pada ekosistem laut, penetrasi cahaya menurun di bawah oil slick atau lapisan minyak. Proses fotosintesis terhalang pada zona euphotik sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus. Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob. Tentu saja semua kejadian tersebut, yang diakibatkan oleh adanya pencemaran minyak, akan terkait dengan produksi perikanan di perairan. Adapun aplikasi detergen sebagai dispersant untuk menyerap tumpahan minyak di laut berpengaruh besar pada berbagai kehidupan biota laut, yaitu meningkatkan biological membrane permeability terhadap senyawa toksik. Drs Fahruddin Msi Dosen Universitas Hasanuddin,

You might also like