You are on page 1of 17

LATAR BELAKANG & PERMASALAHAN

Latar Belakang Sesuai Undang-undang no.36 Tahun 2009 ( UU No.36 Thn 2009) , Bahwa Kesehatan merupakan Hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Bab II pasal 2, dijelaskan bahwa pembaguanan kesehatan diselenggarakan berasaskan Perikemanusiaan, keseimbangan,, manfaat, pelindungan,penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan Nondiskriminatif dan Normanorma agama. Dimana Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Pasal 14). Tenaga Kesehatan diwajibkan memiliki kualifikasi minimum, yang harus memnuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional (Pasal 24). Dalam hal pelayanan kesehatan , jika tenaga

kesehatan diduga melakukan suatu kelalaian, kelalain tersebut harus diselesaikan dulu melaui mediasi. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun

swasta , wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan pencacatan terlebih dahulu , dimana dilarang menolak pasien dan/ meminta uang muka (Pasal 32).

[Type text]

Page 1

Ironisnya dalam praktek keseharian yang terjadi dalam kehidupan kita sekarang ini, jauh berbeda dari yang telah ditentukan bahkan menyimpang dari Undang-undang yang ada. Hal ini dikarenakan Konsep dasar dari tujuan

pembangunan Instansi-instansi Kesehatan (Rumah sakit, klinik, dll) saat ini mayoritas sudah tidak lagi mengutamakan Hak Asasi Manusia ( Pesakit/Pasien) namun yang lebih diutamakan adalah PROFIT !. Dimana Kode etik kedokteran serasa semakin hari semakin pudar, tugas dan profesi yang dulunya begitu Mulia, seiring waktu juga semakin berubah, bahkan dibalik kemuliaannya mungkin saja terdapat suatu keadaan yang mengerikan yang tidak pernah kita ketahui. Namun apa daya masyarakat ?

Kasus-kasus yang berkaitan dengan dunia Kesehatan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, bahkan seiring waktu semakin bertambah banyak dan bervariasi. Pada tahun 2008 yang lalu, terjadi sebuah kasus yang begitu menarik perhatian publik, dimana seorang Ibu rumah tangga yang mengeluhkan atas pelayanan kesehatan yang buruk yang telah diterimanya, malah sebaliknya dituntut secara Perdata dan Pidana , dengan delik Pencemaran Nama Baik. Kasus yang kita kenal dengan nama Prita Mulyasari VS RS.Omni Internasional. Bagaimanakah nasib seorang ibu Rumah tangga sederhana dalam menghadapi tuntutan Sebuah Rumah Sakit yang bertitel Internasional? Apakah masih ada Hukum dinegara yang kita cintai ini ?

[Type text]

Page 2

Permasalahan Prita Mulyasari merupakan pasien Rumah Sakit Omni Internasional yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui pesan terbatas di email kepada teman-temannya, namun kemudian email tersebut tersebar. Pihak rumah sakit, seperti dilansir Antara, tidak menerima sikap Prita dan kemudian mengajukan gugatan pencemaran nama baik ke kepolisian. Kepolisian mengenakan Pasal 310 dan Pasal 311 dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik kepada Prita namun saat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, dakwaannya ditambahkan dengan Pasal 27 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Dengan dasar itulah, Prita yang memiliki dua anak berusia di bawah lima tahun kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Tangerang. Namun sejumlah pihak termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla kemudian

mengeluarkan komentar tentang kasus itu dan akhirnya status penahanan Prita Mulyasari diubah menjadi tahanan kota. Sidang perdana kasus pidana yang dialami oleh Prita Mulyasari, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten.

[Type text]

Page 3

KRONOLOGIS

Inilah kronologi lengkap kasus yang menimpa Prita Mulyasari mulai dari awal dia berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya.

7 Agustus 2008, 20:30 Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah. 8 Agustus 2008 Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat. 9 Agustus 2008 Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi. 10 Agustus 2008 Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi thrombosit. Mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.

[Type text]

Page 4

15 Agustus 2008 Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular. 15 Agustus 2008 Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online. 30 Agustus 2008 Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com. 5 September 2008 RS Omni mengajukan gugatan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus. 22 September 2008 Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya. 8 September 2008 Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.

[Type text]

Page 5

11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril 13 Mei 2009 Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni. 2 Juni 2009 Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang. 3 Juni 2009 Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota. 4 Juni 2009 Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang. Catatan : Kejadian di RS Omni International berdasarkan email/surat pembaca yang dibuat Prita.

[Type text]

Page 6

Pernyataan Prita Mulyasari Kepada Media Sabtu, 30/08/2008 11:17 WIB RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif Prita Mulyasari - suaraPembaca

Jakarta - Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan. Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus. Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000. dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah. Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien

[Type text]

Page 7

suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal. Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja. Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

[Type text]

Page 8

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja. Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan. Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri. dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow upnya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

[Type text]

Page 9

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut. Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis. Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya. Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan. Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

[Type text]

Page 10

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas. Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah. Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang. Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan

[Type text]

Page 11

etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum. Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami. Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni. Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik. Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini. Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain. Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan

[Type text]

Page 12

apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan. Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan. Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini. Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini. Salam, Prita Mulyasari Alam Sutera (prita.mulyasari@yahoo.com)

[Type text]

Page 13

================================================== ISI BANTAHAN YANG DIMUAT DI HARIAN KOMPAS DAN MEDIA INDONESIA:
PENGUMUMAN & BANTAHAN Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N; Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail from: prita.mulyasari@yahoo.com) kepada customer_care @banksinarmas.com, dan telah disebar-luaskan ke berbagai alamat email lainnya, dengan judul PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG; Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, BANTAHAN kami atas surat terbuka tersebut sebagai berikut : 1. BAHWA ISI SURAT ELEKTRONIK (E-MAIL) TERBUKA TERSEBUT TIDAK BENAR SERTA TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA YANG SEBENARNYA TERJADI (TIDAK ADA PENYIMPANGAN DALAM SOP DAN ETIK), SEHINGGA ISI SURAT TERSEBUT TELAH MENYESATKAN KEPADA PARA PEMBACA KHUSUSNYA PASIEN, DOKTER, RELASI OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, RELASI Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, DAN RELASI Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MASYARAKAT LUAS BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR NEGERI. 2. BAHWA TINDAKAN SAUDARI PRITA MULYASARI YANG TIDAK BERTANGGUNG-JAWAB TERSEBUT TELAH MENCEMARKAN NAMA BAIK

[Type text]

Page 14

OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MENIMBULKAN KERUGIAN BAIK MATERIL MAUPUN IMMATERIL BAGI KLIEN KAMI. 3. BAHWA ATAS TUDUHAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN TIDAK BERDASAR HUKUM TERSEBUT, KLIEN KAMI SAAT INI AKAN MELAKUKAN UPAYA HUKUM TERHADAP SAUDARI PRITA MULYASARI BAIK SECARA HUKUM PIDANA MAUPUN SECARA HUKUM PERDATA. Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut. Jakarta, 8 September 2008. Kuasa Hukum OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS. Ttd. Ttd. Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H. Advokat & Konsultan HKI. Advokat.

Ttd. Ttd. Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H. Advokat. Advokat

[Type text]

Page 15

PROSES & KEPUTUSAN PERSIDANGAN

Pada sidang pertama (04/6/09) Prita telah dibebaskan oleh Hakim karena tuduhan yang diajukan oleh RS Omni Internasional, Alam Sutra, Serpong, Tangerang, tidak dapat diproses. Hakim menganggap bahwa UU yang dipakai oleh Jaksa pada waktu itu belum mempunyai kekuatan hukum, sehingga sidang tidak dapat dilanjutkan. Sidang pengadilan ke dua ini diadakan karena Jaksa melakukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi, Tangerang dan dikabulkan. Yang menarik untuk diamati dalam hal ini adalah bahwa perkara ini hanya melibatkan dua pihak yaitu, RS Omni Internasional melawan Prita Mulyasari. Konflik yang terjadi adalah antara kepentingan Prita yang mengeluh atas pelayanan buruk yang diterimanya dari RS Omni, melawan kepentingan RS Omni yang merasa nama baiknya dicemarkan oleh Prita. Menurut berita yang disiarkan oleh media, di dalam sidang yang pertama itu, ke dua belah pihak telah menerima keputusan Hakim sehingga konflik yang pernah terjadi diantara ke duanya pun dianggap selesai. Secara yuridis RS Omni dan Prita sudah tidak berperkara lagi. Sekarang, sidang pengadilan yang ke dua diadakan atas perintah Pengadilan Tinggi Tangerang memenuhi permintaan Jaksa. Dalam sidang ini RS Omni dan Prita dikondisikan untuk berhadaphadapan lagi, BUKAN atas kehendak atau inisiatif mereka. Apakah ini berarti bahwa perkara ini disidangkan karena kepentingan Jaksa? Kalau benar demikian, apa kiranya kepentingan Jaksa itu gerangan? Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntu umum yang menangani perkara Prita Mulyasari. Mahkamah Agung menyatakan, Prita terbukti melakukan pencemaran nama baik RS Omni Internasional melalui surat elektronik. "Hukumannya 6 bulan penjara dengan 1 tahun masa percobaan," kata

[Type text]

Page 16

anggota Majelis Kasasi, Salman Luthan, saat dihubungi VIVAnews.com, Senin 11 Juli 2011. Putusan perkara bernomor 822K/Pid.Sus ini dibacakan pada 30 Juni 2011, oleh majelis hakim yang diketuai Imam Harjadi dengan anggota Zaharuddin Utama dan Salman Luthan. Salman menjelaskan, majelis sepakat menyatakan Prita bersalah

mencemarkan nama baik RS Omni Internasional melalui surat elektronik yang disebarnya. "Surat Prita itu mengandung unsur pencemaran nama baik," jelasnya. Meski demikian, lanjut Salman, dirinya mengajukan dissenting opinion atas putusan tersebut. Menurutnya, surat elektronik yang dikirimkan Prita tidak memenuhi kualifikasi pencemaran nama baik. "Saya melihat dari latar belakang surat itu ditulis karena pelayanan Omni yang merugikan Prita, jadi surat itu ada dasarnya," jelasnya. Atas hukuman ini, menurut Salman, Prita tidak perlu dijebloskan ke penjara. "Namun, jika dalam satu tahun dia melakukan perbuatan yang sama, maka akan ditahan selama enam bulan," jelasnya.

[Type text]

Page 17

You might also like