You are on page 1of 9

A. Pendahuluan Ilmu pengetahuan mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Abbasiyah.

Khususnya dalam dua ratus tahun pertama dari lima ratus tahun masa kekuasaan dinasti itu. Ilmu pengetahuan dapat amat maju dan melonjak berkat dukungan dari para penguasa kala itu. Contohnya, dibidang ilmu bahasa arab mereka menyusun kaidah-kaidah bahasa nahwu dan sharaf. Dalam bidang ilmu islam, banyak mahzab bermunculan yang tidak terbatas pada satu bidang ilmu terntentu seperti agama. Contohnya saha mengenau ilmu-ilmu yunani termasuk kajian filsafatnya. Maka penguasa kala itu memerintahkan melengkapi perpustakaan negara Bait AlHikmah dengan buku-buku asing disamping buku-buku Islam, dan untuk itu memerintahkan membeli karya-karya tulis Yunani kemudian disalin ke dalam bahasa Arab. Dengan demikian perkenalan para ilmuwan Islam dengan alam pikiran Yunani makin meluas dan mendalam, yang pada waktunya akan menimbulkan perhatian dan hasrat di kalangan sarjana-sarjana Islam untuk mempelajari masalah-masalah kenegaraan secara raisonal, dan kemudian lahirlah sejumlah pemikir Islam yang mengemukakan gagasan dan konsepsi politiknya melalui karya tulis. Dalam hal ini jika disinggung mengenai Ibnu Abi Rabi maka kita juga akan berbicara mengenai pemikiran politik kaum suni, sebab ibnu abi rabi termasuk kedalam golongan sunni. Sebagai kelompok mayoritas, pola pikir politik kaum Sunni biasanya sangat pro kepada pemerintah yang berkuasa.Pemikiran pemikiran dari ahli ahli politik Sunni cenderung membela dan mempertahankan kekuasaan.Tidak jarang pula pemikiran politik dan kenegaraan mereka menjadi alat legitimasi bagi kekuasaan khalifah yang memerintahkan , namun atas pendapat ini Mujar Ibnu Syarif memberikan sebuah solusi ketika makalah ini dipresentasikan bahwasannya pendapat diatas merupakan suatu hal yang darurat. Ibnu Taimiyah sebagaimana dijelaskan Iqbal, telas merumuskan bahwa enam puluh tahun berada di bawah rezim penguasa zalim lebih baik daripada sehari hidup tanpa pemimpin.Munawir Sjadzali dalam bukunya Islam dan Tata Negara mengemukakan pendapat Ghazali, Ibnu Ali Rabi dan Ibnu Taimiyah yang telah menyatakan dengan tegas bahwasannya kekuasaan kepada negara atau raja itu merupakan mandat dari Tuhan yang diberikan kepada hamba hamba pilihan Nya, dan disebutkan pula bahwa ketiga pemikir itu berpendirian bahwa khalifah itu adalah Ghazali adalah muqaddas atau suci, tidak dapat diganggu gugat. Ibnu Abi Rabi

mencari dasar lagi legitimasi keistimewaan hak hak khalifah atas rakyatnya dalam ajaran agama, yaitu
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa erajat.Untuk mengujimu tentang apa yang diberikan Nya kepadamu.Sesunguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampuan lagi Maha Penyayang.(QS.Al Anam, 6:165). Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu.Kemudian jika berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS.Al Nisa,4:59).

Menurut Ibn Abi Rabi, kedua ayat diatas merupakan penegasan Allah bahwa Ia telah memberi keistimewaan kepada para raja dengan segala keutamaan dan memperkokoh kedudukan mereka di bumi Nya.Disamping itu Allah SWT mewajibkan kepada para ulama untuk menghormati, mengagungkan dan mentaati perintah mereka.Pandangan hampir serupa dikemukakan oleh al Ghazali sumber kekuasaan adalah Tuhan, dan lebih jauh dikatakan bahwa pembentukan negara bukanlah berdasarkan pertimbangan rasio, melainkan berdasarkan perintah syari, menurutnya, mustahil ajaran ajaran agama dapat terlaksana dengan baik kalau kondisinya tidak mendukung, sedang pendukungnya adalah negara. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana biografi Ibnu Abi Rabi? 2. Bagaimana pemikiran ibnu abi rabi? 3. Apa kelemahan dan kekurangan pemikiran ibnu abi rabi? C. Pembahasan 1. Biografi Ibnu Abi Rabi Sebenarnya banyak yang tidak diketahui mengenai ibnu abi rabi. Data-data yang ada amatlah terbatas. Nama lengkap Ibnu abi rabi adalah Syihab Al-Din Ahman bin Muhammad Abi Rabi, yang lebih dikenal dengan nama ibnu abi rabi. Ibnu abi rabi hidup pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mutasim (833-842 M) dinasti Abbasiyah. Hanya itu biografi yang bisa di dapatkan mengenai ibnu abi rabi. Hal ini karena banyak yang tidak mengetahui data-data mengenai ibnu abi rabi.

Sarjana islam pertama yang menuangkan gagasan atau teori politinya dalam suatu karya tulis adalah Syihab Al-Din Ahmad Ibnu Abi Rabi. Tidak banyak yang kita ketahui tentang ilmuwan politik islam itu selain sebagai penulis buku yang berjudul suluk Al-Malik fi Tadbir al-Mamalik(perilaku raja dalam pegelolaan kerajaan-kerajaan). Buku itu dimaksudkan agar dipergunakan sebagai manual atau buku pintar oleh kepala Negara itu, seperti halnya pada awal abad XVI niecolo Machiavelli menulis buku berjudul II principe(sang pengeran) dan dipersembahkan kepada Lorenzo dimedici, penguasa di Florence, Italia. Buku yang ditulis oleh ibnu abi rabi membuat dirinya seakan-akan mendukung keabsahan sistem monarki turun temurun Abbasiyah. Sementara itu memang dinasti Abbasiyah semasa pemerintahan mutashim masih berada pada puncak kejayaannya. Dalam pendahuluan bukunya Ibnu Abi Rabi mengatakan adalah satu kebahagiaan bagi umat pada zaman ini bahwa pemimpin mereka, pengemban kekuasaan politik mereka dan raja mereka adalah seorang yang pada dirinya berkumpul segala kualitas yang baik, tambang dari segala watak luhur dan pengumpul dari segala yang terpuji, panutan mereka, pemimpin dan raja mereka, khalifah Allah bagi hamba-hambanya dan yang berjalan diatas jalan yang khulafa Al- Rasyidin, yang melaksanakan hukum secara benar dan adil, dan yang karena meratanya keadilan dan keamanan maka semua bangsa tunduk kepadanya, semua kerajaan takluk kepadanya. Juga sesuai dengan judulnya, sebagaian besar dari isi buku itu berupa nasihat-nasihat kepada khalifah tentang bagaimana menangani masalah-masalah kenegaraan, termasuk bagaimana memilih pembantuan dan pejabat Negara, serta hubungan kerja antara khalifah dengan mereka. Tetapi sekalipun demikian dapat pula dilihat alur-alur pemikiran tentang tata negara Ibnu Abi Rabi. 2. Pemikiran Politik Ibnu Abi Rabi a. Teori pembentukan negara atau kota Ibnu Abi Rabi' berpandangan bahwa manusia membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan alaminya. Ia tidak mungkin memenuhinya sendirian. Oleh karena itum , sebagian manusia membutuhkan sebagian lainnya. Saling ketergantungan ini menyebabkan sebagian besar mereka berkumpul di satu tempat untuk melakukan transaksi. Mereka lalu mendirikan kota sebagai tempat untuk melakukan barter. Kebutuhan-kebutuhan yang

mendorong manusia untuk berkumpul dan membentuk Negara adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan pangan, untuk mengganti energi yang digunakan manusia ketika bergerak dan olahraga. 2. Kebutuhan sandang, untuk melindungi manusia dari hawa panas, dingin, dan angin. 3. Kebutuhan tempat tinggal, untuk menjaga manusia dari marabahaya. 4. Kebutuhan reproduksi, untuk menjamin kelangsungan eksistensi manusia. 5. Kebutuhan pelayanan kesehatan karena berubah-ubahnya konidisi fisik manusia. Jelaslah , manusia tidak akan mampu mencukupi semua kebutuhannya sendirian. Kebutuhan kebutuhan ini sendiri mengharuskan adanya keahlian, ilmu, dan orang-orang dengan keterampilan yang berbeda-beda. Sebenarnya, Plato pernah mengemukakan pemikiran seperti ini sebelumnya, yakni ketika ia berbicara tentang pembentukan Negara atau kota. Beliau menegaskan bahwa manusia tidak dapat berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Ia membutuhkan orang lain. Inilah dua faktor yang menyebabkan berdirinya Negara atau kota. Masyarakat yang sehat memang seharusnya di bentuk untuk memenuhi kebutuhan alami kita. Namun , Ibnu Abi Rabi' berbeda dengan Plato tentang watak manusia. Ia menjelaskan , '' Allah telah menciptakan manusia dengan watak yang cenderung untuk berkumpul dan bermasyarakat. Ia tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain, ketika manusia berkelompok di kota-kota dan berinteraksi dengan latar belakang masing-masing yang beragam, Allah meletakkan pemimpin-pemimpin yang mengatur hak dan kewajiban tiap anggota masyarakat sebagai rujukan dan yang harus di patuhi. Allah pun mengangkat untuk mereka penguasa yang melaksanakan peraturanperaturan itu dan mempergunakannya guna menjaga tata tertib kehidupan masyarakat dan kebutuhannya, serta mengikis pelanggaran dan penganiayaan antar anggota masyarakat yang dapat merusak kebutuhannya." Memerhatikan paparan diatas , kita akan melihat bahwa Ibnu Abi Rabi' berpendapat bahwa watak manusia cenderung untuk bermasyarakat , yakni manusia adalah makhluk adalah makhluk social dan berbudaya. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Aristoteles dalam bukunya, Politics, tetapi yang baru

dari Ibnu Abi Rabi' adalah ketika menyebutkan bahwa kecenderungan yang alami ini diciptakan Allah untuk manusia , yakni Allah memberikan tabiat ini. Inilah yang tidak kami temukan pada pemikiran Aristoteles atau pemikir Yunani lainnya. Orientasi agama ini semakin tampak ketika ibnu abi rabi' berpendapat bahwa Allah telah menetapkan berbagai aturan untuk ditaati manusia. Aturan itu terdapat pada kitab suci-Nya yang menghimpun setiap hukum dan ketentuan ilahiyah. Selain itu, ia berpendapat bahwa Allah telah mengangkat pemimpin-pemimpin yang bertugas menjaga pemberlakuan aturan-aturan- Nya itu dan yang bertindak seiring dengannya. Dengan demikian , Ibnu Abi Rabi' memasukkan sentuhan-sentuhan ketuhanan ke dalam pemikirannya tentang Politik. Ibnu Abi Rabi' berpendapat bahwa manusia bukanlah malaikat yang kebal godaan dan tidak pernah berbuat kejahatan (Kecuali Para Rasul Allah Swt). Bahkan manusia sering melakukan kejahatan. Ia lalu membagi kejahatan ke dalam tiga macam : 1. Kejahatan yang berasal dari dalam diri manusia. 2. Kejahatan yang berasal dari warga masyarakat. 3. Kejahatan yang berasal dari warga masyarakat luar. Adapun cara mengatasi tiga macam kejahatan itu, menuru Ibnu Abi Rabi', berbeda satu sama lain. Kejahatan pertama dapat dihalangi dengan mengikuti perilaku atau pola hidup yang terpuji, pengendalian diri, dan penggunaan akal dalam penyelesaian segala persoalan. Kejahatan kedua dapat dicegah dengan memberlakukan hukum atau undang-undang dan peraturan yang telah diletakkan (oleh Allah) untuk kepentingan manusia dan kesejahteraan umum. Adapun kejahatan ketiga dapat dihalangi dengan membangun pagar-pagar tembok yang tinggi dan menggali parit-parit dalam , serta membangun angkatan bersenjata. b. Bentuk Pemerintahan yang ideal Menurut Ibnu Abi Abi setelah lahir sebuah kota atau Negara maka timbul masalah tentang siapa otak pengelola Negara itu, siapa yang memimpinnya, siapa yang mengurus segala permasalahan rakyat. Hal ini disebabkan karena tidak mungkin suatu Negara berdiri sendiri atau dating dari luar. Sebagai mana Plato, Ibnu Abi Rabi juga berpendapat bahwa penguasa atau pemimpin seharusnya seorang yang mulia dinegara itu. Kemudian dari

sekian banyak pemerintahan, ibnu abi rabi memilih monarki atau kerajaan dibawah pimpinan seorang raja serta penguasa tunggal, sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik. Dia menolak bentuk-bentuk yang lain seperti, Aristrokrasi, Oligarki, Demokrasi, Demagogi. Karena menurut Ibnu Abi Rabi bahwa dengan memilih monarki sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik adalah keyakinannya bahwa dengan banyak kepala, maka politik Negara akan terus kacau dan sukar membina persatuan. Maka dengandemikian Ibnu Abi Rabi mengemukakan enam syarat yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh seorang untuk dapat menjadi raja, yaitu: 1. Harus anggota dari keluarga raja, dan mempunyai hubungan nasab yang dekat dengan raja sebelumnya. 2. Aspirasi luhur 3. Pandangan yang mantap dan kokoh 4. Ketahanan dalam menghadapi kesukaran/tantangan 5. Kekayaan yang banyak 6. Pembantu-pembantu yang setia Suatu hal yang cukup menarik, bahwa berbeda dengan kebanyakan pemikirpemikir islam, dia tidak menjadi keturunan Quraisy sebagai salah satu syarat untuk dapat menduduki jabatan khalifah atau kepala Negara. Menurut Ibnu Abi Rabi cukup kalau calon raja itu seorang anggota keluarga dekat dengan raja sebelumnya maka dapat menjadi raja mendatang.
3. Kekuatan dan Kelemahan Pemikiran Ibnu Abi Rabi

Pemikiran politik abi rabi, yang pertama adalah mengenai teori pembentukan negara. Pada paparan ini dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia untuk bermasyarakat. Kekuatan dari pemikiran abi rabi mengenai konsep pembentukan negara sangatlah mutlak kuat. Hal ini karena abi rabi menggunakan al-quran sebagai sumber dari pemikirannya. Al-quran sebagai pedoman kehidupan tentunya tidak dapat lagi diragukan kebenarannya dan mutlak benar. Dalam hal ini karena semua konsep kehidupan ada di dalam al-quran. Selain itu, kekuatan abi rabi mengenai pembentukan negara adalah karena pada kenyataannya demikian. Manusia sejatinya adalah makhluk yang terperangkap dalam individunya namun ditakdirkan untuk berhadapan dengan orang lain atau menjadi bagian dari suatu komunitas sosial. Hal ini karena manusia diciptakan dengan keterbatasan, sehingga adanya sebuah kehidupan sosial tentu akan sangat membantu eksistensi

manusia di bumi. Jika ditinjau kembali maka konsep ini mutlak adanya karena negara tercipta dari suatu proses sosial. Tanpa ada proses sosial maka negara tidak akan tercipta dan manusia akan hidup untuk dirinya sendiri dan sesuai kemampuannya saja. Manusia tetap membutuhkan orang lain sebagai pelengkap dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini yang kemudian membuat konsepnya hampir tidak terbantahkan. Mengenai konsep kedua yaitu bagaimana bentuk pemerintahan yang ideal. Menurut abi rabi pemerintah yang ideal adalah monarki, dimana kepala negaranya adalah raja. Hal ini karena jika terlalu banyak orang yang menjadi kepala negara, maka akan bingung dalam menghadapi masalah kenegaraan, sebab isi tiap kepala manusia tentunya akan berbeda. Dalam hal ini monarki dianggap sebagai pemerintahan yang paling baik, sebab hanya dipimpin oleh satu kepala. Menurut abi rabi, jika hanya ada satu pemimpin pada sebuah negara maka pemimpin tersebut akan fokus dan akan menghasilkan kebijakan yang lebih baik. Sebab yang digunakan untuk membuat kebijakan adalah hanya dengan kekuasaan tunggal, sehingga tidak akan terlalu lama ditimbang-timbang dan tidak setengah hati ketika membuat kebijakan. Kekurangan dari pemikiran abi rabi ini adalah karena keitka negara tercipta dari sebuah proses sosial maka dapat dibilang hal ini tidak selamanya benar. Dalam hal ini jika dikontekskan konsep pasar. Jika menggunakan konsep abi rabi tentu setiap pasar dapat membentuk negara, maka hal ini akan membingungkan. Sebab di dunia ini ada banyak pasar dan jika semua membentuk negara maka akan membuat sebuah kekacauan. Dalam hal ini perlu spesifikasi lagi, proses sosial yang seperti apa dan apakah ada ciri-ciri khususnya. Tidak hanya menyebut kota sebagai pasar. Jika demikian maka setiap pasar adalah kota, tentu menjadi hal yang merepotkan juga. Kemudian mengenai pola pemerintahan yang ideal, pola seperti ini juga dapat terjerembab dan mati disuatu hari. Dalam hal ini karena manusia tidak selamanya benar dan baik. Terkadang ada sisi jahat manusia yang mempengaruhi dirinya. Tentu ketika negara bersifat monarki dan dipimpin oleh satu orang, maka akan timbul sebuah rasa egois dari diri pemimpin. Dalam hal ini jika pemimpin yang menjadi raja adalah orang yang baik maka tidak masalah. Yang menjadi permasalahan adalah ketika raja yang menjadi pemimpin adalah manusia yang dzalim. Hal ini tentu saja akan membuat negara terombang-ambing dalam derita.

D. Penutup Sarjana islam pertama yang menuangkan gagasan atau teori politinya dalam suatu karya tulis adalah Syihab Al-Din Ahmad Ibnu Abi Rabi. Tidak banyak yang kita ketahui tentang ilmuwan politik islam itu selain sebagai penulis buku yang berjudul suluk Al-Malik fi Tadbir al-Mamalik(perilaku raja dalam pegelolaan kerajaan-kerajaan). Buku itu dimaksudkan agar dipergunakan sebagai manual atau buku pintar oleh kepala Negara itu, seperti halnya pada awal abad XVI niecolo Machiavelli menulis buku berjudul II principe(sang pengeran) dan dipersembahkan kepada Lorenzo dimedici, penguasa di Florence, Italia. Abi rabi memiliki dua konsep inti pemikirannya di bidang negara dan pemerintahan. Pemikiran yang dia kemukakan adalah mengenai konsep terbentuknya kota dan bentuk pemerintahan yang ideal. Ibnu Abi Rabi' berpandangan bahwa manusia membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan alaminya. Ia tidak mungkin memenuhinya sendirian. Oleh karena itum , sebagian manusia membutuhkan sebagian lainnya. Saling ketergantungan ini menyebabkan sebagian besar mereka berkumpul di satu tempat untuk melakukan transaksi. Mereka lalu mendirikan kota sebagai tempat untuk melakukan barter. Dalam pemikiran bentuk negara yang ideal ibnu abi rabi memilih monarki atau kerajaan dibawah pimpinan seorang raja serta penguasa tunggal, sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik. Dia menolak bentuk-bentuk yang lain seperti, Aristrokrasi, Oligarki, Demokrasi, Demagogi. Karena menurut Ibnu Abi Rabi bahwa dengan memilih monarki sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik adalah keyakinannya bahwa dengan banyak kepala, maka politik Negara akan terus kacau dan sukar membina persatuan. Kekuatan dan kelemahan pemikiran abi rabi adalah Pemikiran politik abi rabi, yang pertama adalah mengenai teori pembentukan negara. Pada paparan ini dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia untuk bermasyarakat. Kekuatan dari pemikiran abi rabi mengenai konsep pembentukan negara sangatlah mutlak kuat. Hal ini karena abi rabi menggunakan al-quran sebagai sumber dari pemikirannya. Al-quran sebagai pedoman kehidupan tentunya tidak dapat lagi diragukan kebenarannya dan mutlak benar. Mengenai konsep kedua yaitu bagaimana bentuk pemerintahan yang ideal. Menurut abi rabi pemerintah yang ideal adalah monarki, dimana kepala negaranya

adalah raja. Hal ini karena jika terlalu banyak orang yang menjadi kepala negara, maka akan bingung dalam menghadapi masalah kenegaraan, sebab isi tiap kepala manusia tentunya akan berbeda. Sedangkan kelemahannya adalah Kekurangan dari pemikiran abi rabi ini adalah karena keitka negara tercipta dari sebuah proses sosial maka dapat dibilang hal ini tidak selamanya benar. Dalam hal ini jika dikontekskan konsep pasar. Jika menggunakan konsep abi rabi tentu setiap pasar dapat membentuk negara, maka hal ini akan membingungkan. Sebab di dunia ini ada banyak pasar dan jika semua membentuk negara maka akan membuat sebuah kekacauan. Kemudian mengenai pola pemerintahan yang ideal, pola seperti ini juga dapat terjerembab dan mati disuatu hari. Dalam hal ini karena manusia tidak selamanya benar dan baik. Terkadang ada sisi jahat manusia yang mempengaruhi dirinya. Tentu ketika negara bersifat monarki dan dipimpin oleh satu orang, maka akan timbul sebuah rasa egois dari diri pemimpin. Daftar Pustaka Iqbal, Muhammad. Fiqih Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta: Gaya Media Persada. 2001. Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press. 1986. Pulungan, Suyuti. Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 1997. Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press. 1990.

You might also like