You are on page 1of 9

Makalah sejarah sastra (sastra pasca-reformasi)

{ 11 Junuurl 2009 @ 01:17 } { mukuluh sustru }


{ Tlnggulkun sebuuh Komentur }
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera,
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan pada Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah
ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini penulis membahas SASTRA INDONESIA PASCA-
REFORMASI, suatu bentuk periodisasi kesusasteraan Indonesia yang terbentuk oleh gerakan perubahan yang bernama
reformasi.
Makalah ini adalah tugas terstruktur mata kuliah sejarah sastra semester tiga. Dalam proses pendalaman materi tentang
periodisasi kesusasteraan Indonesia ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima
kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan :
y 'ru. Seslllu Sell, M.Pd, seluku dosen mutu kulluh Se|uruh Sustru
y 5ekun-rekun muhuslwu yung teluh bunyuk memberlkun musukun untuk mukuluh lnl.
Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,
Pontianak, 12 Januari 2009
Penyusun
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belakangan ini perkembangangan sastra Indonesia telah mengalami perubahan, khususnya dalam hal
kebebasan berekspresi. Menurut beberapa para ahli,mengatakan bahwa sastra itu adalah kebebasan itu sendiri. Jadi
tidak ada batasan-batasan yang bisa menahan lajunya perkembangan kesusasteraan khususnya di Indonesia.
Pada dasarnya perkembangan sastra itu selalu berkembang dan perkembangan itu menurut para ahli ditandai
dengan periode-periode, yang pada dasarnya memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu periode itu adalah sastra pasca-
reformasi. Dalam makalah ini saya secara khusus membahas tentang SASTRA INDONESIA PASCA-REFORMASI,
yang secara langsung menjadi judul atas makalah ini.
Kehadiran karya sastra merupakan sebuah manifestasi atas kebudayaan yang ada pada saat itu. Terbentuknya
sastra pasca-reformasi merupakan hal yang dilematis dari sejarah sastra Indonesia. Periode yang ditandai dengan
jatuhnya kekuasaan Soeharto. Periode yang lahir dengan semangat revolusioner. Kemungkinan periode ini merupakan
jendela bagi perkembangan kesusasteraan di Indonesia. Dan seharusnya setiap detail dalam perkembangan itu harus
terus kita catat dan kita gali.
B. Batasan Masalah
Hal-hal yang menjadi batasan dalam makalah ini adalah :
yLatar belakang lahirnya sasta pasca-reformasi.
yPeristiwa-peristiwa beras yang memengaruhi lahirnya periode sastra pasca-reformasi.
ySastrawan yang terlibat dalam perkembangan angkatan pasca-reformasi.
yJenis-jenis karya sastra yang di hasilkan.
yKarya yang populer
C. Tujuan
Makalah ini Penulis buat untuk menambah pengetahuan akan perkembangan sastra Indonesia pasca-reformasi.
Mengenai apa saja yang terjadi dan bagaimana proses lahirnya sastra pasca-reformasi. Tujuan yang jelas adalah supaya
mengenal bentuk, struktur dan arah perkembangan periode sastra pasca-reformasi.
BAB II.
PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA PASCA-REFORMASI
A. Latar Belakang Lahirnya Angkatan Pasca-Reformasi
Hal ikhwal kebebasan selalu menarik perhatian siapapun dan tidak akan pernah selesai diperbincangkan. Negeri
terjajah berjuang untuk terbebas dari penjajah, golongan minoritas berjuang untuk terbebas dari dominasi golongan mayoritas,
pelaku kriminal mengharap kebebasan dari penjara dan hukuman, orang miskin berusaha untuk terbebas dari keserba-
kekurangan, orang bodoh berusaha untuk terbebas dari keserba-tidak-tahuan. Kaum intelektual bersikeras memperjuangkan
kebebasan berpikir dan berbicara.
Sastra, sebagai produk peradaban dan daya pikir manusia, tak bisa lepas dari perihal kebebasan. Bahkan konon, sastra
adalah kebebasan itu sendiri. Sastra adalah kebebasan dan pembebasan. Sastra adalah pencerahan. Kebebasan dalam sastra adalah
kemerdekaan untuk berkreasi dan berimaginasi. Kebebasan kreatif, itulah yang dibela oleh para pelaku sastra dalam menjalani
laku sastranya.
Angkatan Pasca-Reformasi muncul setelah reformasi yang dilakukan pada tahun 1998 yang beawal di Jakarta. Sejak
reformasi 1998 bergulir, gelombang kebebasan memang berjalan bak air bah yang menerjang apa saja. Tidak berbeda halnya
dalam ranah sastra. Atas nama kebebasan berkreasi, hal-hal yang dahulu dianggap tabu untuk dipertontonkan justru menjadi
tontonan yang sangat laku dan dipuji banyak orang. Seks dan pornografi menjadi menjadi wilayah yang tidak tabu lagi untuk
dieksplorasi dalam karya-karya sastra pasca reformasi, baik oleh pengarang lelaki maupun perempuan.
B. Peristiwa Besar yang Terjadi pada Masa Reformasi
Reformasi di Indonesia ditandai dengan jaruhnya rezim Soeharto. Secara tidak langsung dengan lengsernya Soeharto
dari jabatannya sebagai presiden maka berakhir pula sebuah tirani, yang selama ini menjadi belenggu yang terikat lekat di kaki
setiap rakyat Indonesia. Reformasi diharapkan dapat memfalitasi rakyat Indonesia dalam memperoleh kebebasan yang selama ini
mereka harapkan.
Lahirnya reformasi ini menandakan kebebasan bagi para sastrawan yang selama ini selalu terkungkung dalam lembah
kelam. Bagi mereka yang memiliki sifat revolusioner, kehadiran reformasi ini merupakan momok yang selalu diidam-idamkan.
Akan tetapi, kenyataaannya malah membuat mereka semakin radikal.
Berikut adalah momen penting yang terjadi sepanjang periode ini :
y 1998: Pudu 21 Mel 1998, Soehurto lengser durl |ubutunnyu. B.J. Hublble mengguntlkunnyu. Ter|udl kerusuhun 13-14
Mel 1998, yung menguklbutkun bunyuk mul yung terbukur, yung menelun bunyuk korbun |lwu. Perempuun keturunun
Tlonghou |ugu bunyuk yung men|udl korbun perkosuun. Buku-buku kuryu sustruwun Lekru blsu muncul ke
permukuun. Ayu Utuml menglburkun sustru yung beruromu seks melulul Sumun. Hurlun Kompus menyumbutnyu
dengun lstlluh sustru wungl . Mu|uluh Tempo terblt kembull.
y 1999: Pemllu demokrutls keduu yung dlselenggurukun dl Indoneslu seteluh Pemllu 1955. P'I Per|uungun yung
dlplmpln Meguwutl Soekurnoputrl memperoleh suuru terbesur. Numun, yung terplllh men|udl preslden uduluh K.H.
Abdurruhmun Wuhld (Gus 'ur).
y 2000: Korrle Luyun 5umpun mengumumkun udunyu Angkutun 2000. H.B. Jussln menlnggul dl Jukurtu. BukuAku
Ingln Judl Peluru kuryu Wl|l Thukul terblt.
y 2001: Mulul 2001, penghurguun Khutullstlwu Llterury Awurd (KLA) dlberlkun kepudu sustruwun yung menghusllkun
kuryu sustru terbulk. Mereku yung pernuh menduputkun penghurguun lnl unturu luln Goenuwun Mohumud, 5emy
Syludo, Humsud 5ungkutl, Seno Gumlru A|ldurmu, Llndu Chrlstunty, Supurdl '|oko 'umono, Joko Plnurbo, Gus tf.,
Acep Zumzum Noor.
y 2002: Mu|uluh Horlson menerbltkun buku Horlson Sustru Indoneslu yung terdlrl durl emput kltub, yuknl kltub pulsl,
cerpen, novel, dun drumu. 'ulum buku lnl, Humzuh Funsurl yung hldup dl ubud ke-17 dlmusukkun sebugul
sustruwun Indoneslu yung pertumu.
y 2003: Supurdl '|oko 'umono dun Ignus Kleden menduput penghurguun Ahmud Bukrle Awurd kurenu |usunyu dl
bldung kesusustruun dun pemlklrun. Sustruwun dun lntelektuul yung menerlmu penghurguun yung sumu pudu tuhun-
tuhun berlkutnyu uduluh Goenuwun Mohumud, Nurchollsh Mud|ld, Budl 'urmu, Surtono Kurtodlrd|o. Fruns Mugnls
Soeseno yung sehurusnyu menduputkun penghurguun tersebut menoluk kurenu keterkultun perusuhuun Bukrle
dengun bencunu Lumpur Luplndo dl Sldour|o, Juwu Tlmur.
y 2004: Pemlllhun preslden securu lungsung yung dllukukun pertumu kull dl Indoneslu. Soesllo Bumbung Yudhoyono
terplllh sebugul preslden, menguluhkun Meguwutl. 'l dunlu sustru, puru sustruwun mudu mendekluruslkun luhlrnyu
generusl sustruwun cyber. Sustru dl lnternet merupukun terobosun buru bugl puru sustruwun untuk berekspresl dun
mempubllkuslkun kuryunyu securu bebus. Novel Ayut-uyut Clntu kuryu Hublburruhmun El Shlruzy terblt. Yuyusun
Lontur mendokumentuslkun blogrufl sustruwun Indoneslu, dl unturunyu Prumoedyu Anuntu Toer, Agum Wlspl,
Ahmud Tohurl, Umur Kuyum, Supurdl '|oko 'umono, Sutun Tukdlr Alls|uhbunu, Putu Oku Sukuntu, dun luln-luln.
Aktlvls Huk
Asasi Manusia (HAM) Munir dibunuh. Buku Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan karya Ignas Kleden terbit.
y 2005: Novel Luskur Pelungl kuryu Andreu Hlrutu terblt. Novel lnl dun novel Ayut-uyut Clntu men|udl novel pullng
lurls (best seller) dulum se|uruh penerbltun novel dl Indoneslu. Keduu novel lnl |ugu dltrunsformusl ke fllm.
y 2006: Yuyusun Lontur menerbltkun Antologl 'rumu Indoneslu: 1895-2000. Penerbltun buku lnl menun|ukkun buhwu
se|uruh sustru Indoneslu bukun dlmulul pudu 1920, melulnkun pudu 1895. Anton Kurnlu menerbltkunEnslklopedl
Sustru 'unlu.
y 2007: Novel Kulutldhu kuryu Seno Gumlru A|ldurmu terblt. Buku kumpulun pulsl Otoblogrufl kuryu Suut Sltumorung
terblt. Suut uduluh suluh sutu sustruwun yung menggerukkun sustru cyber, sustruwun Ode Kumpung, dun
mu|uluh Boemlpoetru.
y 2008: Buku-buku Prumoedyu Anuntu Toer yung dlcetuk ulung dun buku-buku korbun trugedl 1965 yung lngln
meluruskun se|uruh muruk dl toko-toko buku, dun men|udl buku lurls. Mlsulnyu, Suuru Perempuun Korbun Trugedl
65 kuryu Itu F. Nudlu.
C. Sastrawan yang Terlibat Dengan Sastra Indonesia Pasca-Reformasi
Setiap angkatan pasti mempunyai cara dan gaya yang khas dalam mengungkapkan hasrat dan imajinasinya. Hal ini
tidak dapat dihindarkan dari sastrawan yang adalah penggerak dan penghadir karya sastra itu sendiri.
Sastra pasca-reformasi diramaikan oleh wajah-wajah baru, namun masih ada juga wajah lama yang masih menghiasi
wajah kesusasteraan Indonesia. Berikut ini ada beberapa nama sastrawan yang secara langsung terlibat dalam perkembangsn
sastra pasca-reformasi.
y Kelth Foulcher dengun emput bukunyu, yuknl Sumpuh Pemudu: Muknu dun Proses Penclptuun utus Sebuuh Slmbol
Kebungsuun Indoneslu (2000), Pu|unggu Buru: Kesususteruun dun Nuslonullsme dl Indoneslu 1933-
1942 (1991), Angkutun 45: Sustru, Polltlk Kebuduyuun dun 5evolusl Indoneslu (1994), dun Soclul Commltment ln
Llteruture
and The Arts: The Indonesian Institute People s Culture 1950-1965 (1986)
y Ayu Utuml menglburkun sustru yung beruromu seks melulul Sumun.
y Buku Aku Ingln Judl Peluru kuryu Wl|l Thukul terblt.
y Goenuwun Mohumud, 5emy Syludo, Humsud 5ungkutl, Seno Gumlru A|ldurmu, Llndu Chrlstunty, Supurdl '|oko
'umono, Joko Plnurbo, Gus tf., Acep Zumzum Noor, Ignus Kleden,
y Novel Ayut-uyut Clntu kuryu Hublburruhmun El Shlruzy.
y Novel Luskur Pelungl kuryu Andreu Hlrutu.
y Novel Kulutldhu kuryu Seno Gumlru A|ldurmu
y Buku kumpulun pulsl Otoblogrufl kuryu Suut Sltumorung
y Ayu Utuml (pengurung novel Sumun, Lurung) '|enur Muesu Ayu (pengurung Mereku Bllung Suyu Monyet, Jungun
Muln-Muln dengun Kelumlnmu dun Nuylu), Hudun Hlduyut (pengurung Tuun & Nyonyu Kosong, bersumu Murlunu
Amlnudln), Muhldln M 'uhlun (pengurung Tuhun I|lnkun Aku Men|udl Pelucur, Adum & Huwu)
Masih banyak sastrawan yang bermunculan dalam periode ini khususnya para cerpenis yang nama-namanya sudah tidak asing
lagi seperti :
y Budl 'urmu, Humsud 5ungkutl, Kuntowl|oyo, 'unurto.
y Murtln Aleldu mlsulnyu, mengungkut temu korbun polltlk bugl mereku yung terllbut PKI.
y Llndu Chrlstunty dengun untologlnyu, Kudu Terbung Murlu Plnto (2004)
Begitu juga dengan cerpenis baru yang diprediksikan akan menjadi sastrawan Indonesia selanjutnya, seperti nama-nama berikut :
y Eku Kurnluwun dulum kuryu pertumunyu, untologl cerpen Corut-Coret dl Tollet (2000), Cuntlk ltu Luku (2002),
Hurlmuu (2004), untologl cerpen Clntu tuk Adu Mutl (2005)
y Teguh Wlnursho (Bldudurl BersuyupBelutl, 2002), Hudun Hlduyut (Orung Suklt, 2001; Keluurgu Gllu, 2003) Muroell
Slmbolon (Buru Negerl 'ongeng, 2002; Clntu Tul Kuclng, 2003), Sutmoko Budl Suntoso (Jungun Membunuh dl Hurl
Subtu, 2003), Mustofu W Husylm (Apl Melluk dl Atus Butu Apung, 2004), Kurnlu Effendl (Senupun Clntu, 2004;
Berclntu dl Buwuh Bulun, 2004), Moh. Wun Anwur (Sepusung Muut, 2004), Yusrlzul KW (Kembull ke Pungkul Julun,
2004), Isbedy Stluwun (Perempuun Sunyl, 2004; 'uwul Kembull Berdentlng, 2004), Trlyunto Trlwlkromo (Anuk-
Anuk Mengusuh Plsuu, 2003), 'umhurl Muhummud (Lurus, Tubuhku bukun Mlllkku, 2005).
y Cerpenls wunltu yung muncul dulum llmu tuhun terukhlr lnl, |ugu tlduk duput dlubulkun kontrlbuslnyu. Seluln Llndu
Chrlstunty, muslh udu deretun cerpenls wunltu yung sebenurnyu leblh kuut dun mutung. Oku 5usmlnl (Sugru, 2002),
'|enur Muesu Ayu (Mereku Bllung Suyu Monyet, 2002; Jungun Muln-Muln (dengun Kelumlnmu, 2004), Muyu Wulun
(Membucu Perempuunku, 2002), Intun Purumudhltu (Slhlr Perempuun, 2005), Nukllu Amul (Lulubu, 2005), Weku
Gunuwun (Merputl dl Trufulgur Squure, 2004), Lublbuh Zuln (Addlcted to Weblog: Klsuh Perempuun Muyu, 2005),
Ucu Agustln (Kunukur, 2005), Evl Iduwutl (Mulum Perkuwlnun, 2005). Mereku berpeluung menglkutl |e|uk
senlornyu, Nh 'lnl, Tltls Buslno, Lellu S. Chudorl, 5utnu Indrswurl Ibruhlm utuu Ablduh el-Khulleqy.
Beberapa nama di atas menandakan bahwa perkembangan sastra Indonesia pasca-reformasi telah mengalami
peningkatan yang signifikan. Hal inilah yang sesungguhnya diharapkan oleh kita, sehingga dapat menghindari kecendrungan
stagnasi dalam kesusasteraan Indonesia
D. Jenis Karya Sastra yang Dihasilkan
Sastra pasca-reformasi merupakan gerbang yang menghantarkan sastra Indonesia kealam kebebasan yang selama ini
selalu diimpikan oleh setiap sastrawan, khususnya sastrawan Indonesia yang selama ini berada dalam kebuah kurungan yang
secara tidak langsung menghambat kreatifitas mereka. Dalam perkembangannya sastra pasca-reformasi lebih diramaikan oleh
cerpen-cerpen. Perkembangan cerpen dirasakan sangat cepat karena ruang dan kesempatan untuk berkarya lebih terbuka. Satu hal
yang memungkinkan cepatnya perkembangan cerpen karena dipengaruhi oleh sikap revolusionis, kepekaan masyarakat Indonesia
untuk sebuah perubahan yang cepat dan signifikan, sehingga menuntut kehadiran sebuah bentuk karya sastra yang bersifat santai,
cepat saji, dan mudah dipahami oleh seluruh pembaca dan kecendrungan itu mengarah pada cerpen.
Kehadiran karya sastra lain tidak dapat kita pungkiri dalam perkembangan sastra Indonesia pasca-reformasi ini. Contoh
konkret adalah novel. Beberapa novel malah menjadi Best seller di Indonesia, seperti Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy dan Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan keduanya sudah difilmkan. Selain cerpen dan novel, muncul juga beberapa
antologi cerpen dan puisi.
E. Karya yang Populer
Dalam perjalanan sastra Indonesia, periode pasca-reformasi merupakan masa paling semarak dan luar biasa. Kini,
karya-karya sastra terbit seperti berdesakan dengan tema dan pengucapan yang beraneka ragam. Faktor utama yang
memungkinkan sastra Indonesia berkembang seperti itu, tentu saja disebabkan oleh perubahan yang sangat mendasar dalam
sistem pemerintahan. Kehidupan pers yang terkesan serbabebas serbaboleh ikut mendorong terjadinya perkembangan itu. Maka,
kehidupan sastra Indonesia seperti berada dalam pentas terbuka. Di sana, para pemainnya seolah-olah boleh berbuat dan
melakukan apa saja.
Dibandingkan puisi, novel, dan drama, cerpen Indonesia pada paroh pertama pasca reformasi mengalami booming.
Cerpen telah sampai pada jatidirinya. Ia tak lagi sebagai selingan di hari Minggu. Kini, cerpenis dipandang sebagai profesi yang
tak lebih rendah dari novelis atau penyair. Cerpenis tak diperlakukan sebagai orang yang sedang belajar menulis novel. Kondisi
ini dimungkinkan oleh beberapa faktor berikut:
a. kesemarakan media massa suratkabar dan majalahtelah membuka ruang yang makin luas bagi para cerpenis
untuk mengirimkan karyanya. Di sana, rubrik cerpen mendapat tempat yang khas. Cerpen ditempatkan sama
pentingnya dengan rubrik lain. Bahkan, di surat-surat kabar minggu, ia seperti sebuah keharusan. Di situlah
tempat cerpen bertengger dan menyapa para pembacanya. Maka, hari Minggu adalah hari cerpen.
b. adanya kegiatan lomba menulis cerpen, memungkinkan cerpen tak hanya berada di hari Minggu, tetapi juga pada
event atau peristiwa tertentu. Majalah Horison setiap tahun menyelenggarakan lomba penulisan cerpen.
Begitupun Diknas, Pusat Bahasa atau lembaga lain yang juga melakukan kegiatan serupa. Sejak 1992, harian
Kompas memulai tradisi baru dengan memilih cerpen terbaik dan memberi penghargaan khusus untuk
penulisnya. Kegiatan ini mengangkat kedudukan cerpen dalam posisi yang istimewa.
c. terbitnya Jurnal Cerpen yang diasuh Joni Ariadinata, dkk. serta adanya Kongres Cerpen yang diselenggarakan
berkala dalam dua tahun sekali di Yogyakarta (1999), Bali (2001), Lampung (2003), dan kongres mendatang
di Pekanbaru (November 2005), berhasil mengangkat citra cerpen secara lebih terhormat. Kegiatan itu sekaligus
untuk menyosialisasikan keberadaan cerpen sebagai bagian dari kegiatan sastra. Bersamaan dengan itu, usaha
sejumlah penerbit melakukan semacam perburuan naskah cerpen untuk diterbitkan, memberi harga dan
martabat cerpen tampak lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya.
Meskipun posisi cerpen berada dalam keadaan yang begitu semarak dan memperoleh tempat istimewa, dalam hal
regenerasi boleh dikatakan belum cukup signifikan. Masalahnya, secara substansial sejumlah cerpenis muda yang muncul
belakangan, harus diakui, belum menunjukkan usahanya mengusung sebuah gerakan estetik yang kemudian menjadi sebuah
mainstream. Arus besar cerpen Indonesia pascareformasi masih tetap didominasi nama-nama lama yang memang telah menjadi
ikon cerpen Indonesia kontemporer. Cerpen Indonesia mutakhir masih tetap tak dapat menenggelamkan sejumlah nama yang
muncul justru sebelum terjadi reformasi, seperti Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Kuntowijoyo, Danarto, dan sederet panjang
nama lain yang tergolong pemain lama. Mereka masih tetap menjadi bagian penting dalam peta cerpen Indonesia pascareformasi.
Jadi, cerpenis lama dan baru, kini bertumpukan, semua ikut menyemarakkan peta cerpen Indonesia.
Martin Aleida misalnya, mengangkat tema korban politik bagi mereka yang terlibat PKI. Tetapi Martin termasuk
pemain lama. Setidaknya ia sudah matang sebelum terjadi reformasi. Maka, ketika terbit Leontin Dewangga (2003), kita terkejut
bukan karena ia sebagai pendatang baru, melainkan pada hasratnya mengangkat tema yang tak mungkin muncul pada zaman
Orde Baru. Dari sudut itu, ia telah memperkaya tema cerpen Indonesia. Kasus Martin Aleida tentu berbeda dengan Linda
Christanty yang juga sebenarnya termasuk pemain lama. Antologinya, Kuda Terbang Maria Pinto (2004) seolah-olah
memperlihatkan ketergodaannya pada model dan style yang sedang semarak pada saat itu. Pengabaian latar tempat dengan
permainan pikiran malah seperti sengaja membuyarkan unsur lain yang dalam kerangka strukturalisme justru menempati posisi
yang sama penting. Style itu memang pilihannya, dan Linda telah memilih cara itu.
Pendatang baru yang cukup menjanjikan muncul atas nama Eka Kurniawan. Karya pertamanya, antologi cerpen Corat-
Coret di Toilet (2000) mula hadir kurang meyakinkan. Tetapi ketika novelnya Cantik itu Luka (2002) terbit yang ternyata
mengundang kontroversi, namanya mulai diperhitungkan. Setelah itu terbit pula novel kedua, Lelaki Harimau (2004) yang
memamerkan kepiawaian melakukan eksperimen. Dalam antologi cerpen yang terbit belakangan, Cinta tak Ada Mati (2005), Eka
belum kehilangan semangat eksperimentasinya. Cerpen yang berjudul Bau Busuk menunjukkan kesungguhan Eka melakukan
eksperimen.
Azhari, cerpenis kelahiran Aceh adalah pendatang baru yang lain lagi. Cerpennya, Yang Dibalut Lumut yang
menjadi Juara Pertama Lomba Penulisan Cerpen Festival Kreativitas Pemuda, DepdiknasCreative Writing Institute
memperlihatkan kekuatannya dalam mengungkap kepedihan rakyat Aceh yang terjepit dalam konflik bersenjata antara aparat
keamanan (: TNI) dan Gerakan Aceh Merdeka. Ia juga berhasil menyajikan sebuah potret kultural dan tradisi rakyat Aceh yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keseharian masyarakat di sana. Antologi cerpen pertamanya, Perempuan Pala (2004)
memperlihatkan sosok Azhari yang matang dalam memandang persoalan Aceh dalam tarik-menarik sejarah dan kebudayaannya
yang agung dengan kondisi sosial dan politik yang menimpa rakyat Aceh yang justru menebarkan luka dan kepedihan. Boleh jadi
antologi ini merupakan potret yang merepresentasikan kegelisahan masyarakat Aceh dalam tarik-menarik itu.
Dengan kekuatan narasi yang hampir sama, Raudal Tanjung Banua hadir meyakinkan. Antologi cerpennya, Pulau Cinta
di Peta Buta (2003), Ziarah bagi yang Hidup (2004), dan Parang tak Berulu (2005) menunjukkan perkembangan
kepengarangannya yang makin kuat. Lihat saja, cerpennya Cerobong Tua Terus Mendera terpilih sebagai penerima Anugerah
Sastra Horison 2004. Cerpen yang lain, Tali Rabab termasuk 15 cerpen terbaik dalam sayembara itu. Salah satu kekuatan
Raudal adalah narasinya yang sanggup menciptakan suasana peristiwa begitu intens, metaforis, dan asosiatif. Pembaca dibawa
masuk ke dunia entah-berantah. Lalu, tiba-tiba merasa ikut menjadi saksi peristiwa yang diangkat cerpen itu.
Sejumlah nama cerpenis lain yang kelak menjadi sastrawan penting Indonesia, dapat disebutkan beberapa di antaranya:
Teguh Winarsho (Bidadari BersayapBelati, 2002), Hudan Hidayat (Orang Sakit, 2001; Keluarga Gila, 2003) Maroeli Simbolon
(Bara Negeri Dongeng, 2002; Cinta Tai Kucing, 2003), Satmoko Budi Santoso (Jangan Membunuh di Hari Sabtu, 2003),
Mustofa W Hasyim (Api Meliuk di Atas Batu Apung, 2004), Kurnia Effendi (Senapan Cinta, 2004; Bercinta di Bawah Bulan,
2004), Moh. Wan Anwar (Sepasang Maut, 2004), Yusrizal KW (Kembali ke Pangkal Jalan, 2004), Isbedy Stiawan (Perempuan
Sunyi, 2004; Dawai Kembali Berdenting, 2004), Triyanto Triwikromo (Anak-Anak Mengasah Pisau, 2003), Damhuri
Muhammad (Laras, Tubuhku bukan Milikku, 2005). Keseluruhan antologi itu menunujukkan kekuatan narasi yang lancar
mengalir dan kedalaman tema yang diangkatnya. Dalam lima tahun ke depan, mereka akan ikut menentukan perkembangan
sastra Indonesia.
Selain nama-nama itu, cerpenis wanita yang muncul dalam lima tahun terakhir ini, juga tidak dapat diabaikan
kontribusinya. Selain Linda Christanty, masih ada deretan cerpenis wanita yang sebenarnya lebih kuat dan matang. Oka Rusmini
(Sagra, 2002), Djenar Maesa Ayu (Mereka Bilang Saya Monyet, 2002; Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu, 2004), Maya
Wulan (Membaca Perempuanku, 2002), Intan Paramadhita (Sihir Perempuan, 2005), Nukila Amal (Laluba, 2005), Weka
Gunawan (Merpati di Trafalgar Square, 2004), Labibah Zain (Addicted to Weblog: Kisah Perempuan Maya, 2005), Ucu Agustin
(Kanakar, 2005), Evi Idawati (Malam Perkawinan, 2005). Mereka berpeluang mengikuti jejak seniornya, Nh Dini, Titis Basino,
Leila S. Chudori, Ratna Indrswari Ibrahim atau Abidah el-Khalieqy.
Yang menarik dari karya cerpenis perempuan ini adalah semangatnya melakukan gugatan. Tokoh-tokoh perempuan
yang dalam banyak karya para penulis laki-laki kerap menjadi korban dan tersisih, dalam karya para penulis perempuan itu,
justru cenderung berada dalam posisi yang sebaliknya. Tokoh laki-laki kerap digambarkan tersisih dan kalah sebagai pecundang
di bawah kekuasaan perempuan. Selain itu, mereka juga begitu berani mengangkat perkara seks untuk membungkus pesan
ideologi jendernya.
Deretan panjang nama-nama lain yang kerap muncul di hari Minggu, patut pula mendapat perhatian. Tentu dengan
melihat daya tahan dan konsistensinya mempertahankan kualitas dan kontribusi mereka bagi pemerkayaan khazanah cerpen
Indonesia mutakhir. Akhirnya, seperti sinyalemen Budi Darma, dalam keadaan overproduksi, pengamatan cerpen Indonesia
mutakhir dengan analisis yang mendalam, tak mungkin dapat dilakukan dalam rentang waktu yang pendek. Kita sekarang ini
seperti sedang berhadapan dengan air bah yang bernama cerpen Indonesia kontemporer dan kita hanyut terseret dalam gelombang
besar deras arusnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perkembangan sastra di Indonesia sepertinya mengalami problematika tersendiri. Terkadang periode kesusasteraan sulit
sekali ditentukan dimana sebuah periode itu dimulai. Secara teori sejarah kesusasteraan di Indonesia ini masih tergolong muda,
belum sampai berumur satu abad, sehingga masih banyak lobang-lobang yang perlu di gali. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu
bentuk kajian yang diharapkan mampu menarik dan menghidupkan sastra di Indonesia. Sastra Indonesia pasca-reformasi
merupakan contoh kecil dari sejarah kesusasteraan Indonesia yang masih muda ini. Perlu di ketahui bahwa dengan mempelajari
sastra berarti secara tidak langsung juga kita mempelajari sejarah yang membentuk sastra itu sendiri.
Setelah melakukan beberapa pendekatan yang disarankan, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
perkembangan sastra Indonesia pasca-reformasi telah sampai pada hakikatnya, yaitu bebas berekspresi. Reformasi telah
menghantarkan sastra Indonesia ini pada bentuk yang baru, bentuk yang lebih radikal dan transparan. Sebagai contoh adalah
cerpen, yang dalam perkembangannya sebelum reformasi tidak pernah mendapat tempat tertinggi dalam kesusasteraan Indonesia,
yang dahulu tidak pernah dianggap sebagai bagian dari karya sastra. Sastra pasca-reformasi ternyata mampu mengangkat cerpen
sebagai karya sastra yang paling diminati dan cepat berkembang.
Sekarang yang jadi permasalahan adalah apakah mampu sastra Indonesia ini memjadi solusi yang tepat dalam proses
pengintegrasian bangsa, yang pada kenyataannya telah sampai pada titik nadir. Sebenarnya ini merupakan ladang yang baik bagi
para sastrawan dan penikmat sastra untuk sampai pada esensi tertinggi dalam kesusasteraan.

You might also like