You are on page 1of 7

Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

P. Hariyadi, F. Kusnandar, dan N. Wulandari Sub-topik 3.2. Prinsip dan Tahapan Proses Pasteurisasi
Tujuan Instruksional Khusus:

Topik

Setelah menyelesaikan sub-topik 3.2 ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip dan tahapan proses pengalengan pangan untuk tujuan pasteurisasi produk pangan asam/diasamkan, serta titik-titik kritis yang harus diperhatikan.

Pendahuluan
Nama pasteurisasi diambil dari nama ahli mikrobiologi terkenal, yaitu Louis Pasteur, yang menemukan bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan pada minuman anggur dapat diinaktifasikan dengan memberikan perlakuan panas pada suhu cukup tinggi tetapi masih di bawah titik didih air. Proses pemanasan inilah yang kemudian dikenal dengan proses pasteurisasi. Pasteurisasi kemudian berkembang dan diaplikasikan secara luas pada susu dan sampai saat ini merupakan proses yang paling populer di industri persusuan dunia. Dalam perkembangannya, proses pasteurisasi pun banyak untuk diaplikasikan untuk pengawetan bahan pangan asam/diasamkan (pH4.5), seperti sari buah, pickle, dsb. Proses pasteurisasi juga dapat dilakukan pada produk pangan dengan pH>4.5 apabila akan dikombinasikan dengan metode pengawetan lainnya, seperti pendinginan atau penambahan bahan pengawet. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk. Pada umumnya proses pasteurisasi dilakukan pada suhu yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan dibawah 100oC), sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mengalami peningkatan daya awet beberapa hari (untuk produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (untuk produk sari buah pasteurisasi) saja. Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika :

1. Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu).

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

2. Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorga-

nisme patogen (penyebab penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada sari buah). mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari buah).

3. Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah

4. Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan

dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, pengemasan yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain).

Jadi, secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentukan toksin maupun pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi di antaranya adalah bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Di samping itu, pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri-bakteri pembusuk yang tidak berspora seperti Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir. Dengan demikian, secara umum proses pasteurisasi dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan, terutama nilai pH. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.4, kondisi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk dapat berbeda-beda. Khususnya untuk susu, sampai saat ini terdapat tiga metode pasteurisasi yang umum dipakai di industri susu; -terutama pada kombinasi suhu dan waktu tertentu yaitu :

1. Suhu 62.8-65.6oC selama 30 menit (long time pasteurization atau 'holder process). Pasteurisasi dengan 'holder process' ini populer sebagai proses pasteurisasi susu secara batch yang saat ini mulai kurang dipakai; kecuali
untuk proses pasteurisasi susu yang akan diproses lebih lanjut menjadi keju.

2. Suhu 73oC selama 15 detik (high temperature short time [HTST] pasteurization) 3. Suhu 85-95oC selama 2-3 detik (flash pasteurization).

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

Tabel 3.4. Kondisi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk pangan
Jenis Produk Pangan pH < 4,5 Sari Buah Inaktivasi enzim (pektinesterase dan poligalakturonase) Membunuh mikroorganisme pembusuk (khamir, Lactobacillus sp.) dan sisa khamir/ragi yang ditambahkan pada proses fermentasi (Saccharomyces sp.) Membunuh mikroorganisme patogen (Brucella abortis, Membunuh mikroorganisme pembusuk (kapang dan khamir) 65oC selama 30 menit; 77oC selama 1 menit, 88oC selama 15 detik 65-68oC selama 20 menit (dalam botol); 72-75oC selama 1-4 menit pada tekanan 900-1000 kPa Tujuan Utama Pasteurisasi Tujuan Sampingan/Ikutan Kondisi Minimum Proses Pasteurisasi

Bir

pH>4,5 Membunuh mikroorganisme pembusuk dan beberapa enzim 63oC selama 30 menit; 71,5oC selama 15 detik

Susu

Mycobacterium tuberculosis (Coxiella burnettii)

Telur cair

monella sp.

Membunuh mikroorganisme pathogen SalMembunuh mikroorganisme patogen

Membunuh mikroorganisme pembusuk Membunuh mikroorganisme pembusuk

64,4oC selama 2,5 menit; 60oC selama 3,5 menit 65oC selama 30 menit; 71 oC selama 10 menit; 80oC selama 15 detik

Es krim

Adapun tujuan khusus pada proses pasteurisasi susu, mencakup dua hal yang sangat penting; yaitu :

1. Menjaga kesehatan publik - untuk menyediakan susu dan produk susu yang

aman untuk konsumsi manusia, yaitu dengan cara menginaktifasikan semua bakteri patogen (yaitu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit bagi manusia) produk susu. Selain menginaktivasikan bakteri patogen, pasteurisasi juga dapat menginaktifasikan beberapa enzim dan bakteri perusak/pembusuk susu. Dengan demikian daya simpan susu dapat ditingkatkan sampai 7, 10, 14 atau bahkan sampai 16 hari, tergantung cara penyimpanannya.

2. Menjaga mutu simpan susu - untuk meningkatkan mutu simpan susu dan

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

Prinsip Pasteurisasi Sistem Batch


Pada prinsipnya, bahan pangan dapat dipasteurisasi pada saat sesudah dikemas maupun sebelum dikemas. Susu dan sari buah -misalnya- dapat dipasteurisasi setelah dibotolkan. Jika bahan pangan dikemas dalam kemasan gelas, maka air panas sering digunakan sebagai medium pemanas untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pecah (thermal shock, yaitu pecah karena adanya perubahan suhu secara mendadak). Perbedaan suhu maksimum antara bahan kemasan gelas dan air biasanya berkisar sekitar 20C pada proses pema-nasan dan sekitar 10oC untuk proses pendinginan. Untuk bahan pangan yang dikemas dengan bahan logam (metal) dan/atau plastik dapat diproses dengan menggunakan uap panas karena resiko thermal shock relatif kecil. Pada umum-nya, setelah pasteurisasi bahan pangan didinginkan kembali sampai mencapai suhu sekitar 40oC untuk mengevaporasikan sisa air, sehingga (i) mencegah terjadinya proses korosi; dan (ii) mempermudah proses penempelan dan pengeleman label pada permukaan bahan pengemas. Peralatan pasteurisasi paling sederhana hanya berupa bak air panas pada suhu yang telah ditentukan, dimana bahan pangan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama selang waktu yang telah ditentukan pula (Gambar 3.9). Jika pemanasan telah tercapai, maka produk tersebut diangkat dan kemudian dicelupkan kedalam bak lain yang berisi air dingin. Jika dikehendaki operasi proses yang sinambung, maka dapat digunakan konveyor yang secara sinambung akan mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas dan akhirnya melalui bak air pendingin. Waktu pemanasan dapat dikendalikan dengan mengendalikan kecepatan konveyor. Beberapa jenis alat pasteurisasi yang secara sederhana banyak digunakan di industri pangan hanya berupa tangki pemanas biasa. Sumber panas yang digunakan zias berupa uap ataupun pemanas lainnya. Alat pasteurisasi semacam ini (skema dapat dilihat pada Gambar 3.9) hanya terdiri dari bak pemanas (biasanya terbuat dari baja tahan karat) dan dilengkapi dengan pipa penebar uap (berlubang di sepanjang pipa yang di dalam bagian bawah bak) dan pipa penebar udara bertekanan. Udara disemprotkan ke dalam bak dengan tujuan untuk menciptakan pergolakan yang akan memperbaiki distribusi panas pada air pemanas, sehingga proses pasteurisasi akan lebih terjamin keseragamannya. Produk pangan yang dipasteurisasi dengan metode ini lain adalah produk nata de coco, produk coktail buah, sari buah, produk laut (daging lobster, shrimp, dll) dalam kemasan gelas plastik. Pasteurisasi dilakukan setelah produk dikemas. Metode pasteurisasi batch juga masih banyak digunakan industri susu dan cair lainnya (sari buah, dll) dimana pasteurisasi dilakukan sebelum proses pengemasan. Proses ini menggunakan tangki pemanas yang terdiri dari tangki berjaket (jacketed vat) yang dikelilingi dengan pemanas (Gambar 3.10). Pemanas yang digunakan dapat berupa sirkulasi air panas, uap ataupun koil listrik. Pada tangki tersebut produk (susu, misalnya) dipanaskan sambil diaduk merata dan dipertahankan pada suhu yang dikehendaki sesuai dengan persyaratan.

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

air Pipa penebar uap

Uap Uap

Pipa penebar uap

Kran udara Udara bertekanan

Gambar 3.9. Alat pasteurizer sederhana

Inlet line Cover requirements Air space heater

Agitator motor and shaft Recording thermometer Air space thermometer Indicating thermometer

Jacket : heating medium

closecoupled valve

To avoid area: L<H

Gambar 3.10. Batch pasteurizer

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

Setelah mencapai suhu dan waktu tertentu yang diinginkan, produk dapat didinginkan di tangki yang sama atau bisa juga dipindahkan ke tangki lain. Beberapa modifikasi sering dilakukan, antara lain produk dipanaskan dengan alat penukar panas terlebih dulu sebelum masuk ke tangki pasteurisasi. Tujuannya adalah untuk mempersingkat waktu pamanasan untuk mencapai suhu pasteurisasi yang diinginkan. Modifikasi ini sangat signifikan meningkatkan mutu produk, terutama untuk produk susu krim dan coklat. Sistem pasteurisasi ini banyak digunakan terutama di industri es krim, karena memberikan mutu campuran yang lebih baik.

Rangkuman
1. Pasteurisasi sering diaplikasikan terutama jika (a) dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu); (b) tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme pathogen (penyebab penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada saribuah); (c) diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada saribuah); (d) akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut. 2. Mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi adalah bakteri penyebab penyakit (Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TBC, Salmonella penyebab kolera dan tifus serta Shigella dysenteriae penyebab disentri) dan bakteri-bakteri pembusuk (Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir). 3. Tiga metode pasteurisasi yang umum dipakai di industri susu; -terutama pada kombinasi suhu dan waktu tertentu yaitu : (a) (long time pasteurization atau 'holder process) (62.8C-65.6C selama 30 menit); (b) (high temperature short time [HTST] pasteurization) (73C selama 15 detik); dan (c) flash pasteurization (85C-95C selama 2-3 detik).

Daftar Pustaka
Fellows,P.J. 1992. Food Processing Technology: Principle and Practice. Ellis Horwood, New York. Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic Press, San Diego, CA. Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand Reinhold, New York.

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

Valentas,K.J., Rotstein,E. Dan Singh,R.P. 1997. Handbook of Food Engineering Practice. CRC Presss, New York. Wirakartakusumah,M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip Teknik Pangan. PAU Pangan

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

You might also like