You are on page 1of 12

RUBELA (CAMPAK JERMAN)

 DEFINISI Rubela atau dikenal juga dengan nama Campak Jerman adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Rubella (virus yang menyebabkan penyakit campak). Rubela merupakan infeksi yang terutama menyerang kulit dan kelenjar getah bening.

Pada saat ditemukan dulu, penyakit rubela menjadi pemerhati bagi para dokter yang ada di Jerman, mereka sangat antusias sekali sehingga penyakit ini diberi nama Germany Measles atau Campak Jerman. Penderita penyakit rubela kebanyakan anak-anak usia dini, sedangkan pada usia lanjut relatif jarang ditemukan. Bahkan, banyak orang telah terkena rubela dalam bentuk ringan tidak pernah di diagnosis, hal ini disebut sebagai infeksi subklinis. Rubela adalah penyakit yang umumnya ringan pada anak-anak. Bahaya medis yang utama dari penyakit ini adalah infeksi pada wanita hamil karena dapat menyebabkan sindrom rubela bawaan pada bayi. Sebelum vaksin untuk melawan campak

jerman tersedia pada tahun 1969, epidemi campak jerman terjadi setiap 6-9 tahun, paling sering di antara anak-anak 5 sampai 9 tahun. Sebagian besar infeksi campak jerman saat ini muncul pada mereka yang masih muda, orang dewasa yang tidak diimunisasi dan pada anak-anak. Bahkan, para ahli memperkirakan bahwa 10% orang dewasa muda saat ini rentan terhadap rubela, yang bisa menimbulkan bahaya bagi anak-anak mereka mungkin suatu hari nanti. Vaksinasi rubela kini memberikan dampak yang cukup baik karena efektif menurunkan angka penderita terutama bagi anak-anak.

 ETIOLOGI Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara fisiko-kimiawi virus ini sama dengan anggota virus lain dari famili tersebut, tetapi virus rubela secara serologik berbeda. Pada waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin. Virus rubela tidak mempunyai pejamu golongan intervetebrata dan manusia merupakan satu-satunya pejamu golongan vertebrata. Cara Penularannya melalui kontak dengan sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti di asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urin mereka dalam jumlah besar, sehingga menjadi sumber infeksi. Penyebab rubella atau campak Jerman adalah virus rubella. Meski virus penyebabnya berbeda, namun rubella dan campak (rubeola) mempunyai beberapa persamaan. Rubella dan campak merupakan infeksi yang menyebabkan kemerahan pada kulit pada penderitanya. Perbedaannya, rubella atau campak Jerman tidak terlalu menular dibandingkan campak yang cepat sekali penularannya. Penularan rubella dari penderitanya ke orang lain terjadi melalui percikan ludah ketika batuk, bersin dan udara yang terkontaminasi. Virus ini cepat menular, penularan dapat terjadi sepekan (1 minggu) sebelum timbul bintik-bintik merah pada kulit si penderita, sampai lebih kurang sepekan setelah bintik tersebut menghilang. Namun bila seseorang tertular, gejala penyakit tidak langsung tampak. Gejala baru timbul kira-kira 14 21 hari kemudian. Selain itu, campak lebih lama proses penyembuhannya sementara rubella hanya 3 hari, karena itu pula rubella sering disebut campak 3 hari.

 SIFAT-SIFAT VIRUS (LISPARYANDA SIHOMBING : 101000199) Virus Campak / Virus Rubella adalah adalah virus RNA beruntai tunggal, dari keluarga Paramyxovirus, dari genus Morbillivirus. Virus campak hanya menginfeksi manusia, dimana virus campak ini tidak aktif oleh panas, cahaya, pH asam, eter, dan tripsin (enzim). Ini memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di udara, atau pada benda dan permukaan.

Virus rubela adalah virus yang menyebabkan terjadinya campak jerman (jerman hanya simbol) yang menyerang anak-anak, orang dewasa, termasuk ibu hamil. Virus rubela dapat menyerang bagian saraf atau otak yang kemudian menyerang kulit ditandai dengan timbulnya bercak merah seperti campak biasa. Virus ini berasal dari keluarga virus Togaviridae dan genus Rubivirus. Pada umumnya, virus rubela hidup di daerah tropis, subtropis, dan pada daerah yang memiliki musim semi.

Bentuk virus rubella

Virus rubela menular melalui dahak penderita yang masuk ke tubuh orang lain. Selain itu, virus ini juga menular melalui cairan tubuh seperti keringat. Jika daya tahan tubuh kuat, maka virus tersebut akan mati. Namun sebaliknya, jika daya tahan tubuh lemah maka virus akan masuk dalam tubuh. Virus rubela tidak memiliki perantara dalam penularannya, tetapi penularan dapat terjadi melalui udara. Virus rubela akan berkembang biak dalam sel-sel yang melapisi bagian belakang tenggorokan dan hidung. Virus ini juga dapat menyebar melalui aliran darah atau sistem getah bening ke bagian tubuh lain, seperti sendi, timus, mata, testis, limpa, amandel, dan paru-paru. Masa inkubasi virus ini diawali dengan gejala flu ringan hingga muncul bintik-bintik merah pada kulit. Masa inkubasi dapat terjadi dalam waktu 7-20 hari. Efek yang ditimbulkan virus rubela adalah demam yang berkepanjangan dengan suhu yang tidak tinggi, flu, pusing-pusing, mual, lemah, nyeri otot, dan menimbulkan bercak merah pada kulit. Pada umumnya, bercak merah yang ditimbulkan berawal dari wajah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Kelenjar getah bening yang terletak di

belakang telinga (poustauricula), tengkuk (subbocipital), membesar.

dan leher

(cervical)

akan

 EPIDEMIOLOGI Penyakit ini terdistribusi secara luas di dunia. Epidemik terjadi dengan interval 5-7 tahun (6-9 tahun), paling sering timbul pada musim semi dan terutama mengenai anak serta dewasa muda. Pada manusia virus ditularkan secara oral droplet dan melalui plasenta pada infeksi kongenital. Sebelum ada vaksinasi, angka kejadian paling tinggi terdapat pada anak usia 5-14 tahun. Dewasa ini kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda. Kelainan pada fetus mencapai 30% akibat infeksi rubela pada ibu hamil selama minggu pertama kehamilan. Risiko kelainan pada fetus tertinggi (50-60%) terjadi pada bulan pertama dan menurun menjadi 4-5% pada bulan keempat kehamilan ibu. Survei di Inggris (1970-1974) menunjukkan insidens infeksi fetus sebesar 53% dengan rubela klinis dan hanya 19% yang subklinis. Sekitar 85% bayi yang terinfeksi rubela kongenital mengalami defek.

 PATOGENESIS (JHON M. MALAU : 101000105) Penularan terjadi melalui droplet, dari nasofaring atau rute pernafasan. Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah. Namun terjadinya erupsi di kulit belum diketahui patogenesisnya. Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi di kulit. Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubela telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan sinovial dan paru. Penularan dapat terjadi biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi.

 TANDA DAN GEJALA (CHRISNINA NOVELINA : 101000071) Tanda-tanda yang akan timbul dari penyakit rubela adalah : 1) Adanya ruam sebagai tanda khas. Hal ini biasanya dimulai disekitar telinga kemudian menyebar ke seluruh tubuh dalam bentuk bintik merah muda kecil. Perubahan ruam dari jam ke jam, dan akan menghilang lagi setelah sekitar dua sampai tiga hari tanpa pengobatan.

2)

Sampai dengan satu minggu sebelum ruam muncul, penderita dapat menderita pilek ringan disertai batuk dan sakit tenggorokan atau bengkak di leher dan dasar tengkorak (karena pembesaran kelenjar getah bening).

Gejala-gejala umum dari penyakit rubela adalah : 1) Demam ringan (37,20-37,80C) selama 1-2 hari. 2) Pembengkakan pada kelenjar getah bening, biasanya dibagian belakang leher atau di belakang telinga. 3) Ruam dimulai pada wajah dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Tampak sebagai bintik-bintik merah muda bercahaya yang bergabung berwarna merata. Ruam ini terasa gatal dan biasanya berlangsung hingga 3 hari. 4) Mata terasa nyeri serta terjadi conjunctivitis ringan (radang selaput pada kelopak dan bola mata). Hal ini sering terjadi pada remaja dan orang dewasa. 5) Kulit menjadi kering. 6) Pernapasan menjadi terganggu karena hidung tersumbat (pilek). 7) Penderita mengalami sakit kepala, mual-mual sampai kehilangan nafsu makan (lebih sering terjadi pada remaja dan orang dewasa). Selain itu, penderita juga merasakan sakit pada persendian yang juga disertai dengan pembengkakan (terutama pada wanita muda).

 DIAGNOSIS (HERMIN D.M. SIAGIAN : 101000223) DIAGNOSIS KLINIS Diagnosis klinis sering kali sukar dibuat untuk seorang penderita oleh karena tidak ada tanda atau gejala yang patognomik untuk rubela. Seperti dengan penyakit eksantema lainnya, diagnosis dapat dibuat dengan anamnesis yang cermat. Rubela merupakan penyakit yang epidemik sehingga bila diselidiki dengan cermat, dapat ditemukan kasus kontak atau kasus lain di dalam lingkungan penderita.sifat demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, oleh karena demam pada rubela jarang sekali di atas 38,5C. Pada infeksi tipikal, makula merah muda yang menyatu menjadi eritema difus pada muka dan badan serta artralgia pada tangan penderita dewasa merupakan petunjuk diagnosis rubela.

Perubahan hematologik hanya sedikit membantu penegakan diagnosis. Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas. Kadang-kadang terdapat leukopenia pada awal penyakit yang dengan segera segera diikuti limfositosis relatif. Sering terjadi penurunan ringan jumlah trombosit. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologik yaitu adanya peningkatan titer anibodi 4 kali pada hemaglutination inhibition test (HAIR) atau ditemukannya antibodi Ig M yang spesifik untuk rubela. Titer antibodi mulai meningkat 24-48 jam setelah permulaan erupsi dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-12. selain pada infeksi primer, antibodi Ig M spesifik rubela dapat ditemukan pula pada reinfeksi. Dalam hal ini adanya antibodi Ig M spesifik rubela harus di interpretasi dengan hati-hati. Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa telah tejadi reaktivitas spesifik terhadapp rubela dari sera yang dikoleksi, setelah kena infeksi virus lain. Membedakan rubella dengan campak (q.v.), demam scarlet (lihat infeksi Streptokokus) dan penyakit ruam lainnya (misalnya infeksi eritema dan eksantema subitum) perlu dilakukan karena gejalanya sangat mirip. Ruam makuler dan makulopapuler juga terjadi pada sekitar 1-5% penderita dengan infeksi mononucleosis (terutama jika diberikan ampisilin), juga pada infeksi dengan enterovirus tertentu dan sesudah mendapat obat tertentu. Diangosa klinis rubella kadang tidak akurat. Konfirmasi laboratorium hanya bisa dipercaya untuk infeksi akut. Infeksi rubella dapat dipastikan dengan adanya peningkatan signifikan titer antibodi fase akut dan konvalesens dengan tes ELISA, HAI, pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella sedang terjadi. Sera sebaiknya dikumpulkan secepat mungkin (dalam kurun waktu 7-10 hari) sesudah onset penyakit dan pengambilan berikutnya setidaknya 7-14 hari (lebih baik 2-3 minggu) kemudian. Virus bisa diisolasi dari faring 1 minggu sebelum dan hingga 2 minggu sesudah timbul ruam. Virus bisa ditemukan dari contoh darah, urin dan tinja. Namun isolasi virus adalah prosedur panjang yang membutuhkan waktu sekitar 10-14 hari. Diagnosa dari CRS pada bayi baru lahir dipastikan dengan ditemukan adanya antibodi IgM spesifik pada spesimen tunggal, dengan titer antibodi spesifik terhadap rubella diluar waktu yang diperkirakan titer antibodi maternal IgG masih ada, atau melalui isolasi virus yang mungkin berkembang biak pada tenggorokan dan urin paling tidak selama 1 tahun. Virus juga bisa dideteksi dari katarak kongenital hingga bayi berumur 3 tahun.

DIAGNOSIS BANDING Penyakit yang memberikan gejala klinis dan eksantema yang menyerupai rubela adalah : a) Penyakit virus : campak, roseola infantum, eritema mononukleosis infeksiosa dan Pityriasis rosea. b) Penyakit bakteri : scarlet fever (Skarlatina). c) Erupsi obat : ampisilin, penisilin, asam salisilat, barbiturat, INH, fenotiazin dan diuretik tiazid. Bercak erupsi rubela yang berkonfluensi sulit dibedakan dari morbili, kecuali bila ditemukan bercak koplik yang karakteristik untuk morbili. Erupsi rubela cepat menghilang sedangkan erupsi morbili menetap lebih lama. Bila terjadi kemerahan difus dan tampak bercak-bercak berwarna lebih gelap diatasnya, perlu dibedakan dari scarlet fever. Tidak seperti scarlet fever, pada rubela daerah perioral terkena. Erupsi pada infeksi mononukleosis dapat menyerupai rubela derajat berat, namun penyakit itu dimulai dengan difteroid atau Plaut-Vincent-like tonsilitis, demam lebih tinggi, pembesaran kelenjar getah bening umum serta pembesaran hepar dan limpa. Pada sifilis stadium dua ditemukan juga eksantema yang menyerupai rubela, disertai pembesaran kelenjar getah bening umum, kadang-kadang perlu pemeriksaan serologik untuk sifilis. Erupsi obat menyerupai rubela yang dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening disebabkan terutama oleh senyawa hidantoin. Pada kasus yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan hemogram dan serologik.  PENGOBATAN / TERAPI (CHATARINA SAGALA : 101000119) Penyakit rubela tidak memerlukan perawatan khusus (kecuali mungkin untuk istirahat beberapa hari di tempat tidur). Tapi manajemen penatalaksanaan harus mempertimbangkan fakta bahwa penyakit ini menular dan dapat dengan mudah menyebar ke anggota lain dari orang terdekat. Demam dan nyeri otot atau sendi bisa diobati dengan parasetamol dan ibuprofen. Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simptomatis.

Adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan. Upaya untuk mengobati anak yang sedang menderita rubella congenital dengan obat ini tidak berhasil.

Karena amantadin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penggunaannya amat terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan hasil yang terbatas.

 PENCEGAHAN (CLINTOMI : 101000215) Imunisasi MMR pada usia 12 bulan dan 4 tahun. Vaksin rubella merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak. Vaksin MMR diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan serologi untuk rubella. Jika tidak memiliki antibodi, diberikan imunisasi dan baru boleh hamil 3 bulan setelah penyuntikan. Vaksinasi sebaiknya tidak diberikan ketika ibu sedang hamil atau kepada orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan akibat kanker, terapi kortikosteroid maupun terapi penyinaran. Beberapa tindakan pencegahan penyakit rubela yaitu : 1) Lakukan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai cara penularan dan pentingnya imunisasi rubella. Penyuluhan oleh petugas kesehatan sebaiknya menganjurkan pemberian imunisasi rubella untuk semua orang yang rentan. Upaya diarahkan untuk meningkatkan cakupan imunisasi rubella pada orang dewasa dan dewasa muda yang rentan; perlu dikaji tingkat kekebalan orangorang yang lahir diluar AS, hal ini perlu diberikan perhatian khusus.

2) Berikan dosis tunggal vaksin hidup, yaitu vaksin virus rubella yang dilemahkan (Rubella virus vaccine, Live), dosis tunggal ini memberikan respons antibodi yang signifikan, yaitu kira-kira 98-99% dari orang yang rentan.

3) Vaksin ini dikemas dalam bentuk kering dan sesudah dilarutkan harus disimpan dalam suhu 2-80C (35,60- 46,40F) atau pada suhu yang lebih dingin dan dilindungi dari sinar matahari agar tetap poten. Vaksin virus bisa ditemukan pada nasofaring dari orang-orang yang telah diimunisasi pada minggu ke-2 hingga ke-4 sesudah imunisasi, umumnya hanya bertahan selama beberapa hari, namun virus ini tidak menular. Di AS, imunisasi kepada semua anak-anak direkomendasikan diberikan pada usia 12-15 bulan sebagai bagian dari vaksin kombinasi campak dan vaksin gondongan (Measles Mumps and Rubella=MMR) dan dosis kedua MMR diberikan pada usia anak masuk

sekolah atau dewasa muda. Ditemukannya penyakit rubella terus-menerus diantara orang-orang yang lahir di luar AS, mengindikasikan bahwa pemberian imunisasi rubella harus dilakukan pada komunitas ini. Vaksin rubella dapat diberikan kepada semua wanita yang tidak hamil tanpa kontraindikasi. Dewasa muda yang rentan dan mempunyai riwayat kontak dengan anak-anak atau berkumpul bersama di kampus atau institusi lain seperti tinggal di asrama sebaiknya diimunisasi. Semua petugas kesehatan sebaiknya sudah kebal terhadap rubella terutama orang-orang yang kontak dan merawat penderita di bagian prenatal. Bukti adanya kekebalan diindikasikan dengan adanya antibodi spesifik terhadap rubella dan pemeriksaan laboratorium atau bukti tertulis bahwa seseorang telah diimunisasi rubella pada saat atau sesudah ulang tahunnya yang pertama. Vaksin rubella sebaiknya tidak diberikan kepada orang yang tidak mempunyai sistem kekebalan atau mendapat terapi imunosupresif; namun MMR direkomendasikan untuk diberikan kepada orang-orang dengan infeksi HIV yang asimtomatik. Pemberian vaksin MMR sebaiknya dipertimbangkan bagi penderita HIV dengan gejala. Secara teoritis, wanita yang diketahui hamil atau merencanakan hamil, 3 bulan mendatang sebaiknya tidak diimunisasi. Namun dari hasil catatan di CDC Atlanta menunjukkan bahwa dari 321 wanita yang diimunisasi rubella pada waktu hamil, semuanya melahirkan aterm dengan bayi yang sehat. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada program imunisasi rubella adalah selalu menanyakan kepada wanita pasca pubertas apakah mereka hamil, dan mereka yang menyatakan ya tidak diberikan imunisasi dan kepada yang lain yang tidak hamil diberi penjelasan pentingnya mencegah kehamilan selama 3 bulan mendatang serta diberi penjelasan risiko teoritis yang akan terjadi jika hal ini dilanggar. Status imunisasi seseorang hanya dapat dapat dipercaya bila dilakukan tes serologis, namun hal ini tidak terlalu penting untuk diketahui sebelum pemberian imunisasi karena vaksin ini sangat aman diberikan kepada orang yang sudah kebal. Di beberapa negara, imunisasi rutin diberikan kepada gadis remaja usia 11 hingga 13 tahun dengan atau tanpa tes antibodi sebelumnya. Di banyak negara yaitu AS, Australia dan Skandinavia, dosis

kedua vaksin MMR direkomendasikan untuk diberikan kepada remaja pria maupun wanita.

4) Jika diketahui adanya infeksi alamiah pada awal kehamilan, tindakan aborsi sebaiknya dipertimbangkan karena risiko terjadinya cacat pada janin sangat tinggi. Pada beberapa penelitian yang dilakukan pada wanita hamil yang tidak sengaja diimunisasi, kecacatan kongenital pada bayi yang lahir hidup tidak ditemukan; dengan demikian imunisasi yang terlanjur diberikan pada wanita yang kemudian ternyata hamil tidak perlu dilakukan aborsi, tetapi risiko mungkin terjadi sebaiknya dijelaskan. Keputusan akhir apabila akan dilakukan aborsi diserahkan kepada wanita tersebut dan dokter yang merawatnya.

5) IG yang diberikan sesudah pajanan pada awal masa kehamilan mungkin tidak melindungi terhadap terjadinya infeksi atau viremia, tetapi mungkin bisa mengurangi gejala klinis yang timbul. IG kadang-kadang diberikan dalam dosis yang besar (20 ml) kepada wanita hamil yang rentan yang terpajan penyakit ini yang tidak menginginkan dilakukan aborsi karena alasan tertentu, tetapi manfaatnya belum terbukti.

 PENANGGULANGAN & PEMBERANTASAN (RINI PUSPA SARI : 101000073) Untuk menanggulangi wabah rubela, dapat dilakukan beberapa cara berikut : 1) Untuk menanggulangi KLB rubella, laporkan segera seluruh penderita dan tersangka rubella dan seluruh kontak dan mereka yang masih rentan diberi imunisasi. 2) Petugas dan praktisi kesehatan serta masyarakat umum sebaiknya diberi informasi tentang adanya KLB rubella agar dapat mengidentifikasi dan melindungi wanita hamil yang rentan.

Sedangkan untuk memberantas penyakit rubela, dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut : 1) Melakukan tindakan pencegahan (telah disebutkan di atas). 2) Melakukan pengawasan pada penderita, kontak, dan lingkungan sekitar dengan cara :

y Laporan kepada petugas kesehatan setempat : semua kasus rubela dan CRS (congenital rubella syndrome) harus dilaporkan. Di AS, laporan wajib dilakukan. y Isolasi : di rumah sakit dan institusi lain, terhadap penderita yang dicurigai menderita rubela sebaiknya dirawat dengan tindakan pencegahan isolasi kontak dan ditempatkan di ruang terpisah ; upaya harus dilakukan untuk mencegah pajanan kepada wanita hamil yang tidak diimunisasi. Anak-anak yang sakit dilarang ke sekolah dan begitu juga orang dewasa yang sakit dilarang bekerja selama 7 hari sesudah munculnya ruam. Bayi dengan CRS mungkin mengandung virus dalam tubuhnya untuk jangka waktu yang lama. Semua orang yang kontak dengan bayi harus sudah kebal terhadap rubela dan bayi-bayi ini sebaiknya dipisahkan di ruang isolasi. y Imunisasi kontak : pemberian imunisasi selama tidak ada kontraindikasi (kecuali selama kehamilan) tidak mencegah infeksi atau kesakitan. Imunisasi pasif dengan IG tidak dianjurkan. y Investigasi kontak dan sumber infeksi : lakukan investigasi dan identifikasi wanita hamil yang kontak dengan penderita, terutama wanita hamil pada trimester pertama. Mereka yang pernah kontak dengan penderita ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan serologis untuk melihat tingkat kerentanannya atau untuk melihat apakah ada infeksi awal (antibodi IgM) dan diberi nasihat seperlunya. 3) Melakukan penanggulangan wabah.

 PROGNOSIS (RISKA THEODORA S. : 101000075) Prognosis rubela anak adalah baik ; sedang prognosis rubela kongenital bervariasi menurut keparahan infeksi. Hanya sekitar 30% bayi dengan ensefalitis tampak terbebas dari defisit neuromotor, termasuk sindrom autistik. Kebanyakan penderitanya akan sembuh sama sekali dan mempunyai kekebalan seumur hidup terhadap penyakit ini. Namun, dikhawatirkan adanya efek teratogenik penyakit ini, yaitu kemampuannya menimbulkan cacat pada janin yang dikandung ibu yang menderita rubella.

Cacat bawaan yang dibawa anak misalnya penyakit jantung, kekeruhan lensa mata, gangguan pigmentasi retina, tuli, dan cacat mental. Penyakit ini kerap pula membuat terjadinya keguguran.

You might also like