Professional Documents
Culture Documents
Riset ini dibiayai oleh ITB berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksanaan Riset No: 0407/K01.03/Kontr-WRRIM/PL2.1.5/IV/2008 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat
I. HALAMAN IDENTITAS
1. 2. 3. 4. 4.1
Judul :
Jenis Riset Waktu Pelaksanaan Tim Riset Ketua Tim a. Nama lengkap b. NIP c. Pangkat / Golongan d. Jabatan e. Fakultas / Sekolah & Prodi f.. Kelompok Keahlian g. Alamat Kantor / Telp / Fax / E-mail
: :
Dr. Ir. Utomo Sarjono Putro, M.Eng 132104494 Lektor Kepala / IIId Ketua Sub KK Pengambilan Keputusan dan
Negosiasi Strategis SBM-ITB Sekolah Bisnis dan Manajemen People Management and Entrepreneurship Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp/ Fax (022)2531923 utomo@sbm.itb.ac.id h. Alamat Rumah / Telp / Fax / Email Jl. Gemini No 14, Bandung 40275
4.2
No 1 2 3 4. 5.
Dekan
1. 2. 3
TITLE OF RESEARCH
: :
4.
OFFICIAL ADDRESS
School of Business and Management, ITB, sub Interest Group of Decision Making and Strategic Negotiation, email: utomo@sbm.itb.ac.id
5.
EXTENDED ABSTRACT
Citarum was a clean river where local people enjoyed fishing and recreation, however now its condition has already changed totally. Currently, the river can not provide its social services, such as clean water, electricity, fishing, tourisms, transportation, and public recreation. In rainy season, the color of river is brown because each drop contains mud from bald lands erosion along the river. In dry season, the color of river is black and full of household wastes. In spite of many seminars were held, classical problems always arise. There are floods when rainy season and drought when dry season. There are some factors which cause the problem, i.e.; illegal lodging and the population exploding in upper stream, pollution from industries in down stream, etc. This paper tries to see the Citarum problem from a different point of view, starting from the belief that if stakeholders (or agents) in the Citarum problem collaborate to solve the problem, and then Citarum river will be better and better. In previous research we had adopted PAD emotional model and drama theory in order to develop an agent based negotiation simulation. Our previous simulation was successfully showed that agents positive emotion will affect their ability to eliminate confrontation dilemmas. But unfortunately this simulation was unable to analyze collaboration dilemmas among agents. The purpose of this research is to develop more advance simulation that is also able to analyze collaboration dilemmas (especially trust dilemma) among agents. Keywords: Agent based Simulation, Negotiation, Dilemma, Drama Theory, Emotion.
6. LIST OF RESEARCH OUTPUT 1) Utomo Sarjono Putro, Manahan Siallagan, Santi Novani, Dhanan Sarwo Utomo, Managing Collaboration Using Agent Based Simulation, Proceedings of the Pacific Rim International Conference on Multi Agents 2008, Hanoi, Vietnam, Desember 2008. 2) Utomo Sarjono Putro, Kuntoro Mangkusubroto, Khrisna Ariuyanto, Roles of Emotion in Negotiation Process: An Application of Drama Theory in Citarum Riverbasin Problem, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 7, No. 1, 2008 (ISSN: 1412-1700)
1. a
CAPAIAN proposal
: Tujuan dari Pendekatan model simulasi berbasiskan agen dalam konfrontasi masalah sungai Citarum adalah untuk mengetahui pengaruh emosi dan tendensi afiliasi dalam mereduksi dilema konfrontasi dan kolaborasi masalah sungai Citarum.
b.
Emosi positif dan negatif yang dimiliki oleh setiap partisipan berpengaruh terhadap ada atau tidaknya dilema yang menghambat kolaborasi. Tendensi afiliasi yang dimiliki agen berperan penting dalam menjaga kolaborasi yang muncul paska resolusi konflik.
c. 2.
Tujuan dicapai
yang
belum :
a.
Publikasi
b. c.
Proto-tipe HAKI
: :
Produk Penelitian yang : dihasilkan a. Publikasi : Utomo Sarjono Putro, Manahan Siallagan, Santi Novani, Dhanan Sarwo Utomo, Managing Collaboration Using Agent Based Simulation, Proceedings of the Pacific Rim International Conference on Multi Agents 2008, Hanoi, Vietnam, Desember 2008.
Utomo Sarjono Putro, Kuntoro Mangkusubroto, Khrisna Ariuyanto, Roles of Emotion in Negotiation Process: An Application of Drama Theory in Citarum Riverbasin Problem, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 7, No. 1, 2008 (ISSN: 1412-1700)
b. c. 3.
: :
http://dmsm.sbm.itb.ac.id/index.php?option=com_content& view=article&id=56:managing-collaboration-using-agentbased-simulation&catid=34:research&Itemid=61 Akan dipresentasikan pada: Pacific Rim International Conference on Multi Agents 2008, Hanoi, Vietnam, Desember 2008. -
Alamat Homepage KK :
4.
Diseminasi :
5.
6.
Kemanfaatan Penelitian
Proyek :
Riset ini dapat membantu memberikan masukan untuk membangun Citarum kolaborasi untuk permasalahan yang melibatkan konflik kepentingan di permasalahan DAS -
7.
yang : Saran
8.
Rencana Penelitian
Kelanjutan :
Penelitian selanjutnya akan difokuskan pada proses penghilangan dilema kolaborasi lain yakni cooperation dilemma.
LAPORAN AKHIR
: : :
I. LEMBAR IDENTITAS
1. 2. 3. 4. 5.
Judul Program Kategori Waktu Pelaksanaan Tim Riset a. Nama Lengkap b. Pangkat / Golongan c. NIP d. Jabatan Sekarang e. Fakultas / Departemen f. Kelompok Keahlian g. Alamat Kantor/ Telp/Fax/e-mail h. Alamat Rumah/Telp/Fax/e-mail 5.2
No 1 2 3 4 5
Pengembangan Pemodelan Berbasiskan Agen yang Melibatkan Emosi dan Pembelajaran Hibah Pascasarjana VI Awal 5 Maret 5 Desember 2008
: : :
: : : : : :
Dr. Ir. Utomo Sarjono Putro, M.Eng Lektor / IIId 132104494 Ketua Sub KK Pengambilan Keputusan dan Negosiasi Strategis SBM-ITB Manajemen Manusia dan Kewirausahaan Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp/ Fax (022)2513923 utomo@sbm.itb.ac.id Jl. Gemini No. 14, Bandung 40275 Telp. 081320777841
Rp. 50,000,000,-
Dekan
10
Namun, simulasi yang telah dikembangkan terdahulu tidak mampu menganalisa dilemadilema yang dapat muncul pada tahap kolaborasi. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model simulasi negosiasi yang tidak hanya mampu menganalisa dilema-dilema konfrontasi tetapi juga, mampu menganalisa dilema-dilema kolaborasi khususnya, trust dilemma. Dalam rangka membangun model barui ini, diadopsi konsep tendensi afiliasi yang mencerminkan kecenderungan suatu agen untuk bekerja sama dan berkolaborasi dengan agen-agen lain.
dengan mengidentifikasi dilema-dilema yang dihadapi oleh masing-masing pihak berdasarkan common reference frame tersebut. Penelitian ini akan menganalisis dinamika konflik dan kolaborasi antara partisipan yang terlibat. Dalam hal ini, kami menggunakan model simulasi berbasiskan agen dengan berbasis pada drama theory. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengsimulasikan dan menganalisis interaksi antar agen yang melibatkan strategi, emosi dan tendensi afiliasi melalui proses negosiasi. Dalam proses negosisasi ini, dilema masing-masing agen akan berkurang atau hilang bergantung pada strategi, emosi dan tendensi afiliasi yang dimilikinya. Skenario terbaik apa yang dapat mengurangi atau menghilangkan dilema pada permasalahan DAS sungai Citarum ini? Pertanyaan ini akan dijawab dengan menggunakan simulasi dengan bahasa pemrograman SOARS.
III.2 A.
METODOLOGI DAN REFERENSI PEMODELAN BERBASISKAN AGEN (AGENT BASED MODELING) Pemodelan berdasarkan agen (agent based modeling) adalah suatu pendekatan
baru untuk menghasilkan pengetahuan, yang dikembangkan dari konsep dan teknik mengenai teori kompleksitas yang melibatkan banyak aktor dan interaksinya. Model ini berawal dengan rule pembelajaran (learning) dan action yang sederhana tetapi akan menampilkan suatu prilaku yang kompleks. Pemodelan berdasarkan agen (agent based modeling) seperti pendekatan deduktif, memulai dengan asumsi (rules) eksplisit, kemudian mencari konsekuensikonsekuensinya, namun bukan dengan menggunakan model matematika melainkan membangun model simulasi, dan dengan pendekatan induktif, data simulasi dipergunakan untuk menyimpulkan konsekuensi-konsekuensinya. Setiap agen memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Autonomous, memiliki decision rule sendiri (bertindak atas dasar subyektifitas dan atribut lokalnya); 2. Bounded rational, yaitu belajar dengan trial dan error, dengan mempertahankan strategi yang efektif dan memodifikasi strategi yang buruk, juga dapat meniru strategi agen lain yang dianggap baik. 12
Simulasi dari interaksi antar agen dengan karakteristik di atas disebut Agent Based Modeling, Bottom Up modeling atau Artificial Social Systems. Simulasi ini digunakan karena konsekuensi dari interaksi yang sangat sulit dilakukan dengan model matematika. B. DRAMA THEORY 1. Dinamika Konflik Kepentingan Perbedaan kepentingan/konflik adalah bagian dari kehidupan manusia sebagai salah konsekuensi dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Untuk menghasilkan kesepakatan, diperlukan suatu negosiasi antar pihak yang terlibat. Dalam negosiasi, biasanya suatu pihak akan mengusulkan suatu posisi yang ditawarkan ke pihak lain, dan memberikan suatu ancaman bila pihak tersebut tidak menerima posisi tersebut. Kalau pihak lain menerima posisi yang ditawarkan dengan tanpa hambatan (dilema), maka tercapailah penyelesaian (resolusi). Tapi kalau pihak lain tersebut tidak menerima posisi yang ditawarkan, maka akan terjadi konfrontasi. Sehingga, resolusi dari suatu konflik bisa berupa happy ending, yaitu kolaborasi,/kerjasama atau pun tragedi (bila ancaman dari pihak-pihak yang berkonfrontasi benar-benar dijalankan). Drama theory dirancang untuk menganalisis bagaimana suatu situasi konflik (frame) akan berubah ke situasi lain (frame baru) yang biasanya terjadi pada tahap pre play (negosiasi) (Bennet, 1998). Suatu frame adalah deskripsi tentang pihak-pihak yang berinteraksi, pilihan tindakan dari tiap-tiap pihak (options), posisi yang ditawarkan secara terbuka oleh tiap pihak, posisi ancaman, dan preferensi dari masing-masing pihak terhadap semua kemungkinan hasil interaksi. Dalam drama theory, perubahan frame tersebut akan terjadi karena adanya dilema, yang akan menyebabkan pihak yang berinteraksi mempunyai hambatan untuk menghasilkan suatu resolusi. Suatu pihak akan mempunyai dilema bila dia merasa ada hambatan untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, karena faktor yang ada pada dia sendiri atau pun faktor-faktor yang berasal dari pihak lain. Tujuan dari tiap pihak tersebut direfleksikan dalam bentuk posisi (yaitu, suatu skenario masa depan yang ditawarkan oleh pihak tersebut secara terbuka kepada pihak lain), dan dia berusaha untuk meyakinkan pihak lain untuk menerima posisi tersebut, kalau perlu dengan janji (promises) atau pun dengan ancaman (threats) (Bryant, 2003). 13
Setiap pihak akan berusaha untuk menghilangkan dilema tersebut, dengan melibatkan emosi, baik yang positif atau pun yang negatif, rational arguments, dan perubahan asumsi (beliefs) atau pun nilai (values). Emosi yang positif diperlukan untuk meyakinkan pihak lain, bahwa pihak tersebut serius untuk berkolaborasi; sedangkan emosi yang negatif diperlukan untuk menyakinkan pihak lain, bahwa pihak tersebut serius dengan ancamannya (Bryant, 2003). Sekali dilema berhasil dihilangkan, maka semua pihak akan mencapai suatu penyelesaian, walaupun tidak selalu berarti mengarah pada happy ending. Dengan drama theory, setiap pihak akan dapat memperkirakan bagaimana frame akan berubah, dengan mengetahui dilema-dilema yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat pada suatu frame tertentu (Bennet, 1998).
2. Dilema-dilema yang menghambat kerjasama Dalam negosiasi akan timbul dilema-dilema yang akan dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat, yang akan menghambat terjadinya resolusi (Bryant, 2003). Ada dua kelompok dilema yang terjadi dalam proses negosiasi: a. Dilema Konfrontasi Dilema ini terjadi dalam kondisi dimana semua pihak tidak mempunyai posisi/tawaran/usulan yang sama (atau, minimal ada satu pihak yang mengusulkan posisi yang berbeda/tidak compatible dengan posisi pihak lain), yang menyebabkan pihak yang mempunyai dilema tersebut tidak credible dalam menerapkan ancamannya, yaitu: Threat dilemma Pihak 1 menghadapi threat dilemma terhadap pihak 2 bila ancaman pihak 1 dianggap tidak serius (tidak dapat dipercaya/credible) oleh pihak 2, karena pihak 2 mengetahui bahwa ada future (skenario masa depan lain) selain posisi pihak 2 yang lebih disukai oleh pihak 1 daripada posisi ancaman. Pihak 1 hanya dianggap menggertak (bluffing) saja oleh pihak lain. Dalam kondisi seperti ini, pihak 1 perlu untuk membuat agar ancamannya lebih dilihat serius (credible) oleh yang lain, dengan negative emotion seperti marah, geram, atau pun kebencian. 14
Rejection dilemma Pihak 1 akan menghadapi rejection dilemma terhadap pihak 2 bila pihak 1 ada hambatan untuk meyakinkan pihak lainnya bahwa dia serius dengan penolakannya terhadap posisi pihak 2, karena mungkin pihak 1 diragukan lebih menyukai posisi ancaman dibandingkan posisi pihak 2. Dalam kondisi seperti ini, pihak 1 perlu untuk membuat agar ancamannya lebih dilihat serius (credible) oleh pihak 2 dengan negative emotion. Positioning dilemma Pihak 1 menghadapi positioning dilemma terhadap pihak 2, bila pihak 1 lebih menyukai posisi pihak 2 dibandingkan dengan posisinya sendiri. Namun, pihak 1 bisa menolak posisi pihak 2 dengan harapan untuk mendapatkan tawaran yang lebih baik, atau karena posisi pihak 2 dianggap tidak realistik, atau pun pihak 1 lebih menyukai posisi ancaman dibandingkan posisi pihak 2; atau pun pihak 1 tidak percaya dengan pihak 2. Persuasion dilemma Pihak 1 akan menghadapi persuasion dilemma terhadap pihak 2 bila pihak 1 lebih menyukai posisi pihak 2 dibandingkan dengan posisi ancaman, sehingga pihak 1 mengalami hambatan untuk meyakinkan pihak 2 untuk menerima posisinya. b. Dilema Kolaborasi/Kerjasama Kalau dilema konfrontasi berhasil dihilangkan, maka pihak-pihak yang berinteraksi akan mempunyai posisi bersama (yaitu, tidak ada perbedaan kepentingan pada posisi yang ditawarkan), namun mereka masih bisa menghadapi dilema kolaborasi, yaitu mereka masih mempunyai kemungkinan untuk tidak percaya satu sama lain atas komitmen terhadap posisi bersama tersebut. Trust dilemma Pihak 1 menghadapi trust dilemma tarhadap pihak 2 bila pihak 1 tidak yakin bahwa pihak 2 akan komit dengan posisi bersama tersebut; dalam hal ini pihak 1 bisa juga berpindah ke posisi lain, atau pun mencari cara agar dia yakin dengan komitmen pihak 2.
15
Cooperation dilemma Pihak 1 mempunyai cooperation dilemma terhadap pihak 2 bila pihak 1 juga tergoda untuk tidak berkomitmen dengan posisi bersama ini, mungkin ada future lain yang lebih menarik dibandingkan posisi bersama tersebut; dan kalau pihak 1 ingin menghilangkan dilema ini, maka pihak 1 bisa berpindah ke posisi lain, atau pun pihak 1 dapat menyakinkan pihak 2 bahwa dia tetap berkomitmen dengan posisi bersama tersebut.
3. Metafor Drama untuk Menjelaskan Dinamika Negosiasi Menurut drama theory, dinamika negosiasi dapat disamakan dengan drama, dimana dalam drama ada beberapa episode, dan tiap episode akan melibatkan tahap-tahap seperti berikut ini (Howard, 1996a).
1 SCENE SETTING
2 BUILD-UP
If not
3 CLIMAX
16
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1, proses negosiasi menurut drama theory akan terdiri dari lima tahap, yaitu: 1. Scene Setting Dalam tahap ini, pihak-pihak yang berinteraksi belum mempunyai persepsi yang sama atas situasi yang dihadapi (atau, belum mempunyai common reference), dimana masing-masing pihak berusaha mempengaruhi pihak lain dengan frame nya, atau pun dia belajar tentang frame yang dilihat pihak lain. Setiap pihak bisa melihat situasi dengan frame yang berbeda, sehingga ada beberapa alternatif frame yang tersedia pada tahap ini. Tahap ini akan menghasilkan beberapa frame yang bisa berbeda satu dengan yang lainnya. 2. Build-up Tahap ini mulai dengan kondisi di mana tiap pihak mempunyai frame yang berbeda, dan masing-masing pihak berkomunikasi dengan pihak lain, sehingga ada kemungkinan kesalahan persepsi terhadap frame pihak lainnya. Situasi ini disebut dengan kondisi hyperframe. Namun dengan adanya interaksi dan komunikasi di antara mereka, maka lambat laun setiap pihak akan mempunyai frame yang sama terhadap situasi konflik yang mereka hadapi, sehingga mereka mempunyai common reference frame. Dengan frame yang sama, maka tiap pihak mulai bisa menawarkan posisinya masing-masing secara terbuka. Sering dalam tahap ini, posisi yang ditawarkan berbeda satu pihak dengan pihak lain, atau pun kalau mereka menghasilkan posisi bersama, maka ada kemungkinan masingmasing tidak percaya dengan komitmen pihak lain terhadap posisi bersama tersebut. Kalau mereka menghasilkan posisi bersama dalam tahap ini, dan mereka juga tidak mempunyai masalah dengan kepercayaan dengan pihak lain, maka proses konflik bisa langsung meloncat ke tahap 4, yaitu resolusi, dimana mereka akan siap menghasilkan suatu penyelesaian, happy ending or tragedy. 3. Climax Tahap ini bermula ketika ada pihak yang tidak puas dengan frame bersama dan berusaha untuk mengubahnya. Dalam hal ini, frame yang sama tersebut tidak menghasilkan posisi bersama, atau pun kalau menghasilkan posisi bersama, masing-masing pihak masih ada ketidakpercayaan dengan pihak lain. Dalam 17
kondisi tersebut, maka tiap pihak akan menghadapi satu atau lebih dilema yang menyebabkan pihak tersebut mempunyai dorongan untuk mengubah frame-nya. 4. Resolution Pada tahap ini semua pihak sudah mempunyai posisi yang sama dan tidak memiliki keraguan atas komitmen pihak lain, maka proses konflik telah mencapai resolusinya, dimana hasilnya bisa positif, atau tercapai suatu kerjasama/kolaborasi; atau pun negatif dalam arti akan menghasilkan tragedi dimana tiap pihak memilih posisi ancaman. 5. De`nouement Suatu episode drama berakhir pada tahap ini, dimana tiap pihak melaksanakan kesepakatan atau ancamannya masing-masing, setelah mereka menjalani proses konflik/pre play yang panjang.
III. APLIKASI MODEL SIMULASI BERBASISKAN AGEN DAN DRAMA THEORY UNTUK KASUS DAS CITARUM
1.
Memodelkan common reference frame Permasalahan sungai Citarum ini sudah berlangsung sangat lama, dan sudah berpuluh-puluh seminar dilaksanakan sehingga diasumsikan semua pihak sudah saling berinteraksi lama dan sudah saling mengenal dan berbagi informasi. Oleh karena itu, dalam analisis hambatan kerjasama dengan drama theory ini, akan mulai dari tahap akhir dari build-up, di mana semua pihak sudah mempunyai common reference frame terhadap permasalahan sungai Citarum. Pertama-tama, common reference frame awal dibuat dengan berdasarkan atas informasi yang didapat dari surat kabar dan beberapa bahan dari seminar mengenai DAS Citarum. Kemudian, analisis akan memasuki tahap climax dengan mengidentifikasi dilema-dilema yang dihadapi oleh masing-masing pihak berdasarkan common reference frame tersebut dan definisi-definisi dilema yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Berdasarkan informasi tentang dilemadilema ini, fasilitator bisa memperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh 18
pihak-pihak yang terlibat untuk menghilangkan dilema agar negosiasi dapat mengarah kepada kerjasama antar semua pihak yang terlibat. Akhirnya, pada tahap climax ini akan ditunjukkan bagaimana fasilitator dapat mengusulkan satu perubahan frame dari tiap-tiap pihak, dan menganalisis lagi dilema yang ada. Proses ini dalam drama theory akan terus berulang sampai pada suatu tahap dimana semua pihak sudah bebas dari dilema, sehingga bisa memasuki tahap berikutnya, yaitu resolution. Common reference frame dari permasalahan sungai Citarum dimodelkan seperti pada Gambar 2.
OPSI PARTISIPAN Up Stream Regencies Stop deforestation Green Protest Textile Industries Stop un-treatment waste disposal to river Down Stream People Stop waste disposal to river Up Stream People Stop illegal lodging Down Stream Cities Strict penalties for illegal waste disposal to river Maintenance down Stream River Revenue sharing to Up Stream Regencies
POSISI
THREAT
USR Tidak
TI
DSP
Ya Tidak
Ya Tidak >
Ya
Tidak
Ya/Tdk
Ya <
Ya
Ya/Tdk <
Ya < Ya >
Tidak Tidak
Ya > Ya < Ya
Tidak >
Ya < Tidak
Ya
Ya Tidak Tidak
Ya/Tdk
Ya/Tdk
Ya
Ya/Tdk
Ya
Ya/Tdk
Ya
Ya/Tdk
Ya/Tdk
Ya/Tdk
Ya/Tdk
19
Penjelasan umum Common Reference Frame: Pada sebelah kiri matrik terdapat pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan tiap pihak mempunyai option(s) yang terdapat di bawahnya tepat; misalnya Up Stream Regencies mempunyai satu option yaitu stop deforestation. Kolom matrik di atas menggambarkan berbagai skenario yang bisa terjadi dari interaksi dari pihak-pihak di atas, terdiri dari posisi yang ditawarkan masing-masing pihak (sesuai dengan singkatan nama pihak, misalnya kolom G adalah posisi dari pihak Green). Yang disebut posisi ini adalah skenario yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, dan tawaran ini sifatnya terbuka (public position) sehingga semua pihak bisa melihat posisi tersebut. Suatu posisi adalah salah satu alternatif kombinasi dari penerimaan, penolakan, atau abstain atas tiap option dari tiap partisipan. Misalnya, posisi TI di atas dapat diterjemahkan bahwa pihak TI abstain (Yes/No) dengan option stop deforestation dari pihak USR, menolak (No) option protest dari pihak Green, menolak (No) stop untreatment waste disposal to river, dan seterusnya. Selain posisi juga ada threat yaitu posisi ancaman, yaitu merupakan scenario masa depan yang akan terjadi bila semua pihak menjalankan ancamannya masing-masing. Penjelasan Pihak-pihak yang terlibat dan Opsi-opsinya Di bawah tiap-tiap pihak ada option yang tersedia untuk tiap stakeholder sebagai berikut: Up Stream Regencies (USR, yang mewakili pemerintah daerah di daerah hulu DAS Citarum) Stop Deforestation: pemerintah daerah di bagian hulu DAS Citarum menghentikan penebangan hutan di daerahnya, sehingga tidak ada peralihan tata guna lahan dari hutan menjadi perumahan atau yang lain. Green (G, diwakili oleh DPKLTS) Protest: aktifis lingkungan yang diwakili oleh Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) melakukan protes bisa melalui surat kabar atau pun mengerahkan masa untuk turun di jalan memprotes tindakan pihak lainnya. DPKLTS bisa melancarkan protes pada semua pihak dalam interaksi tersebut.
20
Textile Industry (TI), yang mewakili beberapa pabrik textile yang masih membuang limbah yang belum diolah ke sungai Citarum) Stop untreatment waste disposal to river: Beberapa tekstil industri yang ada di sepanjang sungai Citarum menghentikan pembuangan limbah industri yang belum diolah ke sungai Citarum.
Down Stream People (DSP, yang mewakili sebagian masyarakat di sepanjang sungai Citarum yang masih membuang sampah rumah tangganya ke sungai Citarum) Stop waste disposal to river: Masyarakat di sepanjang sungai Citarum menghentikan pembuangan sampah rumah tangganya ke sungai Citarum.
Up Stream People (USP, yang mewakili sebagian masyarakat di bagian hulu sungai Citarum yang masih melakukan penebangan liar) Stop illegal lodging: Masyarakat di bagian hulu sungai Citarum menghentikan penebangan liar kayu hutan.
Down Stream Cities (DSC, yang mewakili pemerintah daerah di bagian hilir sungai Citarum) Strict penalties for illegal waste disposal to river: pemerintah daerah di bagian hilir sungai Citarum menerapkan aturan yang keras terhadap pembuangan sampah rumah tangga dan limbah industri ke sungai Citarum yang tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Maintenance down stream river: pemerintah daerah di bagian hilir sungai Citarum merawat sungai Citarum dengan membersihkan dari sampah dan melakukan pengerukan rutin. Revenue Sharing to Up Stream Regencies: pemerintah daerah di bagian hilir sungai Citarum memberikan bagian dari PAD nya ke pemerintah daerah di bagian hulu sungai Citarum untuk merawat hutan di daerahnya.
Penjelasan preferensi Tiap pihak akan diminta untuk membandingkan suatu skenario dan posisi ancaman Threat. Pada Gambar 2 ada > atau < pada tiap baris pihak, yang menggambarkan preferensi dari pihak tersebut terhadap Threat bila dibandingkan dengan posisi pada kolom panah tersebut. Misalnya, > pada baris Down Stream Cities di kolom 21
USR berarti bahwa DSC lebih menyukai Threat dibandingkan posisi USR (yaitu, menurut DSC, Threat > posisi USR). Penjelasan posisi dari tiap-tiap pihak: 1. Posisi USR USR akan menghentikan deforestation dan meminta USP untuk menghentikan penebangan liar, Green tidak memprotes lagi, dan DSC memberikan bagian pendapatannya ke USR sebagai imbalannya. 2. Posisi Green Aktifis lingkungan tidak akan memprotes, USR menghentikan deforestation, TI menghentikan pembuangan limbah yang belum diolah, DSP menghentikan pembuangan sampah rumah tangga ke sungai, USP menghentikan penebangan hutan secara liar, DSC menerapkan hukuman yang keras terhadap pembuangan sampah/limbah ke sungai yang melanggar hukum, dan merawat sungai dengan tuntas. 3. Posisi TI Green tidak seharusnya memprotes, TI tetap membuang limbah yang belum diolah ke sungai, dan DSC tidak melakukan hukuman yang keras terhadap pembuangan sampah/limbah ke sungai yang ilegal. 4. Posisi DSP USR seharusnya menghentikan deforestation, TI seharusnya menghentikan pembuangan limbah yang belum diolah ke sungai, DSP tidak seharusnya menghentikan pembuangan sampah rumah tangga ke sungai, USP seharusnya menghentikan penebangan liar, DSC tidak seharusnya memberlakukan hukuman yang keras terhadap pembuangan sampah/limbah ilegal ke sungai, dan DSC seharusnya merawat dengan tuntas. 5. Posisi USP USP tidak seharusnya menghentikan penebangan liar, Green tidak seharusnya memprotes, dan USR tidak seharusnya menghentikan deforestation. 6. Posisi DSC USR seharusnya menghentikan deforestation, Green seharusnya tidak memprotes DSC, TI tidak seharusnya membuang limbah yang belum diolah ke sungai, DSP 22
seharusnya menghentikan pembuangan sampah ke sungai, USP seharusnya menghentikan penebangan liar, dan DSC seharusnya tidak memberlakukan hukuman keras pembuangan sampah/limbah ilegal ke sungai, tidak seharusnya merawat secara tuntas, dan tidak seharusnya membagi pendapatannya ke USR. Penjelasan posisi ancaman (Threat) Posisi ancaman akan terealisasi bila masing-masing pihak menjalankan ancamannya. Untuk kasus di atas, posisi ancamannya adalah USR tidak akan menghentikan deforestation, Green akan memprotes, TI tidak akan menghentikan pembuangan limbah yang belum diolah, DSP tidak akan menghentikan pembuangan sampah rumah tangga, USP tidak akan menghentikan penebangan liar, dan DSC akan memberlakukan hukuman yang keras terhadap pembuangan sampah/limbah ilegal ke sungai, tidak akan merawat dengan tuntas, dan tidak akan membagi pendapatannya ke USR.
2. Model Simulasi Teori Drama Untuk dapat membawakan suatu permasalahan teori drama ke dalam simulasi dibutuhkan definisi-definisi yang berhubungan dengan pembentukan kerangka bersama permasalahan. Dalam model simulasi ini diasumsikan bahwa tahap pertama teori drama yaitu scene setting sudah dilalui. Setiap agen sudah memberikan opsi yang ditawarkannya sehingga dapat dipilih oleh agen lain.
Definisi 1:
o ki adalah opsi agen-i yang dapat ditawarkannya kepada agen lain dengan k adalah
jumlah opsi yang dimiliki agen-i. Untuk setiap opsi-k yang dimiliki oleh agen-i, agen-i dapat mempunyai pilihan menerima atau menolak opsi tersebut pada setiap waktu-t.
23
Definisi 2:
t c ki : oki {diterima, ditolak} adalah pilihan yang dilakukan oleh agen-i terhadap opsi-k
yang ditawarkannya. Penerimaan atau penolakan terhadap opsi-k yang dipilih oleh agen-i didasarkan pada suatu nilai yang diberikan oleh agen-i pada waktu-t untuk pilihan menerima atau menolak opsi-k tersebut.
Definisi 3:
t t Voki : c ki (oki ) adalah nilai yang diberikan terhadap pilihan opsi k oleh agen-i pada
waktu-t yaitu
a ; Vo (c (oki )) = x a;
t ki t ki
Definisi 4:
t c kij : o kij {diterima, ditolak , tidak memilih} adalah pilihan yang dilakukan oleh agen-i
terhadap opsi-k yang dimiliki oleh agen-j. Penerimaan atau penolakan yang dilakukan oleh agen-i terhadap opsi-k yang ditawarkan agen-j didasarkan pada suatu nilai persepsi yang diberikan oleh agen-i pada waktu-t.
Definisi 5:
t t Vpo kij : c kij (okij ) adalah nilai persepsi opsi yang diberikan agen-i terhadap pilihan
atau
t t t Vpokij (c kij (o kij )) = 0; jika c kij (o kij ) tidak dipilih
Dari nilai yang telah diberikan terhadap opsi-k oleh agen-i dan nilai persepsi yang telah diberikan terhadap opsi-k yang ditawarkan oleh agen-j, agen-i memiliki suatu posisi terhadap opsi yang telah dipilihnya pada waktu-t yaitu
t t t p t = { p1t , p 2 , p 3 ,..., p n }
n= banyak agen
dengan
t t p it = {c ki (o ki )} {c kij (o kij )}
Untuk posisi yang telah ada pada waktu-t yaitu p t , agen-i memberikan nilai posisi p it
t t yang didasarkan pada nilai opsi Voki dan nilai persepsi opsi Vpokij yang dimilikinya.
Definisi 6:
Vpit : pit adalah nilai posisi yang diberikan agen-i pada waktu-t yaitu
t t Vpit ( pit ) = Voki + Vpokij m=banyak opsi dan (i j) . m
Untuk posisi yang telah ada pada waktu-t yaitu p t , agen-i memberikan nilai persepsi
t posisi p tj (i j ) yang didasarkan pada nilai persepsi opsi yang dimilikinya Vpo kij .
Definisi 7:
Vppit : p tj adalah nilai persepsi posisi yang diberikan agen-i terhadap posisi agen-j
Jika pilihan agen-j terhadap opsi-k adalah tidak memilih maka nilai persepsi opsi-k didasarkan pada nilai persepsi opsi agen-i yang dipilih oleh agen-i.
25
Untuk posisi yang telah ada pada waktu-t yaitu p t , akan terbentuk suatu ancaman pada waktu-t yaitu
t t t t t = {t1t , t 2 , t 3 ,..., t n , } n=banyak agen.
Definisi 8:
Untuk setip agen-i memberikan ancaman t it yang didasarkan pada: Untuk setiap opsi o ik yang dimiliki oleh agen-i, agen-i melihat pilihan setiap agen -j terhadap opsi o ik yaitu c tj (oik ) sedemikian sehingga: 1. Jika pilihan agen-i terhadap opsi o ik adalah menerima dan jika jumlah pilihan menerima terhadap opsi o ik yang dilakukan oleh setiap agen-j lebih besar atau sama dengan jumlah pilihan menolak terhadap opsi o ik yang dilakukan oleh setiap agen-j maka t it (oik ) =menolak. 2. Jika pilihan agen-i terhadap opsi o ik adalah menolak dan jika jumlah pilihan menolak terhadap opsi o ik yang dilakukan oleh setiap agen-j lebih besar atau sama dengan jumlah pilihan menerima terhadap opsi o ik yang dilakukan oleh setiap agen-j maka t it (oik ) =menerima.
Untuk ancaman t t , setiap agen-i memberikan nilai persepsi ancaman Vpt it yaitu: Vpt it :t t
Definisi 9:
Nilai persepsi ancaman Vpt it yang dilakukan oleh agen-i didasarkan pada nilai opsi
t t Voki dan nilai persepsi opsi Vpokij yang dimilikinya yaitu:
t t Vpt it (t t ) = Voki + Vpokij m
Untuk setiap posisi agen-i p it , akan terbentuk suatu dilema pada waktu-t
t berhubungan dengan posisi agen-j p tj dan t t yaitu d ij .
yang
26
Definisi 10:
Untuk setiap agen-i akan menentukan dilema terhadap setiap agen-j yang didasarkan pada nilai persepsi posisi dan nilai persepsi ancaman sedemikian sehingga: 1. Jika nilai persepsi pilihan agen-j Vppit ( p tj ) lebih besar atau sama dengan nilai persepsi ancaman Vpt it (t t ) maka agen-i lebih menyukai posisi agen-j sehingga dilema yang terbentuk adalah dilema penolakan (rejection dilemma). 2. Jika nilai persepsi pilihan agen-j Vppit ( p tj ) lebih kecil atau sama dengan nilai persepsi ancaman Vpt it (t t ) maka agen-i lebih menyukai posisi ancaman sehingga dilema yang terbentuk adalah dilema persuasi (persuasion dilemma). Model simulasi teori drama ini akan membentuk suatu kerangka bersama dan dilema yang muncul dari kerangka bersama tersebut. Dalam model simulasi ini hanya 2 dilema yang akan dihilangkan yaitu dilema penolakan (rejection dilemma) dan dilema persuasi (persuassion dilemma).
3. Model Negosiasi
Dalam model ini, proses negosiasi melibatkan unsur strategi dan keadaan emosi dari agen dalam bernegosiasi. Unsur strategi akan menentukan seberapa besar keahlian seorang agen dalam melakukan penawaran kepada agen lain. Keadaan emosi akan menentukan seberapa besar pengaruh prilaku (cara berbicara, ekspresi, dan keadaan mental) seorang agen dalam melakukan negosiasi. Hal ini memungkinkan seorang agen dengan keahlian negosiasi yang rendah tetapi memiliki pengaruh prilaku yang baik dapat mempengaruhi pihak lain dan pengaruh ini juga bergantung dari keadaan emosi pihak lain. Setiap agen yang memiliki dilema terhadap agen lain akan melakukan negosiasi yang didasarkan pada strategi negosiasi yang digunakannya dan keadaan emosi yang dimilikinya. Tujuan dari proses negosiasi ini adalah untuk mengajak agen lain merubah pilihannya terhadap suatu atau beberapa opsi dimana pada opsi-opsi ini mereka memiliki pilihan yang berlawanan (konflik). Seorang agen akan merubah pilihannya terhadap suatu 27
opsi bergantung pada seberapa besar pengaruh strategi dan keadaan emosi dari agen yang melakukan penawaran terhadap keadaan emosi agen lain yang akan mempengaruhi nilai persepsi yang dia miliki terhadap suatu opsi tertentu. Proses negosiasi ini berlangsung pada setiap waktu t = {1,2,3,...} . Model penghilangan dilema ini juga dapat menimbulkan
suatu kondisi dimana agen yang terlibat tidak menemukan kesepakatan terhadap suatu atau beberapa opsi sehingga permasalahan masih mengandung dilema. Model emosi yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah perluasan dari model negosiasi emosional PAD. Model keadaan emosi PAD melibatkan pendekatan tigadimensi untuk mengukur emosi yaitu Pleasure (P), Arousal (A) dan Dominance (D). Dimensi pertama yaitu Pleasure (P) memberikan arahan emosi, status emosi positif (Pleasure) / status emosi negatif (Displeasure).
Definisi 11:
Nilai-nilai mempunyai arti negatif jika mendekati -1 dan arti positif jika mendekati 1. Berdasarkan penelitian sebelumnya, angry dikodekan{-.51, .59, .25}, bored dikodekan {-.65, -.62, -.33}, curious dikodekan {.22, .62, -.01}, dignified dikodekan {.55, .22, .61}, elated dikodekan {.50, .42, .23}, hungry dikodekan {-.44, .14, -.21}, inhibited dikodekan{-.54, -.04, -.41}, loved dikodekan {.87, .54, -.18}, puzzled dikodekan {-.41, .48, -.33}, sleepy dikodekan {.20, -.70, -.44}, unconcerned {-.13, -.41, .08}, dan violent dikodekan sebagai{-.50, .62, .38}.
Definisi 12:
Untuk setiap agen-i memiliki fungsi keadaan emosi yaitu: Sei (rp , ra , rd ) = rp .(1 + ra ) rd Tendensi afiliasi (affiliative tendency) didefinisikan sebagai ekspektasi seorang agen untuk menunjukkan sikap ositif dalam berinteraksi dengan agen-agen lain. Tendensi afiliasi merupakan kombinasi dari dimensi-dimensi emosi yang dimilikinya sebagai berikut: Affiliationij = 0.46rpij + 0.24raij + 0.3rdij
28
Definisi 13:
Ruang strategi yang dapat dimiliki oleh seorang agen merupakan himpunan bilangan bulat positif st = {1,2,3,4,5,6,7,8,9,10} .
Ruang strategi ini mewakili keahlian dari seorang agen dalam bernegosiasi. Semakin besar strategi yang dimiliki oleh seorang agen, semakin tinggi keahlian dalam bernegosiasi.
Untuk setiap waktu negosiasi t = {1,2,3,...} , agen-i dan agen-j akan melakukan negosiasi jika terdapat dilema diantara mereka. Dari posisi yang mereka miliki sekarang p it 1 dan p tj1 , mereka akan melakukan negosiasi pada opsi-opsi dimana terjadi perbedaan dalam pilihan mereka (agen-i menolak dan agen-j menerima atau sebaliknya). Agen-i dengan strategi st i = s dan keadaan emosi Es i = {r p , ra , rd } akan melakukan penawaran dengan nilai penawaran: Ovi = Sei st i + st i Persamaan ini menunjukkan besarnya pengaruh negosiasi yang dilakukan oleh agen-i yang melibatkan strategi dan keadaan emosinya. Besar strategi sti = s akan mengurangi nilai persepsi pilihan agen-i terhadap nilai persepsi pilihan yang dipilihnya dan menambah nilai persepsi agen-i terhadap nilai persepsi pilihan yang tidak dipilihnya pada opsi dimana agen-i dan agen-j tidak cocok. Contoh 1.1: Misalkan st1 = 5 dan posisi agen-1 dan agen-2 adalah sebagai berikut: Posisi Agen-1 O11 O12 O13 O23 Menolak (80) Menerima (87) Menerima (67) Menerima (81) Posisi Agen-2 Menolak (63) Menolak (83) Menerima (67) Tidak Memilih (0)
29
O33 Jum
Agen-1 memiliki ketidakcocokan dengan agen-2 pada opsi O12, maka nilai persepsi agen-1 terhadap pilihan Menerima (pilihan agen-1) akan berkurang 5 (87-5=82) dan terhadap pilihan Menolak (tidak dipilih agen-1) akan bertambah 5 (13+5=18). Misalkan keadaan emosi agen-1 adalah
Es1 = {0.5,1, 0.2} , maka fungsi keadaan emosi agen-1 adalah
Se1 (rp , ra , rd ) = 0.5 (1 + 1) 0.2 = 1.2 Dengan adanya keadaan emosi, maka pengaruh negosiasi ini akan bernilai
Ov1 = Se1 st1 + st1 = 1.2 5 + 5 = 1
Agen-j memiliki keadaan emosi Es j = {r p , ra , rd } yang akan mempengaruhi agenj dalam menerima tawaran dari agen-i. Dengan fungsi keadaan emosi agen-j Se j (rp , ra , rd ) = rp .(1 + ra ) rd , agen-j akan menilai penawaran agen-i dengan tingkat penawaran yang dirasakan agen-j yaitu Ov j = Se j Ovi + Ovi Pengaruh nilai negosiasi ini akan mengurangi nilai persepsi pilihan agen-j terhadap nilai persepsi pilihan yang dipilihnya dan menambah nilai persepsi agen-j terhadap nilai persepsi pilihan yang tidak dipilihnya pada opsi dimana agen-i dan agen-j tidak cocok. Proses negosiasi ini akan berlaku juga kepada agen-j yang akan bernegosiasi dengan agen-i (kebalikannya). Dalam hal agen-i melakukan negosiasi terhadap agen-j, agen-i berperan sebagai pihak penawar yang memiliki strategi dan agen-j berperan sebagai pihak penerima tawaran. Proses negosiasi ini akan berlangsung sampai suatu waktu-t tertentu dimana agen-i yang berperan sebagai pihak penawar akan berhasil dan agen-j sebagai pihak penerima tawaran akan menerima tawaran agen-i. Hal ini akan terjadi jika nilai persepsi agen-j pada waktu-t terhadap opsi yang dipilihnya dari t=0 sampai dengan t-1 sudah lebih kecil dari nilai persepsi agen-j pada waktu-t terhadap opsi yang tidak dipilhnya dari t=0 sampai dengan t-1. Hal ini akan merubah pilihan agen-j terhadap opsi dimana agen-i dan agen-j memiliki ketidakcocokan.
30
Pada setiap waktu negosiasi ke-t, jika semua agen sudah melakukan negosiasi, nilai persepsi ini akan diperbaharui sesuai dengan pilihan dan nilai persepsi yang dimiliki agen pada waktu-t. Seperti yang telah disebutkan di atas, model ini memungkinkan proses penghilangan dilema tidak terjadi. Yang akan menjadi analisis pada tulisan ini adalah mengukur pengaruh tingkat strategi dan tingkat keadaan emosi dimana setiap agen dapat melakukan negosiasi sehingga dilema yang timbul dari permasalah dapat dihilangkan.
Untuk memodelkan proses eliminasi dilema pada tahap kolaborasi, mula-mula dikalkulasikan probabilitas seorang agen untuk berhianat dan probabilitas agen menghukum agen lain yang berhianat.
Pr ob(i ) = Vmax aff i Vmax Vmin
Vmax adalah nilai maksimum tendensi afiliasi (1.00), Vmin adalah nilai minimum tendensi afiliasi (-1.00) dan aff i adalah tendensi afiliasi bagi agen i. Nilai probabilitas yang tinggi mencerminkan tingginya kecenderungan agen untuk menghukum agen lain yang berhianat sebaliknya, probabilitas yang rendah menunjukkan tingginya kecenderungan agen untuk berhianat. Berdasarkan norm game, agen i akan mencoba untuk melanggar suatu kesepakatan jika Pr ob(i ) < rand , dengan rand adalah suatu bilangan random antara 0 dan 1. Setiap agen j ( j i ), akan berusha menghukum agen i jika Pr ob( j ) > rand . Jika agen i berhianat maka, payoff agen i akan meningkat sebesar 1 % sedangkan, payoff agen-agen lain akan berkurang sebesar 1%. Jika agen i berhianat dan agen j menghukum agen i maka, payoff agen i akan berkurang sebesar 10%.
B. PROSEDUR SIMULASI
Dalam bagian ini akan disimulasikan masalah sungai Citarum berdasarkan common frame pada bagian sebelumnya. Berdasarkan common frame ini, akan diamati partisipan yang terlibat dalam memperoleh nilai persepsi untuk menyatakan common frame saat ini. Nilai persepsi dari masing-masing agen berikut ini adalah menunjukkan 31
nilai persepsi terhadap option, jika option ini dipilih oleh agen lain. Nilai ini diperoleh dari data berdasarkan common reference frame sebelumnya. Tabel 1. Nilai Persepsi dari setiap agen dalam Masalah Sungai Citarum
OPSI PARTISIPAN A USR Stop deforestation G Protest TI Stop un-treatment waste disposal DSP Stop waste disposal to river USP Stop illegal lodging DSC Strict penalties for illegal waste disposal Maintenance down Stream River Revenue sharing to Up Stream Regencies 0 0 56 0 0 44 75 51 0 25 49 0 48 0 0 52 0 0 41 52 0 59 48 0 0 0 0 0 0 0 49 46 43 51 54 57 60 40 51 49 0 0 51 49 37 63 51 49 0 0 51 49 0 0 49 51 0 0 51 49 0 0 57 43 45 55 55 45 0 0 51 49 47 53 43 57 49 51 0 0 13 87 49 51 51 .49 60 40 0 0 55 45 25 75 51 49 USR R A G R A TI R A DSP R A USP R A DSC R
Dalam simulasi ini, diasumsikan bahwa strategi penawaran agen adalah sama yaitu
st i = s s t .
masing agen. Kita asumsikan bahwa jika jumlah nilai fungsi emosi adalah positif, maka agen akan memiliki prilaku seperti mau berkompromi dan jika nilai fungsi emosinya negatif maka agen tidak mau berkompromi.
32
Pada skenario ini, seluruh agen memiliki emosi yang positif. USR memiliki emosi curious, G memiliki emosi loved, TI memiliki emosi elated, USP memiliki emosi dignified, DSP memiliki emosi sleepy dan DSC memiliki emosi dignified. Pada skenario ini digunakan parameter-parameter pada Tabel 2, dan probabilitas tendensi afiliasi ditunjukkan pada gambar 3.
Tabel 2. Parameter-parameter pada Skenario 1 USR G 0.87 0.54 -0.18 1.5198 TI 0.5 0.42 0.23 0.48 DSP 0.2 -0.7 -0.44 0.5 USP 0.55 0.22 0.61 0.0610 DSC 0.55 0.22 0.61 0.0610
rp ra rd
Sei
Pada gambar 3 dapat diamati bahwa probabilitas tendensi afiliasi tiap agen mendekati nilai 1. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap agen akan berusaha menjaga kesepakatan yang terbentuk karena nilai tendensi afiliasi bernilai positif dan mendekati 1.
2. Skenario Kedua
Pada skenario kedua, jumlah agen yang memiliki emosi positif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah agen yang memiliki emosi negatif (USR, USP, DSP, DSC dan TI memiliki emosi positif sementara, G memiliki emosi negatif). memiliki emosi negatif memiliki nilai Se yang rendah (-0.1567). 33 Agen yang
Tabel 3. Parameter-parameter pada skenario 2 USR G -0.13 -0.41 0.08 -0.1567 TI 0.55 0.22 0.61 0.061 DSP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 USP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 DSC 0.5 0.42 0.23 0.48
rp ra rd
Sei
Pada gambar 4 dapat diamati bahwa probabilitas tendensi afiliasi setiap agen mendekati 1 sehingga, dapat disimpulkan bahwa setiap agen akan menjaga komitmen yang terbentuk di antara mereka. Agen tidak berusaha untuk berhianat karena terdapat kemungkinan agen-agen lain akan memberikan hukuman terhadap dirinya.
3. Skenario Ketiga
Pada skenario ketiga, jumlah agen yang memiliki emosi positif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah agen yang memiliki emosi negatif (USR, USP, DSP, DSC dan TI memiliki emosi positif sementara, G memiliki emosi negatif). memiliki emosi negatif memiliki nilai Se yang cukup tinggi (-0.2916).
Table 4. Parameter-parameter pada skenario 3 USR G -0.44 0.14 -0.21 -0.2916 TI 0.55 0.22 0.61 0.061 DSP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 USP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 DSC 0.5 0.42 0.23 0.48
Agen yang
rp ra rd
Sei
34
Pada gambar 4 dapat diamati bahwa probabilitas tendensi afiliasi setiap agen mendekati 1 sehingga, dapat disimpulkan bahwa setiap agen akan menjaga komitmen yang terbentuk di antara mereka. Agen tidak berusaha untuk berhianat karena terdapat kemungkinan agen-agen lain akan memberikan hukuman terhadap dirinya.
4. Skenario Keempat
Pada skenario kedua, jumlah agen yang memiliki emosi positif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah agen yang memiliki emosi negatif (USR, USP, DSP, DSC dan TI memiliki emosi positif sementara, G memiliki emosi negatif). memiliki emosi negatif memiliki nilai Se yang tinggi (-1.045).
Table 5. Parameter-parameter pada skenario 5 USR G -0.5 0.59 0.25 -1.045 TI 0.55 0.22 0.61 0.061 DSP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 USP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 DSC 0.5 0.42 0.23 0.48
Agen yang
rp ra rd
Sei
35
Pada gambar 4 dapat diamati bahwa probabilitas tendensi afiliasi setiap agen mendekati 1 sehingga, dapat disimpulkan bahwa setiap agen akan menjaga komitmen yang terbentuk di antara mereka. Agen tidak berusaha untuk berhianat karena terdapat kemungkinan agen-agen lain akan memberikan hukuman terhadap dirinya.
KESIMPULAN
Melalui hasil simulasi telah ditunjukkan bahwa, keadaan emosi dan tendensi afiliasi masing-masing agen akan berdampak secara signifikan terhadap proses negosiasi. Pada tahap kolaborasi, dalam rangka menjaga komitmen yang telah disepakati, setiap agen harus memiliki kemaua untuk menghukum agen lain yang berusaha berhianat. Efek kondisi emosi yang positif dan tendensi afiliasi yang besar, amat penting dalam menjaga kolaborasi yang terbentuk. Melalui penelitian ini disarankan kepada setiap agen yang terlibat dalam permasalahan sungai Citarum untuk memiliki kondisi emosi yang positif dan tendensi afiliasi yang besar dalam rangka menyelesaikan permasalahan Sungai Citarum.
ACKNOWLEDGEMENT
Penelitian ini Dibiayai oleh Program Hibah Pascasarjana VI No: 0407/K01.03/Kontr-
WRRIM/PL2.1.5/IV/2008.
REFERENSI
1. 2. 3.
Axelrod, R. (1997), The Complexity of Cooperation. Agent-Based Models of Competition and Collaboration, Princeton University Press, Princeton, New Jersey. Bryant, J. (2003), The Six dilemmas of Collaboration, John Wiley. Barteneva, Daria., Lau,Nuno., Reis, Paulo Luis., (2006), Implementation of Emotional Behaviors in Multi Agent System Using Fuzzy Logic and Temperamental Decision Mechanism, Proceeding Fourth European Workshop on Multi Agent Systems.
36
4.
Bradley, Margaret M., Codispoti , Maurizio., Sabatinelli Dean., dan Lang, Peter J. (2001), Emotion and Motivation II: Sex Differences in Picture Processing , Emotion, Vol.1, No.3 pp:300-319.
5. 6. 7. 8. 9.
Howard, N. (1996), Negotiation as Drama: How Games Become Dramatic, International Negotiation, 1, pp. 125-152. Howard, N., Bennet, P., Bryant, J. and Bradley, M. (1993), Manifesto for a Theory of Drama and Irrational Choice, Systems Practice, 6(4), 429-434. Howard, N. (1994a), Drama Theory and its Relation to Game Theory: Part One, Group Decision and Negotiation, 3, 187-206. Howard, N. (1994b),Drama Theory and its Relation to Game Theory: Part Two, Group Decision and Negotiation, 3, 207-235. Jiang, Hong, Vidal, Jose M and Huhns, Michael N, (2004), Incorporating Emotions into Automated Negotiation. University of South Carolina, Columbia.
10. Maulana, F. (2004), Menyelamatkan Hutan Tatar Sunda, Kompas Online 12 Mei. 11. Mehrabian, Albert. (1976). Questionnaire measures of affiliative tendency and sensitivity to rejection. Psychological Reports, Vol.38, pp:199-209. 12. Mehrabian, Albert. (1997).Analysis of Affiliation Related Traits in Term of PAD Temperament Model. The Journal of Psychology Vol.131, pp:101-117. 13. Putro, Utomo Sarjono, (2000), Adaptive Learning of Hypergame Situations Using a Genetic Algorithm, IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, Vol. 30, No. 5. 14. Putro, Utomo Sarjono, et al., (2005), Agent Based Modeling and Simulation of Knowledge Management, Proceeding IFSR. 15. Putro, Utomo Sarjono, et.al. (2005), Drama Theory sebagai Model dari Dinamika Konflik dalam Permasalahan DAS Citarum, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 4, No. 2. 16. Putro, Utomo Sarjono, et.al. (2007), Role of Emotion in Negotiation Process: An Application of Drama Theory in Citarum River Basin Problem, International Society of System Science.
37
17. Utomo Sarjono Putro, Manahan Siallagan, Santi Novani, Dhanan Sarwo Utomo (2008),
Managing Collaboration Using Agent Based Simulation (to appear in Proceedings of the Pacific Rim International Conference on Multi Agents 2008, Hanoi, Vietnam).
18. Utomo Sarjono Putro, Kuntoro Mangkusubroto, Khrisna Ariuyanto (2008), Roles of
Emotion in Negotiation Process: An Application of Drama Theory in Citarum Riverbasin Problem, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 7, No. 1 (ISSN: 1412-1700)
38
39
School of Business and Management, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia
Abstract. The purpose of the present research is to identify, analyze and simulate dynamics of interaction and conflicts among agents using drama theory, and to apply it in Citarum river basin problem. To accomplish the purpose, we first model the process in terms of drama theory that is combined with emotional state model (PAD). One of the reasons why we adopt drama theory is that it primarily focuses on dilemma or paradox arising from rational goal seeking behavior. It also provides us with rigorous analytical and computational tools of conflict analysis. Then, we propose a simulation model to describe both of dilemma of conflict, i.e., persuasion and rejection dilemma among the agents, and the dilemma of collaboration (trust dilemma) among the agents. Finally, we conduct agent-based simulation by using SOARS (Spot Oriented Agent Role Simulator) to obtain some fruitful suggestions for encouraging their collaboration. Keywords: Agent based Simulation, Negotiation, Dilemma, Drama Theory, Emotion
1 Introduction
Citarum River basin is a region in Java Island, Indonesia, with 6,080 km2 area involving the three provinces, i.e., West Java, Banten, and Jakarta. The annual precipitation depth is 3,000 mm/year in the mountain and 2,500 mm/year in lowland. Relative humidity is 80% and daily temperature is 25C in the lowland and 18C in the mountain. Citarum River is connected with 4 rivers to the west and 4 rivers to the east in West Java. In the past, Citarum river was clean, but now the condition had changed totally [17].
There are some factors which cause the problem, i.e.; illegal lodging and the population explosion in upper stream, and household waste in down stream. Agent in the Citarum problem has different interests and positions. There are several agents who participate in Citarum river basin, i.e. local people in downstream, local people in upstream, textile industries, environmentalist (green), regencies in upper stream and cities in down stream [19]
40
Textile industries
CITARUM
Local People in upper streams Local People in down streams
.
Fig. 2. Agents in Citarum River Basin Problem
In negotiation process, agents may change their position and interests; accordingly, the situation is dynamic. There are some impediments (or dilemma) to achieve common position and trustworthy (i.e., collaboration). Based on the previous research [16], the effect of positive emotional state of agent is important to make negotiation. The results from simulation show that number of dilemma among agent could be reduced significantly or even have no dilemma. In this research, we add a conceptual model for affiliation that is affiliate tendency. It was defined in terms of generalized positive social expectations and associated positive behaviors in social interactions with others. Although dilemma of confrontation has been eliminated, dilemma of collaboration often still remains. Affiliate tendency is tendency to cooperate with other agent. It causes a new problem among the agent that is trust dilemma. How does each agent eliminate the trust dilemma? This paper will propose a simulation model of negotiation process involving dilemma of conflict and trust among the agents. Then we conduct agent-based simulation by using SOARS (Spot Oriented Agent Role Simulator) to obtain some fruitful suggestions for encouraging their collaboration.
2 Drama Theory in Citarum River Basin Problem
Drama Theory is a metaphor of dynamic confrontation process. This paper adopts the metaphor, and starts with the build up stage of interaction among agents in Citarum riverbasin problem. Common reference frame resulted from the stage is described by Fig. 3. The common reference frame consists of agents/participants, their options, positions (proposals), and threat.
41
Fig. 3. Common references frame in Citarum river basin problem 3 Agent Based Modeling in Drama Theory
The purpose of this paper is to identify, analyze and simulate dynamics of interaction and conflicts among the stakeholders (or agents) in the Citarum river negotiation process. They claim their strategies and interests as well as express emotion. To accomplish the purpose, we first model the process in terms of drama theory that is combined with emotional state model (PAD). One of the reasons why we adopt drama theory is that it primarily focuses on dilemma and also provides us with rigorous analytical and computational tools of conflict analysis. Then we conduct agent-based simulation by using SOARS. In this paper, we only discuss emotion model and temperament model (affiliative tendency). The detail of agent based modeling in drama theory could be find in the previous research [16].
3.1 Emotion model and Affiliative Tendency
Emotion model that will be used in this paper is the development from emotional negotiation model PAD [9]. Emotional state model (PAD) involves three dimensions, i.e., Pleasure (rp), Arousal (ra) and Dominance (rd). During negotiation, a more pleasant agent tends to compromise with others. Each agent has the emotional state [9], i.e.:
Esi = {r p , ra , rd } ; r p , ra , rd (1, 1)
(1)
Based on the previous paper [11], angry is coded by {-.51, .59, .25}, bored is {-.65, -.62, -.33}, curious is {.22, .62, -.01}, dignified is {.55, .22, .61}, elated is {.50, .42, .23}, hungry is {-.44, .14, -.21}, inhibited is {-.54, -.04, -.41}, loved is {.87, .54, -.18}, puzzled 42
is {-.41, .48, -.33}, sleepy is {.20, -.70, -.44}, unconcerned is {-.13, -.41, .08}, and violent is {-.50, .62, .38. Each agent i has the function of emotional state [9], which is:
Se i ( r p , ra , rd ) = r p .(1 + ra ) rd
(2)
For example, if an agent has emotional state defined as {0.51, 0.59, 0.25}, then function of emotional state is Se ( r , r , r ) = 0 .51 .( 1 + 0 .59 ) 0 .25 = 1 .0609
i p a d
Affiliate tendency was defined in terms of generalized positive social expectations and associated positive behaviors in social interactions with others. An individuals emotional states are inferred from averages of his or her emotional states across representative samples of everyday situation. Thus, the previous paper [12] proposed that emotional traits could also be described in terms of the pleasure-displeasure, arousal-nonarousal, and dominance-submissiveness dimensions. Then, affiliate tendency scales were defined as follows: Affiliationij = 0.46rp ij + 0.24ra ij + 0.3rd ij
(3)
Within the present theoretical perspective, then, it is important to conceptualize and measure affiliate tendency as pure generalized interpersonal positive ness without either an inclination to want to dominate and control others or to be dominated and controlled by others.
3.2 Modeling to Eliminate Trust Dilemma
To eliminate trust dilemma in collaboration stage, we use affiliate tendency value. First, we calculate probability of cheating and punishing another agent who cheated.
Pr ob(i ) = Vmax aff i Vmax Vmin
(4)
Vmax is maximum value of affiliate tendency (1.00); Vmin is minimum value of affiliate tendency (-1.00) and aff i is affiliate tendency for agent i. The higher probability is the higher probability of the agent to Based on norm game [1], agent i will attempt to cheat the commitment if Pr ob(i ) < rand , where rand is random value which is generated from uniform distribution in range [0,1]. For each agent j ( j i ), he/she will attempt to punish agent i if Pr ob( j ) > rand . If agent i cheat, then agent is payoff will increase by 1 %, while the payoff of other agents will decrease by 1%. If agent i cheat and agent j punish, then payoff of agent i will decrease by 10%.
4 Simulation Using SOARS and Result
punish another agent who cheated. In contrast, the lower probability is the higher probability of the agent to cheat.
In order to simulate this problem, we use SOARS to describe the initial frame for Citarum river basin problem as seen in figure 3. There are so many dilemmas in the common frame. Based on the previous research [16], we can eliminate the dilemma of 43
conflict. In this current paper, we assume that bargaining strategy of agent was same, that is sti = s s t . We make four experiments to look measure level of emotional state, so the agent could negotiate in order to reduce dilemma and to eliminate trust dilemma.
4.1 First Scenario
In this scenario, whole of agents have positive emotion. USR is having a strong desire to know about something, G is having strong feeling of deep affection for something, TI is excitement, USP is calm, DSP is quiet and DSC is calm. In this scenario, we use the parameters as described in Table 1, and then the probability of affiliate tendency could be seen in figure 4.
Table 1. Parameters in Scenario 1 USR G 0.87 0.54 -0.18 1.5198 TI 0.5 0.42 0.23 0.48 DSP 0.2 -0.7 -0.44 0.5 USP 0.55 0.22 0.61 0.0610 DSC 0.55 0.22 0.61 0.0610
rp ra rd
Sei
From figure 4, we can see that the probability of affiliative tendency for each agent is close to 1, it means that no agent will cheat the commitment, because affiliate tendency is positive and the value is large. Each agent will avoid cheating because the other agent can punish him/her.
4.2 Second Scenario
In this scenario, number of agent who has positive emotion is more than number of agent who has negative emotion, and level of emotional state for agent with negative emotion is low. USR, USP, DSP, DSC and TI have positive emotion, meanwhile G has negative emotion. USR and DSC are excitement, USP and DSP have strong feeling of deep affection for something and TI is calm, G is not worried. In this scenario, we use the 44
parameters as described in Table 2, and then the probability of affiliate tendency could be seen in figure 5.
Table 2. Parameters in Scenario 2 USR G -0.13 -0.41 0.08 -0.1567 TI 0.55 0.22 0.61 0.061 DSP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 USP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 DSC 0.5 0.42 0.23 0.48
rp ra rd
Sei
From figure 5, we can see that the probability of affiliative tendency for each agent is close to 1, it means that no agent will cheat the commitment, because the affiliate tendency is positive and the value is large. Each agent will avoid cheating because the other agent can punish him/her.
4.3 Third Scenario
In this scenario, number of agent who has positive emotion is more than number of agent who has negative emotion, and level of emotional state for agent with negative emotion is moderate. USR, USP, DSP, DSC and TI have positive emotion, meanwhile G has negative emotion. USR and DSC are excitement, USP and DSP have strong feeling of deep affection for something and TI is calm, and G has a strong desire for something. In this scenario, we use the parameters as described in Table 3, and then the probability of the affiliate tendency could be seen in figure 6.
Table 3. Parameter in Scenario 3 USR G -0.44 0.14 -0.21 TI 0.55 0.22 0.61 DSP 0.87 0.54 -0.18 USP 0.87 0.54 -0.18 DSC 0.5 0.42 0.23
rp
ra rd
45
Sei
0.48
-0.2916
0.061
1.5198
1.5198
0.48
From figure 6, we can see that the probability of affiliative tendency for each agent is close to 1, it means that all agents will keep their commitment, because affiliate tendency is positive and the value is large. Each agent will avoid cheating because the other agent can punish him/her.
4.4 Fourth Scenario
In this scenario, number of agents who have positive emotion is more than number of agents who have negative emotion, but level of emotional state for negative emotion is high. USR, USP, DSP, DSC and TI have positive emotion, meanwhile G has negative emotion. USR and DSC are excitement, USP and DSP have strong feeling of deep affection for something, TI is calm, and G is angry. In this scenario, we use the parameters as described in Table 4, and then the probability of affiliate tendency could be seen in figure 7.
Table 4. Parameter in Scenario 4 USR G -0.5 0.59 0.25 -1.045 TI 0.55 0.22 0.61 0.061 DSP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 USP 0.87 0.54 -0.18 1.5198 DSC 0.5 0.42 0.23 0.48
rp
ra rd
Sei
46
From Figure 7, we can see that the probability of affiliative tendency for each agent is close to 1, it means that no agent will cheat the commitment, because affiliate tendency is positive and the value is large. Each agent will avoid cheating because the other agent can punish him/her.
4 Conclusion
From the results of simulation, we showed how the emotional states and affiliate tendency of agents significantly affect the negotiations process. In the collaboration stage, to maintain the commitment, each agent must be willing to punish the other agent who attempt to cheat. The effect of positive emotional state of agent and the affiliate tendency is important to maintain collaboration. The results suggests that each agent should have a positive emotion and positive affiliate tendencies in order to achieve collaboration in the Citarum riverbasin problem.
References
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Axelrod, R. (1997), The Complexity of Cooperation. Agent-Based Models of Competition and Collaboration, Princeton University Press, Princeton, New Jersey. Bryant, J. (2003), The Six dilemmas of Collaboration, John Wiley. Barteneva, Daria., Lau,Nuno., Reis, Paulo Luis., (2006), Implementation of Emotional Behaviors in Multi Agent System Using Fuzzy Logic and Temperamental Decision Mechanism, Proceeding Fourth European Workshop on Multi Agent Systems. Bradley, Margaret M., Codispoti , Maurizio., Sabatinelli Dean., dan Lang, Peter J. (2001), Emotion and Motivation II: Sex Differences in Picture Processing , Emotion, Vol.1, No.3 pp:300-319. Howard, N. (1996), Negotiation as Drama: How Games Become Dramatic, International Negotiation, 1, pp. 125-152. Howard, N., Bennet, P., Bryant, J. and Bradley, M. (1993), Manifesto for a Theory of Drama and Irrational Choice, Systems Practice, 6(4), 429-434. Howard, N. (1994a), Drama Theory and its Relation to Game Theory: Part One, Group Decision and Negotiation, 3, 187-206. Howard, N. (1994b),Drama Theory and its Relation to Game Theory: Part Two, Group Decision and Negotiation, 3, 207-235. Jiang, Hong, Vidal, Jose M and Huhns, Michael N, (2004), Incorporating Emotions into Automated Negotiation. University of South Carolina, Columbia. Maulana, F. (2004), Menyelamatkan Hutan Tatar Sunda, Kompas Online 12 Mei. Mehrabian, Albert. (1976). Questionnaire measures of affiliative tendency and sensitivity to rejection. Psychological Reports, Vol.38, pp:199-209. Mehrabian, Albert. (1997).Analysis of Affiliation Related Traits in Term of PAD Temperament Model. The Journal of Psychology Vol.131, pp:101-117. Putro, Utomo Sarjono, (2000), Adaptive Learning of Hypergame Situations Using a Genetic Algorithm, IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, Vol. 30, No. 5. Putro, Utomo Sarjono, et al., (2005), Agent Based Modeling and Simulation of Knowledge Management, Proceeding IFSR. Putro, Utomo Sarjono, et.al. (2005), Drama Theory sebagai Model dari Dinamika Konflik dalam Permasalahan DAS Citarum, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 4, No. 2. Putro, Utomo Sarjono, et.al. (2007), Role of Emotion in Negotiation Process: An Application of Drama Theory in Citarum River Basin Problem, International Society of System Science.
47