Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Di dunia ini, makhluk hidup ada yang sudah punah dan ada pula yang masih dapat mempertahankan jenisnya. Dan salah satu ciri makhluk hidup yaitu dapat menghasilkan keturunan untuk mempertahankan jenisnya. Salah satunya pada katak, mampu mempertahankan jenisnya dengan melalui reproduksi. Tahap-tahap reproduksi yaitu proses pertemuan antara sel kelamin jantan dan sel kelamin betina sehingga membentuk zigot lalu berkembang menjadi embrio dan seterusnya. Melalui tahapan itu terlebih dahulu ada tahap ovulasi yang dilakukan oleh katak betina yang merupakan proses terlepasnya sel telur yang telah matang dari ovarium dengan bantuan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa. Untuk mengetahui proses ovulasi khususnya pada katak dan untuk menambah pengetahuan kita agar dapat memperoleh telur katak yang sesuai dengan jumlah yang diinginkan, maka diadakanlah praktikum yang berjudul Induksi Ovulasi pada Katak.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan diadakannya praktikum ini yaitu untuk memperoleh telur dan proses pembuahan pada saat yang diinginkan dalam jumlah yang banyak.
berbeda. Lapisan dalam tipis, viskositas tinggi, sehingga sukar ditembus bila tanpa enzim tertentu; lapisan tengah: viskositas sedang; lapisan luar: paling tebal, viskositas rendah (Syahrum, 1994). Kebanyakan hewan yang berovarium massif (buta), hanya beberapa yang berongga, contohnya katak; berongga atau massif namun yang selalu lewat sesekali letusan pada ovum. Pada mamalia tempat ovulasi itu sering ditandai dengan bintik merah karena terjadinya pendarahan kecil di tempat itu. Proses ovulasi diawali oleh terbentuknya tonjolan atau bengkak di kulit ovarium, lalu meletus dan keluarlah ovum yang biasanya masih diselimuti oleh sel folikel. Pada hewan vertebrata rendah seperti amfibi, sel-sel folikel itu tidak terbawa oleh ovum (Anonim, 2011).
a. b. c. d. e.
Katak betina (Rana cancarivora) 1 ekor Katak jantan (Rana cancarivora) 1 ekor Alkohol 70% Kapas Aquades
C. Prosedur Kerja
1. Membedah katak jantan kemudian mengambil kelenjar pituitarinya. 2. Meletakkan kelenjar pituitari dalam cawan petri kemudian menggerusnya dalam mortal. 3. Memberikan sedikit aquadestilasi pada pituitari kemudian dimasukkan dalam spoit. 4. Melakukan penyuntikan/injeksi pada katak betina dari kelenjar pituitari katak jantan. 5. Menyimpan katak betina dalam kolam pemeliharaan.
cawan petri
Dicentrifuge
Stripping
Kolam
Tempat injeksi
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kelenjar pituitary terletak di dasar cranial yaitu pada tengkorak atas. Kelenjar tersebut diangkat dari cranial dengan hati-hati, terutama pada saat melakukan pengguntingan pada daerah otak agar tidak terjadi pendarahan. Pada pengamatan kelenjar pituatari dimana kelenjar tersebut berwarna putih, dan ukurannya sangat kecil. Kelenjar tersebut berada di bawah kranium, yang kemudian dikerus dengan melakukan penambahan aquades agar mudah larut, kemudian dimasukkan dalam centrifuge, kemudian akan tampak kedua lapisan tersebut dipisahkan dari endapannya yang terdapat di dasar tabung dan tidak digunakan lagi, sedangkan cairan bening terdapat pada lapisan pertama diambil kemudian diinjeksikan pada katak betina. Potensial kerja hormonal akan berpengaruh apabila tercampur dengan darah. Kelenjar hipofisa katak yang diambil melalui hiposektomi merupakan sumber hormon FSH dan LH yang dapat digunakan untuk menginduksi ovulasi. Potensi kerja kelenjar akan mengalami penurunan apabila berada pada suhu kamar dalam beberapa jam. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil kerja berupa ekstrak atau suspensi maka ditambahkan NaCl fisiologis. Dan begitu pula pada waktu penghancuran kelenjar sangat diperlukan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan. Penyuntikan dilakukan dengan memperhatikan bagian abdomen dan diperlukan kehati-hatian agar tidak mengenai pembuluh darah. Pada tahap penyuntikan dimana pada bagian abdomen dari katak betina di suntikkan cairan pituitari yang telah dimasukkan ke dalam centrifuge, kemudian katak
tersebut dibiarkan di kolam yang telah diisi dengan air, kemudian katak tersebut dibiarkan selama 24 jam, setelah itu barulah kita melangkah pada tahap berikutnya yaitu stripping. Pada tahap stripping dimana setelah dilakukan pemijatan, tidak terdapat telur-telur yang siap untuk dibuahi, hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang kami lakukan termasuk gagal. Ada beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya kegagalan dalam praktikum ini, yaitu sebagai berikut: a. Katak yang digunakan pada saat praktikum belum dewasa. b. Katak yang digunakan pada saat praktikum dalam keadaan stress. c. Ada kemungkinan bahwa ketika melakukan injeksi pada katak betina, hanya sampai pada daerah bawah kulit dan tidak sampai menembus otot atau daerah yang disuntik atau diinjeksikan kemungkinan mengenai organ lain di dalam tubuh katak. d. Adanya pengaruh suhu terhadap aktifitas hormon. e. Kemungkinan yang diinjeksikan pada katak terlalu sedikit, sehingga cairan tersebut tidak dapat merangsang terjadinya ovulasi katak. f. Kurang sterilnya alat-alat bedah ataupun ketika membuat suspensi, sehingga kelenjar hipofisis menjadi tercemar mengakibatkan hormon FSH dan LH terhambat dalam bekerja. g. Kemungkinan terjadinya pendarahan otak pada saat pengangkatan kelenjar pituitari sehingga potensi kerja hormonal menurun. Bisa juga dikarenakan rentang waktu antara penyuntikan dan stripping kurang dari 24 jam.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa ovulasi tidak terjadi meski telah dirangsang dengan menginduksi ovarium katak menggunakan ekstrak kelenjar pituitari katak lain yang mengandung hormon FSH dan LH. Dan faktor yang menyebabkan praktikum ini tidak berhasil sehingga tidak diperoleh telur dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang telah ditentukan yaitu jumlah kelenjar pituitary yang sedikit, pengaruh suhu yang tidak sesuai, dan kesalahan dalam proses penginjeksian.
B. Saran 1. Diharapkan agar praktikan lebih berhati-hati dan teliti dalam melakukan praktikum. 2. Diharapkan agar asisten dapat mendampingi praktikan dengan baik agar dapat
meminimalisir kesalahan yang terjadi pada saat praktikum. 3. Diharapkan agar pengadaan sarana dalam praktikum dapat lebih ditingkatkan agar proses praktikum bisa berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. 2011. Pedoman Kerja Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar: Universitas Negeri Makassar. Anonim. 2011. Ovulasi. http://cyber-biology.blogspot.com. Diakses pada tanggal 27 Desember 2011. Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya. Syahrum, Mohamad Hatta, dkk. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ville, Walker, dan Barnes. 1984. Zoology Umum Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.