Professional Documents
Culture Documents
Kawasan berikat
I. PENGERTIAN
Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB)adalah perseroan terbatas, koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan ijin untuk menyelenggarakan KB. Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB)adalah perseroan terbatas, koperasi yang melakukan kegiatan usaha pengolahan di Kawasan Berikat.
II. KETENTUAN UMUM Penetapan suatau bangunan, tempat atau kawasan sebagai Kawasan Pabean serta pemberian ijin PKB dilakukan dengan KEPPRES. Perusahaan yang dapat diberikan ijin sebagai PKB adalah : Dalam rangka penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Dalam rangka Penanaman Modal asing (PMA), baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas Koperasi yang berbentuk badan hukum, atau Yayasan Untuk mendapatkan ijin PKB, perusahaan harus telah memiliki kawasan yang berlokasi di kawasan industri Dalam hal kawasan yang dimiliki perusahaan berada di dalam daerah yang tidak mempunyai kawasan industri, maka kawasan tersebut harus termasuk dalam kawasan peruntukkan industri yang ditetapkan Pemda TK II. Dalam hal suatu perusahaan telah memiliki industri sebelum ditetapkan keputusan ini, perusahaan industri yang bersangkutan. dapat ditetapkan menjadi PKB yang merangkap sebagai PDKB. III. KEWAJIBAN PKB: Membuat pembukuan/ catatan serta menyimpan dokumen impor atas barang modal dan peralatan yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran KB Menyelenggarakan pembukuan sesuai denagn Standar Akuntansi Keuangan Indoensia (SAKI) Memberikan ijin PDKB atau persetujuan berusaha kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di KB yang dikelolanya Memasang tanda nama perusahaan dan No./tanggal ijin PKB yang dimiliki ditempat yang dapat dilihat umum dengan jelas. Melaporkan kepada Kepala Kantor apabila terdapat PDKB yang tidak beroperasi. dalam proses dan IV. KEWAJIBAN PDKB : Setelah mendapatkan ijin PDKB/ persetujuan usaha di KB dari PKB, memberitahukan kepada Direktur Jenderal BC melalui PKB dalam waktu 14 (empat belas) hari sebelum memulai kegiatan. Membuat pembukuan/catatan serta menyimpan dokumen atas pemasukan, pemindahan dan
ppengeluaran barang/bahan di KB. Menyelenggarakan pembukuan tentang pemasukan, pemindahan, dan pengeluaran barang/bahan ke dan dari KB sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (SAKI) Memberi kode untuk setiap jenis barang sesuai denan sistem pembukuan perusahaan secara konsisten Menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun Menyediakan ruangan dan sarana kerja untuk Pejabat Bea dan Cukai Meyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan KB apabila dilakukan audit oleh DJBC/DJP Membuat dan mengirim laporan 3 (tiga) bulanan kepada Kepala Kantor paling lambat 10 bulan berikutnya tentang persediaan bahan baku, barang barang jadi. V. LARANGAN : PDKB dilarang memindahkan barang modal atau peralatan pabrik asal impor yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB tanpa persetujuan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. VI. TANGGUNG JAWAB PKB/PDKB : PKB/PDKB bertanggung jawab terhadap : Bea Masuk Cukai Pajak Pertambahan Nilai Pajak Penjualan Barang Mewah Pajak Penghasilan Ps.22 impor yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari Kawasan Berikat. VII. PEMASUKAN DAN PENGELUARAN Pemasukan barang impor berupa barang modal/peralatan yang dipergunakan untuk pembangunan/konstruksi, perluasan, penyelenggaraan kantor KB diberlakukan ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang impor Pemasukan barang modal/peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi, barang/bahan ke KB dapat berasal dari : Tempat Penimbunan Sementara Gudang Berikat Kawasan Berikat lainnya PDKB dalam satu Kawasan Berikat Produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) Pemasukan barang modal/peralatan pabrik yang digunakan secara langsung dalam proses produksi : tidak diperbolehkan atas barang yang terkena peraturan larangan impor ke Kawasan Berikat tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran yang dinyatakan dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal tidak diberlakukan ketentuan tata niaga di bidang impor harus menggunakan dokumen BC 2.3 yang dilampiri dokumen pendukung Pengeluaran barang hasil olahan PDKB ditujukan untuk : Ekspor Kawasan berikat lainnya Sesama PDKB dalam satu Kawasan Berikat Entrepot Tujuan Pameran, atau Daerah Pabean Indonesia Lainnya, maksimal 25 % dari nilai realisasi ekspor/pengeluaran ke PDKB lainnya yang telah dilaksanakan Sub Kontrak sebagian pekerjaan dapat dilimpahkan pada : Perusahaan industri yang berada di KB lainnya DPIL, dengan dilakukan pemeriksaan dan dipertaruhkan jaminan oleh perusahaan yang tergolong dalam Daftar Putih Pekerjaan Sub Kontrak paling lama 60 hari
VIII. MESIN/PERALATAN PABRIK Dapat dipinjamkan kepada PDKB lainnya atau SubKontraktor di DPIL paling lama 12 bulan (dapat diperpanjang 2x12 bulan) dengan pemeriksaan fisik dan mempertaruhkan jaminan Dapat direparasi di luar negeri paling lama 12 bulan dengan menggunakan PEBT Dapat direparasi di DPIL dengan pemeriksaan fisik dan mempertaruhkan jaminan Dapat diganti dan dilakukan reekspor atau dipindahtangankan kepada PDKB lain, atau dimasukkan ke DPIL dengan membayar bea masuk dan pajak sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor atau dimusnahkan. IX. FASILITAS-FASILITAS : Impor barang modal, peralatan, alat kantor untuk dipakai PKB/PDKB diberi penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor barang/bahan untuk diolah di PDKB diberi penangguhan BM, bebas cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Pemasukan Barang Kena Pajak dari DPIL untuk pengolahan lebih lanjut tidak dipungut PPN dan PPnBM Pengeluaran barang/bahan ke perusahaan industri di DPIL/PDKB lainnya dalam rangka Sub Kontrak tidak dipungut PPN dan PPnBM Penyerahan kembali barang kena pajak hasil Sub Kontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL/PDKB lainnya kepada PDKB asal tidak dipungut PPN dan PPnBM Peminjaman mesin/peralatan pabrik dalam rangka Sub Kontrak kepada perusahaan industri di DPIL/PDKB lainnya dan pengembalian pinjaman ke PDKB asal tidak dipungut PPN dan PPnBM Pemasukan Barang Kena Cukai dari DPIL untuk diolah lebih lanjut diberikan pembebasan cukai Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari DPIL untuk diolah lebih lanjut oleh PPKB diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakukan terhadap barang yang diekspor Pengeluaran yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan/penangguhan BM, cukai dan pajak dalam rangka impor diberikan pembebasan BM, cukai dan tidak dipungut PPN, PPnBM serta PPh Pasal 22 impor X. PUNGUTAN NEGARA Pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL dikenakan BM,Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 dengan dasar perhitungan : bea masuk, berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan yang berlaku pada saat impor untuk dipakai dan Nilai Pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke KB Cukai berdasarkan ketentuan tentang cukai PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 berdasarkan harga penyerahan Pemeriksaan pabean di KB dilaksanakan oleh DJBC XI. DAFTAR PUTIH PDKB dapat dimasukkan di dalam daftar Putih apabila : selama 12 bulan berturut-turut tidak melakukan pelanggaran selalu memenuhi klewajiban pabean dan perjakan dengan baik dan tepat waktu hasil post audit menunjukkan profil perusahaan baik Daftar Putih bagi perusahaan baru berdiri atas permohonan yang bersangkutan dan dicabut apabila dikemudian hari melanggar salah satu syarat di atas XII. AUDITING DJBC melakukan auditing atas pembukuan, catatan dan dokumen yang berkaitan dengan pemasukan/pengeluaran/pemindahan/ pencacahan barang. Bila terdapat selisih kurang atau adanya penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, PDKB bertanggung jawab atas pelunasan BM, cukai, PPN, PPnBM, PPh Pasal 22 yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda 100% dari pungutan yang terutang Bila selisih lebih dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. XIII. PEMBEKUAN IJIN PKB Menteri Keuangan atas saran Direktur Jenderal membekukan ijin PKB dalam hal : Hasil audit kepabeanan menunjukkan adanya pelanggaran yang mengakibatkan kerugian negara
PKB berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan hutang PKB menunjukkan ketidakmampuan menyelenggarakan KB Pembekuan ijin PKB dapat diubah menjadi pencabutan ijin atau dapat diberlakukan kembali Pembekuan ijin PKB diubah menjadi Pencabutan Ijin apabila : PKB tidak mampu melunasi utangnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan PKB tidak mampu lagi mengusahakan Kawasan Berikat Pembekuan Ijin PKB dapat diberlakukan kembali apabila PKB telah melunasi utangnya PKB telah mampu kembali mengusahakan Kawasan Berikat XIV. PENCABUTAN IJIN PKB Presiden RI menetapkan pencabutan ijin PKB dalam hal : PKB tidak melakukan kegiatan selama 12 bulan berturut-turut Ijin usaha industri tidak berlaku lagi Dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan bertindak tidak jujur dalam usahanya Tidak melaksanakan kewajibannya setelah proses pembekuan ijin Atas permohonan PKB sendiri Barang modal, peralatan dan peralatan kantor milik PKB yang dicabut ijinnya dalam waktu 30 hari sejak tanggal pencabutan, harus : Diekspor kembali Dipindahtangankan ke PKB lain Dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor Dimusnahkan di bawah pengawasan DJBC Lewat dari 30 hari barangnya dinyatakan sebagai Barang Tidak Dikuasai Barang/Bahan yang rusak atau busuk, PDKB wajib : Mereekspor dan atau Memusnahkan di bawah pengawasan Kepala Kantor BC Memasukkan untuk dipakai berdasarkan harga penyerahan Barang sisa/potongan dari PDKB dapat : Mengeluarkan ke DPIL dengan m,elunasi BM, cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 sepanjang memenuhi ketentuan kepabeanan menggunakan Pemberitahuan Pabean; Memusnahkan di bawah pengawasan Pejabat BC yang mengawasi Kawasan Berikat yang bersangkutan
PENGELUARAN HASIL PRODUKSI KAWASAN BERIKAT KE DAERAH PABEAN INDONESIA LAINNYA (DPIL)
Batasan Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat Ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) Fasilitas Kawasan Berikat diberikan antara lain kepada perusahaan industri yang orientasi pengeluaran (penjualan) produknya adalah untuk tujuan ekspor dan/atau untuk dijual ke Kawasan Berikat (PDKB) lainnya. Meskipun orientasinya untuk ekspor, PDKB tetap dapat melakukan penjualan hasil produksinya untuk pasar lokal Indonesia atau Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL). Karena bagaimanapun pasar lokal juga merupakan bagian dari pasar global (pasar international). Meskipun demikian PDKB tidak dapat sembarangan menjual produknya ke DPIL. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Disamping itu penjualan atau pengeluaran produk dari KB ke DPIL juga dibatasi jumlah atau nilainya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (Kep. Menkeu) Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, diatur bahwa PDKB dapat menjual hasil produksinya ke DPIL setelah ada realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya. Adapun jumlah pengeluaran ke DPIL tersebut dibatasi nilainya sebanyak-banyaknya 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya. Dengan demikian, umpamanya suatu PDKB telah melakukan ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lain senilai US $ 5.000 maka PDKB tersebut dapat mengeluarkan barang hasil produksinya ke DPIL sebanyakbanyaknya senilai US $ 1.250. Perubahan Persentase Pengeluaran ke DPIL Berdasarkan Kep. Menkeu Nomor 547/KMK.01/1997 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, batasan pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL mengalami penyempurnaan menjadi sebagai berikut: a. untuk komponen, yaitu barang atau bahan yang akan dirangkai dan/atau digabungkan dengan barang atau bahan lain dalam perkaitan atau pembuatan suatu barang yang lebih tinggi derajatnya yang sifat hakikinya berbeda dari produksi semula, sebanyak-banyaknya berjumlah 50 % (lima puluh persen); danb. untuk barang lainnya, sebanyak-banyaknya berjumlah 25 % (dua puluh lima persen);dari nilai realisasi ekspor dan/tau pengeluaran ke PDKB lainnya. Selanjutnya dengan Kep. Menkeu Nomor 349/KMK.01/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL kembali mengalami perubahan sehingga menjadi sebagai berikut: a. Pengeluaran ke DPIL untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Bapeksa Keuangan (sekarang fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor / KITE) diperlakukan sama dengan pengeluaran untuk ekspor; b. Pengeluaran ke DPIL, setelah realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya dalam jumlah: b.1. untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan digunakan oleh konsumen akhir sebanyak-banyaknya 50%; b.2. barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf b.1. sebesar 100%;dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya. Lebih lanjut Direktorat Teknis Kepabeanan menjelaskan bahwa perbedaan antara barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% dengan 100% adalah sebagai berikut : a. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% adalah barang-barang yang tujuannya bukan untuk diolah lebih lanjut, melainkan untuk tujuan lain misalnya dijual ke pasar atau kepada konsumen akhir.Barang-barang tersebut dapat berupa peralatan elektronik, pakaian jadi, meubel, makanan kaleng, dan barang jadi lainnya. b. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 100% adalah barang-barang yang tujuannya untuk diolah lebih lanjut (barang yang memerlukan proses lebih lanjut, tidak dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan bukan digunakan oleh konsumen akhir).Barangbarang tersebut dapat berupa benang untuk membuat kain, kain untuk membuat baju, spare part untuk dirakit, dan barang setengah jadi lainnya. c. Adapun maksud dari diberikannya batasan pengeluaran ke DPIL yang lebih besar (100 %) untuk barang hasil produksi PDKB yang memerlukan proses lebih lanjut adalah karena barang tersebut menunjang industri dalam negeri, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, dan memperbaiki kondisi ekonomi nasional. Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, batasan penjualan barang hasil produksi KB ke DPIL mengalami perubahan kembali yaitu a. Pengeluaran barang ke DPIL diberikan dalam jumlah : a.1. sebanyak-banyaknya 50% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut dan dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya serta dugunakan oleh konsumen akhir a.2. sebanyak-banyaknya 60% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1.; b. Pengeluaran barang ke DPIL sebanyak-banyaknya 75% darijumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, diberikan khusus kepada PDKB yang hasil produksinya digunakan untuk mensuplai perusahaan
pertambangan, minyak dan gas, serta PDKB yang bergerak di bidang industri perminyakan dan gas, perkapalan di dalam negeri dan industri oleochemical. c. Selisih nilai hasil produksi dari barang yang dikeluarkan sebagaimana tersebut butir a dan b, dikeluarkan untuk diekspor, diolah lebih lanjut ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan/atau ke PKB/PDKB lain atau dimusnahkan di bawah pengawasan DJBC. Jadi dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005, batasan penjualan barang hasil produksi dari KB ke DPIL tidak lagi didasarkan pada realisasi ekspor, tetapi berdasarkan jumlah nilai hasil produksi. Namun sampai saat artikel ini ditulis belum ada petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tersebut sehingga belum dapat dilaksanakan. Namun jumlah nilai hasil produksi dapat ditafsirkan sebagai total Harga Pokok Produksi (HPP) barang yang diproduksi PDKB. Misalkan PDKB dapat memproduksi barang dengan HPP senilai 1 juta USD, maka PDKB tersebut dapat menjual ke DPIL barang hasil produksi senilai 500 ribu USD, dan sisanya dapat diekspor, dijual kepada perusahaan pengguna fasilitas KITE, dan/atau kepada PDKB lainnya.
DAFTAR PUTIH
DASAR HUKUM: Pasal 18 KMK No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat jo. Pasal 41 KEP DJBC No. KEP-63/BC/1997 tanggal 25 Juli 1997 jo. Surat Edaran DJBC No. SE-10/BC/1998 tanggal 18 Maret 1998. URAIAN: Daftar putih merupakan fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) yang dianggap baik oleh karenanya harus memenuhi persyaratan : dalam jangka waktu satu tahun tidak pernah melakukan pelanggaran, selalu memenuhi kewajiban pabean dan perpajakan dengan baik dan tepat waktu, serta hasil post audit menujukkan profil perusahaan baik. Daftar putih ini dapat diberikan kepada PDKB yang sudah beroperasi maupun yang baru berdiri. PDKB yang baru berdiri dapat diberikan walaupun belum diketahui past performancenya karena fasilitas daftar putih ini akan mengikat perusahaan yang baru berdiri untuk menunjukkan kredibilitasnya selama menggunakan fasilitas KB. Namun terhadap PDKB yang baru berdiri ini tidak langsung saja disetujui masuk dalam daftar putih namun harus memberikan surat pernyataan (janji) bahwa yang bersangkutan akan menjadi PDKB yang patuh dan taat. Dengan demikian ada dorongan bagi PDKB yang baru berdiri tersebut untuk menjadi PDKB bonafid sejak pertama kali beroperasi. Manfaat dari fasilitas daftar putih ini adalah apabila PDKB diwajibkan untuk mempertaruhkan jaminan (misalnya untuk melakukan pemberian pekerjaan sub kontrak kepada perusahaan di DPIL), maka jaminan tersebut dapat berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) sehingga tidak perlu mempertaruhkan jaminan tunai, customs bond, jaminan bank dan lainnya. Yang artinya akan menghemat cash flow perusahaan. PERSYARATAN: Bagi PDKB yang telah beroperasi : (1) Fotokopi Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan PDKB atau Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan PKB merangkap PDKB;(2) Rekomendasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai berkaitan dengan performance perusahaan selama menggunakan fasilitas KB dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut;(3) Rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak berkaitan dengan performance perusahaan tentang kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan dan memasukkan SPT tahunan;(4) Rekomendasi dari Direktorat Verifikasi dan Audit berkaitan dengan hasil post audit perusahaan yang bersangkutan;(5) Data perolehan devisa ekspor dan impor berkaitan dengan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang selama 12 bulan terakhir;(6) Susunan para pemegang saham perusahaan dan jumlah modal yang dimiliki perusahaan. Untuk PDKB yang baru berdiri dan belum beroperasi :
(1) Fotokopi Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan PDKB atau Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan PKB merangkap PDKB; (2) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepabeanan selama menggunakan fasilitas Kawasan Berikat; (3) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan memasukkan SPT tahunan tepat waktu; (4) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memberikan data-data yang sebenarnya apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; (5) Profile Perusahaan; (6) Susunan para pemegang saham perusahaan dan jumlah modal yang dimiliki perusahaan; (7) Perkiraan perolehan devisa ekspor dan impor berkaitan dengan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang untuk jangka waktu satu tahun.
a Rekomendasi dari PKB; b Surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait; c Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman); d Fotokopi bukti kepemilikan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun) ; e Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT; f Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi; g Saldo awal bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi, barang modal dan peralatan pabrik; h Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA) i Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) VI. Penetapan perijinan Kawasan Berikat a. untuk izin PKB atau PKB merangkap PDKB ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk mendapatkan keputusan tentang Penetapan sebagai KB serta Persetujuan PKB merangkap PDKB; b. untuk persetujuan beroperasi sebagai PDKB ditetapkan oleh Direktur Jenderal up. Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan. V. Kegiatan Dalam Kawasan Berikat Kegiatan yang utama yang dilakukan di dalam KB adalah kegiatan pengolahan (industri / manufactur / bukan hanya perakitan) yaitu kegiatan yang memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. PDKB dalam melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud diatas dapat memberikan atau menerima subkontrak kepada/dari PDKB lain atau perusahaan industri di DPIL. Disamping itu di dalam KB dapat dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau penimbunan barang. Syaratnya barang yang ditimbun tidak sama dengan barang yang dihasilkan / diproduksi oleh KB yang bersangkutan. Disamping itu barang yang ditimbun akan berfungsi untuk mendukung kegiatan industri KB itu sendiri atau perusahaan industri lainnya (Supporting Industries), misalnya untuk menimbun bahan baku. Tatacara pendirian dan tatalaksana pemasukan barang ke dan dari pergudangan atau penimbunan di KB tersebut dilakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat;