You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Masalah kedokteran gigi tidak hanya membahas gigi geligi tetapi meluas ke rongga mulut yang terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak. Penyakit jaringan lunak pada rongga mulut dewasa ini, menjadi perhatian serius para ahli terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang disebabkan kanker yang ada di rongga mulut khususnya pada nrgara-negara berkembang di Asia. (Saranath dkk, 1991) Mukosa mulut merupakan salah satu daerah yang aktif melakukan pembelahan sel, sehingga mukosa mulut cepat memberi respon, termasuk terhadap terapi radiasi kanker daerah kepala dan leher. Respon mukosamulut ini dapat berupa kemerahan sampaiulserasi yang luas atau mukositis. Mukositis merupakan salah satu efek samping dari terapi radiasi pada penderita kanker kepala dan leher. Meskipun bersifat sementara, mukositis tidak terhindarkan dari terapi radiasi. Mukositis ini dapat menimbulkan rasa sakit yang menyulitkan pasien untuk makan dan minum, bahkan dapat mengganggu jadwal terapi radiasi kanker. (http:/repository.usu.ac.id/handle/123456789/7938) Radioterapi merupakan salah satu pengobatan kanker dengan menggunakan sinar pengion. Bila sinar ini dipaparkan ke jaringan akan terjadi peristiwa ionisasi molekul airyang mengakibatkan terbentuknya radikal bebas di dalam sel, dimana pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel, terutama sel kanker. Dosis radiasi yang diberikan pada penderita kanker merupakan faktor pentingdalam terapi ini karena dapat menimbulkan efek. Selain dosis, volume jaringan teradiasi, jenis radiasi pengion dan kepekaan komponen sel turutmempengaruhi efek radiasi tersebut. Kemampuan pasien menjaga kondisi mulutnya agar tetap sehat saat menjalani terapi radiasi merupakan perawatan yang teraman dan termurah dalam menanggulangi mukositis, selain keterlibatan dokter gigi. Penatalaksanaan non bedah yang tepat dapat mengatasi kondisi ini. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa macam-macam efek samping dari terapi radiasi pada jaringan linak rongga mulut?
1

2. Bagaimanakah perawatan dari masing-masing efek samping terapi radiasi pada jaringan lunak rongga mulut?

1.3 Tujuan 1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan apa saja macam-macam efek samping dari terapi radiasi pada jaringan linak rongga mulut. 2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan bagaimanakah perawatan dari masing-masing efek samping terapi radiasi pada jaringan lunak rongga mulut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hampir satu juta orang penderita kanker berkembang invasif setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 40% akan menerima manfaat kuratif dari tindakan operasi, kemoterapi, radioterapi, maupun kombinasi dari beberapa terapi tersebut. Pada kasus pasien dengan kanker kepala dan leher, diperlukan pendekatan oleh tim medis untuk mendapatkan manajemen yang efektif. Saat
2

radioterapi diindikasikan kepada pasien, kesehatan rongga mulut pasien harus dicek secara menyeluruh serta dijaga baik-baik. (Journal of the American Dental Association, Vol. 119, 1991) Semua anggota tim pengobatan kanker harus diberitahu tentang rencana pengobatan kanker. Perawatan rongga mulut harus dimulai pada awal radioterapi. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan kepatuhan si pasieb. Terapi radiasi tubuh total dan terapi radiasi pada kepala dan leher akan menyebabkan efek langsung maupun tidak langsung pada jaringan rongga mulut dan sekitarnya, dan dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi ini mungkin termasuk mucositis, xerostomia, karies gigi, hilangnya indra perasa, trismus, infeksi, osteoradionecrosis, dan kelainan pertumbuhan dan perkembangan. (Journal of the American Dental Association, Vol. 119, 1991) Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan terapi radiasi. Komplikasi pada rongga mulut akibat terapi radiasi dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Evaluasi pada gigi dan jaringan sekitar rongga mulut dapat mengurangi insiden dan tingkat keparahan akibat komplikasi terapi radiasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi: pemeriksaan gigi secara menyeluruh untuk mengidentifikasi masalah yang sudah

ada sebelumnya. Diagnosis kanker, riwayat medis pasien, riwayat kesehatan gigi, kondisi periodontal, pemeriksaan radiografi, dan status gizi pasien. Sebelum pengobatan dilakukan, penyakit yang berpotensi memperparah kondisi

harus dicegah atau diobati terlebih dahulu. Oral hygiene yang buruk, impaksi gigi molar ketiga, kelainan periapikal, penyakit periodontal, karies, restorasi yang rusak, piranti prostetik yang mengganggu, piranti ortodontik, torus rahang, dan semua faktor yang dapat menyebabkan trauma harus dihilangkan. Intervensi tersebut harus disertai dengan tindakan pencegahan seperti menghilangkan plak, termasuk menyikat gigi dengan pasta gigi berfluoride dan penggunaan dental floss jika dapat ditoleransi. Aplikasi topikal fluoride dan obat kumur chlorhexidine dapat membantu untuk mengontrol karies dan plak. Jika terdapat waktu yang memungkinkan untuk dilakukan perawatan (terutama tindakan pencabutan) seharusnya dilakukan dua sampai tiga minggu sebelum dimulainya terapi radiasi.
3

kepatuhan pasien agar tidak merokok dan menjaga kesehatn rongga mulut sangat

penting. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya, konseling, dan motivasi akan meningkatkan kesuksesan terapi radiasi. Semua efek samping potensial harus diidentifikasi. (Wang, C.C., 1989)

Komplikasi Akut dan Subakut akibat Terapi Radiasi pada Rongga Mulut

Reaksi akut adalah gejala-gejala yang timbul selama atau segera setelah terapi radiasi dan dapat disembuhkan dalam waktu sembilan puluh hari pasca-terapi.

1. Mukositis Salah satu gejala pertama dari komplikasi radiasi adalah mukositis, mukositis dapat muncul saat 12-17 hari setelah dimulainya terapi. Peradangan mukosa dapat bervariasi berdasarkan dosis radiasi, sasaran dan durasi terapi. Mukositis oral mucul dengan gejala eritema ringan merata, sebagian kasus mengalamo ulserasi. Agen kemoterapi seperti 5FU, prokarbazin, metotreksat, dapat meningkatkan keparahan gejala-gejala. Saat ini, tidak ada obat yang tersedia untuk mencegah mucositis. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah meminimalkan tingkat morbiditas yang berlebihan dari mukosa oral. Hal ini dilakukan dengan merancang portal yang membatasi paparan jaringan agar tidak berisiko menimbulkan suatu neoplasia. Berkurangnya produksi saliva dan kerusakan papilla pengecapan dapat mengubah sensasi indra perasa selama radioterapi. Seringkali, pasien mengeluh rasa berlebihan pada saat makan. (Joyston-Bechal, S, 1992).

Manajemen
4

Banyak terapi oral yang belum teruji topikal dapat mengurangi gejala mucositis oral. Efikasi dan keamanan dari agen belum ditetapkan. Ramuan Saat ini diterima mencakup kombinasi Benadryl, Kaopectate, IBU, antasid, sucralfate, kortikosteroid, dyclonine, dan kental lidokain. Jika rasa sakit cukup parah untuk mengunyah makanan, analgesia sistemik harus dipertimbangkan. Gejala ekstrem dalam peradangan mukosa yang menunjukkan lesi konfluen mungkin memerlukan istirahat selama perawatan untuk memungkinkan jaringan beregenerasi. Namun, penghentian pengobatan dapat berbahaya dengan mengakibatkan repopulasi sel tumor yang cepat selama istirahat dalam terapi. Obat kumur harus dihindari. Alkohol dan fenol yang terkandung dapat mengeringkan mukosa dan menyebabkan rasa sakit lebih lanjut. Obat kumur klorheksidin harus teratur digunakan sebelum, selama, dan pasca terapi radiasi. (Joyston-Bechal, S, 1992). 2. Xerostomia Terapi radiasi tubuh lokal dan total ireversibel dapat mempengaruhi produksi dan kualitas saliva di dalam kelenjar ludah mayor dan minor. Dosis serendah 20 Gy akan menghasilkan perubahan klinis seperti saliva yang kental. Secara khusus, jika kelenjar parotis berada dalam bidang yang diterima dosis 40Gy atau lebih, maka akan berisiko mengakibatkan kerusakan kelenjar secara permanan. Penggunaan obat yang dapat memicu xerostomia (yaitu psikotropika, antiemitics, antihistamin, dan ribuan obat umumnya diresepkan lainnya.) harus dipertimbangkan dengan cermat. Diagnosis xerostomia didasarkan pada pemeriksaan subjektif maupun objektif. Mulut kering dapat mempengaruhi kemampuan berbicara, pengecapan, pengunyahan makanan dan kemampuan pasien untuk memakai prostesa. Saliva mengandung senyawa antimikroba yaitu sIgA dan mucin yang mengurangi bakteri patogen dan mengurangi risiko infeksi pada orofaring. Namun, peran air liur yang paling penting terletak pada kemampuannya untuk secara mekanis membersihkan gigi dan jaringan lunak. Oleh karena itu terapi radiasi yang mengakibatkan xerostomia dapat pula menyebabkan peningkatan insiden karies, terutama di bagian servikal mahkota klinis di cementoenamel junction. Demikian pula, perubahan dalam konten dan kuantitas saliva juga mengarah ke peningkatan kejadian kandidiasis dan penyakit periodontal. (Joyston-Bechal, S, 1992).
5

Manajemen Manajemen xerostomia diterapi dengan beberapa tahapan. Pertama, menyikapi keluhan utama pasien dari mulut kering yang kronis, pengobatan paliatif umumny, memanfaatkan saliva buatan, membawa air untuk membasahi mulut secara periodik. Saliva buatan tersedia dalam dua jenis. Semua mengandung elektrolit umum ditemukan dalam saliva termasuk yang biasanya digunakan untuk remineralisasi dan harus digunakan pada pasien gyrus. Solusi lainnya mengandung dextran yang harus dicadangkan untuk pasien edentulous agar tidak menaikkan indeks karies. Sialogogues (pilokarpin) juga dapat digunakan untuk merangsang sekresi saliva. Obat ini mengurangi banyak masalah yang dihadapi selama terapi. Namun, aspek penting dalam mengelola pasien yang menjalani terapi radiasi dengan dampak xerostomia adalah mengendalikan risiko untuk penyakit omulut. Oleh karena itu, penjagaan kebersihan mulut dengan fluorid topikal, obat kumur klorheksidin, dan perawatan gigi secara teratur diperlukan. Selain itu, saran diet dianjurkan untuk mengurangi asupan makanan yang berpotensi menyebabkan karies. (Joyston-Bechal, S, 1992).

3. Kandidiasis Efek lain akut umumnya terkait dengan mucositis adalah kandidiasis oral. Kolonisasi jamur pada jaringan yang rusak dapat mengintensifkan efek gejala radiasi pada mukosa. Praktisi harus menyadari beberapa akibat dari jamur kandida termasuk pseudomembran (plak putih dilepas dengan dasar eritematosa), hiperplastik kronis (leukoplakia), dan cheilitis kronis. Infeksi ini harus disembuhkan untuk mengurangi tingkat keparahan mucositis dan infeksi pencernaan.

Manajemen Manajemen pasien dengan kandidasis orofaringeal yaitu secara topikal dan sistemik. nistatin topikal dapat digunakan pada mukosa yang mengalami kandisiasis. Solusi topikal lainnya termasuk tablet clotrimazole yang direkomendasikan untuk pasien edentulous dan
6

angular cheilitis. Namun, obat ini harus dihindari oleh pasien dentulous untuk karies kontrol, karena kadar gula yang tinggi. Saat ini, obat terbaik untuk kandidiasis oral atau sistemik adalah Diflucan. Pengobatan termasuk dosis muatan 200mg hari pertama, diikuti dengan dosis 100mg / hari selama tiga belas hari yang tersisa. (Joyston-Bechal, S, 1992).

4. Infeksi Bakteri Infeksi lokal dapat menyebabkan sialadenitis, periodonditis, abses, perikoronitis, atau penyebab lain dari ulserasi. Emperic pengobatan dengan antibiotik biasanya memadai, namun, lesi periodontal biasanya membutuhkan debridement tambahan. Rongga mulut dapat menjadi jalan masuk untuk infeksi sistemik. Oleh karena itu, obat kumur chlorhexadine harus dipertimbangkan untuk pasien ini. (Joyston-Bechal, S, 1992) 5. Perdarahan Perdarahan gingiva mungkin merupakan tanda pertama dari trombositopenia. Kemampuan pasien untuk mencapai kesehatan mulut yang memadai mungkin terbatas. Dalam kasus flossing mungkin harus dihentikan. Sekali lagi bilasan chlorhexadine mungkin diperlukan untuk mengurangi patogen yang ditemukan dalam plak. (Joyston-Bechal, S, 1992)

Komplikasi kronis Terapi Radiasi Osteoradionekrosis Osteoradionekrosis salah satu komplikasi yang paling berat dari terapi radiasi pada kepala dan lehe. Efek jangka panjang dari terapi radiasi pada jaringan osseus dan lembut adalah pembentukan jaringan fibrosis yang lunak dan iskemia, yang mungkin bersifat irreversibel. Mekanisme utama dari keterlibatan osseus adalah cedera yang terjadi pada pembuluh darah kapiler dari kanal Haversian dan jaringan periosteal. Untungnya, osteonekrosis merupakan komplikasi relatif jarang terjadi, dengan kejadian mulai dari kurang dari dua persen sampai 10% dari pasien dengan terapi radiasi kepala-leher. Rentang kejadian bervariasi dengan total dosis yang diberikan pada rahang bawah. (Yaitu lebih dari 70 Gy menghasilkan jumlah yang lebih
7

besar). Faktor lain adalah lokasi berkembangnya dari tumor primer. Jika lesi besar dan terletak di dasar mulut tingkat osteonekrosis lebih dari dua kali lipat menjadi 25%. Karena penurunan kapasitas penyembuhan jaringan dari penurunan suplai darah, infeksi dapat menjalar sampai ke rahang. Etiologi utama adalah ekstraksi gigi gagal setelah terapi radiasi. (Joyston-Bechal, S, 1992).

BAB III PEMBAHASAN Skenario Perawatan Lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut Pagi ini Kelompok I sedang mempresentasikan makalah yang berjudul Penatalaksanaan/Terapi Penderita dengan Kelainan akibat Terapi Radiasi, Lesi Ulserasi, dan Burning Mouth Sensation. Selama diskusi berlangsung, banyak sekali pertanyaan yang diajukan dan kelompok penyaji dapat menjawab hamper semua pertanyaan dengan baik. Step I
1. Terapi radiasi : Terapi sinar dengan energy tinggi dengan menembus jaringan untuk

membunuh neoplasia yang mempengaruhi sel normal dan kanker. Pengobatan kanker dengan sinar pengion sehingga menyebabkan terbentuknya radikal bebas dalam sel. 2. Lesi Ulserasi : Lesi sekunder dimana kerusakan sudah mengenai lebih dari stratum basalis, mengenai lapisan dermis atau submukosa yang disebabkan karena peradangan, bersifat lunak, jika dipalpasi sakit, bentuk bulat cekung dan berbatas jelas 3. Burning Mouth Sensation : Sensasirasa seperti terbakar pada duapertiga anterior lidah, palatum, dan bibir dikarenakan penggunaan obat-obatan dan xerostomia. BMS dapat disebabkan karena bermacam macam sebab,diantaranya Kelainan local : candidiasis, Linchen planus, xerostomia Kelainan sistemik : kekurangan vitamin Kerusakan primer : kerusakan saraf sensorik Kerusakan sekunder : Kurang gizi,nutrisi (vitamin B12 dan zat besi) Step II 1. Apa saja macam kelainan akibat terapi radiasi di rongga mulut dan bagaimana penatalaksanaannya?
8

2. Bagaimana penatalaksanaan dari lesi ulserasi? 3. Bagaimana penatalaksanaan dari Burning Mouth Sensation? Step III 1. Macam kelainan akibat terapi radiasi di rongga mulut dan cara mengatasinya a. Mukositis Pra-terapi Melakukan pemeriksaan terhadap semua keadaan rongga mulut. Jika ada tindakan perawatan gigi dilakukan minimal 2 minggu sebelum terapi radiasi dilakukan. Serta menjaga oral higine sebaik mungkin. Intra terapi Menjaga kesehatan rongga mulut (oral higine) selama perawatan radioterapi. Tidak dianjurkan untuk melaksanakan tindakan perawatan gigi. Post terapi Tetap menjaga oral higine. Jika akan dilakukan tindakan perawatan gigi, ditunggu sampai mukosa benar-benar membaik, minimal 2 minggu post perawatan radioterapi.

b. Xerostomia Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama mungkin akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan zat perangsang saliva dan zat pengganti saliva Zat perangsang produksi saliva. Obat perangsang saliva hanya akan membantu jika ada kelenjar saliva yang masih aktif. Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam sitrat dan dapat merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar di dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat merusak email dan dentin. Mentol dalam kombinasi dengan zat-zat manis dapat merangsang
9

baik sekresi seperti air maupun sekresi lendir, memberi rasa segar di dalam mulut. Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat, natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet bebas Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer seperti air. Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol.

Zat pengganti saliva Bila zat perangsang saliva tidak memadai untuk mengatasi keluhan mulut

kering, maka digunakan zat pengganti saliva. Pengganti saliva ini tersedia dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap.

c. Burning Mouth Sensation Sindrom mulut terbakar (BMS) digunakan untuk menerangkan adanya keluhan rasa terbakar pada lidah, palatum atau bibir. Pada umumnya BMS menyerang wanita, tetapi dapat juga terjadi pada wanita kira-kira 7:1. Pada umumnya lebih sering menyerang orang tua dengan insiden puncak terjadi pada decade ke lima. Penderita-penderita bms cenderung memperlihatkan tiga tipe pola yaitu : tipe-1, rasa terbakar tidak terjadi pada waktu bangun di pagi hari tetapi akan terasa bila hari telah siang. Tipe-2 ,rasa terbakar dirasakan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan menetap sampai penderita tidur lagi. Tipe-3, rasa terbakar hilang timbul dan menyerang tempat-tempat yang tidak umum, seperti dasar mulut, dan tenggorokan d. Candidiasis oral Penataklasanaan dari candidiasi oral yaitu diantaranya dengan terapi obat diantaranya :
10

1. Antibiotik a. PolyenesP: amfotericin B, nystatin, hamycin, nalamycin b. Heterocyclicbenzofuran: griseofulvin 2. Antimetabolite: flucytosine 3. Azoles a. Imidazole (topical): clotrimazol, miconazol (sistemik): ketokonazole b. Triazoles (sistemik): flukonazole, itrakonazole 4 5 Allylamine Terbinafine Anti jamur lainnya: tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat

Dari beberapa golaongan anti jamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus-kasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericin B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole.

e. Karies radiasi

Sinar radiasi di daerah kepala dan leher yang sangat tinggi tidak hanya menyerang mukosa rongga mulut, tetapi juga menyerang gigi dan tulang. Saat gigi yang sedang berkembang tepat pada titik penyinaran utama terapi radiasi maka perkembangan erupsi gigi akan terhambat. Bila penyinaran dilakukan setelah gigi erupsi maka karies radiasi bisa terjadi. Kondisi ini diawali dari pinggir insisal gigi- gigi anterior dan ujung cusp gigi- gigi posterior. Gigi yang terkena radiasi menyebabkan pulpa mengalami hyperemia sehingga gigi menjadi sangat sensitiv terhadap panas dan dingin. Perubahan pada saliva secara drastis akan meningkatkan kerentanan pasien terhadap karies gigi, karena pH saliva sangat asam, memberikan tempat yang baik untuk bakteribakteri kariogenik yang menunjang demineralisasi gigi secara perlahan. Perkembangan karies pada pasien xerostomia memiliki pola yang khas. Karies sangat cepat menyerang, terutama daerah servikal gigi. Daerah insisal dan cusp yang biasanya
11

resisten juga rentan mengalami karies karena hanya dilapisi oleh selapis tipis enamel sehingga tanpa perlindungan saliva karies akan cepat mencapai dentin.

f. Erimatous pada mukosa mulut Belum terjawab g. Osteoradionekrosis Belum terjawab h. Recurent Apthous Stomatitis (RAS) I. Terapi Kausatif a. obat kumur Chlorhexidine glocunate Benzydamine hidrocloride Carbonexolone disodium 1% Povidone Iodine obat kumur adalah antisepticyang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Selain itu lactid acud 5% obat kumur juga efektif dan aman digunakan Chlorhexidine dapat membantu penyembuhan ulkus (sa-riawan), mungkin disebabkan karena berkurangnya kolonisasi bakteri yang berkontaminasi dengan luka dan mengurangi ter-jadinya infeksi sekunder b. topical kortikosteroid Hidrocortisone hemisuccinate ( 2,5 mg dioleskan di dekat daerah ulser 3 kali perhari) Bethametasone sodium phospate (0,5 mg tablet dilarutkan dalam air dan digunakan untuk obat kumur) Fluocinonide Triamicolone acetonide
12

Flumethasone pivalate Beclomethasone dipropionat

c. anxiolitic terapi/hypniterapi Untuk pasien yang juga mengalami stres

d. sistemic agent Untuk pasien yang mengalami ulserasi yang parah dengan frekuensi yang sering Levamisole Monoamine oxide inhibitor Thalidomide Daphsone

2. Penatalaksanaan dari lesi ulserasi


a. RAS (Nek Podo duwur ditulis neh ga??)

b. Traumatic Ulser

Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi atau penyebab (trauma).

Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikal anatesi.

Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari.
13

Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut merupakan karsinoma
c. Behcet (sing bener nulise piye??)

Terapi pada penyakit behcet tergantung pada luasnya manifestasi klinis dari penyakit itu. Pasien-pasien dengan serangan sistemik yang berhak dirawat dengan kortikosteroid sistemik dan suatu agen imunosupresif seperti misalnya azathioprine atau cyclophosphamide. Terapi untuk lesi mulutnya sama dengan terapi untuk lesi RAS. Penggunaan agen fibrinolitik, faktor transfer dan colchine pernah dianjurkan, akan tetapi tidak ada penyelidikan terkontrol yang telah dilakukan, dan bahkan laporan pendahuluannya masih kurang meyakinkan.

d. Herpes Intraoral Recurent Asiklovir 200 mg diberikan 5 kali sehari Kumur antiseptik Anestesi topikal

3. Penatalaksanaan Burning Mouth Sensation


Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah tersebut. Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan. Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru. Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat. 14

Step IVMapping

Efek samping terapi radiasi di rongga mulut

Mukosa

Kelenjar

Tulang

Gigi

Mukositis

Xerostomi a

Osteokardion ekrosis Candidiasi s

Karies radiasi

Ulserasi

BMS

Penatalaksanaan

Step V Learning Objective 1. Mampu menjelaskan macam-macam efek samping terapi radiasi pada jaringan lunakl rongga mulut
15

2. Mampu menjelaskan macam-macam perawatan dari efek samping terapi radiasi pada jarigan lunak rongga mulut PR : a. Mouth Lubricant b. Penggunaan gigi tiruan cekat pada radioterapi c. Eritemathous dan osteokardionekrosis d. Terapi paliatif e. Scuamos Cell Carcinoma Step VII
1. Macam-macam efek samping terapi radiasi pada jaringan lunak rongga mulut

a. Mukositis Terapi radiasi yang diberikan pada penderita kanker daerah kepala dan leher memberikan reaksi pada jaringan normal, khususnya pada mukosa rongga mulut. Pertama muncul biasanya pada akhir minggu pertama setelah terapi. Terapi radiasi biasanya diberikan selama 6 minggu dengan dosis harian 2 Gy (1 Gy : 100 rad), lima kali seminggu. Gejala awal berupa gambaran mukosa keputih-putihan yang menandakan adanya keratinisasi tingkat tinggi secara tak normal akibat mitotik yang terganggu dan retensi yang berkepanjangan dari sel epitelial superfisial. Hal ini diikuti atau bersamaan dengan timbulnya eritema mukosal disertai pengelupasan, rasa tak nyaman dan edema di daerah yang terlibat (Novianty, 2005). Dhyphagia (kesulitan menelan) dan luka pada rongga mulut terlihat setelah 2-4 minggu terapi radiasi dan mulai mereda dalam 2-3 minggu berikutnya. Perubahan yang lebih parah setelah 3 minggu terapi radiasi adalah terbentuknya pseudomembran yaitu pembentukan plak atau bercak pada mukosa. Setelah proses perubahan ini dinamakan sebagai mukosistis yaitu suatu proses reaktif berupa peradangan pada membran mukosa orofaring (Novianty, 2005). Berikut perkembangan mukositis selama dilakukannya terapi radiasi : Minggu pertama 2-3 minggu 4-5 minggu 5-6 minggu : 1000 rad. Mulai terlihat gambaran leukoplakia dan munculnya pseudomembran : 2000-3000 rad. Mukositis pada dinding faring mulai berkembang : 4000-5000 rad. Mukositis mukosa bukal berkembang : 5000-6000 rad. Mukositis pada lidah berkembang
16

Mukositis merupakan komplikasi yang tidak dapat dihindari namun umumnya ringan dan bersifat sementara secara alamiah. Tingkat mukositis tergantung pada jenis terapi radiasi, dosis yang diberikan dan durasi pengobatan. Bila dosis yang diberikan tidak terlalu besar maka reaksi ini akan mereda dan jaringan pun kadang-kadang cenderung menjadi normal. Namun apabila jaringan mendapat dosis penyinaran yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya perubahan degeneratif yang merajalela pada periode beberapa tahun sehingga karsinoma pun bisa berkembang. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri dan jamur pada membran mukosa mulut yang menimbulkan luka bakar diperparah oleh rasa sakit dan bengkak yang terjdai selama hampir dalam masa perawatan. Keadaan ini membuat pasien mengalami kesukaran saat berbicara (Novianty, 2005).

Ulserasi Mukositis menggambarkan adanya suatu reaksi efek toksik pada saluran pencernaan dari mulut dampai anus, yang merupakan akibat dari agen-agen kemoterapi atau radiasi. Mukositas ditandai dengan adanya daerah eritema, ulser, dan kemudian menjadi lapisan putih kekunig-kuningan (pseudomembran), nekrosis dan perdarahan spontan. Erythematous mucositis terlihat 3 hari setelah pemberian kemoterapi pertama, tetapi lebih khusus atau jelas terlihat dalam 5-7 hari. Sedangkan mukositis yang disertai ulkus muncul setelah hari ke-7 dimulainya kemoterapi (Kamarudin, 2009). Menurut Petersen DE, (1999) mukositis oral adalah inflamasi mukosa oral (stomatitis) akibat radioterapi atau kemoterapi, yang rata-rata timbul pada hari ke5 sampai ke-14 setelah radiasi, atau sesuai dengan masa pergantian siklus normal epitel mukosa oral yang tidak dapat regenerasi akibat radiasi langsung (Muin, 2009). Skala ukur klinik untuk menentukan derajat mukositis oral Menurut World Health Organization (WHO) : 0 : Tanpa tanda dan gejala (simptom) 1 : Ulkus tak sakit atau nyeri ringan dengan edema atau eritema 2 : Sakit, eritema, ulkus, bisa makan makanan padat 3 : Sakit, eritema, ulkus, membutuhkan makanan cair/lunak 4 : Tidak mungkin memberikan makanan (alimentation) Menurut National Cancer Institute-Common Toxicity Criteria (NCI-CTC) : 1 : Ulkus tidak sakit, eritema 2 : Nyeri, eritema, edema, ulserasi, bisa makan 3 : Nyeri, eritema, edema, ulserasi, tidak bisa makan 4 : Perlu diet parenteral atau enteral (Muin,2009).

b. Xerostomia
17

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva (Amerongan, 1991; Sonis dkk,1995). Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran (tabel 2) (Amerongan, 1991). Tabel Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva (Amerongan, 1991). Dosis < 10 Gray 10 -15 Gray 15 -40 Gray > 40 Gray gejala Reduksi tidak tetap sekresi saliva Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan Reduksi masih terus berlangsung, reversibel Perusakan irreversibel jaringan kelenjar Hiposialiva irreversibel

Xerostomia terbagi menjadi dua macam, yakni xerostomia primer dan sekunder. Xerostomia primer disebabkan karena adanya kelainan pada kelenjar saliva, sedangkan xerostomia sekunder merupakan akibat dari adanya suatu kelainan sistemik (seperti: syndrom Sjogrens) dan terapi obat- obatan. Konfirmasi adanya xerostomia tampak dengan adanya penurunan produksi saliva didasarkan atas pemeriksaan klinis dan pengukuran percepatan aliran saliva. Penderita akan mengeluhkan beberapa simptom, antara lain: kesulitan dalam berbicara atau menelan, retensi geligi tiruan yang buruk serta keadaan mulut yang tidak menyenangkan (Michael, 1998).

Burning Mouth Sensation

Burning mouth syndrome (BMS) atau sindroma mulut terbakar adalah suatu kompleks gejala pada pasien dengan keluhan nyeri mulut tetapi secara klinis pada pemeriksaan oral dan selaput lendir tidak ditemukan kelainan. BMS adalah diagnosa eksklusi. Banyak penyakit mulut dan selaput lendir yang menunjukkan gejala nyeri mulut seperti liken planus, infeksi herpes simpleks berulang, dan stomatitis berulang. Sebuah pemeriksaan oral menyeluruh harus dikerjakan untuk mengeksklusi ini dan penyakit oral yang lain sebelum mendiagnosa BMS. Sinonim dari BMS termasuk glossodynia, glossopyrosis, lossalgia, stomatodynia,
18

stomatopyrosis, nyeri lidah dan ulut, lidah terbakar, paresthesia mulut dan lidah dan dysesthesia oral. Pasien biasanya merasakan sensasi terbakar, gatal, nyeri, panas, tajam, dan mati rasa pada rongga mulut. Nyeri pada BMS kira-kia sama dengan sakit gigi. Sensasi ini paling banyak muncul pada 2/3 depan dan ujung lidah. Terkadang bisa terjadi pada tempat yang berbeda-beda termasuk derah atas alveolar, palatum, bibir dan daerah bawah alveolar. Paling sedikit terjadi di mukosa mulut, dasar mulut dan kerongkongan. Dengan prevalensi sekitar 3,7% populasi. BMS mengenai lebih sering wanita 7 kali daripada pria. Biasanya mengenai usia pertengahan dan usia lanjut (rata-rata 60 tahun dan tidak pernah dilaporkan pada anak-anak). Durasi BMS kira-kira 2-3 tahun. Banyak pasien BMS telah berkonsultasi dengan banyak dokter gigi, dokter dan layanan kesehatan lain dan telah banyak mencoba membeli obat tanpa resep dan dengan resep. Lebih dari setengah pasien menerima informasi yang tidak lengkap tentang BMS dari pemberi layanan kesehatan. (http://www.scribd.com/doc/39988236/Burning-Mouth-Syndrome) Banyak kondisi yang berhubungan dengan kejadian BMS. Bukan suatu hal yang mengejutkan bahwa nyeri mulut dapat disebabkan lebih dari satu penyebab. Empat kategoriutama adalah sistemik, lokal, psikiatri atau psikologis, faktor idiopatik. Xerostomia. Mulut kering merupakan keluhan yang sering yang dijumpai pada pasien dengan BMS dan dapat dijumpai hingga 25% pasien dengan keluhan ini. Penurunan lubrikasi mulut dapat menghasilkan peningkatan pergesekan dan ketidaknyamanan yang mengarah pada BMS. Xerostomia sendiri dapat merupakanmultifaktor. Xerostomia yang berhubungan dengan obat umum terjadi dan dapat terjadi dengan banyak medikasi termasuk trisiklik antidepresan, benzodiazepin, monoamine oxidase inhibitor, antihipertensi, dan antihistamin. Penyakit jaringan ikat, seperti sindrom Sjrgen atau sindrom sicca, dapat menyebabkan xerostomia, juga pada riwayat radiasi lokal atau diabetes mellitus. Bahkan stres dan kecemasan dapat menyebabkan mulut kering. Walaupun dihipotesiskan, xerostomia yang berhubungan dengan umur dan menopausal belum didokumentasiKandidiasis. Dilaporkan bahwa kandidiasis merupakan faktor kausatif pada 6-30% pasien dengan BMS, tetapi perubahan mukosa yang khas untuk kandidiasis minimal atau tidak dijumpai pada pasien BMS. Osaki,dkk melaporkan bahwa kandidiasis subklinis sebagai penyebab BMS pada 25% pasien dalam studi Cohort. Nyeri glossal menurun dengan pemberian larutan pencuci mulut yang mengandung Amphotericin. Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi oportunistik, suatu unsur normal dalam mulut pada 40% pasien, pertumbuhan Candida yang berlebihan dapat terjadi pada pasien Xerostomia, pengguna kortikosteroid, pengobatan antibiotik, pengguna gigi palsu dan diabetes melitus. Diabetes Mellitus. Perubahan metabolik pada mukosa oral, neuropati diabetik, dan angiopati merupakan mekanisme terjadinya BMS. Xerostomia dan kandidiasis oral juga berkontribusidalam masalah ini. Sekitar 5% pasien BMS menderita diabetes melitus. BMS merupakan nyeri mulut terbanyak kedua setelah
19

xerostomia pada studi pasien diabetes. Dengan mnegontrol diabetes melitus dapat memperbaiki atau mengobati BMS. (http://www.scribd.com/doc/39988236/Burning-Mouth-Syndrome)

Candidiasis

Adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan merupakan flora normal. Telah dilaporkanspesies kandida mencapai 40-60% dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut. (Silverman, 2001) Terdapat lima spesies kandida yaitu kandida albikans, kandida tropikalis, kandida glabrata, kandida krusei dan kandida parapsilosis. Dari kelima spesies kandida tersebut kandida albikans merupakan spesies yang paling umum menyebabkan infeksi di rongga mulut. (Nolte, 1982) Terjadinya kandidiasis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama penggunaan protesa, xerostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio therapy, obat-obatan sitotoksis, konsentrasi gula dalam darah (diabetes), penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit keganasan (neoplasma), kehamilan, defisiensi nutrisi, penyakit kelainan darah, penderita immuno supresi (AIDS). (Silverman S, 2001) Terjadinya kandidiasis pada rongga mulut diawali dengan adanya kemampuan kandida untuk melekat pada mukosa mulut, hal ini yang menyebabkan awal terjadinya infeksi. Sel ragi atau jamur tidak melekat apabila terjadi mekanisme pembersihan oleh saliva, pengunyahan dan penghancuranoleh asam lambung berjalan normal. Perlekatan jamur pada mukosa mulut mengakibatkan proliferasi, kolonisasi tana atau dengan gejala infeksi. (Mc Farlane, 2002) Bahan-bahan polimerik ekstra selular yang menutupi permukaan kandida albikans merupakan komponen penting untuk perlekatan pada mukosa mulut. Kandida albikans menghasilkan proteinase yang dapat mendegradasi protein saliva termasuk sekretori immunoglobulin A, laktoferin, musin dan keratin juga sitotoksis terhadap sel host dan melibatkan beberapa enzim lain seperti
20

fosfolipase akan dihasilkan pH 3,5-6,0. Enzim ini menghancurkan membran sel selanjutnya akan terjadi invasi jamur tersebut pada jaringan host. Hifa mampu tumbuh meluas pada daerah permukaan sel host. (Mc Farlane, 2002)

2. Mampu menjelaskan macam-macam perawatan dari efek samping terapi radiasi pada jarigan lunak rongga mulut
a. Mukositis

Mukositis sebagai respon terhadap terapi kanker tidak dapat dihindari dan harus dikontrol. Cairan masuk yang memadai dan kumur-kumur secara rutin perlu untuk menjaga kelembapan rongga mulut (Noviyanti,2005). Persiapan awal sebelum dilakukan terapi rasiasi dengan mengontrol infeksi yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut dan pemberian antibiotic (Noviyanti, 2005). Selama terapi radiasi, mukositis dapat diringankan dengan pemberian kumur mulut saline normal hangat dan lignocaine kental 2%. Untuk mempertahankan kebersihan rongga mulut dapat diberikan kumur mulut chlorhexidine 0,2%. Dalam hal ini dilarang merokok dan minum alkohol (Noviyanti, 2005). Untuk penangangan infeksi bakteri dan jamur dapat diberikan zat antimicrobial baik topical maupun sistemik. Studi-studi yang menunjukkan bahwa pemusnahan bakteri gram negative dengan penggunaan polymyxin dan tobramycin lozenge empat kali sehari, menimbulkan penurunan signifikan pada mukositis. Kenyamanan pasien juga dapat ditingkatkan dengan pemakaian yang benar dari anastesik topical, steroid, serta bahan-bahan pelindung dalam bentuk salep (Noviyanti, 2005). Mukosistis yang terjasi setelah terapi rasiasi dapat berupa ulser yang besar. Perawatan yang diberikan meliputi perbaikan kebersihan mulut dengan air garam hangat atau pembilas mulu sodium bikarbonat. Untuk larutan encer digunakan dipenhydramine hydrochloride (benadryl) dan kopectate (untuk melapisi luka) pada bagian yang terkena. Caranya, kumur sesendok makan penuh larutan Benadryl dan kaopectate di dalam rongga mulut lalu tahan selama satu menit kemudian dibuang. Ulangi setiap dua jam (Noviyanti, 2005).

Ulserasi (kok malah pada Lupus???) coba tambahi yoo..

Penatalaksanaan lesi oral spesifik seperi lesi ulser/ apthae pada penderita lupus eritematosus memerlukan kombinasi terapi kortikosteroid sistemik dengan dengan antimetabolit seperti azathioprinePengobatan pada mulanya harus mencakup
21

memberi penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah tersebut. Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan. Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru. Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat. Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya (Imuran) atau

mycophenolate mofetil (CellCept) dengan cyclophosphamide. Sebagai terapi tambahan dapat diberikan Colchidne 0,6 mg dua kali sehari, Dapsone 100-150 mg/hari, atau thalidomide 100-200 mg/hari. http://resources.unpad.ac.id/unpad content/uploads/publikasi_dosen/LUPUS %20ERITEMATOSUS.pdf c. Xerostomia Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Pada keadaan berat dapat digunakan zat perangsang saliva dan zat pengganti saliva (Amerongan, 1991; Kidd dan Bechal,1992). Zat Perangsang Produksi Saliva Obat perangsang saliva hanya dapat digunakan bila kelenjar saliva masih aktif. Obat- obatan yang dapat digunakan, antara lain: 1. Permen karet atau permen isap asam. Jika pasien masih bergigi, permen itu akan membahayakan gigi, kecuali jika bebas sukrosa. Juga tidak dianjurkan untuk menggunakan tetes buah yang diperkaya dengan pemanis buatan yang biasa digunakan oleh penderita kencing manis, sebab sifat asam akan merusak enamel. 2. Mouth lubricant (pH 2,0) dan lemon mucilage (pH 2,8). Kedua produk ini mengadung asam sitrat dan dapat diperoleh di apotik rumah sakit. Karena pHnya rendah sekali, tidaklah mengherankan kalau kedua larutan itu sangat merusak email dan dentin.
22

Walaupun mungkin bisa digunakan untuk pasien yang tidak bergigi, pemakaiannya bagi pasien yang bergigi jangan sekali- kali dianjurkan. 3. Salivix berbentuk tablet isap (lozenge) yang berisi asam malat, gomarab, kalsium laktat, natrium fosfat, lycasin dan sorbitol. Obat ini memiliki pH 4 namun tidak akan menyebabkan demineralisasi enamel.
4. Pylocarphine hydrochloride dan asam nikotinat, merupakan obat sistemik yang terbukti

dapat merangsang produksi saliva dengan baik pada beberapa kasus. Akan tetapi pemakaiannya tidak dianjurkan karena efek samping yang tidak enak (Hasibuan, 2002).

Zat Pengganti Saliva Zat pengganti saliva ini dibuat dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap. Cairan 1. Hypromellose (pH 8,0), merupakan kombinasi antara hydroxipropilmetil selulosa buatan skharin. 2. V. A Oralube (pH 7,0), merupakan zat pengganti saliva yang diformulasikan untuk merangsang viskositas dan tingkat elektrolit seluruh saliva. Isinya adalah natrium florida, ion- ion kalsium, fosfat, kalium dan magnesium, serta metil selulosa. Bahan ini didesain untuk menimbulkan remineralisasi enamel dan dentin. Spray 1. Saliva Orthana (pH 7,0). Komposisinya unik, karena disamping berisi NaF, ion- ion kalsium, fosfat, natrium, magnesium dan kalium, juga berisi musin sebagai pengganti karboksimetil selulosa untuk memperoleh viskositasnya.
2. Glandosan (pH 5,1). Komposisinya serupa dengan saliva orthana hanya tidak

mengandung fluor dan hidroksimetil selulosa sebagai pengganti musin. pHnya dapat dikatakan rendah karena diisi karbon dioksida bagi kelancaran daya semprotnya sehingga tidak dianjurkan untuk penderita bergigi (Hasibuan, 2002) Tablet isap Plyox adalah tablet isap yang berisi oksida polietilen yang bersifat visikoelastik sama dengan saliva jika dilarutkan dalam mulut. Pasien merasa enak kalau saliva tersedia cukup banyak dalam mulut untuk melarutkannya. Satu sampai dua persen larutan ini ternyata sengat bermanfaat untuk mencekatkan gigi palsu. ( Edwina A. M Kidd, 1998)
23

Pengobatan yang tersedia untuk pasien Xerostomia dapat dibagi menjadi empat kategori utama: (1) terapi preventive, (2) terapi symptomatic, (3) local or topical salivary stimulation, dan (4) systemic salivary stimulation. pengobatan yang efektif dari gangguan sistemik yang mendasari terkait dengan saliva disfungsi kelenjar dapat memperbaiki keluhan ludah juga (Greenberg. M.S et al,2003). Terapi Preventive Penggunaan fluoride topikal pada pasien dengan kelenjar ludah hipofungsi adalah mutlak penting untuk mengontrol karies gigi. Frekuensi aplikasi (dari setiap hari untuk sekali per minggu) harus diubah, tergantung pada tingkat keparahan dari disfungsi saliva dan tingkat perkembangan karies. Penting bagi pasien menjaga kebersihan mulut. Pasien akan memerlukan kunjungan ke dokter gigi lebih sering (biasanya setiap 4 bulan) dan harus bekerja sama dengan dokter gigi untuk mempertahankan gigi yang baik health. Saat fungsi saliva terganggu, mungkin ada peningkatan demineralisasi, percepatan hilangnya struktur gigi (Greenberg. M.S et al,2003). Pasien dengan mulut kering juga mengalami peningkatan infeksi, kandidiasis mukosa khususnya. Ini mungkin bentuk eritematosa (tanpa mudah dikenali plak pseudomembran), adanya kemerahan dari mukosa dan keluhan dari sensasi terbakar dari jaringan lidah atau lunak lainnya intraoral. Pasien dengan disfungsi kelenjar saliva mungkin memerlukan masa pengobatan yang lama dan re-treatmen untuk membasmi infeksi jamur mulut (Greenberg. M.S et al,2003). Terapi Symptomatic Pasien harus didorong untuk minum air sepanjang hari, hal ini akan membantu melembabkan rongga mulut, kekeringan mukosa, dan membersihkan debris dari mulut. Penggunaan air dengan mengunyah makanan dapat membuat dan membentuk bolus makanan lebih mudah, akan memudahkan menelan, dan akan meningkatkan rasa persepsi. Peningkatan kelembaban lingkungan sangat penting. Ada sejumlah gel yang tersedia. Pasien harus diperingatkan untuk menghindari produk yang mengandung alkohol, gula, atau perasa yang kuat yang dapat mengiritasi mukosa yang sensitive. Produk yang mengandung lidah buaya atau vitamin E harus dianjurkan. Ada banyak pengganti saliva yang tersedia secara komersial. Namun, air
24

liur penggantian (saliva buatan) tidak diterima oleh sebagian pasien (Greenberg. M.S et al,2003). Local or Topical Salivary Stimulation Beberapa pendekatan yang tersedia untuk merangsang aliran saliva. Mengunyah akan merangsang aliran saliva secara efektif, seperti yang asam dan manis. Kombinasi mengunyah dan rasa, sebagai disediakan oleh permen karet, dapat sangat efektif dalam menghilangkan gejala. Pasien dengan mulut kering harus diberitahu untuk tidak menggunakan produk yang mengandung gula sebagai pemanis, karena peningkatan risiko untuk karies gigi. Stimulasi listrik juga telah digunakan sebagai terapi untuk hipofungsi saliva tetapi telah memadai diselidiki secara klinis. Sebuah perangkat yang memberikan muatan listrik tegangan rendah pada lidah dan palatum meskipun efeknya tampak sederhana pada pasien dengan mulut kering (Greenberg. M.S et al,2003). Systemic Salivary Stimulation Penggunaan secretogogues sistemik untuk rangsangan saliva telah diperiksa. Lebih dari 24 agen telah diusulkan sebagai alat stimulasi saliva sistemik. Empat telah diperiksa secara luas di dikendalikan uji klinis, ini adalah bromhexine, anetholetrithione, pilokarpin hidroklorida (HCl), dan cevimeline HCl (Greenberg. M.S et al,2003).

Burning Mouth Sensation sumbere belum jelas!! Lebih dilengkapi

yoo.. Prinsip penanganan: 1.


2.

Focus mengontrol atau mengeliminasi semua hal yang berpotensi Penanganan tailor pada pasien berdasarkan penyebab yang dicurigai Terapi empiris hanya jika tidak ditemukan penyebab BMS atau gagal

menyebabkan BMS 3. terapi

Terapi Burning Mouth Sensation (BMS) :


25

a. b. c. d.

Anti depresan (klorazepam 0,2-0,25 mg/hari) dan penenang (benzodiazepam klordiazepoxide 10-30 mg/hari Menghindari makanan-makanan yang menyebabkan alergi Antikonvulsan 300-1600 mg/hari Obat hipertensi dengan penggunaan sesuai dosis

Candidiasis

Obat-obat anti jamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu: (Tripathi M.D, 2001) a) Antibiotik PolyenesP: amfotericin B, nystatin, hamycin, nalamycin Heterocyclicbenzofuran: griseofulvin b) Antimetabolite: flucytosine c) Azoles Imidazole (topical): clotrimazol, miconazol (sistemik): ketokonazole Triazoles (sistemik): flukonazole, itrakonazole d) Allylamine Terbinafine e) Anti jamur lainnya: tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat Dari beberapa golaongan anti jamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus-kasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericin B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc Cullough, 2005) Osteokardionekrosis

Osteoradionecrosis adalah kondisi peradangan pada tulang yang disebut osteomyelitis karena terpapar radiasi dalam jumlah banyak, biasanya pada daerah kepala dan leher. Hal ini ditandai dengan tulang yang terekspos selama minimal 3 bulan setelah terpapar radiasi. Dosis
26

lebih dari 50 Gy dapat menyebabkan kerusakan yang irreversible. Bagian tulang yang tidak terkena radiasi adalah hypocellular dan hypovaskular. Vaskularisasi yang tidak lancar menyebabkan lingkungan hipoksia yang tidak mungkin ada proses penyembuhan. Meskipun infeksi dapat menjadi faktor yang berdampak, itu bukan hal yang penting setelah kerusakan akibat terjadi radiasi. Dalam banyak kasus ekstraksi gigi dan trauma gigi tiruan setelah terapi radiasi yang terlibat sebagai faktor etiologi. Infeksi sekunder yang umum, berdampak reaksi inflamasi yang berkelanjutan. Karena kesulitan perawatan, komplikasi ini serius dari morbiditas terapi radiasi yang tinggi. (Leslie D, 2007) Pengobatan osteoradionekrosis terutama melalui kontrol gejala tidak nyaman. Garamair bilasan, dan menghilangkan jaringan yang terkena cahaya dapat membantu. Antibiotik dapat membantu jika luka menjadi terinfeksi. Terapi oksigen hiperbarik (oksigen disampaikan dalam bertekanan ruang) kadang-kadang digunakan untuk meningkatkan jumlah oksigen yang diberikan kepada yang terkena jaringan. Oleh karena itu Sebelum dilakuakan radioterapi alangkah baiknya seorang pasien tersebut melakukan preventiv dentistry atau tindakan pencegahan seperti merestorasi gigi yang berlubang atau melakukan ekstrksi gigi non vital atau sumber infection. (Leslie D. 2007)

27

You might also like