You are on page 1of 22

Refrat Obstetri dan Ginekologi

KARSINOMA SERVIKS

Oleh :

Sesanthi Winda Savitri


201010401011025

Pembimbing :

dr. Moch. Maroef, Sp.OG

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD JOMBANG

KEPANITERAAN KLINIK FK UMM


2011

BAB 1 PENDAHULUAN Karsinoma serviks adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada wanita diseluruh dunia, dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat keganasan pada wanita di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, karsinoma serviks merupakan neoplasma ganas ke-4 yang sering terjadi pada wanita., setelah keganasan mammae, kolorektal, dan endometrium. Karsinoma serviks merupakan karsinoma yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan insidensinya lebih tinggi di negara sedang berkembang. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan belum rutinnya program skrining pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, gurun Sahara Afrika, dan Asia tenggara termasuk Indonesia, karsinoma serviks menduduki urutan pertama.Di Indonesia Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia, dilaporkan jumlah karsinoma serviks baru adalah 100 per 100.000 kematian wanita per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10 karsinoma yang terbanyak pada wanita . Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi karsinoma invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih karsinoma serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV) tipe 16 atau 18. Infeksi HPV tipe HPV-16 dan HPV-18 mendominasi penyebab kanker leher rahim, yaitu bertanggung jawab lebih dari 70 persen dari seluruh kasus, dan kebiasaan merokok . Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara

berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Dari 15.000 penderita kanker leher rahim di Indonesia setiap tahun, 8.000 orang di antaranya meninggal dunia. Ini terjadi karena pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker masih kurang ( survey terhadap 5.423 perempuan Indonesia, hanya 2 % yang tahu tentang kanker serviks ini ), terlambat didiagnosis dan karena pasien datang dalam stadium lanjut. Lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut, kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat (Aziz, 2005). Akibatnya penderita kanker leher rahim ini memerlukan fasilitas pengobatan yang khusus serta biaya yang mahal, sebaliknya angka kesembuhan atau ketahanan hidup lima tahunnya sangat rendah yaitu berkisar antara 20 40% .

BAB 2

PEMBAHASAN 2.1 Definisi Kanker serviks atau yang lebih dikenal dengan istilah kanker leher rahim adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri sel-sel epithelial serviks yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis (Dorland, 1998). Perubahan untuk menjadi sel kanker memakan waktu lama, sekitar 10 sampai 15 tahun. Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang berusia kisaran 30 sampai dengan 50 tahun, yaitu puncak usia reproduktif perempuan sehingga akan meyebabkan gangguan kualitas hidup secara fisik, kejiwaan dan kesehatan seksual. 2.2 Anatomi Histologi Cervix adalah bagian dari system reproduksi wanita, terletak di dalam pelvis. Cervix bagian terbawah dekat dengan bagian dari uterus. Cervix adalah suatu saluran: Cervix, menghubungkan uterus ke vagina. Selama periode menstruasi, darah mengalir dari uterus melalui cervix ke vagina. Vagina mengalirkan darah keluar dari tubuh. Cervix memproduksi mucus. Selama coitus mucus membantu sperma bergerak dari vagina melalui cervix ke dalam uterus Selama kehamilan, cervix tertutup rapat unutk membantu menjaga bayi tetap di dalam uterus selama kehamilan

Gambar 2.1 Anatomi dan histologi serviks

Ada 2 tipe sel dalam serviks, squamos dan glanduler. Pertemuan dua sel di squamo-columner junction, bagian antara bibir luar dan dalam leher rahim, bisa mengubah sel menjadi abnormal. Daerah ini adalah bagian yang selalu berubah jika terjadi haid, hamil atau menopause. Di bagian inilah, sela-sel berubah cepat dan bisa jadi abnormal. 2.3 Etiologi Seperti pada kebanyakan keganasan lain, penyebab pasti kanker serviks masih sulit ditemukan secara pasti, akan tetapi dikatakan bahwa penyebab paling utama kanker serviks adalah anggota famili Papovirida yaitu HPV (Human Papiloma Virus) yang mempunyai diameter 55 m dan virus ini ditularkan secara seksual. HPV memiliki kapsul isohedral yang telanjang dengan 72 kapsomer, serta mengandung DNA circular double stranded dengan panjang kira kira 8000 pasang basa. Berdasarkan penelitian Sjamsuddin (2001), disimpulkan bahwa terdapat 3 golongan tipe HPV dalam hubungannya dengan kanker serviks, yaitu : 1) HPV resiko rendah, yaitu HPV tipe 6 dan 11, 46 yang jarang ditemukan pada karsinoma invasif ; 2) HPV resiko sedang, yaitu HPV 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58 ; 3) HPV resiko tinggi, yaitu HPV tipe 16, 18, 31. Ketiga jenis HPV ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal, namun hanya tipe 2 dan 3 yang menyebabakan kanker .

Gambar 2.2 Virus HPV HPV ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak kulit seperti vaginal, anal, atauoral seks, kontak kulit ke kulit dengan daerah tubuh yang terinfeksi HPV. Studi-studi epidemi ologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papiloma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker HPV negative ditemukan pada wanita

yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onko[protein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini akan menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol dan epitel serviks berkembang tidak terkendali. 2.4 Patogenesis Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai Squamo-Columnar Junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid /silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia>35 tahun SCJ berada di dalam kanalis servikalis. Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis ; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus ; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks yang normal secara alami mengalami proses metaplasi (erosi) akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik bisa berubah menjadi patologik (diplastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I,II,III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal

dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa human papilloma virus (HPV) memegang peranan penting.

Gambar 2.3 Lokasi Karsinoma Serviks

Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus. Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase prainvasif antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel diplastik serviks secara kontinyu masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa diobati itu dikenal dengan unitarian concept dari Richart. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh. Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari: 1) NIS 1, untuk displasia ringan; 2) NIS 2, untuk displasia sedang; 3) NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa penelitian menemukan bahwa 30-35% NIS mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi mana yang akan berkembang menjadi progresif dan mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya

Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/ mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarcoma .

Gambar 2.4 Perjalanan Kanker Serviks

2.5 Faktor Resiko Mulai melakukan hubungan seks pada usia muda Melakukan hubungan sex sebelum umur <16 tahun meningkatkan resiko untuk terkena HPV. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.Sel imatur cenderung lebih rentan untuk mendapatkan perubahan pre-kanker yang disebabkan oleh HPV.

Berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping. Melahirkan banyak anak Riwayat Kanker serviks pada Ibu atau saudara Kebiasaan merokok (resikonya 2x lebih besar) Mekanisme pasti yang menghubungkan antara rokok dengan kanker serviks juga belum diketahui dengan jelas, namun wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan kokarsinogen infeksi virus. Defisiensi vitamin A, C, E dan zat gizi Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A). Infeksi HIV HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS tidak sama dengan HPV. Ini dapat juga menjadi faktor resiko kanker serviks. Memiliki HIV agaknya membuat sistem kekebalan tubuh seorang wanita kurang dapat memerangi baik infeksi HPV maupun kanker-kanker pada stadium awal Infeksi Clamidia

Beberapa riset menemukan bahwa wanita yang memiliki sejarah atau infeksisaat ini berada dalam resiko kanker serviks lebih tinggi. Pemakaian AKDR Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks, bermula dari adanya erosi serviks kemudian menjadi infeksi berupa radang yang terus menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus kanker serviks. Pemakaian pil KB Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks. Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks meningkat sejalan dengan semakin lama wanita tersebut menggunakan pil kontrasepsi tersebut dan cenderung menurun pada saat pildihentikan. Ekonomi rendah Wanita miskin berada pada tingkat resiko kanker serviks yang lebih tinggi, hal ini mungkin dikarenakan mereka tidak mampu untuk memperoleh perawatan kesehatan yang memadai, seperti Pap smear secara rutin. Pemakaian DES (Dietylstilbestrol) DES adalah obat hormon yang pernah digunakan antara tahun 1940-1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran. Anak-anak wanita dari parawanita yang menggunakan obat ini, ketika mereka hamil berada dalam resiko terkena kanker serviks dan vagina sedikit lebih tinggi. 2.6 Penyebaran Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:a) Fornises dan dinding vagina, b) Korpus uterus, dan c) Parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Melalui pembuluh darah getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.

10

Tergantung dari kondisi imunulogik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi lebih dari 1mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat lebih dari 1mm dari membrana basalis, atau lebih dari 1mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfe atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornises vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke perimetrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoretis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus dikanan danvena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak. Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter ditempat ureter masuk ke dalam kandung kemih. 2.7 Gambaran Klinis Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%) Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik lebih lanjut ( II atau III ), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita yang sudah usia lanjut yang sudah tak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta

11

pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk khas memperkuat dugaan karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat., khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. 2.8 Diagnosis dan Staging Staging untuk kanker serviks berdasarkan pemeriksaan klinis, sehingga pemeriksaan yang lebih teliti dan cermat dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis. Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, komposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif. Pemeriksaan patologi anatomi setelah prosedur operasi dapat menjadi data yang akurat untuk penyebaran penyakit, tetapi

12

penemuan ini tidak dianjurkan untuk menjadi perubahan diagnosis staging sebelumnya. Nomenklatur TNM lebih sesuai untuk penemuan ini.

Gambar 2.5 Stadium Kanker Serviks

Terdapat dua cara untuk menyatakan stadium klinis kanker serviks uteri, yang pertama ialah yang dianjurkan oleh FIGO (The International Fedderation of Gynecology and Obstetrics), dan yang kedua adalah anjuran oleh UICC (Union Internationale Contre le Cancer), yaitu klasifikasi TNM (Tumor, nodus, metastase). Sampai saat ini untuk kanker serviks, penentuan stadium klinis FIGO lebih banyak digunakan. Tabel 2.1 Tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978 Tingkat
0 I Ia masih utuh. Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri Karsinoma mikro invasif; bila membrana basalis sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stroma tak>3mm, dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfa atau pembuluh darah. Ib occ Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia. II IIa IIb Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri. Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina rectum parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul. Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.

Kriteria
Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intra epitel, 13ectum13a basalis

13

Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum sampai dinding III IIIa IIIb IV panggul. Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul. Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul. Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic) atau proses pada tingkat klinik I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal. Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa IVa rektum dan/ atau kandung kemih (dibuktikan secara histologik), atau telah terjadi metastasis keluar panggul atau ke tempat- tempat yang jauh. Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa IVb rektum dan/ kandung kemih. Telah terjadi penyebaran jauh.

Tabel 2.2 Pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM Tingkat


T T1S T1 T1b T2 Tak ditemukan tumor primer Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ) Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri) Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif yang dibuktikan dengan pemeriksaan histologik. Secara klinis jelas karsinoma yang invasif. Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal. Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium. T2a T2b T3 NB : Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium. Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul). Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada

Kriteria

14

penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2). Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau T4 T4a T4b NB : NX meluas sampai di luar panggul. Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktiksn secara histologik. Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul. Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4. Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada atau tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi NX+ atau NX-. Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi. N0 N1 N2 M0 M1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara diagnostik yang tersedia (misal limfografi, CT Scan panggul). Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor. Tidak ada metastasis berjarak jauh. Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri iliaka komunis.

2.9 Deteksi Dini Jika kanker serviks terdeteksi pada stadium yang lebih awal, penatalaksanaan sepertinya lebih berhasil. Skrining kanker serviks regular dan perubahan prekanker pada serviks direkomendasikan untuk semua wanita. Kebanyakan panduan menganjurkan skrining pertama dalam waktu 3 tahun pertama setelah aktif secara seksual, atau tidak lebih dari umur 21. Skrining dapat berupa. 1. Pap smear. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim, test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

15

Gambar 2.6 Cara pemeriksaan Pap smear

Pemeriksaan

Pap

Smear secara rutin adalah cara paling efektif untuk mendeteksi kanker serviks pada stadium yang lebih dini. Panduan jadwal Pap rutin adalah sebagai berikut :

Pap Smear pertama dilakukan pada 3 tahun pertama setelah hubungan sex pertama atau pada umur 21 tahun (lakukan yang mana terjadi duluan) Dari umur 21 hingga 29 tahun, lakukan pemeriksaan Pap rutin setiap satu atau 2 tahun sekali. Dari umur 30 hingga 69 tahun, Pemeriksaan Pap setiap 2 atau 3 tahun jika pasien memiliki 3 kali berurutan pemeriksaan Pap yang normal. Umur 70 keatas, jika 3 pemeriksaan Pap Smear negative maka Pap smear sudah dapat dihentikan. Jika pasien mempunyai resiko yang lebih besar terjadinya kanker seviks,

maka Pap Smear lebih sering dilakukan.

Gambar 2.7 Perbandingan gambaran serviks yang normal dan abnormal

Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan

16

diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi. 2. Kolposkopi dan Biopsi Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan servik, kemudian dilakukan biopsy pada lesi-lesi tersebut.

Gbr 2.8 Kolposkopi dan Biopsi

Dengan bimbingan kolposkop bila sarana memungkinkan. Secara sederhana , dapat dikerjakan dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap iodium) dengan porsio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap iodium). Kemudian jaringan direndam dalam larutan formalin10% untuk dikirim ke lab Anatomi. Perlu disadari mengerjakan biopsi yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik. Pada tingkat klinik O, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks ( ECC = Endo-Cervical Curettage ) atau konisasi serviks.

17

Gambar 2.9 Biopsi kerucut pada serviks

3. Tes HPV DNA. Terdapat juga pemeriksaan HPV DNA untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi salah satu dari 13 jenis HPV yang sepertinya paling mungkin menyebabkan kanker serviks. Seperti pada Pap tes, tes HPV DNA mengambil jaringan dari serviks untuk diperiksa di lab. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi strain resiko tinggi HPV pada DNA sel sebelum perubahan pada sel serviks dapat terlihat. Pemeriksaan HPV DNA bukan merupakan pengganti skrining Pap dan tidak digunakan untuk wanita lebih muda dari 20 tahun dengan hasil Pap yang normal, kebanyakan infeksi HPV pada wanita pada kelompok ini sembuh sendiri dan tidak dikaitkan dengan kanker serviks. 4. IVA IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam asetat 3-5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. 2.10 Penatalaksanaan Terapi karsinoma serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim onkologi). Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan

18

belum mempunyai anak. Dengan biopsi kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali untuk terapetik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderita cukup tua atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar penyakitnya tidak kambuh (relapse) dapat dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A tanpa penambahan penyinaran luar, dapat dilakukan. Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bila kedalaman invasif kurang atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti pada KIS di atas. Pada klinis Ib, Ib occ dan IIa dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul. Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran tergantung ada/ tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional yang diangkat. Pada tingkat IIb, III dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah. Untuk ini primer adalah radioterapi. Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang kambuh 1 tahun sesudah penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas pada panggul. Bila proses sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakukan, harus dipilih khemoterapi bila syaratnya terpenuhi. Untuk ini tak dilakukan sitostatika tunggal, tetapi kombinasi beberapa sitostatika (polikemotherapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tak mungkin dikerjakan atau penyebaranya sudah lanjut, maka dipilih polikhemoterapi bila syaratnya terpenuhi. Penyinaran ulang pada kasus yang sebelumnya pernah mendapat radiasi, dengan mesin Linac dan di tangan yang ahli, hasilnya tidak selalu mengecewakan. Penggunaan imunoterapi masih dalam tahap eksperimen. 2.11 Pencegahan

19

Vaksinasi HPV Suatu vaksin baru disebut Gardasil memberikan perlindungan dari tipe HPV yang paling berbahaya. The national Advisory Committee on Immunization Practices merekomendasikan vaksinasi pada wanita umur 11 dan 12 tahun, sebagaimanapula pada wanita umur 13 hingga 26 tahun jika mereka belum menerima vaksin. Vaksin diberikan dalam 3 dosis dalam periode 6 bulan yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum diketahui keefektifannya pada wanita yang hanya menerima 1 atau 2 dosis saja. Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para wanita. Keefektifan vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan selama 5 tahun, seberapa lama vaksin ini dapat memberikan efek perlindungan masih belum jelas. Sebaiknya vaksin diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum wanita terekspos dengan HPV. Hal ini disebabkan karena vaksin mencegah penyakit pada wanita yang belum terkena satu atau beberapa tipe HPV yang dapat dilindungi oleh vaksin. Vaksin ini tidak bekerja terlalu efektif pada wanita yang sudah memiliki virus HPV di dalam tubuhnya sebelum menerima vaksin. Efek samping paling umum adanya nyeri ketika disuntikkan. Vaksin ini belum direkomendasikan pada wanita hamil karena masih sedikit informasi mengenai keamananya pada wanita hamil. Vaksin HPV ini hanya bersifat melindungi dari paparan yang belum terjadi, dan bukan untuk mengobati. Skrining tetap diperlukan setelah memperoleh vaksin HPV karena vaksin tidak melindungi untuk semua tipe HPV . Skrining Memakai kondom saat berhubungan seksual Tidak Merokok Memiliki partner seks tunggal Menghindari berhubungan seksual pada usia muda. 2.12 Prognosis

20

Kanker leher rahim menempati peringkat pertama kanker pada perempuan di Indonesia. Ada 15.000 kasus baru pertahun dengan kematian 8000 pertahun. Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada stadium I adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60 persen, pada stadium 3 tinggal 25 persen, dan pada stadium 4 penderita sulit diharapkan bertahan.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M.Nasrun, et al. 2008. Pedoman Diagnosis Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Edisi III: Kanker Serviks Invasif. Penerbit RSU Dr Soetomo: Surabaya Anonymous.2010. Kanker Servik. Diakses pada tanggal 5 April 2011 dari http://xa.yimg.com/kq/groups/15673815/1576379376/name/Kanker+Servik s.pdf Anonymous.2011.Kanker Serviks. Diakses pada tanggal 5 April 2011 dari http://www.scribd.com/doc/49620823/KANKER-SERVIKS Aziz, F.et al.2005. Karsinoma Servik. Diakses pada tanggal 4 April 2011 dari http://www.greenlite.co.id/index.php? option=com_content&view=article&id=273:tentang-kankerserviks&catid=45:product-a-health-article&Itemid=171 Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al, 2005. Obstetri Williams Vol.2/edisi 21. EGC : Jakarta. Rahmawan,Ahmad.2009. Karsinoma Serviks. Diakses pada tanggal 5 April 2011 dari http://ahmadrahmawan.blogspot.com/2010/03/karsinoma-serviks.html

21

Sahli,

Aditya

F.2007.

Karsinoma

Serviks

Uteri

Deteksi

Dini

dan

Penanggulangannya. Cermin Dunia Kedokteran: Jakarta Triayu.2011. kanker mulut rahim. Diakses pada tanggal 4 April 2011 dari http://www.kanker _mulut_rahim.html Wiknjosastro H, 2005. Ilmu Kandungan Edisi ke2 Cetakan ke4. YBB-SP. Jakarta Yamato, K., Fen, J., Kobuchi, H., Nasu, Y., Yamada,T., Nishihara, T., Ikeda, Y., Kizaki, M., and Yoshinouchi M., 2006, Induction of Cell Death in Human Papillomavirus 18-Positive Cervical Cancer Cells by E6 siRNA, Cancer Gene Therapy, 13: 234-241.

22

You might also like