You are on page 1of 7

SUBDIVISI ENDOKRINOLOGY LAPORAN KASUS

HIPERTIROIDISME
MUHAMMAD RIZQA BIKA FK UNHAS / RSU. Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar PENDAHULUAN Hipertiroidisme (H) dikenal juga sebagai tirotoksikosis, merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh efek hormon tiroid (T4 dan T3) yang tinggi pada jaringan tubuh. H merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada masa anak, namun kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa.1,2 Sekitar 5% pasien H berusia dibawah 15 tahun, insiden puncak ditemukan pada masa remaja. Insiden pada anak wanita 5 kali lebih sering dibanding pria.3 Rendahnya angka kejadian serta tidak khasnya gejala awal hipertiroidisme pada anak seringkali tidak diperhatikan para praktisi kesehatan dalam menentukan diagnosis dan pelaksanaannya.4,5 Penyebab H belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga merupakan suatu proses imunologik dan dasar genetik.1,6 Dengan beberapa pengecualian, H pada anak disebabkan oleh gondok difus toksik yang disebut penyakit Graves atau maladie de Basedow7. Tiroid membesar dan hiperplastik secara difus dan mungkin dapat terdengar bruit diatasnya. Terjadi penonjolan bola mata yang disebut eksoftalmus.5 Mungkin didapatkan tanda Graefe (kelambanan kelopak mata atas saat mata memandang ke bawah), tanda Moebius (gangguan konvergensi), dan tanda Stellwag (retraksi kelopak mata atas dan jarang berkedip).2 Gejala-gejala H timbul perlahan-lahan, berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak, kulit hangat dan lembut, berat badan menurun, palpitasi, takikardia, dan tremor halus bila jari diluruskan.2,5,6 Makalah ini melaporkan satu kasus H pada anak perempuan berusia 9 tahun 6 bulan.
Dibacakan di BIKA FK-UNHAS/RSU Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Mei 2009

LAPORAN KASUS R, seorang anak perempuan berumur 9 tahun 6 bulan, anak pertama dari 4 bersaudara, datang berobat ke Poliklinik Endokrinologi Anak RS.Wahidin Sudirohusodo, rujukan dari RSU Sawerigading Palopo dengan diagnosis Malnutrisi + eksoftalmus pada tanggal 14 februari 2009. Anamnesis Pembengkakan pada leher dialami sejak 2 tahun yang lalu, mula-mula sebesar kelereng dan semakin lama semakin membesar. Tidak ada demam, menggigil maupun kejang. Tidak ada batuk, lendir dan sesak. Tidak ada mual dan muntah. Selera makan biasa. BAB dan BAK kesan normal. Riwayat mata terlihat mulai menonjol beberapa bulan setelah pembengkakan pada leher. Anak merasa selalu kepanasan, sering gugup, gelisah, malas belajar dan merasa cepat lelah bila beraktivitas. Riwayat penyakit gondok dalam keluarga dibantah. Tidak ada riwayat jantung terasa sering berdebar-debar. Anak sering berkeringat, berat badan terasa semakin menurun. Selama kehamilan ibu memeriksakan kehamilan secara teratur, tidak pernah sakit dan tidak pernah minum obat-obatan selain vitamin. Riwayat persalinan normal. Pemeriksaan fisik Anak tampak sakit ringan dengan gizi kurang. Berat badan (BB) 15 kg (P<3 CDC-NCHS 2000), tinggi badan (TB) 114 cm (P<3 CDC-NCHS 2000). Berat badan menurut umur (BB/U) 15/31 = 48%, BB menurut TB (BB/TB) 15/20 = 75%, kesan gizi kurang. Tinggi badan menurut umur TB/U 114/136 = 83%, moderate stunting. Lingkar kepala (LK) 49,5 cm (-2 SD s/d +2 SD/normosefal). Tekanan darah 120/60 mmHg. Nadi 128x/menit, reguler, berisi. Frekuensi pernafasan 24x/menit dengan suhu 37.2oC. Status puberitas: Ao Po Mo Kepala Mata Konjungtiva Leher : Normosefal, mesosefal. : Edema (-), eksoftalmus (+), tanda Graefe(+) : Pucat(-) : Kelenjar tiroid (Grade I B)

o Periksa pandang: terlihat benjolan dileher bagian depan pada posisi kepala normal (jarak pandang 1 meter). Benjolan tampak ikut bergerak bila penderita menelan. o Periksa raba: pembesaran kelenjar gondok lobus lateralis kiri dan kanan sebesar telur ayam. Pembesaran gondok bersifat difus, permukaan rata, konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan dan tidak ditemukan nodul. Kelenjar getah bening tidak teraba. DVS normal. o Periksa dengar: bruit (+) Jantung Paru Perut : Tidak ada kelainan : Suara nafas vesikuler.Tidak ada suara ronki, wheezing dan juga retraksi. : Peristaltik (+) kesan normal. Asites (-). Hati dan limpa tidak teraba.

Anggota gerak: Tampak tremor halus pada ujung-ujung jari tangan yang direntangkan. Refleks fisiologik: kesan normal Refleks patologis : tidak ada. Pemeriksaan laboratorium Tinja dan urin : Tidak ditemukan kelainan. Darah : Hb 12.1gm%, eritrosit 5.05X10^6/ml, lekosit 9.220/mm3, trombosit 266.000/L, hematokrit 37.9%. Alkali fosfatase: 275 U/L, Kalsium 9.1mg/dl, Fosfor organik 5.0 mg/dl Pemeriksaan hormonal: FT4 4.70 ng/dl (normal 0.8-1.8 ng/dl) TSHs <0.004IU/ml (normal 0.400-4.000 IU/ml) Bone Age USG Tiroid : sesuai untuk usia 7 tahun 10 bulan. : homogen, tidak tampak nodul, degenerasi kistik maupun kalsifikasi. o Tiroid lobus kanan: ukuran 28,6 mm X 21,4 mm X 14,6 mm. Echo

o Tiroid lobus kiri: ukuran 36,2mm X 25,9mm X 15,6 mm. Echo homogen, tidak tampak nodul, degenerasi kistik maupun kalsifikasi. Foto Thoraks: Tidak tampak kelainan. Diagnosis Kerja o Hipertiroidisme o Perawakan pendek (moderate stunting) o Gizi kurang Pengobatan o Carbimazole 3x 10 mg o Vitamin B kompleks + vitamin C 2x1 tablet o Makanan biasa tinggi energi dan protein (kalori 2400 kkal, protein 60 g) Anjuran Pemeriksaan o Konsul bagian mata, tumbuh kembang anak. PENGAMATAN LANJUT Tanggal 25 februari 2009 KU baik. Tekanan darah 110/60mmHg. Nadi 124x/menit. Pernafasan 24x/menit. Gondok derajat I B, Eksoftalmus (+), tremor (+). Hasil konsul bagian mata: o Dilakukan CT-Scan Kepala posisi axial tanpa kontras pada tanggal 23-022009 dengan kesan: tidak tampak kelainan pada CT-Scan kepala o ODS suspek Grave oftalmopati. Pengobatan dilanjutkan. Tanggal 7 maret 2009 KU baik. Tekanan darah 110/65 mmHg. Nadi 100x/menit. Pernafasan 20x/menit. Gondok derajat IB, eksoftalmus(+), tremor (-) Pengobatan dilanjutkan

Tanggal 14 maret 2009 KU baik. Tekanan darah 120/70 mmHg. Nadi 90x/menit. Pernafasan 20x/menit. Gondok derajat I A, eksoftalmus(+), tremor (-) Pengobatan : Carbimazole 2 X 10mg, Vitamin B kompleks + Vitamin C 2 x 1 tablet. DIAGNOSIS DEFINITIF o Hipertiroidisme o Perawakan pendek (moderete stunting) o Gizi kurang PROGNOSIS: Bonam DISKUSI Diagnosis H dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan hormonal. Gambaran klinis sangat bervariasi dan biasa timbul perlahan-pahan dan sering tidak disadari oleh penderita, keluarga penderita, dan bahkan tidak dikenali oleh tenaga kesehatan pada masa pertamakali dikunjungi.3,6 Gejala klinik dapat berupa tidak tahan panas, tremor jari-jari dapat terlihat bila lengan diekstensikan, keringat semakin banyak bila panas, berat badan menurun, palpitasi dan takikardia. Pembesaran tiroid mungkin ringan atau membesar nyata, dapat dipalpasi, teraba lembut, berbatas tidak tegas dan mungkin terdengar bruit diatasnya.2,3,5,6 Eksoftalmos merupakan salah satu tanda klinis yang khas pada anak-anak dimana terjadi pembengkakan otot-otot ekstraokulus yang mendorong bola mata ke depan.3,5 Mungkin juga didapatkan tanda Graefe, tanda Moebius, dan tanda Stellwag.6 Pada kasus ini keluhan penderita merasa selalu kepanasan, sering gugup, gelisah, malas belajar dan merasa cepat lelah bila beraktivitas, sering berkeringat, berat badan terasa semakin menurun. Pada pemeriksaan fisik tampak pembesaran tiroid, takikardia, eksoftalmos dan didapatkan tanda Graefe. Pemeriksaan hormonal pada H memperlihatkan peningkatan T3, T4 dan TSH menurun sekali sehingga tidak dapat diukur. Kadar T4 bebas meningkat. Pada beberapa penderita kadar T4 normal dan hanya T3 yang meningkat, disebut T3 toksikosis.7,8 Dari

data laboratorik pada pasien ini didapatkan penurunan kadar TSHs <0.004IU/ml(normal 0.400-4.000 IU/ml) dan peningkatan FT4 4.70 ng/dl (normal 0.8-1.8 ng/dl). Terdapat 3 pilihan metode terapi pada pasien H, yakni obat-obat antitiroid, abalasi dengan radioaktif iodium dan pembedahan.3,7 Masih terdapat kontroversi tentang cara pengobatan H pada anak, karena tidak ada satupun yang memuaskan secara keseluruhan. Pada kebanyakan pusat pendidikan, terapi medik merupakan suatu aturan dan harus dilaksanakan pada permulaan. Tindakan bedah dilakukan pada kasus yang sangat berat dan mengancam kehidupan jika pemberian antitiroid tidak berhasil sesudah pemberian yang baik selama 3 bulan, dan jika terapi medik tidak dilaksanakan secara serius. Kebanyakan ahli endokrinologi anak dan radioterapi menghindarkan penggunaan radioaktif iodium kecuali pada penderita yang tidak mungkin dilakukan terapi medik dan tindakan bedah merupakan kontraindikasi atau ditolak oleh penderita. Obat-obat antitiroid yang biasa dipakai yaitu propylthiourasil (PTU), methimazole(Tapazole di AS), dan Carbimazole (Neomercazole, di Indonesia dan Eropa).8 Pada pasien ini diberikan pengobatan dengan carbimazole dengan dosis 20-40mg/24 jam. Selanjutnya dosis diturunkan ke kadar minimal yang bisa mempertahankan anak dalam status eutiroidi. Komplikasi H dapat terjadi setelah terapi medik, penyinaran atau pembedahan. 1,5 Sedangkan prognosis H sangat baik jika didiagnosis lebih awal. Pada pasien ini kemungkinan prognosisnya baik oleh karena respon pengobatan yang diberikan cukup baik di tandai dengan mengecilnya kelenjar tiroid dan berkurangnya gejala-gejala klinik yang lain. RINGKASAN Telah dilaporkan sebuah kasus hipertiroidisme pada anak perempuan berumur 9 tahun 6 bulan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan hormonal. Telah dibahas pula tentang pengobatan dan prognosisnya. SUMMARY A girl 9 years and 6 months of age with hyperthyroidism was reported. The diagnosis was established based on clinical and hormonal laboratory findings. The treatment and prognosis were briefly discussed.

DAFTAR PUSTAKA 1. Clayton GW. Thyrotoxicosis in children. In: Kaplan SA. Clinical pediatric and adolescent endocrinology. Philadelphia, London: WB Saunders Co, 1982;110-7 2. Lafranchi S. Hyperthyroidism. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Stanton BF. Nelsons textbook of pediatrics; 18thEd. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2007. 3. Gotlin RW, Chase HP, Klingensmith GJ. Endocrine disorders. In: Hay WW, Groothuis JR, Eds. Current pediatric diagnosis & treatment; 13thed. Colorado: Prentice Hall International Inc: 1997; 831-3 4. Masjhur JS. Penyakit tiroid autoimun. CDK. Bandung: FK-UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin, 2010;176:184-190. 5. Kaguelidou F, Alberti C, Castanet M, Guitteny M-A, Czernichow P, and Le ger,J. Predictors of autoimmune hyperthyroidism relapse in children after discontinuation of antithyroid drug treatment. J Clin Endocrinol Metab 2008; 93:3817-3826. 6. Glaser NS, Styne DM. Predicting the likelyhood of remission in children with Graves disease: a prospective, multicentre study. Pediatrics 2008; 121(3):1-13 7. Satriono. Hipertiroidi pada bayi dan anak. Dalam: Bunga Rampai Tiroidologi, Fakultas kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado, 1992:98-109 8. Faizi M, Netty EP, Penatalaksanaan hipotiroid pada anak. Dalam: Continuing Education Ilmu Kasehatan Anak XXXVI. Hotel H.W. Marriott Surabaya: FKUNAIR RSU Dr. Soetomo; 2006:1-13

You might also like