You are on page 1of 9

ASKEB II EPISIOTOMI

KELOMPOK 10 Indah khairunnisya Ramadhaniah

EPISIOTOMI
Definisi adalah sebuah irisan bedah melalui perineum yang dilakukan unuk memperlebar vagina dengan maksud untuk membantu proses kelahiran bayi. Perlebaran ini dapat dilakukan di garis tengah (midline) atau dari sebuah sudut dari ujung belakang dari vulva, dilakukan di bawah bius lokal (local anaesthetic) dan dijahit kembali setelah melahirkan. Ini merupakan suatu prosedur umum dalam kedokteran yang dilakukan kepada wanita. Episiotomi adalah insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke bawah, menghindari anus dan muskulus spingter serta memotong fasia pervis, muskulus konstrikter vagina, muskulus transversus perinei dan terkadang ikut terpotong serat dari muskulus levator ani. Indikasi 1.Perineum kaku 2.Memerlukan peregangan yang berlebihan dari perineum (forsep & vakum) 3.Mengurangi tekanan pada kepala bayi (prematur). Indikasi janin a. Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin. b. Sewaktu melahirkan janin letak sunsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi vakum dan janin besar. Indikasi ibu Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perineum umpamanya pada primipara, persalinan sunsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar. Kontraindikasi 1.Bukan persalinan pervaginam 2.Kecenderungan perdarahan yang tidak terkontrol

3.Pasien menolak dilakukan intervensi operatif. Saat episiotomi: 1.Kepala sudah kelihatan 3-4 cm waktu ibu mengedan 2.Saat pemasangan forsep 3.Sebelum melakukan ekstraksi pada letak sungsang. Penanganan luka episiotomi: 1.Prinsip: Hemostasis dan perbaikan anatomi. 2.Cara: Mukosa dan submukosa dijahit jelujur dengan cutgut kromik 00, Otot dan fascia dijahit jelujur dengan cutgut kromik 00, Kulit dan subkutis dijahit terputus dengan seide / sutera 30. 3.Obat-obatan: Analgetik/ antiinflamasi, Antibiotik bila perlu 4.Perawatan luka : Kompres dengan povidone iodine. 5.Informed consent : tidak perlu. Resiko episiotomi : 1.Kehilangan darah yang lebih banyak 2.Pembentukan hematoma 3.Kemungkinan infeksi lebih besar 4.Introitus lebih lebar 5.Luka lebih terbuka lagi. Lapisan yang terinsisi pada tindakan episiotomi adalah : 1.Dinding posterior lapisan mukosa vagina 2.Lapisan kulit perineum serta jaringan subkutisnya 3.Muskulus bulbokavernosus 4.Muskulus transversus perinei superfisialis 5.Muskulus transversus perinei profundus 6.Muskulus bulbococcygeus. Robekan perineum dibagi atas 4 tingkatan : Tingkat I : Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpamengenai kulit perineum. Tingkat II :Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis tetapi tidak mengenai otot sfingter ani. Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani.

Tingkat IV :Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum.

Berdasarkan tipe insisinya terdapat 3 jenis episiotomi : 1.Median : Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot otot sfingter ani. 2.Mediolateral : Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina menuju ke belakang dan samping kiri atau kanan. 3.Lateral Adapun keuntungan dan kerugian setiap jenis episiotomi : Episiotomi median : 1. Mudah diperbaiki (dijahit) 2. tidak akan mempengaruhi keseimbangan otot dikanan kiri dasar pelvis. 3. Kesalahan penyembuhan jarang 4. Insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi tersebut mudah dirapatkan. 5. Tidak begitu sakit pada masa nifas. 6. Dispareuni jarang terjadi 7. Hasil akhir anatomik selalu bagus 8. Hilangnya darah lebih sedikit, didaerah insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh darah. 9. Perluasan ke sfingter ani dan kedalam rektum agak sering. Episiotomi Mediolateral : 1. Lebih sulit memperbaikinya (menjahitnya) 2. Insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan) keseimbangan dasar pelvis. 3. Kesalahan penyembuhan lebih sering 4. Otot ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar

(aposisinya sulit). 5. Rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari 6. Kadang kadang diikuti dispareuni 7. Hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus) 8. Terbentuk jaringan parut yang kurang baik 9. Kehilangan darah lebih banyak 10. Daerah insisi kaya akan fleksus venosus. 11. Perluasan ke sfingter lebih jarang. Sebelum melakukan episiotomi ada prosedur yang harus dilakukan : 1. Mempersiapkan alat 2. Memberitahukan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantu agar ibu tetap tenang atau merasa tenang. 3. Melakukan tindakan desinfektan sekitar perineum dan vulva 4. Anestesi lokal caranya : a. Bahan anestesi (lidokain HCL 1% atau xilokain 10 mg/ml) b.Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette). c.Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri atau kanan garis tengah perineum. Lakukan aspirasi. d.Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5 10 ml lidokain 1% . e.Tunggu 1 2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal sebelum episiotomi dilakukan. Tujuan dari penjahitan perlukaan perineum atau akibat episiotomi adalah : 1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan perlukaan sehingga proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan. 2. Untuk menghentikan perdarahan yang terjadi akibat perlukaan yang menyebabkan pembuluh darah terbuka.

Cara melakukan tindakan episiotomi adalah : 1. Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan 2. Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan. 3. Tunggu fase puncak his, kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka diantara jari telunjuk dan tengah. 4. Gunting perineum, dimulai dari komissura posterior 45 derajat ke lateral (kiri atau kanan) 5. Lanjutkan pimpinan persalinan. Perbaikan episiotomi median : 1. catgut kromik 00 atau 000 sebagai jahitan kontinyu untuk menutup mukosa vagina . 2. Dekatkan tepi tepi potongan cincin hymen, jahitan dikencangkan dan dipotong. Selanjutnya tiga atau empat jahitan terputus catgut 00 atau 000 ditempatkan pada fasia dan otot perineum yang di insisi. 3. Jahitan kontinyu dibawa kebawah untuk menyatukan fasia 4. Penyempurnaan jahitan , dan jahitan kontinyu diarahkan keatas sebagai jahitan subkutikuler. 5. Alternatif lain penyempurnaan jahitan, beberapa jahitan catgut kromik 000 terputus ditempatkan melalui kulit.

Perbaikan episiotomi mediolateral : 1. Catgut kromik 00 atau 000, sebagai jahitan kontinyu untuk menutup mukosa dan submukosa vagina. 2. Ketika mencapai cincin hymen, terus dilanjutkan hingga menyatukan ujung posterior fourchette dan labia mayora. 3. Jahitan dikubur dibawah kulit, dan kedua ujung sfingter vagina yang terpotong (kedua ujung otot bulbokavernosus) dipertemukan. 4. Otot perineum profunda termasuk levator ani didekatkan dengan jahitan terputus 5. Otot otot perineum profunda disatukan dengan jahitan inversi terputus dengan memakai kromik catgut. 6. Selanjutnya dibuat suatu lapisan jahitan inversi terputus dengan menggunakan bahan yang sama untuk menyatukan otot perineum superfisialis. 7. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan matras terputus menggunakan kromik catgut. 8. Penjahitan robekan perineum tingkat III : 9. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan . 10. Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang tampon atau kasa ke dalam vagina. 11. Gunakan benang jahit ( kromik no 2/0 ) 12. Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum. 13. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, di klem dengan menggunankan pean lurus. 14. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2 3 jahitan angka 8 dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali. 15. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada robekan perineum tingkat II. Penjahitan robekan perineum Tingkat IV : 1. Gunakan benang jahit ( kromik 2/0 ) 2. Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum. 3. Mula mula dinding depan rektum yang robek dijahit dengan jahitan

jelujur menggunakan catgut kromik no 2/0. 4. Jahi fasia perirektal dengan menggunakan benang yang sama shingga bertemu kembali. 5. Jahit fasia septum rektovaginal dengan menggunakan benang yang sama, sehingga bertemu kembali. 6. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan menggunakan pean lurus. 7. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan menggunakan 2 3 jahitan 8 dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali. 8. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada robekan perineum tingkat II. Komplikasi episiotomi adalah : 1.Nyeri post partum dan dyspareunia. 2.Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat. 3.Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa . 4.Trauma perineum posterior berat. 5.Trauma perineum anterior 6.Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses 7.Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi. 8.Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual. Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996 : 319). Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika

perineum diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki. (Jones Derek, 2002 : 77)

You might also like