You are on page 1of 7

MAKALAH KEWARGANEGARAAN APAKAH ILMUWAN KITA TIDAK NASIONALIS ?

Ditulis Oleh : M Lutfi Fauzi (07/257567/TK/33515) FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010

PENDAHULUAN
Kepedulian adalah barang yang sangat berharga di negeri ini. Begitu berharganya nilai kepedulian itu sehingga keberadaannya menjadi langka. Layaknya barang tambang seperti emas yang mahal dipasaran karena memang barang itu sulit ditemukan disembarang tempat. Tidak seperti pasir biasa yang tidak begitu berharga karena memang untuk mendapatkannya tidak diperlukan biaya mahal. Mungkin dua analogi itu cocok untuk diungkapkan sebagai gambaran tentang begitu sulitnya menemukan manusia manusia yang peduli terhadap sesama di negeri ini. Dipilihnya kalimat kepedulian sebagai awal pembuka makalah ini karena judul dari makalah ini berada dalam lingkup tema Kesadaran sebagai warga Negara . Kata kuncinya adalah kesadaran yang merupakan dasar dari timbulnya rasa kepedulian. Maka dari itu dipilih kata kepedulian dari pembukaan ini karena kepedulian adalah buah dari kesadaran. Semangat yang tak pernah sampai adalah gambaran singkat jika mencoba membandingkan semangat kebangsaan dari para pejuang kemerdekaan dulu dengan manusia Indonesia saat ini. Bagaimana tidak, dahulu para pejuang rela meninggalkan sanak dan keluarganya menuju medan kematian ( perang ) dengan harapan kehidupan bangsa yang lebih baik, sedangkan sekarang penerus estafet perjuangan mereka seakan akan tidak pernah tahu bahwa mereka dapat menikmati kehidupan yang merdeka seperti sekarang ini sebagai buah dari kucuran darah mereka. Kepentingan pribadi dan kelompok yang begitu dominan telah membuat integrasi pelaksanaan kegiatan berbangsa dan bernegara menjadi rusak sehingga peningkatan kesejahteraaan yang dijadikan salah satu tujuan bersama menjadi berjalan ditempat. Dalam makalah ini, fokus permasalahan yang diambil berkaitan dengan interaksi sosial antara ilmuwan Indonesia sebagai bagian dari komunitas masyarakat dengan pemerintah dan DPR sebagai organisasi kemasyarakatan. Buruknya kerjasama antara pemerintah dan ilmuwan ahir ahir ini menjadi konsumsi publik dipicu oleh isu renggangnya hubungan RI dan Malaysia. Pada saat yang bersamaan ternyata diketahui bahwa banyak peneliti Indonesia dari berbagai keahlian pindah ke lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Malaysia. Padahal,

sebagian besar dari peneliti tersebut disekolahkan dengan biaya negara1. Ahirnya muncul pertanyaan, Dimanakah rasa nasionalisme mereka? .Maka dari itu penulis merasa tertarik mengangkat judul ini untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah kewarganegaraan dalam lingkup tema kesadaran warga Negara.

Lihat kompas.com Sabtu, 28 Agustus 2010 | 10:54 WIB dengan judul Duh, Banyak Peneliti Pindah ke Malaysia!

PEMBAHASAN
Sebelum masuk ke persoalan utama, alangkah lebih baik jika kita mengetahui siapa saja yang disebut sebagai ilmuwan dan seberapa penting peran mereka dalam mensejahterakan masyarakat. I. Ilmuwan Arti ilmuwan menurut kamus ilmiah adalah orang yang ahli dalam bidang ilmu2. Mereka bekerja diberbagai bidang sesuai dengan spesifikasi ilmu mereka. Distribusi mereka dalam berbagai institusi adalah sebagai berikut : Dosen perguruan tinggi, Peneliti ristek yang terdiri dari LAPAN, LIPI, BAPETEN, BAKOSURTANAL, BATAN, BPPT, BSN dll. Dari daftar diatas hanya dosen perguruan tinggi yang kegiatannya tidak hanya meneliti tetapi juga mengajar. II. Peran ilmuwan Kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tugas besar yang diemban oleh para ilmuwan. Penemuan penemuan dan inovasi dari mereka diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih dari itu supaya kita tidak konsumtif baik dari segi teknologi maupun pandangan pandangan terhadap keilmuwan yang mendasar seperti dalam bidang saint yang selama ini kita hanya mendapatkan dari bangsa asing. Dengan terwujudnya kemandirian tersebut maka kita akan lebih maksimal dalam memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh negeri ini seperti potensi tambang dll. Dilihat dari hal - hal diatas menjadi jelas bahwa peran ilmuwan bagi kesejahteraan bangsa ini sangat vital.

Seorang professor dari Universitas Havard bernama Jeffrey Sachs mengemukakan bahwa kini ada perbedaan yang besar antara Negara Negara yang termasuk dalam kelompok technological innovators ( kelompok bangsa bangsa yang menguasai seluruh inovasi teknologi) dengan Negara Negara kelompok technologically exclude ( kelompok yang tidak mampu memperbaharui teknologi tradisional mereka dan tidak mampu menguasai inovasi inovasi yang dihasilkan masyarakat diluar mereka ). Kelompok pertama memiliki kemampuan berinovasi yang makin tinggi, sedangkan kelompok kedua selalu tertinggal dalam kemajuan teknologi. Akibatnya tingkat kemakmuran material Negara Negara dengan kemampuan inovasi teknologi
2

Lihat kamus ilmiah populer, Tim Prima Pena, Diterbitkan oleh Gitamedia Pers 2006

tinggi berkembang pesat, sedangkan Negara Negara kelompok technologically exclude kian terjebak dalam kemiskinan material.3 Menilik dari pernyataan professor Jeffrey Sachs sudah pasti Indonesia masuk dalam kategori Negara Negara technologically exclude. Lantas apakah orang Indonesia tidak mampu melakukan hal hal yang bisa dilakukan oleh orang orang yang masuk dalam kategori Negara yang selalu berinovasi? Jawabannya tidak. Coba kita lihat pernyataan Dr Arif Satria, wakil ketua ikatan ilmuwan Indonesia internasional, Dari kurang lebih 800 ilmuwan Indonesia di luar negeri, 400 diantaranya bekerja di lembaga riset dan penelitian yang cukup bergengsi, bahkan banyak juga yang menduduki posisi penting.4Jika kita mempercayai pernyataan Dr. Arif Satria tersebut maka kebingungan yang akan menghampiri benak kita. Kenapa? Karena konstribusi ilmuwan ilmuwan kita bukan untuk Negara kita,tapi untuk kemajuan bangsa lain. Kenapa hal ini bisa terjadi?Apakah mereka tidak peduli pada bangsa mereka sendiri?.

Ada beberapa alasan mengapa ilmuwan ilmuwan kita lebih memilih berkarya diluar negeri sebagaimana dijelaskan sebagai berikut. Alasan pertama adalah masalah kecilnya

anggaran dana penelitian sebagaimana pernyataan Prof . Dr. Bruce Albert, utusan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi Amerika Serikat, anggaran untuk para peneliti sebesar 0,1 persen dari APBN itu terlalu kecil. Padahal hasil riset menyumbangkan 10 persen atas keberhasilan pembangunan di suatu Negara5. Alasan kedua adalah berkaitan dengan gaji yang kecil seperti yang diamini oleh Estiko Rijanto, peneliti Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI, mengatakan, gaji peneliti lulusan program doktoral tak lebih dari Rp 4 juta. Gaji peneliti yang sudah termasuk dengan berbagai tunjangan itu bisa lebih rendah dibandingkan dengan gaji guru sekolah dasar yang telah lulus sertifikasi6. Alasan ketiga adalah masalah lemahnya dukungan industry yang dikeluhkan oleh para ilmuwan sehingga banyak hasil penelitian berakhir menjadi tumpukan dokumen penelitian atau jurnal7. Alasan keempat adalah berkaitan dengan kurangnya sarana dan prasarana sebagaiman pernyataan seorang peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Iskandar Zulkarnain, untuk menunjang penelitian dibutuhkan peralatan yang bagus.
3 4

Lihat di www.ikht.net artikel dengan judul pentingnya hokum untuk mewujudkan kemandirian teknologi Pernyataan tersebut diungkapkan di tvOne 5 Pernyataan tersebut diungkapkan di seminar bertajuk Science policy within the frameworks of climate change in human and environment securities di gedung LIPI, jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (18/5)2010. 6 Lihat kompas.com Sabtu, 28 Agustus 2010 | 10:54 WIB dengan judul Duh, Banyak Peneliti Pindah ke Malaysia! 7 Lihat kompas.com Sabtu, 28 Agustus 2010 | 10:54 WIB dengan judul Duh, Banyak Peneliti Pindah ke Malaysia!

Namun, mahalnya harga peralatan dan terbatasnya anggaran menyebabkan pengadaan peralatan pendukung sulit diwujudkan. Disamping alasan alasan diatas, ternyata Negara tetangga kita yaitu Malaysia lebih peduli pada para peniliti dengan memberi pendapatan yang layak dan dukungan industry yang sangat baik seperti yang diungkapakan oleh Masyhuri, Peneliti Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI, Pemerintah Malaysia memberikan insentif bagi industri mereka yang mau menggunakan dan memproduksi hasil-hasil penelitian para peneliti. Melihat situasi yang dijabarkan diatas, pantas jika para peneliti itu memilih Malaysia sebagai salah satu tempat berkarir karena memang keberadaan mereka di negeri sendiri tidak begitu diperhatikan sedangkan di Malaysia mereka begitu diperhatikan. Dan mereka tidak bisa disebut tidak nasionalis karena memang keadaan yang tidak memihak mereka. Tapi apakah tindakan mereka itu dapat dibenarkan sepenuhnya? Atau ternyata pemerintahlah yang tidak bersifat nasionalis karena terlalu sibuk dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya?sehingga menghasilkan kebijakan kebijakan yang tidak tepat sasaran. Sebenarnya pemerintah tidak sepenuhnya tidak memperhatikan peningkatan aspek IPTEK ini. Sebagai contoh, pada tahun 2009 dana penelitian ditingkatkan tiga kali lipat, Dosen yang mendapat sertifikasi mendapat tunjangan 1x gaji, Profesor mendapat tunjangan hampir 3x gaji, Beasiswa S3 bagi 2300 dosen ke berbagai negara. Tetapi sayangnya kebijakan kebijakan itu masih dirasa belum cukup untuk meningkatkan kegiatan kegiatan penelitian yang bermutu dan dapat diaplikasikan ( selama ini hanya sampai pada jurnal ). Jika dilihat dari paparan diatas maka dapat dikatakan bahwasannya pemerintah gagal dalam membangun negeri ini berkaitan dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebijakan - kebijakan yang mereka buat selama ini belum benar benar menyentuh taraf peningkatan IPTEK. Bila hal ini dibiarkan terus menerus maka akan disusul berbagai dampak dampak negatif lain yang lebih serius. Tetapi hal tersebut patut dimaklumi karena pemerintahan sekarang adalah pemerintahan transisi dari pemerintahan sebelumnya ( Orde baru ), jadi masih butuh proses yang lebih lama untuk memaksimalkan kinerja mereka.

Kesimpulan 1. Ilmuwan kita yang lebih memilih bekerja diluar negeri belum tentu tidak nasionalis. Mereka memilih jalan hidup seperti itu disamping untuk memenuhi kebutuhan akan financial juga untuk mengembangkan keilmuwan mereka. 2. Peluang untuk mengembangkan keilmuwan di negeri ini sangat kecil dikarenakan masih terlalu banyak masalah yang dihadapi oleh Negara sebagai buntut dari pemerintahan lama ( orde baru ) sehingga perhatian pemerintah pada ilmuwan masih belum bisa diharapkan sepenuhnya. 3. Butuh proses bagi pemerintah untuk memaksimalkan kinerja mereka dalam kaitannya dengan kemakmuran ilmuwan. 4. Suatu saat nanti jika kondisi di negeri ini sudah membaik pasti para ilmuwan itu akan kembali. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Suharna Surapratna ,Menristek Jika kondisi penelitian di Indonesia nanti membaik, saya yakin mereka akan kembali ke Idonesia

You might also like