You are on page 1of 6

Diky Avianto | Universitas Indonesia 2011

Tugas Essay (UTS) Mata Kuliah Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional Nama : Diky Avianto NPM : 0906636674 Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

Perang Franco-Prussian 1870-1871: Petaka Perancis Akibat Kecerobohan serta Ketidaksiapan Napoleon III dan Pasukannya

Pada tahun 1870-an terjadi perubahan yang cukup besar di daerah Eropa daratan yaitu perubahan Balance of Power pada kawasan tersebut. Selain itu, muncul sebuah kerajaan baru yang sebelumnya terdiri dari beberapa state atau kerajaan kecil yang bergabung menjadi sebuah kekuatan baru di Eropa. Kedua hal tersebut bermula dari sebuah perang yaitu Perang FrancoPrussian (1870-1871) yang hasil akhir dari perang ini telah mengubah dan membuka lembaran baru sejarah Eropa. Kenapa disebut seperti itu? Karena kekalahan Perancis terhadap Prussia dalam perang ini telah mengakhiri hegemoni Perancis di Eropa dan juga telah membuat unifikasi German Empire yang bertransformasi menjadi salah satu kekuatan terbesar di Eropa.1 Dengan demikian, tulisan essay ini akan membahas mengenai seluk-beluk Perang Franco-Prussian terjadi dengan menjawab 3 pertanyaan utama yaitu kenapa perang ini bisa terjadi, bagaimana perang itu berlangsung dan strategi untuk memenangkan perang, serta bagaimana perang itu berakhir. Perang yang dimulai pada 19 Juli 1870 sampai dengan 10 Mei 1871 ini merupakan perang antara Perancis dan Prussia yang dibantu dengan Konfiderasi Jerman Utara, Bavaria, Wurttemberg, dan Baden.2 Sehingga sebenarnya perang ini bisa disebut Perang Perancis Jerman. Latar belakang terjadinya perang ini ada 2 poin. Pertama adalah faktor domestic dari kedua pihak. Pihak Prusia yang diwakili oleh Otto van Bismarck, yang merupakan kanselir Prussia, mempunyai tujuan untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan berbahasa Jerman menjadi satu kerajaan/kekaisaran besar. Bismarck yakin bahwa sebuah perang patriotik melawan Perancis bisa menimbulkan nasionalisme sehingga bisa tercipta persatuan yang dicita-citakannya. Akan tetapi, Bismarck tidak bisa begitu saja menyerang Perancis atau meminta Kaisar William I (Raja Prussia) mendeklarasikan perang tanpa ada alasan yang jelas. Dengan demikian, ia menunggu waktu yang pas sambil menunggu kesempatan itu datang. Di lain pihak, Perancis yang dipimpin oleh Napoleon III dalam pemerintahan Kekaisaran Perancis Kedua merasa perlu ada suatu tindakan dimana ia bisa menunjukan bahwa Perancis masih merupakan kekuatan hegemoni di Eropa daratan.
1
2

Stephen Badsey, The Franco Prussian War 1870-1871, (New York: Osprey Publication, 2003), hal. 7 Ibid.,

Diky Avianto | Universitas Indonesia 2011


Poin kedua dan paling jelas terlihat adalah karena isu pencalonan Pangeran Leopold sebagai raja di Spanyol yang membuat Prancis dan rajanya yaitu Napoleon III menjadi geram. Semenjak terjadinya revolusi di Spanyol yang menurunkan Isabella II pada tahun 1868, takhta Kerajaan Spanyol kosong dan pada awal tahun 1870 dewan di kerajaan Spanyol memberikan penawaran kehormatan kepada Pangeran Leopold untuk menjadi Rajanya. Pangeran Leopold sendiri merupakan keponakan dari Raja Prussia yaitu Raja William I.3 Hal ini telah membuat Perancis menjadi gerah karena jika Takhta Kerajaan Spanyol jatuh pada Leopold yang merupakan masih orang Prusia (salah satu musuh besar Prancis) maka kepemimpinannya akan terpengaruh oleh bisikan Kerajaan Prusia. Oleh karena itu, Perancis takut wilayahnya akan diserang dari kedua sisi yaitu sisi timur oleh Prusia dan sisi selatan oleh Spanyol. Selain itu, Napoleon III juga geram karena pencalonan Leopold tersebut tidak mengindahkan aturan-aturan diplomatik eropa dimana harus ada saling komunikasi dan Perancis merasa tidak dilibatkan dalam komunikasi tersebut sehingga Perancis khawatir ada maksud tersembunyi. Atas tekanan Perancis, Prussia memilih untuk mundur. Reaksi dari Leopolod dan Kaisar William I pun mengindikasikan bahwa mereka menolak tawaran takhta Spanyol tersebut. Perancis menganggap ini sebagai keberhasilan dan mengirimkan utusannya yaitu Ems Dispatch ke Prussia dalam rangka memastikan tidak ada satupun Pangeran Prussia yang mencoba naik takhta ke Kerajaan Spanyol. Kaisar William I mengirimkan suatu telegram. Akan tetapi, hal ini dimanfaatkan oleh Otto van Bismarck yang memanipulasi isi telegram tersebut menjadi lebih kasar dan merendahkan Perancis.4 Ia kemudian mengirimkan telegram hasil manipulasinya ke sebuah surat kabar di Perancis. Napoleon III dan rakyat Perancis membaca kabar tersebut kemudian menjadi geram dan marah karena merasa dilecehkan oleh Prusia. Dalam jangka waktu enam hari berikutnya, akhirnya Perancis mendeklarasikan perang terhadap Prusia. Dari kedua poin diatas mengenai latar belakang terjadinya Perang Franco Prussian, dapat dilihat sebenarnya kedua pihak sama-sama mempunyai intensi untuk menyerang satu sama lain, tentunya dengan alasan yang berbeda. Akan tetapi Prusia tampaknya bisa mengambil kesempatan sehingga ia tidak perlu dipihak yang bertanggung jawab atas asal muasal terjadinya perang tersebut karena Perancis lah yang pada akhirnya menyatakan perang. Napoleon III mendeklarasikan perang kepada Prusia pada 19 Juli 1870 dikarenakan penasihat militernya mengatakan bahwa pasukan militer Perancis bisa mengalahkan Prusia dan kemenangan seperti itu bisa memperbaiki penurunan popularitasnya di Perancis.5
3

4
5

Ibid., hal 29 Ibid

Michael Howard, The Franco Prussian War: The German Invasion of France 1870-1871, (London: Granada Publishing,1979), hal. 33

Diky Avianto | Universitas Indonesia 2011


Napoleon III yakin bahwa reorgrganisasi pada pasukannya tahun 1866 telah membuatnya lebih superior dibandingkan pasukan Prusia dan sekutunya. Ia juga mempunyai keyakinan yang besar pada dua inovasi senjata terbaru yaitu breech-loading chassepot rifle yang telah dimiliki oleh seluruh pasukannya dan sebuah mesin senjata yaitu mitrailleuse. Tampaknya para Jendral Perancis telah dibutakan oleh kebanggaan nasional akan keyakinan bisa menang. Commander in Chief pasukan Perancis adalah Napoleon III yang terdiri atas 7 corps, 1 imperial guard corps, dan 1 Cavalry Reserve Corps. Setiap Corps terdiri atas 2-5 Divisi Infantri dan 1 divisi Cavalry.6 Pada sisi Prusia, perang ini dilihat sebagai salah satu cara mempersatukan negara-negara berbahasa Jerman seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Pada kenyataannya, diawal perang saja Prusia sudah mendapatkan dukungan dari 3 negara Jerman Selatan (Bavaria, Wurttemberg, dan Baden) dan Negara di Konfiderasi Jerman Utara. Aset yang terpenting bagi Prusia adalah banyaknya jumlah tentara serta Staf Jendral Militer yang sudah merencakan pergerakan yang cepat dan disiplin ke zona pertempuran. Pasukan gabungan Prusia/Jerman dipimpin oleh seorang Staff General yaitu Helmuth von Moltke yang terdiri dari 3 pasukan tentara yang berbeda dengan commander yang berbeda juga.7 Keunggulan pihak Prusia dan sekutunya sudah jelas terlihat pada masa-masa awal semenjak perang dideklarasikan. Prusia unggul dalam hal kecepatan menempatkan pasukan sejumlah 380.000 pasukan ke zona garis terdepan perbatasan wilayah hanya dalam jangka waktu 18 hari.8 Hal ini didukung oleh sistem rel kereta api di Prusia yang bagus. Sementara itu, pihak Perancis tidak memperkirakan hal tersebut dan proses perpindahan pasukannya berjalan dengan lambat serta ditambah masalah logistik yang kurang memadai. Dalam perang tersebut terdapat beberapa pertempuran antara pihak pasukan Perancis dengan pihak pasukan gabungan Prusia dan sekutu. Dalam essay ini saya akan menjelaskan sebagiannya saja yang dinilai cukup penting dalam keberlangsungan Perang Franco Prussian ini dan taktik atau strategi bagaimana perang ini dimenangkan. Pertempuran pertama dalam perang ini adalah pertempuran Wissembourg pada 4 Agustus 1870 dimana gabungan pasukan Prusia dan sekutunya mengejutkan sejumlah kecil pasukan Perancis di kota Wissembourg. Taktik yang digunakan oleh pasukan gabungan Prusia adalah menyerang dari dua sisi berbeda. Ketika pasukan Prusia menyerang pada sisi timur kota, pasukan dari Bavaria menyerang pasukan Perancis dari sisi barat kota dan dalam hitungan jam pasukan gabungan Prusia berhasil menguasai kota dan mengalahkan pasukan perancis. Dengan
Ibid., hal. 47 Ibid 8 Spencer C. Tucker, Battle That Changed History: An Encyclopedia of World Conflict, (California: ABC-CLIO, 2011) hal., 356
6 7

Diky Avianto | Universitas Indonesia 2011


kemenangan di pertempuran ini, pasukan gabungan Prusia bisa makin leluasa masuk ke wilayah Perancis. Pertempuran selanjutnya adalah Pertempuran Spicheren pada 5 Agustus 1870 yang mana sebenarnya ini tidak direncanakan oleh Staf Jendral Moltke (Prusia). Kemenangan tentara gabungan Prusia di pertempuran ini lebih dikarenakan serangan mendadak dan salah perkiraan dari pimpinan pasukan Perancis. Kesalahan prediksi tersebut yaitu ketika pimpinan pasukan perancis beranggapan bahwa pasukan yang dibawa Prusia hanya sedikit dan ia tidak perlu memanggil tentara cadangan untuk membantu pasukannya. Akan tetapi ia salah karena jumlah pasukan lawan lebih banyak dari pada yang ia perkirakan dan ia sudah terlambat untuk memanggil pasukan bantuan. Pertempuran selanjutnya dan merupakan pertempuran pertama yang menggunakan jumlah pasukan yang besar mencapai ratusan ribu pasukan serta pertempuran pertama dimana seluruh sekutu Prusia ikut bertempur adalah pertempuran Worth pada tanggal 6 Agustus 1870. Pada pertempuran ini pasukan gabungan Prusia dan sekutunya menang telak. Hal pertama yang menentukan kemenangan pasukan gabungan Prusia adalah tidak imbangnya jumlah pasukan dimana Perancis hanya puluhan ribu sedangkan pasukan gabungan Prusia mencapai ratusan ribu. Pertempuran selanjutnya adalah Pertempuran Gravelotte yang juga merupakan pertempuran terbesar dalam Perang Franco-Prussian ini. Dalam pertempuran ini sangat jelas sekali dimana kekuatan pasukan dan senjata yang digunakan sangat berpengaruh besar karena pertempuran ini head to head. Pasukan Perancis mengandalkan senjata chassepot rifle-nya sedangkan Prusia dengan senjata Krupp-nya sehingga menyebabkan korban tewas yang luar biasa banyaknya mencapai puluhan ribu orang.9 Pada akhirnya pasukan Perancis memilih mundur kembali ke kota Medz. Pertempuran selanjutnya dan yang terpenting adalah Pertempuran Sedan. Dalam pertempuran ini pasukan gabungan Prusia berhasil menangkap Kaisar Perancis yaitu Napoleon III beserta Jendral Militer dan ratusan ribu pasukannya.10 Setelah kekalahan besar Perancis di pertempuran Gravelotte, Napoleon memikirkan nasib Paris jika pasukan gabungan Jerman meneruskan perjalanannya masuk terus kedalam wilayah Perancis. Akan tetapi ia malah terpancing untuk menyerang sebuah benteng di Sedan, yang diinformasikan terdapat sejumlah pasukan gabungan Jerman, daripada memilih mundur melindungi Paris. Ia tidak mengetahui bahwa rombongannya diikuti oleh sejumlah pasukan gabungan Jerman. Ketika pertempuran
Ibid.,hal. 358 Michael Lee Lanning, The Battle 100: The Stories Behind Historys Most Influential Battles, (Illinois: Sourcebook. Inc. , 2005) hal. 94
9

10

Diky Avianto | Universitas Indonesia 2011


meletus, pasukan Perancis terdesak kesebuah wilayah di Sedan dan pada akhirnya menyadari bahwa mereka telah terkepung oleh pasukan gabungan Jerman. Sadar bahwa ia dan pasukannya tidak bisa mundur, Napoleon mengaku kalah dan pertempuran dihentikan. Kemenangan besar pasukan gabungan Jerman ini dan menyerahnya Napoleon III bukanlah akhir dari Perang Franco-Prussian. Akan tetapi, ini telah memadamkan semangat berperang pasukan Perancis. Dari penjelasan singkat mengenai beberapa pertempuran dalam Perang Franco Prussian ini, dapat disimpulkan bahwa cara untuk memenangkan pertempuran tersebut adalah dengan gabungan cara pergerakan (maneuver) ditambah kecerdikan dan kekuatan (attrition) dari pihak Prussia dan sekutu. Unsur pergerakan (maneuver) dari pertempuran-pertempuran diatas terlihat dari kecepatan pergerakan pasukan gabungan Prusia yang berhasil memanfaatkan rel kereta api untuk pemindahan pasukan ke garis terdepan. Keunggulan ini tidak dimiliki oleh Perancis yang justru lambat dalam pergerakannya. Unsur maneuver lainnya adalah dari taktik yang digunakan oleh pasukan gabungan Prusia yang menggunakan taktik encirclement dimana serangan bisa dari dua arah karena ada pasukan lain yang memutar. Taktik ini bahkan berhasil mengepung Napoleon III dan pasukannya di Pertempuran Sedan. Pengerahan pasukan kedua pihak juga menentukan yaitu dengan penggabungan berbagai divisi. Seperti yang dikatakan oleh Tukhachevsky yang menyatakan bahwa strategi perang yang ideal adalah yang dapat menggabungkan cavalry, infantry, dan unit-unit mekanik dalam sebuah formasi penyerangan.11 Selain itu, pihak Prusia dan sekutu menginginkan perang yang cepat. Hal ini terlihat dari cukup cepatnya pergerakan dan pertempuran dalam perang tersebut. Serangan dadakan dari pasukan gabungan Prusia juga berhasil mengagetkan pasukan Perancis. Sementara itu, unsur kekuatan (attrition) dalam perang tersebut terlihat pada penggunaan banyaknya pasukan pada kedua pihak. Kemudian masih banyaknya korban perang juga mengindikasikan bahwa pertempuran yang berlangsung masih mengandalkan serangan kekuatan baik itu dari pasukannya maupun penggunaan senjata. Dampak dari kemenangan pasukan gabungan Prussia dan sekutunya dalam Pertempuran Sedan tersebut sangatlah signifikan. Pertama, Prussia bersama sekutunya (Konfiderasi Jerman Utara, Bavaria, Baden dan Wurttemberg) akhirnya bersatu mementuk Kekaisaran Jerman dengan Otto van Bismarck sebagai kanselirnya. Kedua, kekalahan kaisar Perancis Napoleon III telah menjatuhkan Kekaisaran Perancis kedua dan digantikan dengan Republik Perancis ketiga. Meskipun demikian, Perang Franco-Prussian belumlah usai. Bismarck memang langsung ingin mengadakan perjanjian damai guna mempercepat selesainya perang karena ia yakin jika perang berlarut-larut maka akan ada pihak lain yang ikut campur. Sikap pemerintahan baru
11Alan

Stephens dan Nicola Baker, Making Sense of War: Strategy for the 21 st Century, (New York: Cambridge University Press, 2006), hal. 42

Diky Avianto | Universitas Indonesia 2011


Perancis yang belum mau mengalah membuat langkah pasukan gabungan Jerman terus mengarah ke Paris. Sementara itu, pemerintah Perancis telah mempersiapkan barikade sekeliling kota yang terdiri dari ratusan ribu orang untuk mencegah pasukan Jerman masuk. Bismarck menanggapi hal ini dengan melakukan aksi pengepungan Paris yang merupakan puncak dari segala aksi Jerman dalam Perang ini. Pengepungan ini bertujuan untuk menghentikan segala logistik ke dalam kota Paris sehingga masyarakatnya akan kelaparan dan itu bisa mendorong Perancis untuk menyerah secara keseluruhan. Pada bulan Januari tahun 1871, Pemerintah Perancis melunak dan ingin mengadakan perundingan dengan Jerman. Akan tetapi ternyata masih ada intensi dari kedua pihak untuk kembali berperang. Hal itu masih bisa diredam. Pihak Jerman yang kesal karena Perancis terus berkilah untuk menyelesaikan perang dengan perjanjian damai memang mempunyai pikiran untuk kembali menyerang Perancis, tetapi Bismarck kembali berpikir rasional bahwa ia yakin Perancis sebentar lagi akan menyerah. Di lain pihak, Perancis dalam kongresnya ada usulan untuk kembali berperang, tetapi melihat kekuatan Jerman pasca unifikasi membuat hal tersebut berhasil diredam. Perang ini diakhiri pada bulan Mei 1871, melalui Perjanjian Frankfurt ditandatangani yang menandai berakhirnya Perang Jerman (Prusia) dengan Perancis, dan dengan terpaksa Perancis harus menerima perjanjian itu. Mereka harus membayar ganti rugi perang dan menyerahkan kota Alsace dan Lorraine ke negara-negara Jerman, sebagai upah pampasan sampai 1875.12 Hal yang paling menyakitkan bagi Perancis adalah tindakan Jerman dalam memperlakukan Perancis dengan sangat tidak terhormat ,yaitu menduduki Paris selama beberapa bulan dan juga menghina mereka dengan perjanjian damai. Tindakan ini dirancang sedemikian rupa untuk memastikan Perancis tidak pernah akan menyerang Prussia lagi.

Referensi:
Badsey, Stephen. 2003, The Franco Prussian War 1870-1871. New York: Osprey Publication Howard, Michael, 1979, The Franco Prussian War: The German Invasion of France 1870-1871, London: Granada Publishing Lanning, Michael Lee. 2005. The Battle 100: The Stories Behind Historys Most Influential Battles, Illinois: Sourcebook. Inc. Stephens, Alan dan Nicola Baker. 2005, Making Sense of War: Strategy for the 21st Century, New York: Cambridge University Press Tucker, Spencer C., 2011, Battle That Changed History: An Encyclopedia of World Conflict, California: ABCCLIO Publishing

12

Spencer C. Tucker, Op.Cit., hal. 361

You might also like