You are on page 1of 22

BAB I LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI Nama Jenis kelamin Umur Alamat Kebangsaan Agama Status perkawinan MRS B. ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri dan sakit menggerakkan tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas Riwayat Perjalanan Penyakit 11 jam sebelum masuk rumah sakit, motor yang dikendarai penderita tergelincir penderita terjatuh dengan tungkai kanan membentur benda keras. C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Nadi Tekanan darah Suhu Respirasi Gizi : sedang : compos mentis : 90x/menit : 100/80 mmHg : 36,7oC : 20x/menit : cukup : Tn R : Laki-laki : 26 tahun : Sei Rambang : Indonesia : Islam : Menikah : 16 Agustus 2010

Status Lokalis Regio Femoralis Dextra I : P: Deformitas (+) NVD baik ROM aktif pasif terbatas D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Hb Ht Leukosit Trombosit Ureum Creatinin Natrium Kalium : 14,1 g/dl : 40 vol% : 10.400 mm3 : 243.000 mm3 : 24 mg/dl : 0,9 mg/dl : 132 mmol/l : 3,5 mmol/l

Pemeriksaan Radiologis Rontgen Femur dextra AP / Lateral : Fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced

E. DIAGNOSIS KERJA Fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced tertutup F. PENATALAKSANAAN IVFD Analgetik Terapi konservatif Rencana operatif

G. PROGNOSIS Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam : bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea. Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit. Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum. Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan

linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea. Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis. B. Definisi dan Penyebab Fraktur Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget). C. Proses Terjadinya Fraktur Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma dapat bersifat: Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung Disebut trauma tidak langsung bila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Tekanan pada tulang dapat berupa: Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra talus atau fraktur buckle pada anak-anak Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z Fraktur oleh karena remuk Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menraik sebagian tulang Manifestasi klinis: Fraktur femoris sepertiga bagian atas Pada fraktur femoris sepertiga bagian atas, fragmen proksimal dalam keadaan fleksio oleh m. Iliopsoas, abduksio oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan memutar ke lateral oleh m. Gluteus maximus, m. Piriformis, m. Obturatorius internus, m. Gemelli, dan m. Quadratus femoris. Fragmen bawah di aduksio oleh m. Adductor, tertarik ke atas

oleh otot-otot hamstring dan m. Quadriceps, memutar ke lateral oleh otot aduktor dan berat kaki. Fraktur femoris sepertiga tengah Pada fraktur femoris sepertiga tengah, fragmen distal tertarik ke atas oleh otot hamstring dan m. Quadriceps, sehingga memendek dengan nyata. Fragmen distal juga memutar ke belakang oleh tarikan kedua caput m. Gastrocnemius. Fraktur femoris sepertiga distal Pada fraktur femoris sepertiga distal terjadi pergeseran fragmen distal seperti halnya pada fraktur sepertiga tengah. Namun fragmen distal lebih kecil dan lebih terputar ke belakang oleh m. Gastrcnemius dan dapat menekan a. Poplitea dan mengganggu aliran darah yang menuju tungkai bawah dan kaki. Dari penjelasan tersebut, traksi berat pada fragmen distal umumnya diperlukan untuk mengatasi otot-otot yang kuat itu dan memulihkan panjang tungkai semula. Manipulasi tulang diperlukan untuk mengembalikan fragmen distal pada bagian proksimalnya decara baik. D. Klasifikasi Fraktur Klasifikasi Etiologis: Fraktur traumatik: terjadi karena trauma yang tiba-tiba Fraktur patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang Fraktur stres: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu Klasifikasi Klinis: Fraktur tertutup (simple fracture) Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Fraktur terbuka (compound fracture) Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, union, nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi Radiologis Klasifikasi ini berdasarkan atas: 1. Lokalisasi Diafisial Metafisial Intra-artikuler Fraktur dengan dislokasi Fraktur transversal Fraktur oblik Fraktur spiral Fraktur Z Fraktur segmental Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak Fraktur impaksi Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus Fraktur epifisis

2. Konfigurasi

3. Menurut ekstensi E. Fraktur total Fraktur tidak total Fraktur buckle atau torus Fraktur garis rambut Fraktur green stick Bersampingan Angulasi Rotasi Distraksi Over-riding Impaksi

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

Gambaran Klinis Fraktur 1. Anamnesis Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain.

2.

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan: Syok, anemia atau perdarahan Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

3.

Pemeriksaan lokal a. Inspeksi (look) Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain b. Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi

Palpasi (feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan: Temperatur setempat yang meningkat

10

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai. c. Pergerakan (move) Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf. d. Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. e. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis: Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pegobatan 11

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua: Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu musalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian f. Pemeriksaan radiologis lainnya Pemeriksaan khusus dengan: Tomografi, misalnya fraktur vertebra atau kondilus tibia CT-scan MRI Radioisotop scanning F. Prinsip dan Metode Penanganan Fraktur 1. Penatalaksanaan awal Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka diperlukan:

12

Pertolongan pertama Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.

Penilaian klinis Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam lainnya.

2.

Resusitasi

Prinsip umum pengobatan fraktur Ada empat prinsip pengobatan fraktur: Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: Lokalisasi fraktur Bentuk fraktur Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan Reduction; reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah : Alignment yang sempurna Aposisi yang sempurna

- Retention; imobilisasi fraktur 13

- Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin 3. Metode Pengobatan Fraktur Tertutup Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam: a. Konservatif Terdiri atas: 1) Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengna cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. 2) Imobilisasi dengan bidai eksterna Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi, biasanya mempergunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau metal. Indikasi: digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan 3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilissi eksterna, mempergunakan gips Indikasi: Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau bersifat kominutif akan bergerak di dalam gips sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis yang berulang-ulang Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat 4) Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi

14

Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang 5) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi. Indikasi: Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada fraktur batang femur, fraktur vertebra servikalis Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan malunion, nonunion atau delayed union. Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau kominutif pada tulang panjang Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant=traksi Gallow) Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat desertai dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya fraktur suprakondiler humerus Jarang pada fraktur metakarpal Sekali-kali pada fraktur colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire c. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang 15

Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, patela Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi secara baik dengan reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett Fraktur terbuka Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua Eksisi fragmen yang kecil Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler misalnya fraktur leher femur pada orang tua Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri Fraktur multiple Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya fraktur femur. Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna Fraktur terbuka grade II dan grade III Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat

16

Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes mellitus

Komplikasi reduksi terbuka: Infeksi (osteomielitis) Kerusakan pembuluh darah dan saraf Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau nonunion Emboli lemak d. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis 4. Terapi pada fraktur terbuka Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit: Pembidaian Menghentikan perdarahan dengan perban tekan Menghentikan perdarahan dengan perban klem.

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.

17

Tindakan terhadap fraktur terbuka: - Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan. - Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden period 4 jam) - penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin. Tindakan reposisi terbuka: 1) Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik. 2) Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test. 3) Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur. 4) Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi. 5) Tutup luka dengan doek steril 6) Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya 7) Desinfeksi anggota gerak 8) Drapping 9) Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik. 10) Fiksasi: a. b. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable fracture) minimal dengan Kischner wire Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur terbuka grade 1-2

18

c.

Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)

d.

Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral. Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.

e. G. Prognosis

Buat x-ray setelah tindakan

Prognosis dari fraktur femur untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan. Bahaya besar pada fraktur femur adalah cedera pada arteri femoralis, iskemia perifer dapat terjadi dengan segera dan hebat. Sering disertai edema lengan bawah dan kompartemen sindrom yang makin menghebat yang mengakibatkan nekrosis otot dan saraf. Nyeri hebat ditambah satu tanda positif (nyeri saat dorsofleksi jari kaki secara pasif, tungkaibawah yang nyeri tekan dan tegang, tak ada nadi dan tumpulnya sensasi) membutuhkan tindakan yang cepat. Jika tidak tertangani dengan cepat dan baik maka prognosisnya dapat menjadi jelek.Lesi saraf jarang terjadi pada fraktur tertutup. Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur femur adalah tungkai yang tidak sama panjang setelah sembuh, malrotasi atau deformitas

19

anguler, pembentukan spur yang menonjol pada otot yang mengganggu pergerakan dan kontraktu rkuadrisep. Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka. H. Komplikasi Fraktur Femur 1. Komplikasi Dini Syok: dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat tertutup. Emboli lemak. Trauma Pembuluh darah. Trauma Saraf. Trombo-emboli. Infeksi.

2. Komplikasi Lanjut - Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan. - Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft. - Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi osteotomi. - Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitsn pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi intrmuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal. sering ditemukan. Malunion juga menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga dieprlukn koreksi berupa

20

- Refraktur: terjadi apabila imobilisasi dilakukan sebelum terjadi union yang solid. BAB III ANALISIS KASUS Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita berusia 26 tahun beralamat di Sei Rambang datang berobat ke RSMH dengan keluhan sulit dan nyeri menggerakkan tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa 11 jam SMRS, motor yang dikendarai penderita tergelincir. Penderita terjatuh dengan tungkai kanan terbentur benda keras. Lalu penderita dibawa ke RSMH. Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan tekanan darah, pernafasan, nadi, dan suhu dalam batas normal, hal ini dapat menunjukkan bahwa kondisi ABC penderita baik. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada status lokalis didapatkan pada regio femur sinistra tampak adanya deformitas yang menyingkirkan trauma jaringan lunak, NVD baik dan ROM aktif pasif terbatas, yaitu penderita kesulitan menggerakkan secara aktif dan pasif sendi lutut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan radiologis dengan hasil rontgen regio femur dextra AP/Lateral menunjukkan fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced tertutup. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa dengan fraktur fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced tertutup. Penatalaksanaan pada pasien ini direncanakan pemberian analgetik, terapi konservatif dengan traksi kulit dilanjutkan terapi operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pemasangan K-nail. Prognosis pasien ini adalah Quo ad vitam bonam dan quo ad fungtionam bonam.

21

DAFTAR PUSTAKA

1.

Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya Medika. 1995.

2.

Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach. Available from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml

3. Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New York: Mc Grow Hill. 2009 4. Keany E. James. Femur Fracture. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment 5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. 6. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003. 7. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995 8. Ruedi. P. Thomas. AO Principles of Fractures Management. New York: AO Publishing. 2000 9. Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

10. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.

22

You might also like