You are on page 1of 7

LAPORAN HASIL KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL) HUKUM DESA ADAT TENGANAN PEGERINGSINGAN BALI TAHUN 2011 Disusun

Oleh : Nama : Bolmer Suryadi Hutasoit NIM : 8111409160 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2011 PRAKATA

Puji Tuhan, sebagai ungkapan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kasih dan karuniaNya yang selalu menyertai dari awal keberangkatan dari Semarang KKL FH UNNES 2011 ke Bali hingga kembali ke Semarang serta sampai selesainya laporan ini. Perjalanan yang berjalan lancar tidak bisa lepas dari kemurahanNya. Berbagai ilmu dalam bentuk teori hukum yang telah didapatkan dari menjalani setiap kegiatan dikampus. Sebagai bentuk aplikasi dan implementasi dari berbagai ilmu tersebut. Maka KKL FH UNNES 2011 ini sebagai bentuk penerapan ilmu tersebut dan upaya menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian masyarakat serta penelitian. Indonesia sebagai ngara yang memiliki berbagai kultur yang berbeda disetiap wilayah dan daerah tidak terkecuali antara Semarang dan Bali. Ilmu yang didapatkan di Semarang tentu harus dapat diadaptasikan dengan keadaan di Bali. Demikian juga sebaliknya ilmu yang didapatkan di Bali harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat di Semarang. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Mahasiswa yang masih dalam tahap belajar di Perguruan Tinggi dituntut untuk berperan aktif dengan tidak hanya bergantung pada sumber ilmu secara teori dalam lingkup kampus. KKL FH UNNES 2011 yang salah satunya berkunjung ke Desa Adat Tenganan Pegeringsingan Bali. Berkesempatan untuk mempelajari mengenai berbagai aspek yang salah satunya adalah sistem pemerintahannya dan tatanan regulasi adatnya. Dengan melalui berbagai proses akhirnya laporan KKL tentang Desa Adat Tenganan Pegeringsingan Bali ini ini dapat diselesaikan. Sebagai penyusun dari laporan, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang berperan dalam KKL FH UNNES 2011 dan yang membantu selesainya laporan ini Semarang, 10 September 2011 KKL FH UNNES Tahun Akademik 2010/2011 (Bolmer Suryadi Hutaoit) BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber hukum positif yang ada di Indonesia saat ini. Selain regulasi lainnya yang ditinggalkan oleh Belanda setelah menjajah. Setiap daerah di Indonesia memiliki hukum adat sendiri. Setiap daerah pula memiliki identitas tersendiri yang mewakili daerahnya. Namun perbedaan tersebut tidak menjadi pemecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu hukum adat yang masih eksis sampai saat ini dan akan dikaji lebih mendalam adalah hukuk adat di Desa Tenganan Pegeringsingan yang berada di Bali. Hukum adat yang dalam hal ini disebut sebagai konstitusi Tenganan dan sistem pemerintahan adat Tenganan lebih dahulu ada dan masih eksis sampai saat ini. Bahkan sebelum adanya ilmu yang mempelajari tentang tata pemerintahan dan negara untuk menjalankan sebuah roda pemerintahan. Rotasi hukum adat dan sistem pemerintahan Desa Tenganan tetap berputar dengan baik. Hukum Tata Negara merupakan salah satu cabang mata kuliah wajib yang didapatkan oleh mahasiswa yang mengambil jurusan Ilmu Hukum. Hukum Tata Negara yang sering disingkat HTN, merupakan perangkat aturan hukum yang mengatur struktur organisasi negara, hubungan antar lembaga serta kedudukan warga negara. HTN memberikan batasan dan arah kepada masyarakat untuk berperilaku dengan ruang lingkup wilayah yurisdiksi dimana aturan tersebut berlaku. HTN memberikan gambaran hal-hal yang harus dilakukan dalam menjalankan sebuah sistem dalam hukum adat maupun sebuah hukum positif di Indonesia. Namun ternyata jauh sebelum ini ada, hukum adat dan sistem pemerintahan lebih dahulu ada dan tetap eksis sampai saat. Sejak terbentuknya (NKRI) yang memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945. Regulasi dalam tata negara membentuk tatanan dalam berjalannya pemerintahan di Indonesia. Regulasi yang menjadi landasan segala peraturan yang terbentuk di Indonesia adalah UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang pada awalnya bernama UUD 1945 sebelum mengalami empat (4) kali amandemen. UUD NRI 1945 tidak bisa dipisahkan dari NKRI yang sampai saat ini tetap eksis. UUD NRI 1945 dan Pancasila merupakan konstitusi yang saat ini menjadi kiblat semua regulasi di Indonesia. Indonesia juga memiliki sistem pemerintahan yang diatur dalam konstitusi tersebut. Namun ternyata jauh sebelum konstitusi dan sistem pemerintahan ini ada bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka sudah ada konsitusi dan sistem pemerintahan lain yang berlaku di salah satu daerah di Indonesia. Tepatnya disalah satu desa yang terletak di Bali yaitu Desa Adat Tenganan Pegeringsingan sudah memiliki konsitusi dan tata pemerintahan adat layaknya sebuah negara. Desa Adat Tenganan Pegeringsingan merupakan sebuah desa yang sulit untuk tersentuh efek globalisasi. Bahkan pendidikan saja baru dalam waktu belakangan ini bisa diterima masuk oleh masyarakat desa yang terletak dari pusat kota Bali ini. Banyaknya hal menarik dari Desa Adat Tenganan Pegeringsingan ini mulai dari letak geografisnya, dan adat istiadatnya terutama konsitusi adatnya serta sistem pemerintahan adatnya menjadi salah satu alasan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Berbagai hal lainnya yang ada di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan melahirkan banyak pertanyaan dan keinginan untuk mengkaji lebih dalam tentang Desa Adat Tenganan Pegeringsingan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banyak hal yang belum terjawab dan perlu dikaji lebih mendalam. Untuk itu ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan masalah yaitu : 1. Apakah yang menjadi faktor regulasi dan sistem pemerintahan di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan lebih dahulu ada daripada di Indonesia ? 2. Mengapa regulasi dan sistem pemerintahan di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan masih tetap eksis ? C. Tujuan Penulisan y Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan regulasi dan sistem pemerintahan di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan lebih dahulu ada daripada di Indonesia sendiri. 2. Untuk mengkaji lebih dalam latar belakang regulasi dan sistem pemerintahan di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan masih tetap eksis sampai saat ini. y Tujuan Umum 1. Realisasi pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang pengabdian masyarakat. 2. Sebagai sarana pendidikan bagi mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu dan teori dari kampus. D. Manfaat Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam laporan ini terdapat manfaat yang tentu akan didapatkan. Adapun yang menjadi manfaat utama dari laporan ini sebagai problem solving atas permasalahan hukum dan pemerintahan di Indonesia. Tidak bisa juga dikesampingkan manfaat lain yang diberikan atas laporan ini yaitu manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis spesifiknya adalah langkah untuk kajian pengembangan ilmu terutama dalam metode dalam menumbuhkan budaya taat hukum. Manfaat praktis dari sudut pandang general menjangkau berbagai elemen di masyarakat diantaranya : y Bagi Masyarakat Memberikan informasi dan pengetahuan tentang eksistensi hukum dan sistem pemerintahan dari Desa Adat Tenganan Pegeringsingan. Informasi ini juga sebagai tingkat perbandingan ketaatan dan budaya sadar hukum masyarakat pada umumnya dengan masyarakat di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan dalam bidang hukum dan pemerintahan. y Bagi Pemerintah (Pemungut Pajak) Memberikan gambaran bagaimana seharusnya langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah dalam menerapkan hukum dan menjalankan pemerintahan dengan baik. Informasi dari Tenganan juga memberikan cermin untuk introspeksi diri terhadap pemerintahan. Minimnya budaya taat dan sadar hukum masyarakat tidaklah sepenuhnya kesalahan dari masyarakat. Sangat diperlukan peran aktif pemerintah untuk memberikan perhatian besar terhadap masyarakat. Hal ini sebagai langkah nyata atas informasi yang didapatkan dari Desa Tenganan. Dimana tingginya tingkat ketaatan dan kesadaran masyarakat adat Tenganan karena tingginya perhatian yang diberikan oleh adat Tenganan, y Bagi Aparat Hukum Mempermudah tugas aparat hukum dalam melakukan fungsi controling terhadap perilaku masyarakat. Apabila tingginya tingkat kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat. Tentu akan berbanding lurus dengan semakin menurunnya angka pelanggaran hukum. y Bagi Akademisi Para akademisi yang mempelajari hukum dan sistem pemerintahan akan memiliki tambahan referensi. Segala informasi atas hukum adat dan sistem pemerintahan adat juga akan membuka pintu terhadap pada akademisi. Dalam mencari formula untuk memecahkan permasalahan hukum serta minimnya tingkat kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat Indoneisa. E. Tempat Pelaksanaan KKL FH UNNES 2011 Kegiatan KKL FH UNNES 2011 dilaksanakan di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Denpasar Bali dan Desa Adat Tenganan Pegeringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. F. Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan KKL FH UNNES 2011 berlangsung selama 4 hari (empat hari) berlangsung selama 1 hari pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan 2 kali pertemuan di 2 tempat berbeda yaitu di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Denpasar Bali dan Desa Adat Tenganan Pegeringsingan. Dalam kunjungan pertama mahasiswa yang didampingi dosen dan panitia berknjung ke 4 tempat yang berbeda dan kunjungan kedua semua berangkat ke tempat yang sama yaitu Desa Adat Tenganan Pegeringsingan. BAB II PEMBAHASAN

1. 2. 3. 4. 5.

A. Desa Adat Tenganan Pegeringsingan Desa Adat Tenganan Pegeringsingan atau yang sering disebut Desa Tengganan merupakan sebuah desa yang terletak di antara perbukitan. Tepat desa yang diapit 3 tiga bukit yaitu dibagian belakang, kanan dan dikiri desa. Bagian depan desa ini tidak tertutupi bukit sehingga menjadi gerbang masuk ke dalam desa. Desa Tenganan termasuk Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Desa yang sangat menjaga konsistensi hukum adatnya ini berada kurang lebih 17 km dari kota Amlapura atau 65 km dari Denpasar Bali. Desa Tenganan terletak sangat berdekatan dengan kawasan wisata Candi Dasa yaitu berjarak 2 km. Desa Tenganan merupakan salah satu tujuan wisata wajib jika ingin mengenal lebih jauh tentang kehidupan masyarakat Bali. Desa yang memiliki luas 917,2 ha ini memiliki jumlah penduduk 672 orang. Penduduk Desa Adat Tenganan bermata pencaharian sebagai petani. Dalam ha ini adalah petani pemilik bukan sekedar petani penggarap. Luas daerah dari desa terdiri dari 8 % pemukiman, 22 % sawah, dan sisanya 70 % lahan kering dan instruktur desa. Sebagaimana disampaikan oleh I Putu Suwarjono sebagai Kepala Desa yang menjabat saat ini. Maka jumlah demikian maka setiap warga Desa Tenganan memiliki harta 1,5 ha. Desa Tenganan terdiri atas 3 banjar yaitu banjar Kauh, banjar Kangin dan banjar Pande. Wilayah desa terdiri dari tiga bagian utama antara lain komplek pemukiman, perkebunan dan komplek persawahan. Desa Tenganan merupakan salah satu dari sejumlah desa kuno di Pulau Bali. Dibilang kuno karena masyarakat Desa Tenganan sangat menjaga setiap kultur yang diwariskan turuntemurun oleh nenek moyangnya. Pola kehidupan masyarakat Desa Tenganan merupakan satu contoh kebudayaan desa-desa Bali Aga. Bali Aga artinya adalah Bali sebelumnya masuknya ajaran Hindu ke Bali. Hal inilah yang membedakannya dengan desa-desa lain di Bali dataran. Desa Adat Tenganan adalah sebuah desa yang dikenal internasional namun kurang dikenal di nasional. Hal tersebut karena niat keras dari masyarakatbya secara turun temurun untuk menjaga kelestarian di Desa Adat Tenganan. Ternyata hal itu membuat Desa Adat Tenganan dikenal PBB dan menjadi salah satu tujuan wisata lokal maupun luar negeri. Namun ternyata ada bagian yang tidak bisa bertahan lama dari Desa Adat Tenganan. Sebuah ayunan yang menjadi simbol kenyamanan dan keseimbangan saat ini sudah rusak dan tidak bisa dipakai lagi. B. Hukum dan Tatanan Masyarakat di Desa Adat Tenganan Demi menjaga kemurnian dari warisan nenek moyangnya, masyarakat Desa Tenganan sulit untuk menerima adanya pendidikan. Masyarakat Desa Tenganan bahkan baru mengecap pendidikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Atas usaha keras masyarakat Desa Tenganan menjaga segala sesatu dalam Desa Tenganan agar tetap terjaga. Melahirkan berbagai keunikan yang dimiliki desa Tenganan yang tidak dimiliki oleh desa-desa lainnya di Indonesia antara lain: Pola kehidupan masyarakat perkampungan yang seragam dan bersifat linear. Struktur masyarakat yang bilateral yang berorientasi pada kolektif dan senioritas. Sistem ritual khusus dalam frekuensi yang tinggi dengan menyungguhkan perpaduan agama, seni dan solidaritas sosial. Tradisi mekare-kare setiap bulan Juni yaitu tradisi perang pandan dalam kontek ritual, nilai religius, semangat perjuangan dan uji ketangguhan fisik yang diiringi oleh gambelan tradisional selonding. Seni kerajinan tenun ikat kain geringsing dengan desain dan tata warna khas, serta memiliki bentuk, fungsi dan makna estetis yang tinggi. Kain ini dipakai pada waktu upacara dimana dipercaya dengan memakai kain ini akan terhindar dari penyakit. Kata Geringsing sendiri berasal dari bahasa Bali yaitu gering yang berarti penyakit keras dan sing berarti tidak. Masyarakat dan kebudayaan Tenganan merupakan tempat yang kaya bagi kajian ilmu antropologi, arkeologi, hukum adat sejarah dan sastra. Oleh karena itu mengundang banyak orang untuk tahu lebih banyak tentang Desa Tenganan. Seorang peneliti dari Swiss pernah membuat buku Republic of Tenganan setelah meneliti dan melihat kondisi Desa Adat Tenganan. Dalam Desa Tenganan terdapat perangkat desa yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Jam kerja Desa Tenganan adalah lima hari yaitu :

y y y y

Senin memakai seragam LINMAS Selasa dan Rabu memakai seragam coklat Kamis memakai batik Jumat memakai batik Sejak adanya Desa Tenganan, masyarakat tidak mengenal adanya sistem pendidikan formal. Pada awalnya masyarakat Desa Tenganan hanya mengenal sistem pendidikan adat saja. Hal ini disebabkan keinginan mereka untuk menjaga segala kemurnian kultur dan adat istiadatnya. Tatanan hukum dari Desa Tenganan sendiri mensejajarkan antara hukum adat dan hukum positif. Meskipun hukum adat cenderung lebih diutamakan. Tenganan memiliki sebuah konstitusi yang mengatur mengenai segala hal yang ada dalam yurisdiksi dari Desa Tenganan. Konsitusi ini berupa regulasi yang membatasi setiap tingkah laku masyarakat Desa Tenganan. Konstitusi dan sistem pemerintahan Desa Adat Tenganan lahir jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal tersebut bisa terjadi karena konstitusi dan sistem pemerintahan Desa Adat Tenganan tersebut berasal dari hukum adat. Hukum adat yang merupakan salah satu sumber hukum positif Indonesia. Perkawinan adalah salah satu bagian penting yang diatur dalam konstitusi dari Desa Tenganan. Masyarakat adat Desa Tenganan menjalin hubungan perkawinan hanya dengan sesama masyarakat adat desa itu sendiri. Perkawinannya tidak mengenal adanya poligami maupun poliandri. Apabila salah satu wanita anggota masyarakat Desa Tenganan mengikat perwakinan dengan pria luar Desa Adat Tenganan maka hak dan kewajibannya akan dicabut dan harus meninggalkan desa. Sedangkan, apabila seoarang pria anggota masyarakat dari Desa Adat Tenganan menikah dengan wanita dari luar Desa Adat Tenganan maka sebelumnya harus menyamakan agamanya terlebih dahulu. Bila menyamakan agama dengan pria Tenganan maka mereka bisa tetap tinggal di Tenganan. Namun pasangan tersebut dan keturunannya tidak bisa menjadi legislatif desa. Namun bila menyamakan agama dengan wanita luar Desa Adat Tenganan tersebut maka pasangan tersebut harus meninggalkan Desa Adat Tenganan. Sistem perkawinan dari Desa Adat Tenganan tidak memperbolehkan untuk pernikahan dengan sepupu. Sistem perkawinan masyarakat Tenganan ada tiga yaitu : 1. Kawin paksa yang dilakukan sepanjang pria dan wanitanya saling menyukai. Namun saat ini kawin paksa tidak dilakukan lagi oleh masyarakat Tenganan. 2. Kawin pinak yaitu perkawinan yang dilakukan karena keinginan dari orangtua. 3. Perkawinan yang pada awalnya orangtua tidak setuju. Namun kemudian orantua pihak pria dan wanita menyetujuinya. Dalam hal terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anggota masyarakat Tenganan di daerah Desa Adat Tenganan. Maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Sanksi yang dikenakan diberatkan pada sanksi moral. Sanksi lain yang dikenakan berupa denda dalam kisaran ribuan rupiah. Karena sanksi denda yang terbilang ringan untuk dipenuhi. Maka sanksi moral yang menjadi momok untuk setiap calon pelaku kejahatan di Desa Adat Tenganan. Meski tidak ada hukuman penjara, hukuman denda yang besar bahkan hukuman mati. Faktanya masyarakat Desa Adat Tenganan sangat saat terhadap regulasi yang berlaku. Hal ini terbukti dengan pengakuan Persatuan bang Bangsa (PBB) terhadap aturan adat Tenganan. Pengakuan tersebut itu adalah dengan menjadikan Desa Adat Tenganan sebagai contoh pencegahan global warming. Pengakuan tersebut memang layak diberikan kepada Desa Adat Tenganan. Karena hanya untuk menebang sebuah pohon saja memerlukan proses yang panjang. Mulai dari izin, tergantung pada situasi dan kondisi, upacara hingga penggantian pohon. Penebangan pohon liar maka dari hukum adat akan dikenakan sanksi sesuai dengan 2 (dua) kali lipat pohon yang ditebang. Oleh karena kepedulian besar masyarakat Tenganan atas lingkungan. Pembangunan di Tenganan banyak mendapat bantuan dari Nasional dan Internasional. Tingginya tingkat ketaatan dan sadar hukum masyarakat Tenganan atas hukum adat bisa menjadi contoh untuk penegakan hukum positif di Indonesia. Sebab fakta membuktikan sanksi berat tidak menjadi tolak ukur tingginya ketaatan masyarakat. Aturan adat Desa Adat Tenganan mengikat

1. 2. 3. 4. 5. 6.

1. 2. 3.

kepada masyarakatnya karena tingginya perhatian Desa Adat Tenganan pada masyarakat adat. Faktor lain yang mempengaruhi ketaatan dan sadar hukum masyarakat Desa Adat Tenganan adalah setiap kesalahan dalam adat selalu berbeda-beda dan sesuai dengan kesalahan dan posisinya dalam adat yang melakukan kesalahan. Sanksi yang diberikan kepada tokoh adat lebih berat daripada masyarakat adat biasa. Tingginya perhatian desa adat terhadap masyarakat yang menjadi alasan besar mengapa konstitusi dan sistem pemerintahan Desa Adat Tenganan tetap eksis sampai saat ini. Masyarakat adat Tenganan tetap mau menjalankan setiap hal yang diatur dalam regulasi dan sistem pemerintahan Desa Adat Tenganan karena adanya hubungan mutualisme antara masyarakat dengan konstitusi, sistem pemerintahan dan pemerintah adat Desa Adat Tenganan itu sendiri. Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 juga menjadi faktor konstitusi dan sistem pemerintahan hukum adat Tenganan tetap eksis yang mengatur bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang Desa Adat Tenganan memiliki regulasi yang mengatur berbagai aspek di desa ini jauh sebelum Indonesia merdeka. Regulasi di Desa Adat Tenganan ini atau yang disebut sebagai konsitusi di tingkat nasional benar-benar murni lahir dari bumi Tenganan sendiri. Konstitusi tersebut mengatur lebih mendalam tatanan masyarakat dan pemerintahan di Tenganan. Konstitusi Desa Adat Tenganan mengatur berbagai aspek termasuk dalam hal aspek hukum. Selain hukum yang mengatur mengenai pemidanaan. Konstitusi Tenganan juga mengatur mengenai hukum waris. Dalam waris Desa Adat Tenganan, kedudukan pria dan wanita adalah sama. Dimana yang diwariskan atau dibagikan adalah hasil dari bumi Tenganan. Tenganan sebagai sebuah Desa Adat yang sangat menjaga kulturnya masih tetap menjalankan upacara-upacara adat. Selalu akan ada upacara adat yang mana setiap keadaan akan sama dengan keadaan sebelumnya. Adapun upacara-upacara adat yang dilakukan di Desa Adat Tenganan beberapa diantaranya adalah : Upacara kelahiran dewa yang dilakukan pada bulan 1 Upacara dewa mendekati usia balita yang dilakukan pada bulan 2 Upacara dewa balita yang dilakukan pada bulan 3 Upacara dewa mendekati usia dewasa yang dilakukan pada bulan 4 Upacara dewa dewasa yang dilakukan pada bulan 5 Upacara lansia yang dilakukan pada bulan 12 Pada saat upacara dilakukan tentu ada perhiasan dan pakaian adat yang harus dipakai. Perhiasan lakilaki adalah daun pisang yang digulung kecil dan dimasukkan ke lobang telinga. Daun telinga yang dilobangi dengan kolang-kaling sejak kecil. Konstitusi Desa Adat Tenganan bahkan mengatur mengenai pembuatan rumah penduduk. Di Desa Adat Tenganan rumah tidak diperbolehkan memiliki tingkat dua serta tidak boleh memiliki lebih dari empat ruang. Dimana harus ada ruang depan yang merupakan ruang sakral atau suci, ruang kelahiran/kematian, tempat kawin baru dan kemudian ruang dapur. Desa Adat Tenganan merupakan penduduk asli Bali memiliki tiga landasan hubungan yang menjadi acuan masyarakat dalam bertingkah laku dimasyarakat. Baik masyarakat Tenganan pada khususnya maupun masyakat luar Tenganan pada umumnya. Adapun tiga hubungan dalam Desa Adat Tenganan adalah : Hubungan dengan Tuhan Hal ini diaplikasikan dalam upacara adat Hubungan dengan manusia Hubungan ini terlihat dengan adanya budaya gotongroyong. Hubungan dengan alam Hal ini terlihat sangat jelas dari cara masyarakat Tenganan begitu menjaga kelestarian dari alam Tenganan.

Satu hal lagi yang sangat unik dengan Desa Adat Tenganan adalah jam kantor adatnya yaitu pukul 08:30 WITA. Jika ada yang ingin melakukan sesuatu berhubungan dengan adat misalnya ingin menebang pohon. Selain harus izin dengan pemilik pohon maka calon penebang harus meminta izin terlebih dahulu dari desa adat. BAB III PENUTUP A. Simpulan Desa Adat Tenganan merupakan sebuah desa adat yang sangat menjaga segala aspek kultur dan adat istiadatnya. Hal tersebut melahirkan banyak konsekuensi terhadap Desa Adat Tenganan. Banyak bantuan dari nasional bahkan internasional yang diterima oleh Tenganan. PBB pun akhirnya menjadikan Desa Adat Tenganan sebagai contoh untuk pelestarian alam sebagai langkah pencegahan global warming. Konstitusi dari Desa Adat Tenganan mengatur berbagai hal tentang kehidupan masyarakat Tenganan. Termasuk aspek hukum dan juga mengenai pelestarian alam. Konstitusi Desa Adat Tenganan lahir jauh sebelum Indonesia merdeka. Faktor utama yang menjadi alasannya adalah konstitusi Tenganan tersebut berasal dari hukum adat sedangkan hukum adat yang merupakan salah satu sumber hukum positif Indonesia. Hukum adat jauh lebih dahulu ada daripada hukum positif di Indonesia. Bahkan sebelum dan sesudah Indonesia merdeka hukum adat tetap eksis. Faktor lain yang membuat hukum adat Tenganan atau dalam hal ini disebut konstitusi Tenganan tetap eksis adalah tingginya perhatian yang diberikan oleh Desa Adat Tenganan terhadap masyarakat adatnya. Tingginya konstitusi Tenganan mengikat dan tingginya tingkat kesadaran dan ketaatan masyarakat atas konsitusi Tenganan adalah karena hubungan mutualisme dan perlakukan adil dari Desa Adat Tenganan terhadap setiap anggota masyarakatnya. B. Saran Segala bagian positif yang ada di Desa Adat Tenganan bisa menjadi bahan perbandingan dengan keadaan Indonesia saat ini. Pelestarian alam Tenganan yang begitu dijaga menjadi solusi atas masalah bencana alam dan ilegal loging yang terjadi di Indonesia. Tingginya angka kejahatan terutama korupsi memiliki solusi dengan cara Tenganan memberikan sanksi pada pelaku kejahatan. Regulasi yang ada di Indonesia yang merupakan peninggalan dari Belanda saat ini sudah tidak lagi mampu mengikat masyarakat. Konstitusi bisa menjadi bukti bahwa hukum adat di Indonesia lebih diterima di mata masyarakat. Perhatian pemerintah juga harus lebih ditingkatkan. Fakta di Tenganan menunjukkan tingginya perhatian pemerintah terhadap masyarakatnya akan memberikan tingginya kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum positif. Atas segala sesuatu yang telah dijabarkan panjang lebar. Maka yang menjadi tujuan dan esensi utama laporan ini adalah konstitusi Tenganan bisa menjadi bahan studi banding atas keadaan Indonesia saat ini.

You might also like