You are on page 1of 15

EKSISTENSI YURIDIS YAYASAN Yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang yayasan Abstract: Before Fondation act takes into

force there is no legeslatif rules specifically stipulating as to foundation in Indonesia. It is, however, sporadically contained In several legis;ative rules and it is also recognized as a legal entity. After the enactment of foundation act, then it is also firmly recognized as a legal entity, but it must fulfill certain requirement considering that there are still many foundations that have not fulfilled the requirement. Therefore, the existence of foundation estabilished before foundation act takes into force is not known yet. Kata kunci : Eksistensi Yuridis Yayasan

PENDAHULUAN Setelah 56 tahun Indonesia merdeka, tepatnya 6 agustus 2001 barulah dapat dibuat undang-undang yang mengatur tentang yayasan yaitu undang-undang nomor 16 tahun 2001 L.N. No. 112 Tahun 2001 TLN. 4132. Sebelumnya itu, belum ada perundang-udangan yang mengatur secara khusus tentang yayasan di Indonesia, tetapi secara sporadic terdapat di dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang yayasan, eperti KUHPerdata, Rv, Serta Undang-undang kepailitan (Failissements-Verordening) (Natzir Said, 1987:2) Selain itu, yayasan juga diatur dalam peraturan menteri (Permen) penerangan Republik Indonesia No. 01/Per/Menpen/1969, tentang pelaksanaan ketentuan-ketentuan mengenai perusahaan pers. Di dalam ketentuan perpajakan juga disebutkan tentang yayasan. Demikian pula dalam perundang-undangan agrarian, seperti : kemungkinan bagi yayasan mempunyai hak atas tanah, serta pembentukan yayasan dana landreform (rudhi prasetya. 1995: 35). Pada tahun 1993, di dalam keputusan menteri keuangan republic Indonesia nomor 227/KMK.017/1993, juga telah dikenal yayasan dana pension (A. Setiadi. 1995:241). Walaupun yayasan telah diatur di dalam beberapa ketentuan di Indonesia pada waktu itu, namun belum ada satu pun dari kentuan-ketentuan tersebut yang menegaskan bahwa yayasan adalah badan hukum. Anehnya justru yayasan diakui sebagai badan hukum. Berbeda halnya

engan di belanda, yang secara tegas di dalam undang-undangnya yang menegaskan yayasan adalah badan hukum. Setelah diundangkannya undang-undang yayasan (UUY), maka secara tegas di dalam UUY disebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari menteri (Pasal 10 Ayat (1) ). Bagi yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UUY ini , tetap diauku pula sebagai badan hukum tetapi harus memenuhi persyaratan tertentu., eperti telah terdaftar dan diumumkan atau terdaftar mempunyi izin operasi dari instansi terkait. Selain itu, juga wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan dengan UUY dan yayasan tersebut wajib didaftarkan di departemen hukum dan HAM paling lambat 1 tahun setelah pelaksanaan penyesuaian. Mengingat bahwa, disatu sisi masih banyak yayasan yang belum terdaftar di pengadilan negeri, dan/atau tidak diumumkan di dalam lembaran negara, sementara di sisi lain di dalam pasal dan serta penjelasan UUY tersebut tidak dicantumkan sanksi bagi yayasan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut, sehingga belum diketahui eksistensi Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya UUY. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah : 1. Kapan suatu Yayasan memperoleh kedudukan sebagai badan hukum menurut hukum? 2. Apakah yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UU Yayasan masih dapat diakui sebagai badan hukum?

PEMBAHASAN DAN ANALISIS Status Badan Hukum Yayasan Sebelum Berlakunya UU Yayasan Menurut Paul Scholten dan Pitlo (Chidir Ali. 1991:89), kedudukan badan hukum itu diperoleh bersama-sama dengan berdirinya yayasan. Hanya saja ada kewajiban bagi pengurus untuk mendaftarkan dan mengumumkan. Apabila tidak didaftarkan dan diumumkan, maka selain yayasan, para pengurus pun bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk perbuatan yang dilakukan atas nama yayasan. Pendaftaran dan pengumuman dimaksudkan sebagai pengawasan yang bersifat represif oleh pemerintah. Selain itu, jega penting sebagai penerangan (informasi) untuk pihak-pihak ketiga yang berkepentingan.

Sebenarnya pendaftaran dan pengumuman akta pendiriannya, serta pengesahan dari menteri hukum dan HAM sebagai tindakan preventif tidak diwajibkan. Namun dalam praktik yang berlaku di Indonesia, pada umumnya yayasan selalu didirikan dengan akta notaries sebagai syarat untuk terbentuknya suatu yayasan. Bahkan ada beberapa yayasan yang dibentuk dengan peraturan pemerintah (PP) dan keputusan presiden (KEPRES). Di dalam akta notaries dimuat ketentuan tentang pemisahan harta kekayaan oleh pendiri yayasan, yang kemudian tidak boleh dikuasai lagi oleh pendiri. Akta notaries ini bayak tidak didaftarkan di pengadilan negeri, dan atau tidak di umumkan dalam berita negara. Sebelum berlakunya UUY, belum ada keseragaman tentang cara pendirian yayasan. Akibatnya perdebatan mengenai status yayasan sebagai badan hukum atau bukan, masih terus berlangsung. Terlebih lagi, karena tidak ada suatu ketentuan yang menyebutkan bahwa yayasan konkordan mengikuti hukum belanda, apalagi di belanda sendiri pengaturan yayasan sudah mengalami perubahan setelah Indonesia merdeka. Sebelum membahas mengenai cara mendirikan yayasan sebelum berlakunya UndangUndang Yayasan No.16 Tahun 2001, maka terlebih dahulu dijelaskan syarat yang harus dipenuhi untuk dapat diaktegorikan sebagai badan hukum. Ada beberapa syarat agar perkumpulan atau badan/badan usaha disebutkan sebagai badan hukum. Hal ini berkaitan dengan sumber hukum, khususnya dalam berkaitan dengan sumber hukum ang forml. Menurut Chidir Ali (1991: 79-98) tentang syarat badan hukum yang dikaji dari sumber hukum formal memberikan beberapa kemungkinan , bahwa badan hukum tersebut telah memenuhi : 1. Syarat berdasarkan ketentuan Perundang-undangan 2. Syarat berdasarkan pada hukum kebiasaan dan Yurisprudensi 3. Syarat berdasarkan pada pandangan Doktrin

Ad. 1. Syarat berdasarkan ketentuan Perundang-undangan Syarat-syarat berdasarkan undang-undang mendasarkan diri pada ketentuan pasal 1653 KUHPerdata, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya 2 (Dua) cara, yaitu : 1. Dinyatakan dengan tegas (uitrukkelijk) bahwa suatu organisasi adalah merupakan badan hukum, seperti harus ada pengesahan akte.

2. Tidak secara tegas disebutkan, tetapi dengan peraturan sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa badan itu adalah badan hukum.

Ad. 2. Syarat berdasarkan pada hukum kebiasaan dan Yurisprudensi Berdasakan pada hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang ada, maka suatu badan dikatakan ada bilamana telah memenuhi syarat sebagai berikut : (Lisman Iskandar, 1997:24) : 1. Syarat-syarat materil yang terdiri atas : a. Harus ada suatu pemisahan kekayaan b. Suatu tujuan c. Suatu organisasi Salah satu contoh tentang penentuan badan hukum melalui yurisprudensi, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 124 K/Sip/1973, tanggal 27 juni 1973 tentang kedudukan suatu yayasan sebagai badan hukum dalam kasus Yayasan Dana Pensiun HMB. Keputusan lainnya adalah keputusan Mahkamah Agung No.476K/Sip/1975, tanggal 8 Mei 1975, tentang kasus perubahan Wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af. 2. Syarat Formal : Dengan Akta Otentik. Para pengurus tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta pendiriannya. Demikian pula pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM sebagai tindakan Preventif tidak disyaratkan.

Ad. 3. Syarat berdasarkan pada pandangan Doktrin Dari pendapat para ahli seperti Meijers, Ali Rido, Suroso, Dan Rudhi Prasetya dapat disimpulkan bahwa umumnya menekankan pada adanya pemisahan kekayaan dan syarat organisasi., sekalipun dalam bentuk paling sederhana. Syarat lainnya yang mendapat perhatian dari para ahli yaitu adanya tujuan tertentu, tetapi Suroso tidak mencantumkan syarat tujuan ini, namun lebih menekankan pada pemisahan hak dan kewajiban para anggotanya. Sementara syarat formal, yaitu adanya akte tidak satupun dari para ahli yang mempersyaratkannya.

Dari

sekian

banyak

syarat

diatas,

pada

akhirnya

yang

menentukan

suatu

badan/perkumpulan sebagai badan hukum atau bukan, adalah hukum positif yakni hukum yang berlaku pada suatu negara tertentu. Misalnya, di Indonesia mengakui yayasan sebagai badan hukum (pasal 365 KUHPerdata), sedangkan hukum yang berlaku di inggris tidak mengakui seluruh yayasansebagai badan hukum. Seperti yang diuraikan sebelumnya, bahwa pembentukan yayasan dalam hukum perdata pada umumnya dilakukan dengan akte oleh para pendirinya, atau dengan surat hibah/wasiat yang dibuat dihadapan Notaris walaupun belum ada aturan yang mengatur khusus tentang ini.

Ketiadaan aturan ini menimbulkan karagaman did lam pendirian yayasan. Ada yang memiliki akta notaries, adapula yang melakukan pendaftaran di pengadilan negeri, bahkan ada yang mengumumkan diberita negara. Walaupun terjadi keragaman di dalam cara pendirian yayasan, serta saat penentuan status badan hukum, namun telah diakui bahwa yayasan adalah badan hukum, dan pendirian yayasan selalu dilakukan dengan akta notaries, baik yayasan yang didirikan oleh pihak swasta atau perorangan maupun oleh pemerintah. Dalam perkembangannya, selain dengan akte ada pula beberapa yayasan yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah, seperti yayasan yang diperuntukkan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di seluruh Indonesia, serta yayasan yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden (KEPRES), seperti yayasan yang didirikan oleh Soeharto. Menurut Hayati Suroredjo (1990:80), sebenarnya karena masih Vormvrij atau bebas bentuk, maka yayasan dapat juga didirikan dengan akta di bawah tangan, atau dapat disimpulkan dari aktivitas dan Stationary. Kepala surat pun yang digunakan oleh yayasan bahkan dapat dikatakan sebagai bukti bahwa yayasan memang ada dan aktif melakukan kegiatan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Makassar, memperlihatkan bahwa semua pendirian yayasan dilakukan dengn akta notaries yang isinya dibuat menurut format yang sudah ada di kantor Notaris. Tinggal hanya mengisi nama yayasan, nam pengurus, jumlah kekayaan yang dipisahkan, dan tujuan. Kesalahan yang seringkali dibuat adalah dengan mencantumkan didalam akte : adanya anggota, modal, dan kewajiban adanya iuran anggota. Ada pakar yan berpendapat, bahwa karena undang-undang secara khusus mengatur

tentang yayasan tidak ada, maka seyogyanya tidak dapat dikatakan suatu yayasan harus dibuat dengan suatu akta tertulis. Namun untuk memudahkan pembuktian, biasanya pendirian yayasan

dilakukan oleh para pendirinya di depan Notaris (Rudhi Prasetya, dan A. Oemar Wongsodiwiryo. 1976: 65-66). Sebelum berlakunya Wet Op Stichtingen 1956, di belanda juga tidak diperlukan pengesahan untuk menjadikan suatu yayasan sebagai badan hukum. Yayasan di belanda memperoleh status badan hukum berdasarkan akta notaries, sedangkan pendaftaran dan pengumuman hanya sebagai pengawasan oleh pemerintah.

Setelah Berlakunya Undang-Undang Yayasan Setelah berlakunya undang-undang yayasan No. 16 Tahun 2001, di dalamnya telah dicantumkan dengan jelas syarat untuk mendirikan yayasan. Adapaun Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih 2. Ada kekayaan dipisahkan dari kekayaan pendirinya 3. Harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia 4. Harus memperoleh pengesahan Menteri 5. Diumumkan dalam tambahan berita negara republik Indonesia 6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain, atau bertentangan dengan ketrtiban umum/ atau kesusilaan 7. Nama yayasan harus didahului dengan kata yayasan

Ad. 1. Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih Syarat ini memperlihatkan bahwa setiap orang atau badan hukum dpat mendirikan yayasan, baik secara sendiri atau bersama, tanpa memandang kewarganegaraan. Namun ada perbedaan persyaratan jika yayasan didirikan oleh pihak asing.

Ad. 2. Ada kekayaan dipisahkan dari kekayaan pendirinya Perbuatan hukum orang atau badan hukum sebagai pendiri suatu yayasan untuk memisahkan kekayaan yang kemudian dijadikan sebagai kekayaan awal yayasan merupakan elemen penting dalam pendirian yayasan. Dengan pemisahan kekayaan, maka hubungan antara pendiri dengan kekayaan terputus. Oleh karena itu, pendiri yayasan bukanlah pemilik yayasan, sehingga di dalam Undang-undang yayasan tidak dikenal

istilah pemilik (Ownership). Anggapan yang berkembang selama ini bahwa seolah-olah yayasan mempunyai pemilik yaitu pendiri, sehingga seringkali pendiri melakukn tindakan sebagai layaknya seorang pemilik yayasan, misalnya menjual atau mewariskan yayasan. Melakukan tindakan sebagai layaknya seorang pemilik Yayasan, misalnya menjual atau mewariskan yayasan. Dalam UU Yayasan ini telah disyaratkan adanya batas minimum kekayaan yang harus dipisahkan untuk mendirikan Yayasan, namun besarnya akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan kegiatan Yayasan, serta untuk menghindari penyalah gunaan pendirian Yayasan. Di beberapa negara seperti Jepang, walaupun tidak ada batas minimal yang ditetapkan oleh undang-undang, tetapi untuk mendirikan Yayasan sumbangan harus cukup besar agar memungkinkan Yayasan beroperasi. Saat ini administrator di Jepang mensyaratkan sumbangan awal paling tidak berjumlah beberapa ratus yen. (Lester M. Salamon 1997: 233) Di Inggris dan Amerika walaupun besarnya modal tidak disyaratkan, tetapi modal pendirian Yayasan selalu dalam jumlah yang cukup besar. Di Belanda tidak terdapat persyaratan modal, namun demikian, menurut Pasal 301 NBW Belanda, bahwa Yayasan dapat dibubarkan oleh Pengadilan atas permintaan setiap orang yang berkepentingan atau atas tuntutan pihak kejaksaan, maupun secara ex officio, jika kekayaan Yayasan sama sekali tidak memadai untuk merealisasikan tujuannya. Ad. 3. Harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Keharusan membuat akta untuk mendirikan Yayasan telah lama dilakukan jauh sebelum Undang-Undang Yayasan No. 1 Tahun 2001 diundangkan. Pembukaan akta pendirian Yayasan dilakukan oleh pendiri atau orang lain yang mendapatkan kuasa dari pendir. Akta otentik merupakan syarat formal pendirian Yayasan. Permasalahannya, apakah adanya akta ini merupakan syarat untuk pendirian suatu Yayasan? Apabila diperhatikan ketentuan Pasal 9 ayat (2), bahwa Yayasan harus didirikan dengan akta notaris dan harus dibuat dalam bahasa Indonesia, bahwa berarti tanpa adanya

akta notaris , maka Pendirian Yayasan tidak akan pernah ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Tumbuan (1988: 6), bahwa UU Yayasan mengamanatkan bahwa pendirian Yayasan harus dengan akta notaries. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa akta notaries merupakan syarat adanya Yayasan (bestaansvoorwaarde). Selain itu, Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. Mengingat bahwa bentuk surat wasiat bermacam-macam, maka wasiat yang dimaksud adalah wasiat terbuka/ umum (openbaar testmen), karena wasiat ini dibuat dihadapan notaries. Ad. 4. Harus memperoleh pengesahan menteri. Yayasan merupakan status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Cara untuk memperoleh pengesahan adalah pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal pendirian Yayasan ditandatangani, dalam memberikan pengesahan Menteri dapat meminta pertimbangan dari pihak terkait. Pengesahan ini diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal permohonan diterima. Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam PP. Apabila permohonan pengesahan ditolak, maka Menteri wajib memberikan secara tertulis disertai alasan penolakan yaitu bahwa permohonan tersebut tidak sesuai dengan ketentua dalam undang-undang Yayasan atau peraturan pelaksanaannya. Saying sekali karena di dalam undang-undang tersebut tidak mencantumkan sanksi yang diberikan kepada Yayasan/Notaris seandainya lalai/terlambat mengajukan permohonan pengesahan. Di dalam undang-undang ini masih belum terdapat kepastian hukum, karena jika Menteri tidak memberikan jawaban menolak atau mensahkan permohonan Yayasan, maka tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Yayasan tersebut demi hukum menjadi badan hukum atau tidak. Persyaratan untuk mendapat pengesahan dari Pemerintah, menimbulkan reaksi terutama dikalangan organisasi non Pemerintah (ornop) berupa penolakan dan meminta agar pasal tersebut ditiadakan. Dihapuskan.

Menurut T. Mulya Lubis (Forum Keadilan. No. 15, 15 Juli 2001:17), Yayasan semestinya tidak memerlukan izin tetapi cukup dengan akta notaries, lalu diumumkan di dalam Tambahan Berita Negara. Birokrasi pengesahan ini bisa menjadi pintu masuk tangan pemerintah dalam urusan operasional Yayasan. Hal ini membuat Yayasan tidak efektif melakukan aktivitasnya karena selalu dibayang-bayangi kemungkinan intervensi (oleh pemerintah). Apalagi kejaksaan bisa menggugat pembubaran sebuah Yayasan untuk dan atas nama kepentingan umum. Hal ini dibantah oleh Abdul Gani Abdullah, (Forum Keadilan. No. 15, 15 Juli 2001:15), bahwa keharusan adanya pengesahan dari pemerintah, bukanlah campur tangan pemerintah, tetapi hal itu merupakan konsekuensi dari status Yayasan sebagai badan hukum. Suatu badan hukum harus mendapat pengesahan dari Menteri. Mengenai pengesahan ini, Hayati Suroredjo. (Forum Keadilan. No. 15, Januari 1990:81) berpendapat, bahwa jika memilih sistem pengesahan Yayasan menjadi bahan hukum, sebagaimana di negara-negara lainnya, maka pengesahan dapat dilakukan oleh Menteri, tetapi apabila akan memulai aktivitasnya, maka mungkin Yayasan harus lebih dulu mendapat izin dari Departemen sosial, Yayasan yang bergerak dalam lapangan pendidikan perlu mendapat izin Departemen Pendidikan dan sebagainya. Dalam jawan pemerintah atas pemandangan umum Fraksi-Fraksi DPR dinyatakan, bahwa sistem pemberian status badan hukum didasarkan pada pemikiran, bahwa fungsi dan peran Pemerintah masih sangat diperlukan dalam pengawasan terutama mengenai tujuan pendirian Yayasan. Keterlibatan Pemerintah di dalam Yayasan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, sebab di negara maju sekalipun keterlibatan Pemerintah masih tetap ada. Di beberapa Negara seperti, Belanda izin dari pemerintah tetap pula diperlukan, yaitu dari Menteri Kehakiman. Demikian pula di Perancis Yayasan ini di bawah control dari Menteri Dalam Negeri. Di jepang, pendirian organisasi seperti itu bukanlah merupakan hak warga negara di Jepang, sebaliknya merupakan sesuatu yang diberikan oleh pemerintah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengesahan bukan sesuatu yang berlebih-lebihan dan tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi di negara maju sekalipunpendirian badan hukum tetap memerlukan campur tangan pemerintah. Ad. 5. Diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Pengumuman dilakukan oleh Menteri dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan disahkan/disetujui atau diterima Menteri. Pengumuman dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Selama pengumuman belum dilakukan, pengurus Yayasan bertanggung jawab secara renteng atas seluruh kerugian Yayasan. Pengumuman ini dianggap penting, untuk memenuhi asas publisitas, sehinngga dengan pengumuman ini, pihak ketiga akan terikat dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum yang bersangkutan. Dengan kata lain, tanpa pengumuman, maka pihak ketiga tidak akan terikat perbuatan hukum yang dilakukan oelh badan hukum tersebut. Walaupun fungsi pengumuman dan pendaftaran adalah sama, namun pendaftaran dan pengumuman berbeda. Di Indonesia, kewajiban untuk didaftarkan bagi Yayasan tidak diatur di dalam UU Yayasan. Di Belanda pengumuman ini selalu diumumkan dalam satu atau beberapa surat kabar harian yang peredarannya meliputi tingkat nasional, bukan lokal. Hal ini dimaksudkan agar lebih efektif. (Pasal 289 ayat (5) NBW). Ad.6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain atau bertentangan dengan ketertiban umum dan / kesusilaan. Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesamaan nama dengan Yayasan lain. Hal ini berkaitan pula dengan perlindungan merek. Larangan ini dimaksudkan agar tidak menyesatkan masyarakat atau pihak lain yang berkepentingan atau berhubungan dengan Yayasan. Selama ini seringkali dijumpai persamaan nama beberapa Yayasan walaupun kegiatan atau tujuannya berbeda. Ad. 7. Nama Yayasan harus didahului dengan kata Yayasan.

Persyaratan ini dimaksudkan untuk lebih memeberikan penegasan identitas bagi Yayasan. Ketentuan ini sama dengan penyebutan untuk Perseroan Terbatas (PT) atau Firma (Fa) atau Perseroan Komanditer (CV). Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa, baik sebelum maupun setelah berlakukanya Undang-Undang Yayasan telah diakui bahwa Yayasan adalah badan hukum. Perbedaannya adalah sebelum berlakunya Udang-Undang Yayasanmasih terdapat keragaman tentang saat Yayasan menjadi badan hukum, tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan telah jelas bahwa Yayasan memperoleh status sebagai pada saat mendapatkan pengesahan dari Meneteri Hukum dan HAM. Pengesahan dari Pemerintah cq. Menteri ini merupakan syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum.

Eksistensi Yayasan yang Lahir Sebelum Berlakunya UUY Pada awal pembahasan telah disinggung bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tidak ada keseragaman mengenai, cara dan saat suatu Yayasan memperoleh status sebagai badan hukum, sehingga semua yayasan pada saat itu adalah badan hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Pasal 1 angka 1 menyebutkan dengan jelas, bahwa Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota, yang didirikan dengan pemisahan kekayaan pendirinya, dan tidak diarahkan kepada pencapaian keuntungan, melainkan untuk tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan demikian baik sbelum dan setela berlakunya Undang-Undang Yayasan, telah diakui bahwa Yayasan adalah badan hukum. Yayasan. Setelah berlakunya UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan timbul persoalan, apakah Yayasan yang telah ada sebelumnya, masih diakui sebagai badan hukum? Ketentuan peralihan Undang-Undang Yayasan, memberikan jalan keluar untuk persoalan ini. Dari ketentuan pasal 71 UU Yayasan dapat disimpulkan bahwa Yayasan yang telah ada tetap diakui sebagai badan hukum, asal saja memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan. Persyaratan yang dimaksud, adalah Yayasan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, atau

didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin operasi dari instansi terkait, dinyatakan sebagai badan hukum. Dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya UndangUndang ini, Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan UU Yayasan. Setelah diadakan penyesuaian maka paling lambat 1 (satu) tahun harus sudah disampaikan keadaan tersebut kepada Menteri. Yayasan yang tida menyesuaikan anggaran dasarnya, dapat dibubarkan bukan bubar demi hukum oleh Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Dengan demikian Undang-Undang Yayasan masih mengakui dan menerima Yayasan yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang yayasan sebagai badan hokum asal memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan oleh pasal 71 ayat (1). Ketentuan ini belum menuntaskan permasalahan, sebab yayasan yang ada selama ini sebagian besar tidak terdaftar di pengadilan negeri. Para pengurus menganggap sudah cukup dengan akta notaries saja. Selain itu, untuk diakui sebagai badan hokum, yayasan tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan dalam berita Negara. Persoalannya sekarang, apakah yayasan yang telah ada sebelum berlakunya undangundang yayasan dan belum terdaftar di pengadilan masih di akui sebagai badan hokum? Jika tidak, bagaimana status hukum yayasan tersebut? Jika hanya dari bunyi ketentuan undang-undang yayasan, maka dapat disimpulkan bahwa yayasan yang tidak terdaftar di pengadilan negeri tidak tercakup dalam ketentuan tersebut. Dengan kata lain, dari sisi kepastian hokum, maka yayasan tersebut tidak diakui sebagai badan hokum. Mengingat bahwa bahwa tujuan hokum tidak hanya kepastian hukum, melainkan juga, keadilan dan kemanfaatan, perlu dicari jalan keluar agar seluruh tujuan hokum dapat tercapai. Suatu hal yang kontradiktif yang terdapat di dalam UUY adalah tentang pendaftaran yayasan. Di dalam UUY tidak ada satu pasal pun yang mengatur adanya kewajiban bagi yayasan yan baru, untuk didaftarkan setelah mendapat pengesahan dari menteri, seperti halnya pada koperasi dan perseroan terbatas. Kewajiban yang dibebankan kepada yayasan setelah disahkan adalah hanya kewajian untuk mengumumkan. Sementara yayasan yang sudah ada, salah satu syaratnya untuk diakui sebagai badan hokum adalah harus sudah terdaftar pada pengadilan negeri dan/atau mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi yang terkait.

Mengingat pentingnya fungsi pendaftaran, maka seharusnya kewajiban untuk didaftarkan tidak hanya ditekankan pada yayasan yang sudah ada, tetapi juga menjadi kewajiban bagi yayasan baru. Ketika hal ini dipertanyakan kepada salah seorang yang terlibat dalam rancangan pembahasan undang-undang yayasan, tidak juga mendapatkan jawaban yang memuaskan melainkan hanya dikatakan bahwa pertanyaan ini nantinya akan menjadi bahan masukan untuk revisi (wawancara dengan Muh. Askin, pada tanggal 28 Maret 2002). Untuk menjawab persoalan ini, perlu ditinjau kembali cara perolehan status badan hokum yayasan dikaitkan dengan sistem yang digunakan oleh suatu Negara. Melihat sistem yang dianut Indonesia dalam menetukan status badan hokum tidak ada yang bersifat mutlak, dan dihubungkan dengan pendapat dari Paul Scholten, serta memperhatikan sisi tujuan hokum yaitu keadilan dan kemanfaatannya, maka ketentuan peralihan maka akan menimbulkan banyak masalah. Apalagi jika isi ketentuan tersebut ditafsirkan secara tekstual. Masalah yang mungkil timbul adalah berkaiyan dengan status yayasan, harta kekayaan yayasan, serta tanggung jawab yayasan. Untuk menyelesaikan masalah antara lain dapat dilakukan dengan meniru cara penyelesaian yang ada di belanda. Di belanda, yayasan yang telah ada sebelum mulai berlakunya undang-undang yang baru tetap diakui. Persyaratannya adalah harus mengadakan penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut, antara lain menyusun kemabli anggaran dasarnya dalam suatu akta otentik (akta notaries), dengan tetap mempertahankan sebagai badan hokum ( Ali Ridho, 1986 :113). Selain di belanda, dapat pula mengikuti penyelesaian di inggris dan amerika. Di inggris dan maerika, status hokum untuk organisasi tanpa tujuan laba ada yang berbentuk badan hokum, adapaula yang berstatus tidak badan hokum. Tetapi diperlakukan sebagai quasi-corporation. Artinya walaupun bukan badan hokum yang sebenarnya, tetapi dapat menikmati beberapa atrobut yang diberikan kepada badan hokum, seperti pengurangan pajak dan sebagainya. Cara terbaik yang dapat dilakukan adalah bagi yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UUY tanpa melihat terdaftar atau tidak, sekalipun fungsi pendaftaran itu penting, hendaknya tetap diakui sebagai badan hokum, kemudian diberi kesempatan untuk menyesuaikan dengan UUY. Bagi yayasan yang belum terdaftar, harus melakukan pendaftaran lebih dahulu,

kemudian menyesuaikan anggaran dasarnya, sedangkan bagi yang sudah terdaftar hanya menyesuaikan anggaran dasarnya. Dengan demikian bagi yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya akan dibubarkan cara pembubaran serta penyelesaiannya dapat

berpedoman/dilakukan berdasarkan cara yang telah ditetapkan oleh undang-undang yayasan. Seharusnya penekanan aturan peralihan bukan pada terdaftar atau tidaknya, melainkan pada syarat jumlah minimal kekayaan yang dimilikinya serta prospek kegiatan yayasan itu sendiri. Bagi yayasan yang tidak memenuhi syarat jumlah minimal yang harus dimiliki oleh yayasan dan atau prospek kegiatan yayasan tidak mungkin ntuk dikembangkan, maka yayasan tersebut dapat dibubarkan berdasarkan cara yang ditetapkan oleh undang-udang yayasan, sehingga lebih memudahkan dalam penyelesaian. Dengan demikian kerugian yang mungkin timbul baik organ yayasan maupun dengan pihak ketiga dapat diminimalisir.

PENUTUP Baik sebelum dan setelah berlakunya undang-undang yayasan, telah diakui bahwa yayasan adalah badan hokum. Sebelum erlakunya undang-undang yayasan, masih terdapat keragaman tentang saat yayasan menjadi badan hokum, tetapi setelah berlakunya undang-undang yayasan telah jeas bahwa yayasan memperoleh status sebagai pada saat mendapatkan pengesahan dari menteri hokum dan HAM. Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UUY masih tetap dapat diakui, hanya saja persyaratan yang ditetapkan untuk diakui sebagai badan hokum dapat menimbulkan permasalahan, apalagi jika hanya ditafsirkan/dipahami secara tekstual.

DAFTAR PUSTAKA y y Abdullah, Abdul Gani.2001. Forum Keadilan. No. 15, 15 Juli. Ali, Chidir. 1991. Badan Hukum, Alumni, Bandung.

Boedi Harsono. 1994. Hukum Agrarian Indonesia, Sejarah Pembentikan UndangUndang Pokok Agrarian, Isi Dan Pelaksanaanya, Jilid I Hokum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, H 320.

Lisman Iskandar. 1997. Aspek Hokum Yayasan Menurut Hokum Positif Di Indonesia, Majalah Yuridika, No. 5 & 6 Tahun Xii, September-Desember

y y

Lubis, Todong Mulya. 2001. Forum Keadilan. No. 15, 15 Juli. Pitlo. 1986. Het Nederlands Burgerlijke Wet Book Deel 1 A, Het Rechts Personenrecht, Gouda Quint, B.V.Arnhem

Prasetya, Rudhi 1995. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Prasetya, Rudhi, 1995, Dan Oemar Wongsodiwiryo. 1976. Dasar-Dasar Hokum Persekutuan, Departemen Hokum Dagang Fakultas Hokum Universitas Airlangga, Surabaya.

Ridho, Ali. 1986. Badan Hokum Dan Kedudukan Badan Hokum Perseorangan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Alumni: Bandung

y y

Said, Natzir. 1987. Hokum Perusahaan Di Indonesia 1 (Perorangan), Alumni, Bandung. Salamon. Lester M. 1997. The International Guide To Non Profit Law. John Wiley Sons. Inc. New York

y y y y

Setiadi, A. 1995. Dana Pension Sebagai Badan Hokum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Soeroso, 1999. Perbandingan Hokum Perdata. Sinar Grafika, Jakarta. Surorejo, Hayati. 1990. Majalah Forum Keadilan No. 15. Tumbuan. Fred B.G. 1988. Perseroan Terbatas Dan Organ-Organnya (Sebuah Sketsa). Makalah Pada Kursus Penyegaran Ikatan Notaries Indonesia. Surabaya.

You might also like