You are on page 1of 26

RISET TEKNIK EKSTRAKSI BAKTO AGAR UNTUK MIKROBIOLOGI

ABSTRAK Riset teknik ekstraksi bakto agar telah dilakukan. Jenis rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gelidium sp dengan metode ekstraksi tanpa praperlakuan alkali. Pada penelitian tahun 2005 skala yang digunakan adalah skala laboratorium dengan bahan baku 100 gram dan volume air 2 L dan sudah menghasilkan bakto agar yang memenuhi standar dilihat dari kadar abu, kekuatan gel, maupun parameterparameter lainnya. Pada tahun 2006 ini dilakukan ekstraksi dengan jumlah bahan baku yang lebih besar yaitu 2 kg (skale up) dengan volume ekstraksi 60 L. Sebelum ekstraksi dalam skala ini, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan untuk menentukan waktu ekstraksi yang ekonomis. Waktu ekstraksi yang dilakukan adalah 1, 2 dan 3 jam. Parameter yang dianalisis adalah rendemen, kadar air dan kadar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, clarity, titik leleh dan titik jendal. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa waktu ekstraksi selama 2 jam menghasilkan bakto agar yang memenuhi standar dengan rendemen sebesar 12.33%, kadar air 10.41%dan kadar abu 2.1%, kadar abu tak larut asam 0.18%, kekuatan gel 670.72 kg/mm2, titik leleh 77 C dan titik jendal 34 C. Metode pengemasan (botol plastik dan botol kaca) dan uji daya simpan bakto agar hasil ekstraksi skale up dilakukan selama 6 bulan dan sebagai pembanding adalah bakto agar komersial (merk Oxoid, BD). Pengamatan dilakukan setiap bulan sekali, dengan pengamatan meliputi: kadar air , aw , kekuatan gel , pH , clarity , abu, abu tak larut asam, derajat putih, titik leleh dan titik jendal. Parameter mikrobiologi yang diamati meliputi TPC dan diameter koloni. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa bakto agar hasil ekstraksi skala scale up dari rumput laut jenis Gelidium sp sudah memenuhi standar mutu bakto agar komersial dan uji daya simpan bakto agar dalam proses penyimpanan selama 1 bulan pada pengemasan dalam botol plastik maupun botol kaca tidak berpengaruh terhadap kualitas bakto agar. Kemampuan bakto agar hasil penelitian sama dengan bakto agar komersial dalam menumbuhkan bakteri.

PENDAHULUAN

Salah satu potensi rumput laut yang dimiliki Indonesia adalah jenis agarophyt yang dapat diolah menjadi bakto agar untuk keperluan laboratorium. Hasil penelitian ekstraksi bakto agar tahun 2005 dari jenis Gelidium sp. dan Rhodymenia ciliata telah mendapatkan bakto agar yang memenuhi persyaratan komersial. Mengingat tingginya kebutuhan bakto agar dalam negeri yang selama ini masih mengandalkan produk impor, maka potensi pengembangan industri bakto agar dalam negeri sangat besar dan diharapkan mampu menekan angka impor produk olahan rumput laut. Selain itu berkembangnya industri ini diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan penggunaan bahan baku rumput laut yang selama ini belum dapat diolah di dalam negeri. Jenis rumput laut yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Gelidium sp, mengingat selama ini pemanfaatan rumput laut ini masih sangat terbatas dan masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering. Hasil penelitian tahun 2005 menunjukkan bahwa rumput laut ini mampu menghasilkan bakto agar dengan kekuatan gel yang tinggi dan telah memenuhi persyaratan bakto agar komersial. Penelitian yang akan dilakukan adalah skale up teknik ekstraksi, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu uji kemampuan sebagai media untuk menumbuhkan bakteri serta cara pengemasan dan daya simpan produk akan dilakukan untuk menunjang usaha komersialisasinya. Bakto agar adalah agar-agar yang memiliki kualitas tertentu sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam keperluan mikrobiologi seperti media untuk hitung bakteri dsb. Beberapa persyaratan standar untuk bakto agar adalah kekuatan gel (gel strength) min. 400 g/cm2, abu 4,5%, air 15%, pH 7-7,5, abu tak larut asam max. 1%. Sampai saat ini keperluan bakto agar dalam negeri masih sepenuhnya mengandalkan dari impor, meskipun produksi rumput laut penghasil agar di dalam negeri cukup tinggi. Beberapa jenis rumput laut penghasil agar di Indonesia adalah kades (Gelidium sp), Bludru (Rhodymenia Cilialata), bulu merak (Gelidiella sp), Agar merah (Gracilaria sp). Potensi rumput jenis Geldidium sp. cukup besar yaitu sekitar 4500 ton/tahun (Atmadja, et.al. 1996). Selama ini pemanfaatan Gelidium sp sebagian besar masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering atau sebagai campuran bahan baku

industri agar di dalam negeri.

Penggunaan sebagai bahan baku utama industri

pengolahan agar di dalam negeri umumnya masih kalah dibanding jenis lain seperti Gracilaria sp karena kualitas rumput laut yang rendah yang disebabkan karena tingginya tingkat bahan pengotor, banyaknya rumput laut lain sebagai pencampur, serta teknologi ekstraksinya yang lebih sulit. Meskipun demikian rumput laut ini memiliki potensi sebagai penghasil agarose yang bernilai tinggi, sehingga permintaan dunia akan rumput laut ini relatif tetap tinggi. Di beberapa negara maju jenis rumput laut ini digunakan sebagai bahan baku untuk industri agarose yang banyak digunakan dalam bidang bioteknologi seperti: gel elektroforesis, imunologi, media kultur mikroorganime, kolom khromatografi, teknik imobilisasi enzim dll. Hasil penelitian tentang ekstraksi agar yang telah dilakukan umumnya baru menghasilkan agar untuk food grade dan belum memenuhi kriteria untuk bakto agar. Beberapa kelemahan yang menyebabkan tidak masuknya kualitas agar ke dalam bakto agar umumnya adalah rendahnya gel strength, tingginya kadar abu dan abu tak larut asam (Suryaningrum, et.al, 1994, Utomo et.al. 1990). Selain itu untuk rumput laut Gelidium sp. juga terkendala oleh rendahnya rendemen yang dihasilkan. Sedangkan untuk rumput laut lain yang rendemennya cukup tinggi seperti agar merah (Gracilaria sp) dan Bludru (Rhodymenia sp) terkendala oleh ketersediaan bahan baku yang tidak kontinyu sepanjang musim.

Agar-Agar Agar-agar adalah produk ekstraksi rumput laut merah (agarophyte) (Winarno, 1990). Menurut Chapman dan Chapman (1980), agarophyte yang paling penting adalah jenis Gelidium sp, Gracilaria sp, Pterocladia sp, Acanthopeltis japonica dan Ahnfeltis plicata. Agar-agar merupakan kompleks polisakarida linier yang mempunyai berat molekul 120.000, tersusun dari beberapa jenis polisakarida, antara lain: 3,6-anhidro Lgalaktosa, D-galaktopiranosa dan sejumlah kecil metil D-galaktosa. Agar-agar adalah produk kering tak berbentuk (amorphous), mempunyai sifat seperti gelatin. Alga laut makro kelompok agarophyte molekul agar-agar terdiri dari rantai linier galaktan. Galaktan adalah polimer dari galaktosa. Dalam menyusun senyawa agar-agar, galaktan dapat berupa rantai linier yang netral maupun sudah berasosiasi dengan metil atau asam sulfat. Galaktan yang sebagian monomer

galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarosa sedangkan galaktan yang tersesterkan dengan asam sulfat disebut agaropektin.

Komposisi Agar-agar Walaupun kaya akan karbohidrat, agar-agar bukanlah sumber energi yang baik karena sebagian besar berupa polisakarida kompleks yang sukar dicerna sehingga sering digunakan untuk keperluan diet sedangkan kandungan proteinnya selain sangat sedikit juga sangat rendah nilai biologisnya (Susanto et al, 1978). Agar-agar juga mengandung berbagai jenis mineral (trace element) seperti halnya rumput laut, terutama kalsium dan potasium dalam perbandingan yang cukup baik untuk nutrisi. Kandungan kimia agar-agar secara umum disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia Agar-Agar Parameter Kalori (kal) Protein (gram) Lemak (gram) Total Karbohidrat Serat (gram) Abu (gram) Kalsium (miligram) Agar-agar 55.00 0.2 0.1 15.0 0.1 0.4 119.0 Parameter Sodium (miligram) Potasium (miligram) Thiamin (miligram) Riboflavin (miligram) Niacin (miligram) Besi (miligram) Pospor (miligram) Agar-agar 10.0 20.0 0.01 0.04 0.1 2.9 5.0

Sifat Fisik dan Kimia Agar-agar Agar-agar tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas. Pada suhu 32-39C terbentuk gel dan tidak meleleh dibawah suhu 35C (Soegiarto et al, 1978). Agar-agar dengan kemurnian tinggi tidak larut pada suhu 25C, larut dalam air panas, etanol amida dan formalin (Winarno, 1990). Gel agar-agar dapat dibentuk dalam larutan yang sangat encer yang mengandung fraksi 1 % agar-agar. Karakteristik gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh tertentu. Kekuatan gel agar-agar sangat tergantung pada perbandingan kandungan agarosa terhadap agaropektin, gel yang terbentuk akan semakin kuat (Winarno, 1990).

Gel agar-agar bersifat thermoreversible, yaitu pada suhu diatas titik leleh fase gel akan berubah menjadi fase sol dan sebaliknya, tetapi fase transisi tidak terjadi pada suhu yang sama. Gel agar-agar bersifat cukup stabil. Gel yang dibuat dari agar-agar dengan kekuatan gel yang tinggi dapat memiliki kestabilan yang sama dengan agar-agar kering jika disterilisasi dan disimpan secara hermatis. Gel agar-agar lebih stabil dibandingkan gel dari koloid alami lain karena hanya ada sedikit mikroorganisme dan enzim yang dapat mendegradasinya (Selby dan Wynne, 1973).

Agarosa Agarosa adalah salah satu fraksi penyusun agar-agar merupakan polimer pembentuk gel yang netral dan sedikit mengandung sulfat. Fraksi yang lain adalah agaropektin, dikenal sebagai polimer sulfat. Rasio kedua jenis polimer tersebut bervariasi dan persentase agarosa dalam agar-agar berkisar antara 50-90 %, tergantung pada spesiesnya. Perbedaan komposisi kimia dari agarosa dan agaropektin disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Komposisi Kimia Agarosa dan Agaropektin

Senyawa penyusun Abu (%) Ion Sulfat (%) Asam Uronik Asam Piruvat Sumber: Chapman dan Chapman (1980)

Agarosa 0.06-0.20 0.02-0.04 -

Agaropektin 5.1-9.9 3.7-9.7 ++ 1.3

Definisi Agarosa menurut Duckworth dan Yaphe (1971) dalam Renn (1986) adalah suatu campuran molekul-molekul agar-agar dengan muatan yang paling rendah, sehingga memiliki kemampuan membntuk gel yang kuat yang difraksionisasi dari seluruh kompleks molekul agar-agar dan dibedakan dengan adanya muatan ion yang menutupinya.

Tabel 3. Kandungan Agarosa dari Beberapa jenis Rumput Laut Jenis Rumput Laut Gelidium amansii Gelidium subcostatum Gelidium japonicum Pteroclodia tenuis Acanthopeltis japonicum Campylaephora hypnoides Gracilaria verrucosa Geranium bodydenii Sumber: Chapman dan Chapman (1980) Spesies yang berbeda akan menghasilkan perbandingan agarosa dan agaropektin berbeda pula (Chapman dan Chapman, 1980). Perbandingan agarosa terhadap agaropektin pada genus Gracilaria sekitas 20:1, jauh lebih besar daripada genus Gelidium yang mempunyai perbandingan 5:1 (Winarno, 1990). Kandungan agarosa juga ditentukan oleh metode produksi dan kandungan sulfat dari agar-agar yang diekstraksi (Chapman dan Chapman, 1980). Kandungan agarosa dari beberapa spesies rumput laut disajikan pada Tabel 3. Kandungan Agarosa 61 89 69 85 28 55 61 82

Bakto Agar Bakto agar merupakan agar yang telah dimurnikan dengan mereduksi kandungan pigmen-pigmen pengotor dan kandungan bahan-bahan asing (organik dan inorganik) serendah mungkin sehingga dapat mendukung pertumbuhan mikroba secara umum (Gelrited, 2003 dalam Abdullah, 2004). Pemanfaatan sebagai media kultur mikroorganisme ini belum berubah sejak Dr. Robert Koch memakai pertama kalinya tahun 1982 untuk kultur media bakteri tuberkulosa. Dengan kemajuan teknik rekombinasi DNA dan fusi sel, maka kegiatan seleksi, kloning dan propagasi mikroorganisme yang direkayasa juga dilakukan dalam media agar (Rasyid et al., 1998).

Bakto agar biasa digunakan untuk media kultur bakteri patogen maupun bakteri non-patogen. Sebanyak 1/6 dari total produksi agar-agar yang ada di Amerika Serikat digunakan untuk keperluan mikrobiologi sebagai media kultur bakteri (Anonimous, 2004a). Permintaan pasaran internasional untuk agar-agar yang digunakan sebagai media kultur bakteri terus meningkat (Winarno, 1990). Pemanfaatan bakto agar untuk bidang mikrobiologi di dalam negeri juga semakin meningkat. Namun produksi bakto agar belum mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Salah satu solusi adalah dengan membuat bakto agar produksi dalam negeri dengan karakteristik mutu yang diharapkan sama dengan bakto agar impor. Bakto agar yang digunakan sebagai kultur media memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki kekuatan gel, tingkat elastisitas, kejernihan dan stabilitas yang baik (Anonimous, 2004a). Food grade agar memiliki kisaran kekuatan gel antara 150 250 gram/cm2, sedangkan bakto agar memiliki kisaran kekuatan gel berkisar antara 400 - 500 gram/cm2 untuk reguler grade, 500 650 gram/cm2 untuk standard grade dan di atas 650 gram/cm2 untuk premium grade (Anonimous, 2004b).

Tabel 4. Spesifikasi Bakto Agar Komersial (Supreme Marine Chemical) Parameter/Parameter Standar/Standard Premium Reguler/Regular Kadar air / moisture content (maks/max) Kadar abu / ash content (maks/max) Kekuatan gel / Gel strength (gram/cm2) Sumber : Anonimous (2004b). Pengemasan Pengemasan dilakukan untuk melindungi bahan pangan dari kontaminasi yang berarti, melindungi terhadap mikroorganisme dan kotoran, serta tahan terhadap serangga atau binatang pengerat lainnya. Wadah yang digunakan harus bersifat non toksik dan inert, sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, rasa dan perubahan lainnya. Contoh wadah yang digunakan adalah kaleng, botol gelas, plastik atau kertas (Winarno et.al, 1980) 15% 12% 9%

4.5% 400-500

4% 500650

1% > 650

BAHAN DAN METODE Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Gelidium sp (kades). Rumput laut jenis Gelidium sp dilakukan proses pemisahan, pembersihan dan sortasi bahan baku dari jenis rumput laut lain, karang, pasir, sampah dan lain-lain. Rumput laut yang telah disortasi kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih hingga tidak ada kotoran yang menempel pada rumput laut tersebut. Proses selanjutnya melakukan pengeringan terhadap rumput laut hasil panen. Proses pengeringan bertujuan untuk memudahkan pada tahapan transportasi bahan baku. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan bantuan sinar matahari hingga kering. Proses pengeringan dilakukan dengan menjemur rumput laut dengan menggunakan para-para atau dengan menjemurnya diatas tanah dengan diberi alas terlebih dahulu. Bahan baku yang telah kering lalu dikemas dengan menggunakan karung plastik untuk siap dibawa ke laboratorium Pengolahan, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Metode Bahan baku dicuci dengan air bersih dan dipucatkan dengan NaOCl 2% selama 60 menit, selanjutnya dicuci sampai netral dan dikeringkan. Selanjutnya bahan baku siap diekstrak untuk kegiatan penelitian. 1. Penelitian pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan ekstraksi pendahuluan untuk

menentukan waktu ekstraksi yang ekonomis. Waktu ekstraksi yang dilakukan adalah 1, 2 dan 3 jam. Beberapa pengamatan yang dilakukan untuk menentukan waktu ekstraksi terbaik adalah rendemen bakto agar, kadar air dan kadar abu (AOAC, 1984), kadar abu tak larut asam (AOAC, 1984), kekuatan gel menggunakan Tekstur Analyzer TA XTPlus, kadar sulfat dengan metode gravimetri (Anonim, 1991), clarity, titik leleh dan titik jendal (Stanley, 1966). 2. Penelitian Utama Pada penelitian ini dilakukan skale up teknik ekstraksi bakto agar dari skala laboratorium dengan bahan baku rumput laut sebanyak 100 gram ditingkatkan menjadi 2 kg rumput laut dengan waktu ekstraksi yang telah ditetapkan dari hasil penelitian

pendahuluan. Penentuan kapasitas ini berdasarkan tersedianya alat ekstraksi yang ada di BBRP2B. Diagram alur ekstraksi bakto agar dari Gelidium Sp terlihat pada Gambar 1.
Rumput laut Gelidium Sp Pencucian dengan air Sortasi Pencucian dengan air

Perendaman Larutan NaOCl 2 % (t=60 menit)

Pencucian Pengeringan Perendaman dalam air (t=1 malam) Ekstraksi (T=121C, t=2 jam, P=1,1 atm) Penyaringan dan Penjendalan

Pembekuan Thawing Penarikan air dari Baktoagar dengan IPA Pengeringan di Oven T=50C Penepungan

Bakto Agar
Gambar 1. Diagram alur ekstraksi bakto agar dari Gelidium Sp

Metode pengemasan dan uji daya simpan akan dilakukan untuk melihat kemampuan produk bakto agar bertahan selama penyimpanan sebagai pembanding adalah bakto agar komersial. Metode pengemasan yang dilakukan adalah penyimpanan dalam botol plastik dan botol gelas dengan waktu penyimpanan dilakukan selama 6 bulan. Pengamatan dilakukan setiap bulan sekali, meliputi parameter: kadar air, aw menggunakan aw meter, kekuatan gel, pH, clarity, abu, abu tak larut asam, derajat putih, titik leleh, dan titik jendal. Hasil bakto agar akan diuji cobakan untuk keperluan mikrobiologi yaitu sebagai media untuk penentuan hitung bakteri total (TPC) dengan dibandingkan bakto agar komersial.

3.

Prosedur Pengujian

Rendemen Rendemen agar dihitung berdasarkan berat rumput laut bersih kering. Pengukuran dengan menimbang bakto agar yang dihasilkan dibagi dengan berat rumput laut kering yang diekstraksi, sebagai berikut.:

Rendemen (%) = Berat agar-agar kering (g) Berat Rumput Laut (g)

x 100%

Kadar air (AOAC, 1995). Cawan porselin kosong dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sebanyak 1-2 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukan ke dalam oven bersuhu 105 oC sampai beratnya konstan.

10

Cawan beserta isinya kemudian dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan kemudian ditimbang. Kadar air (%) = Kehilangan Bobot (g) Berat Contoh (g) x 100%

Kadar abu (AOAC, 1995) Contoh yang telah diuapkan airnya dimasukan ke dalam tanur bersuhu 600 oC, sebelumnya berat cawan kering dan berat contoh telah diketahui. Proses penguapan dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu, kemudian contoh ditimbang, kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar abu ( % ) = Berat abu (g) x 100% Berat sample (g)

Gelling Point/Titik Jendal (Suryaningrum dan Utomo, 2002) Sebanyak 1,5 gram bahan ditimbang dan dilarutkan dalam akuades sehingga konsentrasinya 1,5 %. Larutan tersebut dididihkan dalam waterbath selama 5 menit. Kemudian dituangkan sekitar 25 mL ke dalam tabung reaksi. Tabung tersebut diletakkan pada rak. Sampel diturunkan suhunya secara perlahan-lahan dengan cara menempatkan pada wadah yang telah diberi pecahan es. Titik jendal ditentukan tepat pada saat sensor dapat mengangkat gel dalam tabung reaksi.

Melting Point/Titik Leleh (Suryaningrum dan Utomo, 2002) Larutan bakto agar dengan konsentrasi 1.50 % disiapkan
o

dengan aquades.

Sampel disimpan didalam refrigerator pada suhu 10 C selama 17 + 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel dalam waterbath. Di atas gel tersebut diletakan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar maka suhu tersebut ditentukan sebagai titik leleh sampel.

Derajat Putih Analisa warna dilakukan dengan menggunakan kornameter. Alat dikalibrasi dengan standar berwarna putih, kemudian dilakukan pengukuran terhadap sample.

11

Kekuatan Gel Larutan baktoagar dengan konsentrasi 1.50 % (b/v) dilarutkan dalam aquades. Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen kemudian dipanaskan sampai suhu 60 oC selama 15 menit. Tuang larutan dalam Standard Bloom Jars (Botol dengan diameter 58 60 mm, tinggi 85 mm), tutup dan diamkan selama 2 menit. inkubasi pada suhu 10 oC selama 17+2 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT Plus Texture Analyzer pada kecepatan probe 0,5 mm/s dengan kedalaman 25 mm dengan kontak area 126.612 mm2. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuan kg/mm2.

Derajat Keasaman (pH) Larutan baktoagar dengan konsentrasi 1.5 % (b/v) disiapkan dengan aquades. Larutan sampel dipanaskan pada suhu 70 oC dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer, kemudian diukur derajat keasamannya dengan pH meter.

Uji Mikrobiologi Pengujian mikrobiologi ini untuk melihat performance sampel bactoagar khususnya kemampuannya dalam menumbuhkan bakteri ketika digunakan bersama komponen media pertumbuhan lainnya. Bahan yang digunakan adalah bakto agar, nutrien broth dan Bakteri uji (monokultur Gram negative, monokultur Gram positif dan mixed culture. Alat yang digunakan adalah Laminair, autoclaf, inkubator, shaker inkubator, petridish. Pada pembuatan media, pertama-tama disiapkan media NB sebanyak yang diperlukan (sesuai total jumlah sampel), setelah dilarutkan dengan akuades, dibagi kedalam sejumlah erlenmeyer, dan kedalam masing-masing erlenmeyer tersebut ditambahkan bakto agar sesuai yang diuji dengan jumlah yang sama. Sebelum dilakukan sterilisasi dilakukan pengecekan pH akhir medium memakai kertas pH. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121 oC, 1 atm. Pada persiapan bakteri uji, untuk monokultur (digunakan isolat murni atau bakteri tertentu yang sudah jelas identitasnya), lakukan penyegaran dulu dalam medium NB. Kultur cair segar kemudian diinokulasikan kedalam masing-masing medium (dengan metode tuang atau spread) dan diinkubasi pada 37 oC selama 48 jam. Hitung TPC dan

12

amati diameter koloni. Untuk mixed culture, dilakukan seperti pengujian TPC pada umumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL 1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan beberapa pengamatan yaitu rendemen, kadar air dan kadar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, kadar sulfat, clarity, titik leleh dan titik jendal.

Tabel 5. Analisis Bakto Agar pada penelitian pendahuluan

PERLAKUAN

Waktu Ekstraksi 1 jam 2 jam 12.33 10.41 2.10 670.72 0.18 34 77 7.1 clear 3 jam 13.20 10.95 3.68 615.27 0.31 25 67 6.65 clear

Standar *)

Rendemen Air (%) Abu (%) Gel Strength (g/cm2) Abu tak larut asam Titik jendal Titik leleh pH Clearity

8.29 10.34 2.16 115.80 0.38 33.5 71 6.9 clear

<12 <4 500-650 <1 38-40 78-80 6.8-7.5 clear

*) standar supreme marine chemicals

13

2. Penelitian Utama Tabel 6. Analisis Bakto Agar scale up


Ulangan PERLAKUAN 1 Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Gel Strength (g/cm2) Abu tak larut asam 0.03 0.05 0.06 0.05 0.06 0.06 8.65 2.43 858.5 2 9.46 2.12 728.5 3 9.69 2.49 797 Ratarata 9.27 2.35 794.67 BD 15.24 3.51 860.5 Standar OX 8.16 2.38 1385

Kadar Sulfat Titik leleh Titik Jendal pH Aw Derajat putih Clarity

2.40 89 26 6.7 0.288 52.5 2

2.10 92 27 6.72 0.316 49.4 3

2.38 92 28 6.78 0.316 50.2 3

2.29 91 27 6.73 0.307 50.7 2.67

1.74 85 28 6.6 0.514 52.6 4

1.12 85 24 6.8 0.167 57.7 4

Tabel 7. Analisis Mikrobiologi Bakto Agar


PERLAKUAN 1. E. Coli (gram negatif) TPC (cfu/mL) Diameter Koloni 2. L. Lactis (gram positif) TPC (cfu/mL) Diameter Koloni 3. Ikan segar (Mixed culture) TPC (cfu/mL) Diameter Koloni 3.1 x 109 0.3-0.6 2.3 x 109 0.3-6.0 7.4 x 108 0.3-6.0 8.9 x 106 0.1-3.2 1.0 x 107 0.1-7.2 9.8 x 106 0.1-5.1 2.7 x 108 0.1-2.5 2.6 x 108 0.1-3.2 2.6 x 108 0.1 Bakto Agar Hasil Penelitian BD Standar OX

14

Tabel 8. Analisis Bakto Agar pada penyimpanan di Botol Kaca dan Botol Plastik skale up Bulan Ke-1
Botol Kaca PERLAKUAN 1 Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Gel Strength (kg/mm2) Kadar Sulfat Titik leleh Titik Jendal pH Aw Kelarutan (%) Derajat putih Clarity 11.86 2.52 819 2.46 93 24.5 6.70 0.375 94.33 50.35 2 2 11.36 2.21 620 2.08 91 26.53 6.65 0.327 94 51.1 3 3 11.32 2.57 782 2.28 93 26.37 7.1 0.312 97 50.6 3 1 10.94 2.59 872 2.46 91 26.87 6.70 0.381 89.44 53 2 2 10.79 2.25 560 2.01 93 25.43 6.86 0.335 91.78 50.25 3 3 11.19 2.59 843 2.18 93 26.37 6.74 0.331 92 50.55 3 BD 16.59 3.04 860.5 1.74 86 28.13 6.6 0.511 90.44 52.9 4 OX 6.18 2.42 1385 1.12 84 27.9 6.8 0.236 99.11 57.1 4 Botol Plastik Standar

PEMBAHASAN

1.

PENELITIAN PENDAHULUAN

Rendemen Rendemen suatu bahan pangan berhubungan dengan nilai ekonomis bahan tersebut. Semakin tinggi rendemen suatu produk, maka nilai ekonomisnya juga semakin tinggi. Nilai rendemen bakto agar dihitung berdasarkan perbandingan berat bakto agar yang dihasilkan terhadap berat kering rumput laut. Nilai rendemen yang dihasilkan berkisar antara 8.29-13.20%. Ekstraksi merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai efektif atau tidaknya suatu proses produksi. Nilai rata-rata rendemen bakto agar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

15

14 12 Rendemen (%) 10 8 6 4 2 0 1 2 Waktu Ekstraksi (Jam) 3

Gambar 2. Pengaruh Waktu ekstraksi terhadap rendemen bakto agar

Hasil pengamatan terhadap rendemen menunjukkan bahwa perlakuan sangat berpengaruh terhadap besarnya rendemen yang dihasilkan. Rendemen bakto agar yang dibuat pada waktu ekstraksi 1 jam adalah 8,29 %, waktu ekstraksi 2 jam adalah 12,33 % dan waktu ekstraksi 3 jam adalah 13.20 %. Pada Gambar 2 terlihat bahwa perlakuan waktu ekstraksi memberikan pengaruh terhadap rendemen bakto agar yang dihasilkan.

Kadar Air Kadar air adalah kandungan air bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering. Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi non enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air bakto agar yang dihasilkan adalah berkisar antara 10.34 % - 10.95 % (Gambar 3). Nilai kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu ekstraksi selama 3 jam sedangkan nilai kadar air terendah diperoleh dari bakto agar dengan perlakuan waktu ekstraksi 1 jam. Kadar air bakto agar ini sudah memenuhi persyaratan bakto agar. Kadar air bakto agar komersial dengan grade standar sesuai dengan standar supreme marine chemicals adalah maksimal 12 %.

16

11 10.9 10.8 10.7 10.6 10.5 10.4 10.3 10.2 10.1 10 1 2 waktu ekstraksi (jam) 3

Nilai kadar air dari bakto agar dapat dipengaruhi oleh proses pengeringannya, baik yang menggunakan oven (secara mekanik) atau menggunakan sinar matahari. Pada pengeringan secara mekanik dengan menggunakan oven maka faktor-faktor seperti suhu, kelembaban udara, dan aliran udara akan dapat mempengaruhi proses pengeringan yang berlangsung (Winarno, 1991).

Kadar Abu Abu atau mineral merupakan komponen yang tidak mudah menguap pada waktu pembakaran dan pemijaran senyawa organik atau bahan alam. Pada proses pembakaran, bahan-bahan organik akan terbakar, sedangkan zat anorganik tidak terbakar tetapi membentuk abu. Kadar abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik. Kadar abu yang terkandung dalam suatu produk menunjukkan tingkat kemurnian produk tersebut. Tingkat kemurnian ini sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan mineralnya. Unsur-unsur mineral seperti seperti -komponen tesebut terdiri dari natrium (Na), Khlor (Cl), kalsium (Ca), Fosfor (P), magnesium (Mg), dan Belerang (S). Tujuan utama dari analisa kadar abu adalah untuk mengetahui secara umum kandungan mineral yang terdapat dalam bahan. Menurut Apriyantono et, al (1989) menyatakan bahwa nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut.

Kadar air (%)

Gambar 3. Pengaruh Waktu ekstraksi terhadap kadar air bakto agar

17

4 3.5 3 Kadar Abu (%) 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 Waktu Ekstraksi (jam) 3

Gambar 4. Pengaruh Waktu ekstraksi terhadap kadar abu bakto agar

Hasil analisis kadar abu bakto agar menunjukkan bahwa kadar abu bakto agar pada proses ekstraksi selama 1 jam adalah 2.16%, proses ekstraksi selama 2 jam adalah 2.10 % dan selama 3 jam adalah 3.68%. Dengan demikian berdasarkan kadar abu, bakto agar yang dihasilkan sudah memenuhi standar supreme marine chemicals adalah maksimal 4 %. Kadar abu bakto agar sedapat mungkin tidak lebih besar dari standar, karena nilai kadar abu yang berlebihan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Pelczar dan Chan (1986) bahwa semua organisme hidup membutuhkan beberapa unsur logam seperti Na, K, Ca, Mg, Mn, Fe, Zn, Cu dan Co, begitu pula dengan bakteri namun dalam jumlah yang sedikit (trace element).

Kadar Abu Tak Larut Asam Kadar abu tak larut asam bakto agar yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 0.18 % sampai dengan 0.38 %. Dengan demikian berdasarkan kadar abutak larut asam, bakto agar yang dihasilkan sudah memenuhi standar supreme marine chemicals dengan grade standar yaitu kurang dari 1 %. Kadar abu tak larut asam bakto agar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.

18

0.4 Kadar Abu Tak Larut Asam (%) 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1 2 Waktu Ekstraksi (jam) 3

Gambar 5. Pengaruh Waktu ekstraksi terhadap kadar abu tak larut asam bakto agar

pH Nilai pH bakto agar yang diperoleh dari hasil penelitian ini berkisar antara 6.65 sampai 7.1. Nilai pH bakto agar yang diperoleh pada proses ekstraksi selama 1 jam adalah 6.9, selama 2 jam adalah 7.1 dan selama 3 jam adalah 6.65. Nilai pH merupakan nilai yang menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Standar nilai pH untuk bakto agar dengan grade standar dan premium berdasarkan standar supreme marine chemicals adalah 6.8-7.5. Bila berdasarkan standar supreme marine chemicals, maka yang masuk kedalam standar adalah bakto agar dengan waktu ekstraksi 1 jam dan 2 jam. Nilai pH pada medium pertumbuhan mikroorganisme berpengaruh pada kehidupan dan pertumbuhan dari mikroorganisme itu sendiri. Mikroorganisme pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 4.0-9.0. Namun beberapa spesies dapat tumbuh pada kondisi sangat masam atau sangat alkalin (Pelczar dan Chan, 1986).

Kekuatan Gel Kekuatan gel (Gel strength) bakto agar yang dihasilkan berkisar antara 115.8 670.72 kg/mm2. Gel strength tertinggi diperoleh dari proses ekstraksi selama 2 jam yaitu sebesar 670.72 kg/mm2 dan gel strength terendah diperoleh dari proses ekstraksi

19

selama 1 jam yaitu sebesar 115.80 kg/mm2. Kekuatan gel bakto agar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Peningkatan kekuatan gel dapat dihubungkan dengan peningkatan kadar agarosa atau penurunan kadar sulfat serta peningkatan kadar 3,6 anhidro-L-galaktosa (Glicksman, 1983). Karakteristik pembentukan gel agar-agar disebabkan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6 anhidro-L-galaktosa yang memaksa molekul-molekul untuk membentuk struktur heliks. Interaksi antar struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel. Pergantian senyawa 3,6 anhidro-L-galaktosa oleh senyawa L-galaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam struktur heliks dan dalam keadaan seperti ini kekuatan gel menjadi menurun. Adanya 3,6 anhidrogalaktosa akan menyebabkan sifat anhidrofilik dan meningkatkan pembentukan heliks rangkap sehingga terbentuk gel yang kuat (Stanley, 1966). Terdapat hubungan antara kadar sulfat yang dihasilkan dengan kekuatan gel dari bakto agar. Semakin tinggi kadar sulfat yang dihasilkan maka kekuatan gel yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini karena ester sulfat pada atom karbon keenam dari L-galaktosa (C6) menyebabkan rantai polimer membentuk suatu tekukan yang dapat menghambat poses pembentukan gel (Glicksman, 1983).
800 Kekuatan Gel (Kg/mm2) 700 600 500 400 300 200 100 0 1 2 Waktu Ekstraksi (jam) 3

Gambar 6. Pengaruh Waktu ekstraksi terhadap kekuatan gel bakto agar

Nilai ini sudah masuk dalam grade gel strength premium untuk standar bakto agar, dimana nilai minimal untuk grade premium adalah 650 kg/mm2 .

20

Pembentukan Gel Suhu pembentukan gel bakto agar yang dihasilkan berkisar antara 25-34C. Suhu pembentukan gel tertinggi diperoleh dari proses ekstraksi selama 2 jam yaitu sebesar 34 C dan suhu pembentukan gel terendah diperoleh dari proses ekstraksi selama 3 jam yaitu sebesar 25 C. Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan silang rantai-rantai polimer, sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi yang bersambungan. Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Bila dibandingkan dengan bakto agar komersial maka suhu pembentukan gel bakto agar yang dihasilkan dengan semua perlakuan memiliki nilai yang dibawah standar bakto agar. Untuk bakto agar komersial memiliki standar nilai berkisar antara 38-41 C.

Titik Leleh Titik leleh gel bakto agar yang dihasilkan berkisar antara 67-77 C. Suhu titik leleh tertinggi diperoleh dari proses ekstraksi selama 2 jam yaitu sebesar 77 C dan suhu titik leleh terendah diperoleh dari proses ekstraksi selama 3 jam yaitu sebesar 67 C. Bila dibandingkan dengan bakto agar komersial maka titik leleh bakto agar yang dihasilkan dengan semua perlakuan memiliki nilai yang dibawah standar bakto agar. Untuk bakto agar komersial memiliki standar nilai berkisar antara 78-80 C.

2. Penelitian Utama Pada penelitian utama ini dilakukan ekstraksi dengan skala lebih besar. Hasil ekstraksi dilakukan pengemasan dan diuji daya simpan bakto agar tersebut. Bakto agar dikemas dalam 2 jenis botol yaitu botol plastik dan botol kaca. Pengamatan yang dilakukan setiap bulan sekali adalah meliputi parameter: kadar air, abu, abu tak larut asam, aw, kekuatan gel, pH, clarity, derajat putih, titik leleh, titik jendal dan uji

parameter mikrobiologi yang diamati meliputi TPC dan diameter koloni. Kadar air bakto agar pada bulan ke-0 adalah 9.27%, dan pada bulan berikutnya adalah 11.51% untuk penyimpanan dibotol kaca dan 10.97 % untuk penyimpanan di botol plastik. Nilai kadar air bakto agar ini masih memenuhi persyaratan bakto agar.

21

Kadar air bakto agar komersial dengan grade standar sesuai dengan standar supreme marine chemicals adalah maksimal 12 %. Kadar abu bakto agar pada bulan ke-0 adalah 2.35 %, dan pada bulan berikutnya adalah 2.43% untuk penyimpanan dibotol kaca dan 2.48 % untuk penyimpanan di botol plastik. Nilai kadar abu bakto agar ini masih memenuhi persyaratan bakto agar. Kadar abu bakto agar komersial dengan grade standar sesuai dengan standar supreme marine chemicals adalah maksimal 4 %. Kadar abu bakto agar sedapat mungkin tidak lebih besar dari standar, karena nilai kadar abu yang berlebihan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kadar sulfat bakto agar pada bulan ke-0 adalah 2.29 %, dan pada bulan berikutnya adalah 2.27% untuk penyimpanan dibotol kaca dan 2.22 % untuk penyimpanan di botol plastik. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan bakto agar komersial yaitu BD dan Oxoid. Kadar sulfat untuk bakto agar BD adalah 1.74 % dan untuk bakto agar Oxoid adalah 1.12 %. Kekuatan Gel bakto agar pada bulan ke-0 adalah 794.67 kg/mm2, dan pada bulan berikutnya adalah 740.33 kg/mm2 untuk penyimpanan dibotol kaca dan 758.33 kg/mm2 untuk penyimpanan di botol plastik. Nilai kekuatan gel bakto agar ini masih memenuhi persyaratan bakto agar, dimana nilai minimal untuk grade premium adalah 650 g/cm2 . Nilai rata-rata titik leleh bakto agar pada bulan ke-0 adalah 91C dan pada bulan berikutnya adalah 92.3 C untuk penyimpanan dibotol kaca dan penyimpanan di botol plastik. Sedangkan titik leleh bakto agar komersial BD dan Oxoid adalah 85C. Hal ini menunjukkan bahwa bakto agar hasil ekstraksi belum meleleh pada saat bakto agar komersial sudah meleleh. Nilai rata-rata titik jendal bakto agar pada bulan ke-0 adalah 27C dan pada bulan berikutnya adalah 25.8 C untuk penyimpanan dibotol kaca dan 26.22C penyimpanan di botol plastik. Sedangkan titik jendal bakto agar komersial BD dan Oxoid adalah 28C. Hal ini menunjukkan bahwa nilai titik jendal bakto agar hasil ekstraksi mendekati nilai titik jendal bakto agar komersial. Nilai rata-rata pH larutan bakto agar pada bulan ke-0 adalah 6.73 dan pada bulan berikutnya adalah 6.82 untuk penyimpanan dibotol kaca dan 6.77 penyimpanan di botol plastik. Sedangkan pH bakto agar komersial BD 6.6 dan Oxoid adalah 6.8. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pH bakto agar hasil ekstraksi mendekati nilai pH bakto agar

22

komersial BD dan Oxoid. Namun nilai pH ini masih dibawah grade standar bakto agar pada standar supreme marine chemicals. Nilai rata-rata aw larutan bakto agar pada bulan ke-0 adalah 0.307 dan pada bulan berikutnya adalah 0.338 untuk penyimpanan dibotol kaca dan 0.349 penyimpanan di botol plastik. Sedangkan pH bakto agar komersial BD adalah 0.514 dan Oxoid adalah 0.236. Nilai rata-rata derajat putih larutan bakto agar pada bulan ke-0 adalah 50.7 dan pada bulan berikutnya adalah 50.68 untuk penyimpanan dibotol kaca dan 51.27 untuk penyimpanan di botol plastik. Sedangkan nilai derajat putih bakto agar komersial BD adalah 52.9 dan Oxoid adalah 57.1. Uji mikrobiologi dilakukan untuk melihat performance sampel bactoagar khususnya kemampuannya dalam menumbuhkan bakteri ketika digunakan bersama komponen media pertumbuhan lainnya. Bakteri uji yang digunakan adalah E. Coli (monokultur Gram negative), L. Lactis (monokultur Gram positif) dan ikan segar (mixed culture). Pada bakteri uji E.Coli, nilai TPC adalah 2.7 x 10
8

sedangkan untuk

bakto agar komersial BD dan Oxoid sebesar 2.6 x 108 . Nilai TPC bakto agar hasil ekstraksi sama dengan bakto agar komersial, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bakto agar hasil ekstraksi dalam menumbuhkan bakteri E. Coli sama dengan bakto agar komersial. Nilai diameter koloni untuk bakto agar hasil ekstraksi adalah 0.1-2.5 sedangkan diameter koloni bakto agar komersial BD adalah 0.1-3.2 dan Oxoid adalah 0.1. Pada bakteri uji L. Lactis, nilai TPC adalah 8.9 x 106 sedangkan untuk bakto agar komersial BD sebesar 1.0 x 107 dan Oxoid sebesar 9.8 x 106. Nilai TPC bakto agar hasil ekstraksi hampir sama dengan bakto agar komersial dan hampir sama dengan Oxoid. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bakto agar komersial BD dalam menumbuhkan bakteri L. Lactis lebih besar daripada bakto agar hasil ekstraksi dan hampir sama dengan Oxoid. Nilai diameter koloni untuk bakto agar hasil ekstraksi adalah 0.1-6.1 sedangkan diameter koloni bakto agar komersial BD adalah 0.1-7.2 dan Oxoid adalah 0.1-5.1. Pada mixed culture (ikan segar), nilai TPC adalah 3.1 x 109 sedangkan untuk bakto agar komersial BD sebesar 2.3 x 109 dan Oxoid sebesar 7.4 x 108. Nilai TPC bakto agar hasil ekstraksi lebih besar daripada bakto agar komersial dan hampir sama

23

dengan Oxoid. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bakto agar hasil ekstraksi dalam menumbuhkan bakteri pada ikan segar lebih besar daripada bakto agar komersial BD dan Oxoid. Nilai diameter koloni untuk bakto agar hasil ekstraksi adalah 0.3-6.0 sedangkan diameter koloni bakto agar komersial BD dan Oxoid adalah 0.3-6.0. Uji daya simpan bakto agar masih berlangsung hingga saat ini.

ANALISIS BIAYA Rumput laut Gelidium 6 Kg @ Rp. 8000,NaOCl Air Larutan IPA Listrik Tenaga kerja = Rp. 48.000,= Rp. 1.000,= Rp. 5.000,= Rp. 50.000,= Rp. 20.000,= Rp.140.000 = Rp.264.000,-

JUMLAH

Rendemen bakto agar dari 1 kg Rumput laut yang telah dipucatkan adalah 13% =130 gram Untuk Rumput laut sebanyak 2 Kg = 2 x 130 gram= 260 gram Biaya per gram = Rp. 264.000,- /260 gram = Rp. 1015,39 Biaya per kg bakto agar = 1000 x Rp. 1015.39 = Rp. 1.015.390,-

24

KESIMPULAN 1. Perlakuan waktu ekstraksi berpengaruh terhadap besarnya rendemen dan kualitas bakto agar yang dihasilkan. Waktu ekstraksi selama 2 jam mampu menaikkan gel strength bakto agar yang diekstrak dari rumput laut Gelidium sp hingga memenuhi standar yang diinginkan. 2. Bakto agar hasil ekstraksi skala scale up dari rumput laut jenis Gelidium sp sudah memenuhi standar mutu bakto agar komersial. 3. Uji daya simpan bakto agar dalam proses penyimpanan selama 1 bulan pada pengemasan dalam botol plastik maupun botol kaca tidak berpengaruh terhadap kualitas bakto agar. 4. Kemampuan bakto agar hasil penelitian sama dengan bakto agar komersial dalam menumbuhkan bakteri.

DAFTAR PUSTAKA Soegiarto, A., W.S. Atmadja, Sulistijo dan H. Mubarak, 1978. Rumput Laut (Algae); Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI, Jakarta, 61 hal. Susanto, Mulyono, P., Lappas dan S. Endang, 1978. Penelitian Agar-Agar pada bermacam-macam Jenis Sango-Sango (Rumput Laut) di Sepanjang Pantai makasar. Balai Penelitian Kimia, Ujung Pandang, 31 hal. Chapman, V.J and D.J Chapman, 1980. Seaweed and Their Uses. Chapman and Hill. London, 333 pp. Anonimous. 2004b. Supreme Marine Chemicals. http://geocities.com/agar-

agar/Supreme.html. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Vol. II. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida. 199 p. Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 112 pp.

25

Th. D. Suryaningrum, J. T. Murtini, S. Wibowo dan M. Suherman (1994). Kajian Sifat Fisik dan Organoleptik Tepung Agar-agar dari Rumput Laut Gracilaria Tambak. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 83 Hal. 1-12. BSB. Utomo, S. Nasran, B. Priono dan S. Sukamulyo (1990). Pengolahan Agar-agar Kertas dari Rumput Laut Gelidium sp. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 65 Hal. 31-40. Selby, H.H. and W.H. Wynne, 1973. Agar, Dalam Industrial Gums. R.L Whistler and J.M BeMiller (eds.), Academic Press, New York, 807p. Renn, D.W. 1986. Uses of Marine algal in biotechnology and Industry. Dalam Workshop on Marine Algal Biotechnology, National Academic Press, Washington D.C. 108p. Anonimous. 2004a. Properties, Agar, Manufacture Carrageenan and and application Algin. 11 of Seaweed 2004.

Polysaccharides

Mei

http://www.fao.org/docrep/field/003/AB730E/AB730E00.htm. Abdullah, A. 2004. Pengaruh Penambahan Khitosan terhadap Mutu Agar Bakto (Bacto Agar). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. 75 pp. Rasyid, A., R. Rachmat, dan Murniasih T. 1998. Karakterisasi Polisakarida Agar dari Gracilaria sp. Dan Gelidium sp. Makalah disajikan dalam Forum Komunikasi I. Ikatan Fikologi Indonesia (IFI). Serpong, 8 September 1999. p. 57 62

26

You might also like