Professional Documents
Culture Documents
Si
Pelatihan bercirikan :
Pentingnya pelatihan adalah tujuan atau outcome dari pelatihan itu sendiri yaitu
memberikan pembekalan kepada karyawan mengenai wacana, dan keterampilan guna
mencapai tujuan sebuah organisasi/perusahan.
Adalah sebuah pelatihan mengenai sebuah wacana baru yang harus disosialisasikan
kepada peserta dengan tujuan wacana baru tersebut dapat meningkatkan
pencapaian tujuan organisasi/perusahaan.
Hard skill bersifat sangat teknis, maka cukup mudah dipelajari berdasarkan panduan,
dan mudah diukur hasil pelaksanaannya, sehingga sertifikasi keahlian biasanya
banyak di selenggarakan berdasarkan hard skill.
Pengukuran bersifat Kuantitatif untuk dapat melihat hasil pelatihan.
Soft Skill bersifat intangible, cukup sulit diukur karena parameter pengukurannya tidak
sebaku pengukuran pada Hard Skill. Sertifikasi biasanya diberikan bukan berdasarkan
kompetensi, melainkan berdasarkan pemahaman individual.
Pengukuran bersifat kualitatif untuk melihat pemahaman peserta pelatihan.
• Salesmanship • Leadership
• Marketing Mix • Komunikasi
• IT/Komputer Skill • Motivasi
• Management System • Mind Set
• ISO • Team Building
• Finance • Ethos
• General Affair • Teknik Presentasi
• Perpajakan • Coaching
• Audit • Pengembangan Diri
• Operation Skill • Kecerdasan Emosi
• HR Management • Interpersonal Communication Skill
• Distribution • dll
• Capital Market
• dll
Berdasarkan penjelasan di atas maka, bila kita berbicara mengenai sertifikasi, maka idiom yang
kita pahami adalah sertifikasi hard skill, yang merupakan keterampilan teknis seseorang dalam
memahami disiplin ilmu tertentu.
Jenis pelatihan sertifikasi ini biasanya adalah Competency Based Training, dimana praktek
lebih banyak daripada teori. Dengan demikian para peserta akan menjadi terampil dan mahir
menguasai bidang yang dipilihnya.
Dari ruang lingkup kompetensi tersebut maka sebagai sarana kepastian dalam menguji
keterampilan , diterbitkanlah sertifikat yang merupakan sebuah parameter dari kompetensi itu
sendiri.
Jenis dan macam sertifikasi ini bermacam-macam sesuai dengan ruang lingkup
kompetensinya. Hal ini ditegaskan dalam Unang Undang No 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 18 sebagai berikut ;
Pasal 18
(1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti
pelatihan kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.
(2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
sertifikasi kompe tensi kerja.
(3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti
oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.
(4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi
profesi yang inde penden.
(5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan mengacu pada pemahaman di atas maka yang dimaksud dengan Pelatihan Berbasis
Kompetensi atau Competency Based Training (CBT) adalah suatu cara pendekatan pelatihan
kejuruan yang penekanan utamanya adalah pada apa yang dapat dikerjakan seseorang sebagai
hasil dari pelatihan (training outcome).
Dalam hal penilaian maka sistem penilaian pada CBT adalah penilaian yang berdasarkan
patokan atau Criterion Reference Assesment, bukan penilaian berdasarkan norma atau Norm
Reference Assesment.
Jadi terdapat beberapa hal yang dibutuhkan dalam pelatihan berbasis kompetensi, diantaranya
adalah :
1. Standar Kompetensi
1. Unit-unit Dasar
Unit ini merupakan dasar bagi semua jalur kompetensi di bidangnya
sehingga harus dikuasai oleh pekerja sesuai bidangnya sebelum
menguasai kompetensi lainnya.
2. Unit-unit Inti
Unit inti mendefinisikan kompetensi umum antar berbagai posisi dalam
kelompok-kelompok industri. Secara normal unit-unit inti dibagi dalam
bidang-bidang yang dimasukkan dalam tingkatan yang berbeda dari
struktur klasifikasi.
3. Unit-unit spesialisasi
Unit-unit spesialisasi menggambarkan berbagai tingkat kompetensi
yang yang dibutuhkan antar industri. Unit-unit spesialisasi dibagi dalam
bidang-bidang yang menggambarkan tingkat-tingkat kesulitan, dan
berhubungan dengan tingkat klasifikasi melalui sistem poin atau kredit.
Dengan adanya pengujian maka akan diketahui bahwa seseorang telah memiliki suatu
kompetensi atau belum. Oleh karena itu pengujian merupakan bagian yang penting dari
sistem CBT. Tujuan dari pengujian adalah untuk menguji kompetensi, namun dengan
pengujian maka seringkali kita dapat menguji validitas sebuah pelatihan.
Bila seorang peserta pelatihan diuji kompetensi yang dimilikinya dan kemudian peserta
pelatihan tersebut berhasil lulus, maka kita yakin bahwa peserta pelatihan telah cukup
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk dapat melaksanakan
tugas-tugas dalam industri atau pekerjaan. Pengujian merupakan tahap akhir dari
keseluruhan proses yang dilakukan oleh peserta pelatihan.
• Keabsahan/Validitas
• Dapat diandalkan/Realibilitas
• Fleksibelitas
• Keadilan
• Efektif dan Efisien
• Transparansi
• Berpusat kepada Trainee
• Bagian dari Pelatihan
Pengujian kerja nyata dilakukan di tempat kerja yang sesungguhnya, dan berada di
antara masalah-masalah yang terjadi sehari-hari di tempat kerja, yang memiliki situasi,
peralatan, perlengkapan dan sistem yang sudah ada di tempat kerja tersebut. Jadi
pengujian kerja nyata merupakan sebuah pengamatan dari kegiatan-kegiatan normal
yang terjadi saat bekerja.
2. Pengujian Simulasi Kerja
Pengujian Simulasi Kerja sama dengan pengujian di tempat kerja tetapi tidak dilakukan
di tempat kerja. Ini dilakukan bila pengujian kerja nyata tidak memungkinkan karena
berbahaya, membutuhkan biaya mahal atau saat pengujian dilangsungkan jenis
pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi tersebut tidak mungkin dilakukan.
3. Pengujian Tertulis
Pengujian Lisan dilakukan di mana peserta uji / pelatihan berbicara dengan jelas
tentang apa yang tercakup dalam tugasnya. Pengujian ini berhubungan dengan tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi, atau menjelaskan suatu ketrampilan dalam pekerjaan
yang dilakukannya dalam ujian.
Untuk menyampaikan CBT yang fleksibel maka pengajar diharapkan mampu bermain
dalam tiga peran utama dalam penyajian pelatihan, yaitu sebagai instruktur, fasilitator,
dan pembentuk mekanisme.
a. Dalam metoda klasikal atau lock-step maka semua peserta maju pada saat yang
sama dan sesuai urutan yang sama pula.
Pelatihan adalah sebuah aktifitas yang cukup kompleks dan harus direncanakan
dengan matang sehingga dapat menjawab kebutuhan dan memberikan hasil yang
tepat.
Ada 3 (tiga) tahap dalam melaksanakan sebuah pelatihan yang efektif, yaitu:
1. Pre Training
2. On Going Training
3. Post Training
1. Pre Training
2. On Going Training
a. Memilih Metode
b. Teknik Komunikasi
3. Post Training
I. PRE TRAINING
Tingkatan Organisasi:
Analisis di tingkat ini berusaha mengetahui apa tujuan yang ingin dicapai oleh
perusahaan dan juga apakah ada cukup sumberdaya di dalam organisasi untuk
memastikan bahwa perbaikan yang ingin dicapai dapat terjadi.
Contoh:
tujuan utama perusahaan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk
memastikan adanya lingkungan kerja yang aman dan sehat sehingga karyawan dapat
bekerja dengan kondisi kesehatan fisik maupun mental yang optimal. Tujuan utama ini
didasari oleh beberapa pemikiran, antara lain sebagai berikut:
- Legalitas: Untuk memenuhi tuntutan legal dan menghindarkan adanya sanksi
dari pemerintah jika perusahaan tidak memenuhi standar keamanan dan
kesehatan di tempat kerja.
Untuk memperoleh informasi seperti di atas, pihak perancang pelatihan dapat mengadakan
kegiatan seperti wawancara atau Focus Group Discussion (FGD) dengan peserta dari
pihak manajemen perusahaan. Metode temu muka seperti ini akan sangat bermanfaat
dalam mengumpulkan informasi mengenai sikap dan buy-in pihak manajemen, karena
kesuksesan pelatihan baik dari segi pelaksanaan maupun hasilnya akan tergantung pada ada
atau tidaknya dukungan dari pihak manajemen.
Pertanyaan yang dapat diajukan dalam wawancara atau FGD antara lain:
- Apakah visi dan target perusahaan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja?
- Apakah ada tugas atau tanggung jawab karyawan yang perlu diubah untuk dapat
memenuhi target ini? Jika iya,
- Apakah sikap karyawan di tempat kerja dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja
perlu diubah?
- Hal-hal apa sajakah yang bisa menimbulkan resiko kesehatan/ keselamatan di tempat
kerja? Bagaimana cara perusahaan mengontrol resiko tersebut?Apakah ada langkah-
langkah yang perlu diketahui semua karyawan dalam rangka melakukan kontrol tersebut
Tingkatan Operasional
Tingkatan ini berkaitan dengan job requirement. Untuk mengumpulkan informasi mengenai
Knowledge, Skills dan Attitudes (KSA) yang dibutuhkan oleh perusahaan, pihak perancang
pelatihan dapat melakukan kegiatan antara lain: melakukan analisis terhadap job description
yang sudah ada, membagikan kuesioner, dan observasi. Mengingat tingginya biaya serta waktu
yang dibutuhkan untuk wawancara atau FGD, kedua kegiatan ini hanya perlu dilakukan di
tingkat operasional untuk pekerjaan yang dianggap sangat penting. Pertanyaan yang dapat
diajukan di tingkatan ini antara lain:
Tingkatan Individu
Analisis di tingkat ini akan difokuskan pada KSA yang dibutuhkan oleh individu. Karyawan
membutuhkan pelatihan baik untuk prestasi pribadi dan juga untuk memenuhi tuntutan
pekerjaan (yang pada akhirnya akan mempengaruhi karir seperti kenaikan gaji atau promosi).
Data SDM yang sudah ada mengenai pelatihan yang telah diikuti karyawan sebelumnya dapat
digabungkan dengan hasil survei untuk mengetahui kesenjangan antara target perusahaan
(dalam kasus ini di bidang kesehatan dan keselamatan kerja) dengan KSA karyawan yang telah
dicapai selama ini.
Dengan demikian identifikasi kebutuhan pelatihan dapat secara efektif dapat dipastikan
.
Setelah identifikasi kebutuhan pelatihan dapat ditentukan, maka dengan mudah dapat
ditentukan sasaran atau outcome dari pelatihan yang akan diberikan.
Penentuan sasaran ini dibuat dengan matrix atau parameter yang disusun berdasarkan
hasil TNA yang telah dilakukan.
Contoh:
Dari hasil TNA, didapatkan data bahwa pelatihan yang diperlukan adalah kemampuan
Supervisory. Dengan demikian sasaran pelatihan yang harus dibuat adalah
pengembangan kemampuan supervisory/Leadership Skill untuk level Supervisor.
Maka untuk lebih memastikan sasaran yang tepat untuk pelatihan Leadeship Skill
tersebut maka dibuatlah sebuah matrix yang akan menggambarkan batasan pelatihan
tersebut.
Dengan bantuan matrix tersebut, maka batasan pelatihan dapat ditentukan, sehingga
pada langkah selanjutnya , yaitu penyusunan materi yang tepat sasar dapat disusun.
Mialnya dalam aksus diatas mayteri yang diperlukan dan lebih ditekankankan adalah
Communication Skill.
Bagan matrix dapat disesuaikan berdasarkan divisi terkait dan jumlah responden.
3. Mempersiapkan Materi
Berdasarkan matrix dan hasil ukur, serta sasaran/outcome pelatihan yang telah
ditentukan, maka langkah berikutnya adalah memperisapkan serta menyusun materi
pelatihan.
Sifat Materi Pelatihan Yang Efektif :
Materi tidak harus menjadi panjang dan berbelit demi penciptaan kesan kesungguhan,
tetapi benar - benar merupakan bahan kajian dan latihan bagi peserta .
Selain dari sharing knowledge, materi pelatihan harus dapat menciptakan pengalaman,
sehinga tetap dapat diingat, dan dengan mudah dapat diimplementasikan oleh peserta.
50% Teori
50 & Praktek
Banyak pelatihan yang lebih menitik beratkan pada praktek saja atau teori saja, kedua
sisi baik teori maupun praktek mempunyai pemberdayaan yang tinggi dan penting.
Kedua duanya harus seimbang.
Sumber Materi
1. kepustakaan
2. Internet
3. Pengalaman
Dari ketiga sumber di atas, maka penyusunan materi tidak lagi difokuskan darimana
sumber materi, tetapi mearmu materi menjadi materi yang tepat sasar dan tepat saji.
Hal ini tidak mudah, karena materi harus mampu menggapai dua aspek yaitu :
2. Aspek Pengalaman
Dimana materi juga harus mampu menjadi sebuah pengalaman melalui group
discussion role play atau , analisa kasus.
4. Analisa Kasus
Dari hasil manajemen meeting, penurunan penjualan disebabkan karena para sales
kanvas yang jumlahnya lebih dari 100 orang tidak maksimal dalam melakukan
penjualan. Fakta lain membuktikan bahwa biaya bahan bakar kendaraan operasional
meningkat cukup tajam.
Melalui metode holistic learning yaitu metode sukses dalam pembelajaran sepanjang
sejarah dunia. Mencakup diantaranya ada 17 metode :
a. Learning Conditioning
Mengkondisikan suasana sesuai materi setiap sesi. Baik kapan harus diam, kapan boleh
menulis dan kapan boleh bicara. Dilakukan langsung maupun tidak langsung oleh
instruktur dan kru.
b. Active Interaction
Interaksi pendengaran maupun interaksi pandangan antara trainer dengan peserta
pelatihan. Interaksi pendengaran dilakukan ketika presentasi dan penjelasan.
Penyampaian dengan bahasa yang mudah diterima, tidak puitis, memperhatikan
intonasi, empati terhadap makna setiap kalimat serta kadang diam sesaat di tengah-
tengah penjelasan. Interaksi pandangan dengan ekspresi wajah dan tersenyum.
c. Applied-Learning Method
Adalah praktek yang dilakukan baik oleh instruktur dan kru maupun oleh para peserta
pelatihan.
g. Story Telling
Hati dan jiwa manusia secara fitrah suka terhadap cerita. Dengan menggunakan cerita
setiap peserta mudah mengingat setiap tahapan. Cerita juga membuat proses pelatihan
menjadi menarik.
i. Body Language
Menggunakan gerakan/isyarat dalam pelatihan untuk memperjelas, membuat lebih
pasti, terang dan menarik perhatian peserta, membuat makna yang dimaksud semakin
melekat di pikiran serta menghemat waktu.
l. Self Reflection
Memberikan kesempatan kepada setiap peserta untuk menjawab sendiri suatu
pertanyaan, kata-kata bijak, petuah atau kisah berhikmah.
q. Honesty
Tidak mengetahui sesuatu bukanlah aib dan kekurangan bagi instruktur maupun
peserta. Instruktur harus menanamkan sikap mulia berani mengakui ketidaktahuan ke
dalam jiwa setiap peserta. Juga sebaliknya, peserta harus jujur akan materi yang
disampaikan sudah diterima dengan baik atau belum.
Sebenarnya telah tercantum dalam point 1 diatas, bagaimana berkomunikasi tidak hanya
dengan kata kata saja, melainkan menggunakan segala bentuk representasi yang dapat
digunakan.
Dalam poin 2 , ini kita membahasa hal yang lebih spesifik yaitu bagaimana mengakses sebuah
state learning kepada peserta training.
- Visual, atau lebih mampu menerima informasi berdasarkan hal hal yang dapat
dilihat
- Auditory, atau lebih mampu menerima informasi berdasarkan hal hal yang
dapat didengar
- Kinesthetic, atau lebih mampu menerima informasi berdasarkan hal-hal yang
dapat dirasakan.
Representasi manusia tidak sama dan berbeda –beda, dalam sebuah pelatihan, agar
dapat menjangkau setiap representasi para peserta, maka penyampaian materi harus
berisi kalimat/komunikasi yang mencakup ketiga representasi tersebut. Dengan
demikian setiap peserta didik akan dapat menerima informasi yang disampaikan tanpa
harus repot untuk mencari tahu satu persatu apa representasi masing masing peserta.
2. Pacing- Leading
Komunikasi yang efektif dalam sebuah pelatihan, akan terjalin bila seorang fasilitator
mampu menjaga sebuah state pelatihan dengan teknik pacing – leading.
Contoh:
“Seringkali saya sulit untuk mendapatkan alasan yang tepat untuk mengadakan sebuah
pelatihan, karena pihak manajemen tidak mempunyai waktu untuk menyampaikan
secara detail kebutuhan dan permasalahan utama organisasi.”
Contoh:
“Nah, kita telah mebtehaui bersama –sama teknik negosiasi yang efektif, mulai saat ini, kita akan
menggunakan teknik ini dengan matang .”
3. Ice Breaking
Ice Breaking adalah sebuah teknik komunikasi yang bertujuan memecahkan kebosanan
atau kekeringan sebuah pengajaran. Ice breaking bsia dilakukan dengan sebuah games,
humor, atau diskusi yang mengajak setiap peserta secara aktif kembali memasuki
suasana pelatihan.
4. Role Play
Setiap peserta diberikan waktu lima menit, untuk membuka sebuah acara pelatihan
dengan menggunakan teknik komunikasi dan metode yang telah disharingkan di atas.
III. POST TRAINING/ TRAINING EVALUATION
Perkembangan bisnis dan persaingan antar organisasi dewasa ini bergerak dengan cepat
dan dinamis. Program pelatihan dan pengembangan (training and development) sebagai
bagian integral dari proses pengembangan SDM menjadi penting dan strategis dalam
mendukung visi dan misi organisasi. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan program
pelatihan, maka diperlukan suatu fungsi kontrol yang dikenal dengan evaluasi.
Evaluasi pelatihan memiliki fungsi sebagai pengendali proses dan hasil program pelatihan
sehingga akan dapat dijamin suatu program pelatihan yang sistematis, efektif dan efisien.
Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan dalam program pelatihan. Evaluasi pelatihan lebih difokuskan pada peninjauan
kembali proses pelatihan dan menilai hasil pelatihan serta dampak pelatihan yang dikaitkan
dengan kinerja SDM.
1) Model CIPP,
2) Model Empat level,
3) Model ROTI (Return On Training investment),
Context (Konteks)
berfokus pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan
peluang yang melayani pembuatan keputusan dari perencanaan program yang sedang
berjalan, berupa diagnostik yakni menemukan kesenjangan antara tujuan dengan
dampak yang tercapai.
Input (Masukan)
berfokus pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi disan dan
cost-benefit dari rancangan yang melayani pembuatan keputusan tentang perumusan
tujuan-tujuan operasional.
Process (Proses)
memiliki fokus lain yaitu menyediakan informasi untuk membuat keputusan day to day
decision making untuk melaksanakan program, mambuat catatan atau “record”, atau
merekam pelaksanaan program dan mendeteksi atau pun meramalkan pelaksanaan
program.
Product (Produk)
berfokus pada mengukur pencapain tujuan selama proses dan pada akhir program.
Merupakan model evaluasi pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh Donald. L.
Kirkpatrick (1959) dengan menggunakan empat level dalam mengkategorikan hasil-
hasil pelatihan. Empat level tersebut adalah level reaksi, pembelajaran, perilaku dan
hasil.
Reaksi
dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang didisain agar mengetahui opini dari para
peserta pelatihan mengenai program pelatihan.
Pembelajaran
mengetahui sejauh mana daya serap peserta program pelatihan pada materi pelatihan
yang telah diberikan.
Perilaku
diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah laku peserta
(karyawan) dalam melakukan pekerjaan.
Hasil
untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara
keseluruha.
Model ROTI yang dikembangkan oleh Jack Phillips merupakan level evaluasi terakhir
untuk melihat cost-benefit setelah pelatihan dilaksanakan. Kegunaan model ini agar
pihak manajemen perusahaan melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal dan hanya
merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.
Sehingga dapat dilihat dengan menggunakan hitungan yang akurat keuntungan yang
dapat diperoleh setelah melaksanakan pelatihan, dan hal ini tentunya dapat
memberikan gambaran lebih luas, apabila ternyata dari hasil yang diperoleh ditemukan
bahwa pelatihan tersebut tidak memberikan keuntungan baik bagi peserta maupun bagi
perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa model evaluasi ini merupakan tambahan dari model evaluasi
Kirkpatrick yaitu adanya level ROTI (Return On Training Investment), pada level ini
ingin melihat keberhasilan dari suatu program pelatihan dengan melihat dari Cost-
Benefit-nya, sehingga memerlukan data yang tidak sedikit dan harus akurat untuk
menunjang hasil dari evaluasi pelatihan yang valid.
Formulasi ROTI :
Total Keuntungan Dikurangi dengan Total Biaya Dibagi Total Biaya dikali 100%
Penerapan model evaluasi empat level dari Kirkpatrick dalam pelatihan dapat diuraikan
dengan persyaratan yang diperlukan sebagai berikut.
Level 1: Reaksi
Evaluasi reaksi ini sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan.
Komponen-komponen yang termasuk dalam level reaksi ini yang merupakan acuan untuk
dijadikan ukuran. Komponen-komponen tersebut berikut indikator-indikatornya adalah:
1. Instruktur/ pelatih. Dalam komponen ini terdapat hal yang lebih spesifik lagi yang
dapat diukur yang disebut juga dengan indikator. Indikator-indikatornya adalah
kesesuaian keahlian pelatih dengan bidang materi, kemampuan komunikasi dan
ketermapilan pelatih dalam mengikut sertakan peserta pelatihan untuk berpartisipasi.
2. Fasilitas pelatihan. Dalam komponen ini, yang termasuk dalam indikator-
indikatornya adalah ruang kelas, pengaturan suhu di dalam ruangan dan bahan dan
alat yang digunakan.
3. Jadwal pelatihan. Yang termasuk indikator-indikator dalam komponen ini adalah
ketepatan waktu dan kesesuaian waktu dengan peserta pelatihan, atasan para peserta
dan kondisi belajar.
4. Media pelatihan. Dalam komponen ini, indikator-indikatornya adalah kesesuaian
media dengan bidang materi yang akan diajarkan yang mampu berkomunikasi
dengan peserta dan menyokong instruktur/ pelatihan dalam memberikan materi
pelatihan.
5. Materi Pelatihan. Yang termasuk indikator dalam komponen ini adalah kesesuaian
materi dengan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dengan topik pelatihan yang
diselenggarakan.
6. Konsumsi selama pelatihan berlangsung. Yang termasuk indikator di dalamnya
adalah jumlah dan kualitas dari makanan tersebut.
7. Pemberian latihan atau tugas. Indikatornya adalah peserta diberikan soal.
8. Studi kasus. Indikatornya adalah memberikan kasus kepada peserta untuk
dipecahkan.
9. Handouts. Dalam komponen ini indikatornya adalah berapa jumlah handouts yang
diperoleh, apakah membantu atau tidak.
Level 2: Pembelajaran
Pada level evaluasi ini untuk mengetahui sejauh mana daya serap peserta program
pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan, dan juga dapat mengetahui dampak
dari program pelatihan yang diikuti para peserta dalam hal peningkatan knowledge, skill
dan attitude mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan. Pandangan yang sama
menurut Kirkpatrick, bahwa evaluasi pembelajaran ini untuk mengetahui peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dari materi pelatihan.
Oleh karena itu diperlukan tes guna utnuk mengetahui kesungguhan apakah para peserta
megikuti dan memperhatikan materi pelatihan yang diberikan.
Dan biasanya data evaluasi diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengukuran
sebelum pelatihan atau tes awal (pre-test) dan sesudah pelatihan atau tes akhir (post-test)
dari setiap peserta. Pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga mencakup
semua isi materi dari pelatihan.
Level 3: Perilaku
Pada level ini, diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah laku
peserta (karyawan) dalam melakukan pekerjaan.
Dan juga untuk mengetahui apakah pengetahuan, keahlian dan sikap yang baru sebagai
dampak dari program pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan di dalam
perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja/
kompetensi di unit kerjanya masing-masing.
Level 4: Hasil
Hasil akhir tersebut meliputi, peningkatan hasil produksi dan kualitas, penurunan harga,
peningkatan penjualan. Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk
menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan.
Sasaran pelaksanaan program pelatihan adalah hasil yang nyata yang akan disumbangkan
kepada perusahaan sebagai pihak yang berkepentingan. Walaupun tidak memberikan hasil
yang nyata bagi perusahan dalam jangka pendek, bukan berarti program pelatihan tersebut
tidak berhasil.
Ada kemungkinan berbagai faktor yang mempengaruhi hal tersebut, dan sesungguhnya hal
tersebut dapat dengan segera diketahui penyebabnya, sehingga dapat pula sesegera
mungkin diperbaiki. .
Proses pengukuran dan pengumpulan data evaluasi yang lebih rinci dapat dilihat dari tabel
1 berikut:
Tabel 1
Proses Pengukuran dan Pengumpulan Data
Level Evaluasi Deskripsi Metode Pengumpulan Data
1. Reaksi Mengukur tingkat kepuasan peserta Survai dengan skala
pelatihan terhadap program pelatihan pengukuran yaitu skala Likert.
yang diikuti.
2. Pembelajaran Mengukur tingkat pembelajaran yang Formal tes (tertulis)
dialami oleh peserta pelatihan.
3. Perilaku Mengukur implementasi hasil pelatihan Action Plan, observasi
di tempat kerja.
4. Hasil Mengukur keberhasilan pelatihan dari Evaluasi action plan dan data
sudut pandang bisnis dan organisasi laporan hasil kerja.
yang disebabkan adanya peningkatan
kinerja/komtenesi peserta pelatihan.
Pengukuran dan evaluasi adalah instrumen yang berguna untuk membantu menginternalisasi
hasil pelatihan. Uraian secara rinci tentang bidang kerja evaluasi yang mencakup level data,
fokus data dan kegunaan data dapat dilihat pada tabel-2 berikut ini.
Tabel 2
Bidang Kerja Evaluasi
Bidang Evaluasi
Level Data Fokus Data Kegunaan Data
Level1: Fokus pada program Untuk mengungkap apa yang
Reaksi dan atau kepuasan pelatihan, fasilitator dan dipikirkan peserta terhadap
dan rencana tindakan bagaimana aplikasinya. program – kepuasan
terhadap program pelatihan
dan pelatih. Mengukur
dimensi lain: rencana
tindakan peserta sebagai hasil
pelatihan, bagaimana
implementasi kebutuhan,
program, atau proses yang
baru, bagaimana mengguna
kan kapabilitas baru.
Digunakan untuk
menyesuaikan atau
memperbaharui isi, desain,
atau pelaksanaan pelatihan.
Proses dari pengembangan
rencana tindakan,
mempertinggi transfer dari
pelatihan tempat kerja. Data
rencana tindakan dapat
digunakan untuk
menentukan poin fokus
untuk tindak lanjut evaluasi
serta membandingkan hasil
yang ada dengan standar.
Temuan ini dapat ditujukan
untuk peningkatan mutu
program.
Level 2: Fokusnya adalah pada Mengukur pengetahuan,
Belajar partisipan serta berbagai fakta, proses, prosedur,
dukungan mekanik untuk teknik atau keterampilan
belajar. yang telah diperoleh dari
pelatihan. Mengukur hasil
belajar harus objektif, dengan
indikator kuantitatif
mengenai pengetahuan serta
pengertian yang telah
dimiliki. Data ini digunakan
untuk membuat pengaturan
program, isi, desain dan
pelaksanaan.
Level 3: Fokusnya adalah pada Mengukur perubahan
Aplikasi dan atau partisipan, tempat kerja, dan perilaku pada pekerjaan. Ini
implementasi pekerjaan dukungan mekanis untuk juga meliputi aplikasi spesifik
mengaplikasikan hasil belajar. dari keterampil an,
pengetahuan khusus yang
telah dipelajari dalam
pelatihan. Ini diukur setelah
Bidang Evaluasi
Level Data Fokus Data Kegunaan Data
hasil pelatihan di
implementasi kan di tempat
kerja. Menghasilkan data
yang mengindikasikan
frekuensi dan efektifitas
aplikasi pekerjaan. Jika
berhasil perlu diketahui
kenapa, agar dapat adaptasi
pengaruh yang mendukung
dalam situasi lain. Jika tidak
berhasil, perlu diketahui
penyebabnya, agar dapat
mengkoreksi situasi untuk
mem fasilitasi implementasi
yang lain.
Level 4: Fokus pada akibat dari Menentukan pengaruh
Dampak proses pelatihan dalam hasil pelatihan dalam
spesifik organisasi. meningkatkan kinerja
organisasi. Menyangkut data
seperti penghematan biaya,
peningkatan hasil,
penghematan waktu atau
peningkaan kualitas.
Menyangkut data subjektif,
seperti: kepuasan konsumen
atau karyawan, penguatan
pelanggan, peningkatan
dalam waktu merespon
konsumen. generalisasi data
ini meliputi: pengumpulan
data sebelum dan sesudah
pelatihan dan
penghubungannya kepada
hasil dari pelatihan dan
pengukuran bisnis dengan
menganalisa perhitungan
peningkatan kinerja bisnis.
Secara logis dan sistematis langkah-langkah pelaksanaan evaluasi pelatihan sebagai berikut.
Langkah 1: Persiapan Evaluasi atau Penyusunan Desain Evaluasi
Pada langkah ini terdapat tiga kegiatan pokok yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi
yaitu: menentukan tujuan atau maksud evaluasi, merumuskan infromasi yang akan dicari atau
memfokuskan evaluasi dan menentukan cara pengumpulan data.
1) kejelasan,
2) keterukuran,
3) kegunaan dan kemanfaatan,
4) relevansi dan kesesuaian atau compatibility.
Jadi tujuan evaluasi harus jelas, terukur, berguna, relevan dan sesuai dengan kebutuhan
pengembangan program diklat.
1. Menganalisis objek
2. Menggunakan kerAngka teoritis
3. Memanfaatkan keahlian dan pengalaman dari luar
4. Berinteraksi dengan sponsor atau audien kunci
5. Mendefinisikan Tujuan Evaluasi
6. Membuat pertanyaan tambahan atau bonus
Pada langkah ini ditentukan metode evaluasi yang ditempuh, misalnya survei atau yang
lain, ditentukan pula pendekatan dalam pengumpulan data. Terdapat beberapa
prosedur pengumpulan data dengan pendekatan kuantitatif, yaitu :
• observasi,
• tes,
• survei atau survei dengan kuisioner.
a. Validitas
c. Objektivitas
d. Standarisasi
e. Relevansi
f. Mudah digunakan
Pada langkah ini sudah mulai untuk terjun ke lapangan mengimplementasikan disain yang
telah dibuat, mulai dari mengumpulkan dan menganalisis data, menginterpretasikan, dan
menyajikannya dalam bentuk yang mudah dipahami dan komunikatif.
a. Mengumpulkan Data
Dalam melakukan pengumpulan data ini dilakukan dengan berbeda-beda pada tiap
masing-masing level. Pada level reaksi data yangg dikumpulkan berupa data kuantitatif
dengan menggunakan metode survey melalui kuisioner. Kemudian pada level
pembelajaran data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dengan menggunakan
metode survey berupa tes.
Selanjutnya pada level tingkah laku, data yang dikumpulkan melalui observasi atau
dapat juga dengan rencana aktifitas (Action Plan) yaitu rencana tahapan tindakan yang
akan dilakukan oleh peserta pelatihan dalam mengimplementasikan hasil pelatihan
yang telah diikuti, dalam hal ini para peserta harus mempunyai sautu sasaran
peningkatan kinerja/kompetensi yang bersangkutan dalam unit kerja masing-masing
yang kemudian diukur dengan mengunakan patokan kinerja/kompetensi yang
bersangkutan. Kemudian yang terakhir, yaitu pada level keempat level hasil atau
dampak, pada data yang dikumpulkan dapat melalui atasan, peserta pelatihan, bawahan
atau rekan kerja (client).
Metode pengumpulan data dalam evaluasi pelatihan dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel
Proses Pengumpulan Data Evaluasi Pelatihan
Level Evaluasi Deskripsi Metode Pengumpulan Data
1. Reaksi Mengukur tingkat kepuasan peserta Kuantitatif
pelatihan terhadap program pelatihan - survey (kuisioner), dengan
yang diikuti. skala pengukuran yaitu skala
Likert.
2. Pembelajaran Mengukur tingkat pembelajaran yang Formal tes (tertulis)
dialami oleh peserta pelatihan.
3. Tingkah Laku Mengukur implementasi hasil pelatihan Action Plan, observasi
di tempat kerja.
4. Hasil Mengukur keberhasilan pelatihan dari Evaluasi action plan dan data
sudut pandang bisnis dan organisasi laporan hasil kerja.
yang disebabkan adanya peningkatan
kinerja/komtenesi peserta pelatihan.
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka langkah berikutnya adalah
dianalisis. Dalam menganalisa data dan menafsirkannya harus berdasarkan hasil data
yang telah berhasil didiapatkan.
Melaporkan merupakan langkah terakhir kegiatan evaluasi pelatihan. Laporan disusun dengan
kesepakatan yang telah disepakati. Langkah terakhir evaluasi ini erat kaitannya dengan tujuan
diadakannya evaluasi.
Langkah-langkah tersebut dapat dengan digunakan untuk menjawab sejauh mana evaluasi
pelatihan yang akan dilakukan dan bagaimana pelaksanaan proses pelatihan dari awal hingga
akhir sehingga memberikan hasil untuk improvisasi pada pelatihan-pelatihan selanjutnya.
HARI II: SESI PERTAMA
KERANGKA KERJA MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Proses manajemen sumber daya manusia yang akan dibahas, adalah merupakan ketrangka
kinerja MSDM yang meliputi:recruitment (pengadaan), maintenance (pemeliharaan) dan
development (pengembangan).
Banyak pendapat mengenai apa saja kerangka kinerja MSDM, tetapi secara tegas dapat dibagi
menjadi tiga bagian sebagaimana tersebut di atas.
Recruitment disini diartikan pengadaan, yaitu suatu proses kegiatan mengisi formasi
yang lowong, mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai
dengan pengangkatan dan penempatan.
Pengadaan yang dimaksud disini lebih luas maknanya, karena pengadaan dapat
merupakan salah satu upaya dari pemanfaatan. Jadi pengadaan disini adalah upaya
penemuan calon dari dalam organisasi maupun dari luar untuk mengisi jabatan yang
memerlukan SDM yang berkualitas. Jadi bisa berupa recruitment from outside dan
recruitment from within.
Pada seleksi pekerja baru maupun perpindahan baik promosi dan tanpa promosi, harus
memperhatikan unsur-unsur antara lain; kemampuan, kompetensi, kecakapan,
pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian.
Tahapan pemanfaatan SDM ini sangat memegang peranan penting, dan merupakan
tugas utama dari seorang pimpinan. Suatu hal yang penting disini adalah
memanfaatkan SDM atau pekerja secara efisien, atau pemanfaatan SDM secara
optimal, artinya pekerja dimanfaatkan sebesar-besarnya namun dengan tetap
memperhatikan dan mempertimbangkan batas-batas kemungkinan pemanfaatan yang
wajar. Orang tidak merasa diperas karena secara wajar pula orang tersebut menikmati
kemanfaatannya.
Prinsip pemanfaatan SDM yang terbaik adalah prinsip satisfaction yaitu tingkat
kepuasan yang dirasakan sendiri oleh pekerja yang menjadi pendorong untuk
berprestasi lebih tinggi, sehingga makin bermanfaat bagi organisasi dan pihak-pihak
lain. Pemanfaatan SDM dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang paling
mudah dan sederhana sampai cara yang paling canggih. Pemanfaatan SDM perlu
dimulai dari tahap pengadaan, dengan prinsip the right man on the right job.
Tujuan utama dari pemeliharaan adalah untuk membuat orang yang ada dalam
organisasi betah dan bertahan, serta dapat berperan secara optimal. Sumber daya
manusia yang tidak terpelihara dan merasa tidak memperoleh ganjaran atau imbalan
yang wajar, dapat mendorong pekerja tersebut keluar dari organisasi atau bekerja tidak
optimal.
Sumber daya manusia yang ada didalam suatu organisasi perlu pengembangan sampai
pada taraf tertentu sesuai dengan perkembangan organisasi. Apabila organisasi ingin
berkembang seyogyanya diikuti oleh pengembangan sumber daya manusia.
Pengembangan sumber daya manusia ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan
pelatihan yang berkesinambungan.
Untuk pendidikan dan pelatihan ini, langkah awalnya perlu dilakukan analisis
kebutuhan atau need assessment, yang menyangkut tiga aspek, yaitu : (1) analisis
organisasi, untuk menjawab pertanyaan : "Bagaimana organisasi melakukan pelatihan
bagi pekerjanya", (2) analisis pekerjaan, dengan pertanyaan : " Apa yang harus diajarkan
atau dilatihkan agar pekerja mampu melaksanakan tugas atau pekerjaannya" dan (3)
analisis pribadi, menekankan "Siapa membutuhkan pendidikan dan pelatihan apa".
Hasil analisis ketiga aspek tersebut dapat memberikan gambaran tingkat kemampuan
atau kinerja pegawai yang ada di organisasi tersebut.
Kinerja atau performance dipengaruhi oleh beberapa faktor yang disingkat "ACIEVE"
yaitu : ability (kemampuan pembawaan), capacity (kemampuan yang dapat
dikembangkan), incentive (insentif material dan non-material), environment
(lingkungan tempat kerja), validity (pedoman, petunjuk dan uraian kerja) dan
evaluation (umpan balik hasil kerja). Dari beberapa faktor di atas, yang dapat
diintervensi dengan pendidikan dan pelatihan adalah capasity atau kemampuan pekerja
yang dapat dikembangkan, sedangkan faktor lainnya diluar jangkauan pendidikan dan
pelatihan.
IV. BAHAN DISKUSI
SDM merupakan kegiatan penentuan jumlah dan jenis SDM yang diperlukan oleh suatu
organisasi untuk masa yang akan datang .
Oleh karena itu perencanaan SDM adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
peramalan kebutuhan tenaga kerja di masa datang pada suatu organisasi, meliputi penyediaan
tenaga kerja baru dan pendayagunaan yang sudah tersedia. Atau dengan kata lain menentukan
gerakan SDM yang ada dari posisi saat ini menuju posisi yang diinginkan di masa datang.
Perencanaan SDM dapat juga diartikan sebagai suatu proses untuk menetapkan strategi
memperoleh, memanfaatkan, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja sesuai
dengan kebutuhan perusahaan sekarang dan pengembangannya di masa mendatang. Secara
singkat, perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi kebutuhan untuk dan
ketersediaan SDM dalam organisasi.
SDM yang sudah ada akan dapat dimanfaatkan dengan baik apabila organisasi telah
melakukan inventarisasi SDM. Inventarisasi tersebut mencakup : jumlah tenaga kerja,
kualifikasi tenaga kerja, masa kerja, pengetahuan /ketrampilan yang dimiliki,
bakat/minat yang perlu dikembangkan. Hasil inventarisasi tersebut dapat digunakan
untuk promosi, mutasi ,peningkatan kemampuan karyawan.
Secara garis besar proses perencanaan SDM dibagi atas dua tahapan besar,
yaitu Peramalan Kebutuhan (Needs Forcasting) dan Perencanaan Program (Program
Planning).
Perkiraan kebutuhan tersebut diturunkan dari sejumlah informasi seperti analisis kondisi
eksternal, kemampuan SDM yang dimiliki organisasi saat ini, potensi SDM organisasi,
rancangan pekerjaan, filosofi manajemen, anggaran, mutasi, promosi serta pengurangan
staf, dan lain-lain. Sedangkan perencanaan program dilakukan setelah selesainya
perkiraan kebutuhan.
1. Prakiraan kebutuhan (Needs Forcasting) secara garis besar terbagi atas 4 kelompok
yaitu:
Setelah mendapatkan gambaran tentang jumlah dan jenis SDM yang dibutuhkan
dimasa mendatang, maka perlu dirancang suatu program ke arah tersebut.
Rancangan atau rencana program tersebut meliputi dua hal besar yaitu :
1. Sistem dan kebijakan perusahaan yang terdiri dari rekrutmen, seleksi dan
penempatan, promosi dan transfer, diklat dan pengembangan serta
pemberhentian atau pensiun.
2. Suksesi Manajemen yang meliputi kajian individu, persyaratan posisi, Peta
pergantian tempat, rencana penggantian ( Suksesi ) dan perjalanan
kemajuan karier.
3. Kesempatan berkarier yang meliputi syarat jabatan, pola karier dan
komunikasi karier.
4. Rencana karier individu yang terdiri atas analisisis diri sendiri, rencana
karier perorangan dan rencana aksi pengembangan perorangan.
Berdasarkan bagan tersebut dapat diketahui bahwa Perencanaan SDM akan selalu terkait/
terintegrasi dengan perencanaan bisnis secara keseluruhan yang dilakukan oleh perusahaan.
Tabel berikut menyajikan rincian perbedaan berdasarkan jangka waktu/ periode perencanaan
dan keterkaitannya dengan Perencanaan SDM
• Kemampuan perusahaan
• Perkembangan teknologi
• Perubahan keinginan konsumen
• Perubahan angkatan kerja
• Perubahan kebijakan pemerintah
• Perilaku pesaing
Merupakan penilaian terhadap tenaga kerja yang ada dalam suatu departemen dan yang pindah
ke dalam, melalui atau keluar dari departemen tersebut. Analisis ini dapat mencakup :
Analisis ini menekankan pada bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan dan
kemampuan untuk mengantisipasi munculnya suatu pekerjaan baru di masa datang.
Opini manajer secara subyektif, tren masa lalu yang dianalisis menggunakan berbagai
metode statistik, pengukuran produktivitas, dan work study merupakan beberapa
pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis ini.
Perencanaan pemenuhan SDM yang dibutuhkan tidak terlepas dari pasokan SDM yang
tersedia. Terdapat dua sumber pasokan SDM, yaitu internal, berasal dari SDM yang
ada kemudian dilatih kembali atau dipromosikan untuk mengisi kekosongan. Pasokan
internal tergantung pada tenaga kerja yang dimiliki perusahaan dan tingkat kemampuan
untuk mengerjakan pekerjaan yang ditawarkan. Sedangkan untuk sumber eksternal,
dapat berasal dari lulusan perguruan tinggi, pencari kerja lokal, transfer dari perusahaan
lain, agensi penyedia jasa tenaga kerja, dan tenaga kerja asing.
VII. TEKNIK PERAMALAN DALAM PERENCANAAN SDM
a. Teknik Delphi
b. Ekstrapolasi
Teknik ekstrapolasi ini mendasarkan diri pada tingkat perubahan atau kecenderungan
pada masa lalu untuk membuat proyeksi dimasa yang akan datang.
Artinya faktor-faktor lain diasumsikan tidak berubah merupakan kelemahan dari teknik
ini. Pada kenyataannya kondisi atau lingkungan selalu berubah. Dengan demikian
teknik ini hanya dapat digunakan untuk perencanaan SDM jangka pendek.
Contoh teknik ekstrapolasi : Bila rata-rata dua karyawan diterima setiap bulan dibagian
produksi selama dua tahun yang lalu, maka berarti ada 24 karyawan yang akan diterima
oleh bagian produksi untuk satu tahun mendatang. Asumsi teknik ini adalah, penyebab
permintaan sama dari waktu ke waktu.
c. Indeksasi
Indeksasi adalah teknik estimasi kebutuhan SDM di masa yang akan datang dengan
menandai tingkat perkembangan karyawan dengan indeks. Teknik indeksasi berangkat
dari asumsi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan atas tenaga kerja baik
yang bersifat eksternal maupun internal berada pada kondisi konstan. Sebagaimana
halnya dengan teknik ekstrapolasi, teknik ini juga hanya berguna untuk perencanaan
jangka panjang.
Contoh klasik teknik ini : rasio antara karyawan produksi dengan hasil penjualan.
Sebagai contoh, para perencana bisa menyimpulkan bahwa setiap sepuluh juta rupiah
kenaikan penjualan, departemen produksi memerlukan satu tambahan karyawan baru.
teknik ini mengasumsikan penyebab-penyebab permintaan tetap sama dari waktu ke
waktu.
d. Analisis Statistik
Berbeda dengan teknik ekstrapolasi dan taknik indeksasi, teknik ini digunakan untuk
perencanaan SDM jangka panjang. Teknik ini lebih rumit dari indeksasi maupun
ekstrapolasi, namun hasilnya lebih akurat untuk jangka panjang ,karena teknik ini
mempertimbangkan perubahan bergesarnya tuntutan terhadap kebutuhan SDM.
Analisis statistik yang dikenal umum adalah regresi dan korelasi.
VIII. SOAL LATIHAN
1. Jelaskan pengertian perencanaan SDM, dan apa saja kegiatan yang tercakup di
dalamnya ?
2. Jelaskan berbagai macam manfaat perencanaan SDM bagi organisasi.
3. Terdapat 2 (dua) tahapan dalam proses perencanaan SDM. Jelaskan.
4. Jelaskan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam prakiraan kebutuhan (Need
Forecasting) SDM.
5. Jelaskan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam perencanaan program (program
planning) SDM.
6. Gambarkan bagan proses perencanaan SDM
7. Jelaskan hubungan antara perencanaan SDM dengan perencanaan bisnis, dalam sebuah
tabel.
8. Analisis tenaga kerja dalam perencanaan SDM bisa dilihat dari sisi jumlah, mutu dan
komposisi tenaga kerja. Jelaskan
9. Jelaskan 3 teknik forecasting / peramalan untuk perencanaan SDM.
HARI III: SESI PERTAMA
RECRUITMENT & SELECTION
1. Kemampuan memproduksi barang atau jasa terhalang karena tidak mempunyai staff
yang memadai
2. Perusahaan membutuhkan keahlian tertentu yang tidak dimilik oleh tenaga kerja yang
ada
Sebelum memulai proses perekrutan seseorang untuk jabatan baru atau yang telah ada, harus
kita ketahui apa yang sebenarnya dibutuhkan. Semakin lengkap pemahaman ini maka
kemampuan evaluasi dan seleksi pun akan semakin baik.
a. Characteristics of Job
• Pay
• Challenge
• Job Security
• Chance for promotion
• Geography
• Benefits (how much do you know?)
b. Characteristics of applicants
4. Langkah Penyeleksian
a. Screening
b. Test
c. Wawancara
d. Pengecekan referensi
e. Evaluasi Kandidat dan
pemilihan
Analisis Jabatan merupakan kegiatan untuk menciptakan landasan atau pedoman bagi
penerimaan dan penempatan karyawan.
Analisis jabatan adalah kegiatan untuk memberikan analisis pada setiap
jabatan/pekerjaan, sehingga dengan demikian akan memberikan pula gambaran
tentang spesifikasi jabatan tertentu.
Contoh informasi yang didapat dari analisis jabatan adalah uraian jabatan, syarat
jabatan, berat ringannya pekerjaan, besar kecilnya risiko pekerjaan, sulit tidaknya
pekerjaan, besar kecilnya tanggung jawab, banyak sedikitnya pengalaman, tinggi
rendahnya tingkat pendidikan dan pertimbangan-pertimbangan lain.
Analisis jabatan juga merupakan informasi tentang jabatan itu sendiri dan syarat- syarat
yang diperlukan untuk dapat memegang jabatan tersebut dengan baik.
Output dari analisis jabatan adalah deskripsi jabatan (Job Description) dan spesifikasi
jabatan (Job Specification).
1. Deskripsi jabatan (Job Description) menjelaskan tentang suatu jabatan, tugas, tanggung
jawab, wewenang dan sebagainya.
2. Spesifikasi jabatan (Job Specification) adalah informasi tentang syarat-syarat yang
diperlukan bagi setiap karyawan agar dapat memangku suatu jabatan dengan baik.
Syarat tersebut antara lain : 1) Syarat pendidikan, 2) Syarat kesehatan, 3) Syarat fisik,
dan 4) Syarat lain seperti status pernikahan, jumlah anggota keluarga, kepribadian
tertentu dan sebagainya.
Menurut French (1986), analisis jabatan adalah penyelidikan yang sistematis tentang isi
pekerjaan, lingkungan fisik yang melingkupi pekerjaan, dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk
menjalankan tanggung jawab jabatan/pekerjaan.
Analisis jabatan yang baik juga dapat digunakan untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi
staffing, penilaian, imbalan dan sebagainya.
Analisis jabatan merupakan informasi tertulis mengenai pekerjaan-pekerjaan apa yang harus
dikerjakan oleh pegawai dalam suatu perusahaan agar tujuan tercapai. Dari analisis jabatan
dapat dibuat rancangan pekerjaan dan ditetapkan uraian pekerjaan. Dengan demikian
analisis jabatan dapat memberikan informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan,
konteks pekerjaan, persyaratan personalia, perilaku manusia dan alat-alat yang digunakan.
Schuler (1992) berpendapat bahwa analisis jabatan adalah suatu proses penguraian dan
pencatatan pekerjaan-pekerjaan. Sedangkan khusus uraian dan catatan tersebut adalah
sasaran pekerjaan-pekerjaan yaitu tugas-tugas atau aktivitas dan kondisi yang meliputinya.
Dasar dari analisis jabatan adalah spesifikasi pekerjaan yang tertulis secara mendetail
tentang ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan individu yang dibutuhkan oleh kinerja
pekerjaan tersebut.
Namun demikian, tidak semuanya berjalan baik. Uraian kerja yang termasuk didalamnya
menginformasikan tentang standar kinerja, karakteristik tugas yang dirancang, dan
karakteristik individu pekerja. Selain itu spesifikasi pekerjaan meliputi karaktersitik individu,
interest dan preferensi yang kompatibel dengan pekerjaan atau memuaskan kinerja
pekerjaan.
Modifikasi antara uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan adalah untuk menjaga agar
sasaran manajemen SDM seperti peningkatan produkstivitas dan kualitas hidup pekerja
senantiasa terjaga.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menetapkan metode analisis yang terbaik
adalah :
3. Klarifikasi data
Melakukan penyaringan, pemisahan dan peninjauan kembali informasi yang
dikumpulkan agar diperoleh informasi yang akurat dan tidak bias.
1. Tradisional
• Informasi yang dikumpulkan hanya mencakup tanggungjawab,
kewajiban dan kualifikasi minimal untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dalam jabatan tertentu.
2. Berorientasi hasil
• Mencakup harapan organisasi terhadap karyawan
• Mencakup keterkaitan antara tugas, standar kinerja, kecakapan dan
kualifikasi minimal
• Contoh pertanyaan yang diajukan :
Tanpa perencanaan SDM dan analisis pekerjaan, organisasi tidak akan mampu
menspesifikasikan tipe pegawai seperti apa yang dibutuhkan, bilamana direkrut
dan dimana direkrut. Hal ini akan berakibat negatif pada produktifitas
organisasi dan validitas masing-masing prosedur dan keputusan seleksi. Hanya
dengan informasi analisis pekerjaan organisasi dapat memperlihatkan bahwa
prosedur seleksi berkaitan dengan pekerjaan.
Saat fokus kerja dipindahkan dari tugas individu ke tugas grup, hal ini akan
lebih sulit untuk menganalisis apakah tugas masing-masing individu serta
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan individu memungkinkan.
Salah satu konsekuensi hal ini berawal dari evaluasi pekerjaan dan rata-rata
bayaran untuk pekerjaan spesifik untuk mengevaluasi ketrampilan dan
pembayaran pengetahuan yang dimiliki pekerja.
Dua aspek lingkungan internal yang sangat erat kaitannya dengan analisis
jabatan adalah target yang ditetapkan oleh top manajemen dan teknologi yang
digunakan untuk menterjemahkan tujuan organisasi ke dalam bentuk program
kegiatan. Tugas top manajemen menetapkan target yang hendak dicapai dalam
program tersebut.
Penetapan target dapat dilakukan secara sendiri oleh top manajemen atau
bersama- sama dengan bawahannya. Bersamaan dengan penetapan target, maka
ditetapkan pula kriteria evaluasi pekerjaan.
Adanya penetapan target dan kriteria evaluasi akan sangat membantu bagi
tercapainya tujuan organisasi. Berdasarkan penetapan target dan evaluasi
pencapaian target inilah analisis jabatan dibuat.
Teknologi yang digunakan saat ini adalah evaluasi dalam analisa jabatan. Hasil
analisis dapat menunjukkan tepat tidaknya teknologi yang digunakan serta
pengaruh teknologi terhadap pencapaian tujuan organisasi.
VII. INFORMASI ANALISIS JABATAN
Berdasarkan data yang dikumpulkan akan didapat dua output besar yaitu deskripsi/
uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Dari hasil uraian pekerjaan kemudian
dapat dibangun formulir penilaian prestasi kinerja dan sistem klasifikasi pekerjaan.
Sistem klasifikasi ini kemudian secara mantap digunakan untuk mengevaluasi dan
sasaran kompensasi. Berdasarkan spesifikasi pekerjaan, maka rekrutmen dan seleksi
dapat direncanakan serta dapat pula digunakan untuk merancang pelatihan
pengembangan pegawai.
Sejumlah informasi yang akan didapat dari hasil analisis jabatan dapat meliputi
beberapa hal, seperti :
4. Relasi pekerjaan yang bisa diukur dan yang tidak bisa diukur :
• Proses material,
• Pembuatan produk,
• Pengetahuan yang dimiliki,
• Jasa yang diberikan.
5. Kinerja, seperti :
• Ukuran pekerjaan,
• Standar kerja,
• Tingkat kesalahan,
• Aspek lainnya.
Desain pekerjaan bertujuan untuk mengatur penugasan kerja yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi, teknologi dan keprilakuan. Sedangkan fungsinya adalah
menetapkan kegiatan kerja seseorang / kelompok secara organisasional.
Terkadang pekerjaan yang ada perlu dirancang kembali guna menghindari in- efisiensi
dalam melaksanakannya. Metode yang dapat digunakan dalam perancangan kembali
pekerjaan, seperti :
a. Simplifikasi pekerjaan, yakni menyederhanakan pekerjaan, dimana resiko yang akan
muncul adalah terjadinya spesialisasi, sehingga dapat menimbulkan kebosanan,
terutama yang terampil.
IX. DISCUSSION
Dengan demikian, PM merupakan sebuah siklus, yang pada dasarnya terdiri dari
Siklus tersebut harus dijalankan sebagai sebuah kesadaran yang tidak terputus, dan
berjalan secara berkelanjutan.
Sebuah perencanaan kinerja untuk setiap individu, sejatinya, bukanlah sebuah proses yang
berdiri sendiri.
Target atau objektif bisnis dan KPI level perusahaan diturunkan di level divisi, departemen,
unit, hingga ke individu.
Artinya, sasaran kerja seorang pegawai diselaraskan dengan sasaran kerja departemennya ;
sasaran kerja departemen diselaraskan dengan sasaran kerja divisi ; dan sasaran kerja divisi
diselaraskan dengan sasaran kerja perusahaan.
Sehingga proses penyelarasan strategi bisnis dan implementasinya berlangsung pada setiap
tingkatan dan bagian.
Sasaran kerja tersebut harus ditandatangani oleh karyawan dan atasannya secara bersama-
sama sehingga menjadi pegangan resmi di dalam mengelola kinerja karyawan yang
bersangkutan. "Sasaran kinerja masing-masing individu bersifat spesifik, kendati tidak
menutup kemungkinan adanya karyawan yang memiliki sasaran kinerja yang hampir sama,"
Kunci dari keberhasilan perencanan atau pencapaian target ini adalah keselarasan
anatra rencana kerja pribadi dan rencana kerja korporat.
Peninjauan kerja meliputi sebuah aktivitas kegiatan yang cukup kompleks dan
membutuhkan kemahiran dalam mengorganisir,dan mampu menjadi penjaga
stabilitas semangat kerja.
Penilaian kerja adalah kegiatan mengevaluasi kinerja/prestasi kerja karyawan saat ini
dan yang telah lalu.
Penilaian termasuk:
• Menetapkan standar kerja
• Menilai KInerja Aktual VS Standar Kerja
• Memberi Umpan Balik/Feed Back kepada Karyawan.
V. REWARD & PUNISHMENT
Reward and Punishment merupakan tools yang digunakan untuk memebrikan motivasi
positif dan negative kepada karyawan sehubungan dengan perencanaan kerja, dan
pencapaian kinerja.
Berbagai jenis sitem Rewarding dapat dikembangkan sesuai dengan budaya korporat atau
budaya organisasi .
Punishment sendiri dalam hubungan industrial dibahas lebih detail, dan sesuai denhgan
peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
VI. ROLE PLAY
VII. ASSIGMENTMENT