You are on page 1of 10

SEMINAR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

NAMA NIM MAYOR/DEPARTEMEN

: HARLI PRAWANINGRUM : F14080011 : TEKNIK PERTANIAN/TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

JUDUL MAKALAH

: PROSES PRODUKSI GULA SHS DI PT. KEBON AGUNG PG. TRANGKIL

DOSEN PEMBIMBING HARI/TANGGAL TEMPAT

: Dr.Ir. SUTRISNO,M.Agr. : KAMIS/06 OKTOBER 2011 : AUDITORIUM ABDUL MUIS NASUTION

SHS SUGAR CANE PROCESSING PRODUCT IN PT KEBON AGUNG PG. TRANGKIL

Harli Prawaningrum and Sutrisno Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone 62 251 8624622, e-mail: harliprawaningrum@gmail.com

ABSTRACT
Steps of processing sugarcane into SHS sugar through the weighing stations, the miling stations, purification stations, evaporation stations, crystallization stations, centrifuse stations , and finishing station. Miling station aims to produce as much as possible of sucrose in sugarcane by separating it from bagasse. Result of milling station is raw sap, while the bagasse will be used as boiler fuel. Purification station aims to remove dirt (not sugar) contained in crude sap from the milling station with the addition of milk of lime (CaOH) and sulfur through a process of heating and deposition in order to obtain clear juice. Evaporation station aims to vaporize the dilute sap of the purification process that still contains water so obtained viscous sap. The crystallization station aims to cook dishes to form a viscous sap of sugar crystals. The centrifuse station aims to separate of sugar crystals from syrup, klare and drop.

Keywords: processing, sugarcane, SHS sugar

PENDAHULUAN
Gula merupakan produk agroindustri yang memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Gula tidak dapat dipisahkan dalam pengolahan berbagai jenis makanan dan minuman, baik skala industri maupun rumah tangga. Di Indonesia terdapat tiga jenis gula yang beredar di pasaran, yaitu gula kristal mentah (GKM) atau raw sugar yang digunakan sebagai bahan baku industri gula rafinasi, gula kristal putih (GKP) yang dikonsumsi secara langsung dan gula rafinasi sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Seiring dengan pesatnya pertambahan penduduk di Indonesia, kebutuhan akan produk hasil olahan pertanian juga semakin meningkat. Salah satu produk tersebut adalah gula yang diolah dari tanaman tebu. Tebu banyak diusahakan petani di Indonesia karena cocok dibudidayakan di wilayah tropis sehingga potensinya sangat tinggi sebagai tanaman penghasil gula. Meningkatnya permintaan konsumen, sehingga para produsen dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan gula yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini harus selalu disertai dengan peningkatan kualitas bahan baku serta mesin yang digunakan dalam proses produksi. Proses pengolahan yang baik akan sangat mempengaruhi mutu gula dan rendemen gula yang dihasilkan yang kemudian akan mempengaruhi daya saing perusahaan di tengah persaingan industri gula yang ada saat ini. Pabrik Gula Trangkil telah menggunakan beberapa alat dan mesin pertanian serta mesin pengolahan tebu yang cukup baik dalam mengolah tebu menjadi gula. Selain itu, proses penanganan bahan dan penyimpanan produk akhir juga sudah menggunakan peralatan mekanik didukung dengan kapasitas gudang yang mampu

menampung gula hasil produksi siap distribusi. Sampai saat ini, PG Trangkil memiliki kapasitas produksi 6000 ton tebu per hari dengan rendemen 7 %. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan alur proses produksi gula SHS yang ada di PT. Kebon Agung PG. Trangkil dari bahan baku tebu sampai menjadi gula SHS siap distribusi.

Tinjauan Umum Lokasi


Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Pabrik Gula didirikan pertama kali dengan nama NV. SULKERFABRIEK Kebon Agung pada tanggal 20 Maret 1918 oleh Tan Tjan Bie di Malang. Dalam perkembangan usahanya Kebon Agung dihipotikkan kepada De Javasche Bank Malang. Tidak berhasilnya membayar hutang atas kredit yang dipinjam maka seluruh saham Kebon Agung diambil alih oleh De Javasche Bank Malang pada tahun 1936. Pada tahun 1957 terjadi ambil alih perusahaan sehingga mulai tahun 1957 PG. Kebon Agung dikelola oleh BPU-PPN Gula. Pada tahun 1962 perseroan ini membeli seluruh saham NV. Cultuur Maatschappij Trangkil. Berdasarkan surat penetapan direksi Bank Negara Indonesia unit I (Bank Indonesia) pada tanggal 17 Juli 1968, biro usaha management Tri Gunabina ditunjuk sebagai pengelola PT. PG. Kebon agung yang terdiri dari PG. Kebon Agung di Malang dan PG. Trangkil di Pati. Pada tanggal 1 April 1993, PT. Trangkil menjadi badan usaha yang berdiri sendiri, pengelolaan dilakukan sendiri dan tidak lagi menyerahkannya pada PT. Triguna Bina. Serah terima ini dilakukan pada tanggal 20 April 1993 dengan penggantian nama PT. PG Trangkil sebagai PT. Trangkil yang berkedudukan di Malang, Surabaya menjadi direksi dari PG. Trangkil. Sejak menjadi badan usaha PG. Trangkil merehabilitasi alat-alat dan meningkatkan kapasitas giling serta peningkatan efisiensi dilakuakan dengan perbaikan dan pergantian alat-alat giling dan mesin-mesin yang ada. Dalam pengelolaan bahan baku tebu, PG. Trangkil dibagi menjadi dua yaitu: tebu rakyat dan tebu sendiri. Sebagai penyangga tebu rakyat ada yang ditebang oleh PG. Trangkil sendiri dan ada juga yang ditebang oleh petani.

Lokasi dan Tata Letak Perusahaan


PG. Trangkil terletak di Desa Trangkil Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Terletal sekitar 11 km ke arah Utara kota Pati dan memiliki ketinggian 14 m dpl. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Litbang PG. Trangkil menurut pembagian iklim Schmidt Fergusen masuk dalam iklim tipe D. Sedangkan pembagian iklim menurut Oldemen termasuk dalam iklim tipe E3. Rata-rata bulan kering antara 4-5 dan rata-rata bulan basah antara 6-8 dengan curah hujan rata-rata 1336 mm/tahun dan jumlah hari hujan 74 hari/tahun. Suhu rata-rata disekitar wilayah PG. Trangkil per harinya mencapai 30oC. Luas areal PG. Trangkil terdiri dari areal hak guna usaha dan non hak guna usaha. Areal hak guna usaha adalah areal yang dimiliki oleh PG. Trangkil dan pembagiannya diatur oleh PG. Trangkil sepenuhnya. Sedangkan areal non hak guna usaha adalah areal yang dimiliki oleh rakyat tetapi hasil tebunya dikirim ke PG. Trangkil. Luas areal produksi dan produktivitas tebu hablur serta rendeman PG. Trangkil dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas areal produksi, produktivitas tebu, hablur, dan rendemen PG. Trangkil tujuh tahun terakhir (2004-2010) Jumlah Tebu Sendiri + Tebu Rakyat Tahun Areal Produksi (ha) 7857 10267 8967 11551 12545 11553 13340 Produksi Tebu (ku) 4961223 6265927 6407138 7572547 7783107 7153327 9663392 Produksi Hablur (ku) 314813 392434 412016 494480 578325.01 499004 547494 Produktivitas Hablur (ku/ha) 40.07 38.22 45.95 42.83 49.54 43.19 41.04

Produktivitas Tebu (ku/ha) 631.45 610.32 714.52 655.59 620.41 619.14 724.36

Rendemen (%) 6.35 5.26 6.43 6.53 7.43 6.98 5.67

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(Sumber : Kantor Pabrikasi PG Trangkil 2010)

Produk Perusahaan
PG. Trangkil adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi gula SHS. Sehingga produk utama yang dihasilkan adalah gula SHS 1 dengan kriteria besar butiran 0.8 mm 1.0 mm dengan % brix 99.5% dan %pol sebesar 98.15%. Adapun standar gula menurut P3GI Pasuruan (2006) ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 2. Kualitas gula SHS Besar Butir (mm) SHS 1A >70 0,9-1,0 SHS 1B >65 0,9-1,0 SHS 1 >60 0,8-1,0 (Sumber : P3GI pasuruan, 2006) Kualitas Nilai Remisi Pol (%) 99,7 99,6 99,5

Selain produk utama, dihasilkan juga produk sampingan yaitu: 1. Tetes Tetes adalah hasil sampingan dari masakan D1 yang memiliki kandungan gula sangat rendah. Tetes dimanfaatkan oleh pabrik pembuatan MSG dan pabrik spiritus sehingga dengan penjualan produk samping berupa tetes mampu memberi nilai tambah.

2.

Ampas Tebu Ampas tebu adalah hasil samping dari stasiun gilingan. Ampas tebu yang dapat digunakan adalah ampas tebu yang berada pada proses gilingan terakhir stasiun gilingan. Pemanfaatan ampas tebu dilakukan oleh pabrik dengan digunakannya ampas tebu sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan uap. Selain itu, ampas tebu yang berlebih dijual ke luar pabrik sebagai media tanam jamur yang sebelumnya telah dibentuk kotak.

3.

Blotong Blotong adalah hasil samping yang didapat sebagai cake yang tertahan oleh filter pada Rotary Vacum Filter. Blotong dimanfaatkan sebagai bahan pupuk kompos.

4.

Abu Abu adalah sisa dari pembakaran ampas yang dihasilkan dari boiler. Abu yang dihasilkan dimanfaatkan untuk campuran pembuatan batako.

Hasil dan Pembahasan

Stasiun Penimbangan
Stasiun penimbangan adalah stasiun pendahuluan sebelum stasiun penggilingan. Penimbangan dilakukan untuk mendata jumlah tebu tergiling setiap harinya agar diketahui besarnya rendemen yang dihasilkan. Timbangan yang ada di PG Trangkil adalah timbangan depan pabrik dan timbangan belakang pabrik. Timbangan depan pabrik digunakan untuk menimbang tebu yang masuk ke pabrik yang akan digiling pada hari itu juga. Selain itu, timbangan ini juga berfungsi menimbang tetes, bagase, dan bahan pembantu proses produksi. Timbangan belakang pabrik digunakan untuk menimbang tebu yang akan dipindahkan ke lori sebagai cadangan persediaan tebu atau persediaan tebu yang akan digiling pada malam hari. Setelah proses penimbangan, setiap tebu yang diangkut pada truk diambil sampelnya untuk dianalisis nilai brix yang digunakan sebagai pedoman perhitungan bagi hasil pembuatan gula. Syarat minimal tebu yang diterima untuk bisa diolah menjadi gula adalah manis, bersih , dan segar. Tebu bersih adalah tebu dalam keadaan bersih dari kotoran yang berupa akar, tanah, daduk, pucuk tebu, dan sogolan. Tebu segar adalah tebu pada saat tebang dalam kondisi sehat dan segar, tidak terserang hama atau penyakit, tidak kering, tidak terbakar, dan setelah tebang langsung digiling. Tebu manis adalah tebu dalam kondisi masak optimal dan tidak layu atau kering (Pranoto, 1972).

Stasiun Penggilingan
Proses pengolahan tebu yang paling awal setelah penimbangan adalah proses penggilingan tebu di stasiun gilingan. Proses penggilingan tebu dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pemotongan, pencacahan, dan penggilingan dengan mengambil nira sebanyak-banyaknya dari tebu. Proses pemotongan dan pencacahan dilakukan oleh cane cutter, untuk pembukaan sel-sel tebu untuk mempermudah pengambilan nira dilakukan oleh unigrator. Pada cane cutter dan unigrator terdapat preparation index yang dapat menentukan besarnya pembukaan pada sel-sel tebu. Kerja yang dilakukan oleh gilingan akan semakin mudah dan ekstraksi nira yang dilakukan semakin meningkat jika nilai PI tinggi. Gangguan pada proses penggilingan tebu adalah terjadinya slip pada gilingan sehingga menyebabkan pompa yang bertugas mempertahankan tekanan hidrolis pada gilingan bekerja

kurang sempurna. Untuk itu, celah dari masing-masing rol gilingan semakin ke belakang semakin dibuat sempit. Kemacetan pada gilingan juga merupakan masalah yang sering terjadi di stasiun gilingan. Hal tersebut terjadi karena uap yang basah dan berat dihasilkan oleh ketel yang menggunakan bahan bakar ampas yang kurang kering sehingga gilingan tidak mau berputar.

Gambar 1. Rol gilingan

Gambar 2. Cane cutter

Dalam ekstraksi nira memerlukan penambahan air imbibisi sebesar 30 % dari berat tebu tergiling dengan suhu air imbibisi sebesar 60 oC 80 oC bertujuan nira yang diekstraksi lebih banyak dan menonaktifkan mikroorganisme. Pemberian air imbibisi suhu tinggi bermaksud memudahkan merusak dinding sel sehingga mempermudah pencampuran nira dengan air. Air imbibisi yang digunakan adalah air kondensat dan nira imbibisi yang berasal dari gilingan sebelumnya. Adanya aktivitas mikroorganisme yang ada pada nira dapat mengakibatkan kehilangan gula,sehingga talang-talang nira dibuat dari bahan tembaga untuk mencegah berkembangbiaknya mikroorganisme yang dapat merusak.

Stasiun Pemurnian
Setelah mengalami proses penggilingan dihasilkan nira mentah dan selanjutnya dilakukan proses pemurnian dengan tujuan menghilangkan kotoran (bukan gula) yang terkandung dalam nira mentah dari stasiun gilingan dengan jalan penambahan zat kimia melalui proses pemanasan dan pengendapan sehingga diperoleh nira encer. Penghilangan kotoran pada pemurnian nira yang ada di PG. Trangkil menggunakan cara fisis-kimia, pemisahan kotoran berupa koloid dilakukan dengan pengendapan, penyaringan serta penambahan bahan kimia seperti flokulan. Proses pemurnian nira mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pembuatan gula pasir. Kerugian gula terjadi akibat reaksi perpecahan sukrosa yang berlangsung selama proses pemurnian yang memang sulit untuk dihindari. Menurut Hugot (1987), ratusan bahan telah digunakan untuk memurniakan nira. Namun, industri pada umumnya menggunakan lima jenis bahan yaitu kapur, asam sulfat, asam fosfat, asam karbonik, dan magnesium. Pada proses pemurnian sebelumnya dilakukan perlakuan fisik yaitu pemanasan nira mentah dengan suhu 70 oC dengan tujuan didapatkan suhu optimal untuk proses defekasi dan sulfitasi, menggumpalkan koloid dengan lebuh mudah, serta membunuh mikroorganisme yang terdapat pada nira mentah. Saat sulfitasi berlangsung, akan terjadi absorbsi kotoran dengan menambahkan gas SO2 dengan tujuan memadatkan endapan sehingga endapan mudah dipisahkan. Untuk menguatkan ikatan antar endapan sehingga bisa terpisah antara nira jernih dan kotorannya digunakan flokulan. Pemberian flokulan harus sesuai takaran untuk menghindari terbentuknya benang endapan pada single tray clarifier . Suhu, waktu dan kadar pH merupakan tiga faktor penting yang mempengaruhi hasil pemurnian. Suhu yang tinggi dan kadar pH rendah menyebabkan meningkatnya inversi sukrosa. Namun, jika kadar pH tinggi dan suhu tinggi akan menyebabkan kerusakan gula reduksi. Setelah melalui proses sulfitasi nira tersulfitir dipanaskan kembali dengan heater untuk menyempurnakan reaksi diharapkan nira mudah melepas gas dalam prefloc tower dan membunuh mikroorganisme yang belum mati. Kemudian pengendapan dilakukan di single tray clarifier dengan mekanisme perbedaan

densitas antara medium dan partikel endapan serta viskositas mediumnya. Penggunaan single tray bertujuan mempercepat pengendapan.

Gambar 3. Single tray clarifier

Stasiun Penguapan
Setelah mengalami pemurnian, nira diuapkan di stasiun penguapan. Dalam stasiun ini bertujuan menguapkan nira encer hasil proses pemurnian yang masih mengandung air, sehingga diperoleh nira kental. PG. Trangkil menggunakan sistem penguapan pre effect + quadruple effect dan parallel badan akhir. Penguapan di evaporator dilakukan secara multiple effect dengan tujuan menghemat energi yang digunakan. Sifat gula yang dapat berubah komposisinya akibat tingginya suhu, maka proses penguapan dilakukan pada suasana hampa. Gula yang dipanaskan dengan suhu tinggi pada tekanan atmosfir akan mengalami kerusakan nira dan mengakibatkan terbentuknya karamel coklat tua. Karamel tersebut mengganggu proses pemasakan dan mempengaruhi warna Kristal gula produksi. Selain itu, penguapan dengan tekanan vakum dapat menurunkan titik didih larutan sehingga mempercepat waktu penguapan. Pemberian steam dilakukan searah dengan aliran nira. Diharapkan kebutuhan panas laten untuk menguapkan sama dengan panas yang dibutuhkan untuk mengembunkan. Steam yang masuk dalam shell dan nira masuk dalam tube. Uap nira bekas dari badan penguap akan dikondensasikan sehingga menjadi air kondensat. Air jatuhan yang keluar dari kondensor memiliki suhu yang lebih tinggi daripada air injeksi karena pada kondensat terjadi kontak antara air injeksi (air pendingin) dengan uap nira yang berasal dari badan akhir evaporator. Metode pengumpanan pada kondensor yaitu counter-current karena arah pemberian steam berlawanan dengan arah aliran air injeksi. Steam yang berasal dari badan evaporator masuk dari bagian bawah sedangkan air injeksi diberikan dari bagian atas. Dalam proses penguapan diharapkan tekanan uap nira pada setiap evaporator konstan karena berpengaruh pada kecepatan penguapan. Air embun dan gasgas terembun juga harus dikeluarkan karena dapat menghambat perpindahan panas/memperkecil ruang pemanas. Timbulnya kerak juga berpengaruh pada transfer panas.

Gambar 4. Evaporator

Gambar 5. Bagian dalam evaporator

Stasiun Masakan
Nira kental hasil penguapan selanjutnya dipompa ke stasiun masakan. Kecepatan kristalisasi
dipengaruhi oleh konsentrat larutan, tebal tipisnya larutan yang melapisi kristal, gerakan molekul

sukrosa, suhu, dan viskositas. Proses kristalisasi , suhu tidak boleh terlalu tinggi. Davidek et al (1990), menerangkan apabila suhu selama proses pemanasan terlalu tinggi diatas 60 oC akan terjadi proses karamelisasi yang menghasilkan gula warna gelap. Proses kristalisasi dilakukan dengan menguapkan air secara cepat dari suatu larutan gula yang jenuh dan akan dikeluarkan dalam bentuk kristal. Keadaan larutan ini disebut kelewat jenuh atau super saturated. Kelarutan gula meningkat dengan meningkatnya suhu larutan. Terbentuknya kristal dalam proses kristalisasi adalah karena molekul sukrosa di dalam larutan saling berkumpul dan saling tarik-menarik. Pengaruh kondisi kristaal terhadap mutu gula sangat besar. Ada langkah perbaikan untuk meningkatkan mutu gula, yaitu dengan menggunakan bibit masakan yang baik. Pada masakan A digunakan bibitan masakan, bibitan ini berasal dari gula D2 yang mempunyai ukuran kristal lebih rata. Untuk mendapatkan masakan gula D yang bermutu baik, digunakan bibit fondan yang merupakan bibit pertama dalam proses kristalisasi. Fondan adalah bahan baku untuk mempercepat masakan akhir. Bahan ini mempunyai spesifikasi warna putih, berbentuk suspense dengan pelarut spiritus. Pemilihan fondan sebagai salah satu bahan pembantu karena fondan dikenal sebagai bibit gula yang membantu proses pembesaran inti kristal. Pan masakan bekerja di bawah hampa udara (vacuum) karena titik didih larutan harus diturunkan agar menghindari perpecahan sukrosa pada suhu tinggi serta untuk meningkatkan perbedaan suhu uap pemanas dan suhu cairan yang dimasak. Digunakan vacuum pan tipe calandria dengan konstruksi lebih sederhana, dapat menggunakan uap bekas dari penguapan, dapat mengerjakan masakan dengan kapasitas yang lebih tinggi. Apabila bibit terlalu banyak maka hasil kristal yang dihasilkan akan lembut. Pada pan masakan kristalisasi terjadi karena proses penguapan dengan mempertahankan suhu untuk mempercepat penguapan air. Kristalisasi lanjut yaitu proses penempelan molekul-molekul sukrosa dalam larutan pada kristal. Proses tersebut dapat terjadi dengan cara mendinginkan masakan sampai suhu 40C pada palung pendingin. Tujuan dari pendinginan masakan adalah mencegah rusaknya gula sewaktu diputar dan bagi masakan D dimaksudkan untuk menurunkan HK tetes. Pada palung pendingin, penyerapan molekul sukrosa dilakukan dengan penurunan suhu karena proses pendinginan. Usaha ini dilakukan dengan pengadukan agar masakan selalu bersirkulasi sehingga pencampurannya merata. Palung pendingin berfungsi untuk mendinginkan hasil masakan, masakan lebih homogen, serta mencegah membatunya kristal masakan akibat terjadinya penurunan suhu. Pada masakan A dilakukan pendinginan dengan udara luar (secara alami). Masakan mengalir dari satu palung ke palung pendingin. Pendinginan masakan tidak harus dilaksanakan sehingga palung pendingin seolah-olah hanya berfungsi sebagai penampung masakan saja. Pendinginan untuk masakan D hampir sama dengan masakan A. Pada masakan D, untuk menekan HK tetes maka pendinginan masakan dilakukan dengan sistem continue. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang waktu pendinginan sehingga suhu masakan yang akan diputar dapat dicapai 44 C -47C.

Stasiun Putaran
Stasiun putaran berfungsi untuk memisahkan kristal dan stroop yang masih menempel pada kristal dengan gaya sentrifugal. Pemisahan antara larutan dengan kristal masakan dilakukan dengan cara menyaring. Penyaringan dilakukan dengan kekuatan putaran. Pada saat diputar, stroop dan kristal gula yang berbeda densitasnya akan terpisah. Alat putaran dilengkapi dengan saringan di dalamnya sehingga stroop yang densitasnya lebih rendah dari pada kristal akan terlempar melewati saringan sehingga lolos menembus saringan sedangkan kristal akan tertekan di saringan. Putaran ini bergerak dengan kecepatan tinggi. Semakin tinggi putaran maka kekuatan untuk memisahkan larutan dari kristalnya semakin besar.

Gambar 6. Discountinue centrifuse

Gambar 38. Countinue centrifuse

Di Pabrik Gula Trangkil memanfaatkan 2 jenis putaran, yaitu putaran continue dan putaran discountinue. Pada saat pemutaran masakan gula, partikel yang besar akan bergerak ke pinggir keranjang dan partikel yang mempunyai berat jenis lebih kecil akan bergerak ke bagian bawah keranjang. Besarnya tenaga putar dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu massa yang diputar (ukuran kristal, kerapatan, viskositas dari masakan), kecepatan sudut putar dan jari-jari putaran. Pada penyaringan gula SHS digunakan uap baru dengan tekanan uap jenuh yang diberikan adalah 2-3 kg/cm.

Stasiun Penyelesaian
Gula yang telah diputar untuk selanjutnya akan dikeringkan dengan udara kering dan menuju ayakan untuk dilakukan pemisahan kristal, sehingga diperoleh ukuran kristal yang seragam. Cara pengeringan gula di PG. Trangkil adalah gula dilewatkan pada talang goyang dengan pemberian udara kering dan udara panas. Proses pengeringan adalah perubahan massa air yang berada dalam kristal gula dan diubah menjadi uap. Air dalam kristal akan keluar secara difusi dan akan menyebabkan kecepatan penguapan menjadi berkurang bila sisi luar kristal sudah kering. Semakin kering kristal gula maka semakin dalam air yang keluar dari dalam kristal. Semakin tinggi kelembaban udara maka pengeringan kurang efektif. Untuk itu digunakan blower yang dilengkapi dengan pemanas udara pada saat kelembaban udara tinggi. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengeringan gula adalah luas bahan yang dikeringkan, kelembaban udara dan kecepatan udara. Tingkat kekeringan gula sangat berpengaruh terhadap daya tahan simpan gula. Hasil pengeringan diperoleh gula yang dapat disimpan lebih lama dalam gudang. Setelah gula dikeringkan dan disaring selanjutnya dilakukan pengemasan dengan menggunakan alat packer gula dalam karung plastik polietilen, fungsi plastik polietilen ini adalah untuk menjaga kelembaban gula dan mencegah kotoran masuk Setelah selesai pengemasan, gula disimpan dalam gudang. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga mutu gula yang ditimbun agar tetap baik adalah kelembaban udara (suhu ruangan) 28 C, kondisi bangunan gudang yang memiliki sirkulasi udara, penyusunan sak gula harus baik dan pengeluaran gula dilakukan dengan sistem first in first out (FIFO). Sistem ventilasi yang diterapkan dalam gudang penyimpanan gula SHS ini adalah sistem ventilasi alamiah. Tumpukan karung gula yang terdiri atas beberapa lapis disebut dengan staple. Lapisan lantai gudang gula terdiri dari karung goni, plastik/terpal dan beton cor. Penyusunan karung gula di gudang bertujuan untuk menyimpan gula sebanyak-banyaknya dengan susunan yang menjulang ke atas dan menyamping sehingga diperoleh tumpukan yang rapat dan kuat. Karung gula disusun menggunakan kunci 10 dengan susunan 4 kali 6. Empat karung membujur dan enam karung dalam posisi melintang.

Simpulan dan Saran


A. Simpulan
Pabrik Gula Trangkil merupakan pabrik memproduksi gula SHS berbahan baku tebu (Saccharum officinarum) dengan kapasitas giling 60000 ku/hari. Proses pembuatan gula SHS dimulai dari stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun puteran, dan berakhir di stasiun penyelesaian dan penggudangan. Stasiun penguapan menggunakan sistem pre effect + quadruple effect dan parallel badan akhir. Sistem masakan dilakuakan dengan menggunakan sistem masakan dua tingkat yaitu masakan AD. Penggudangan diperuntukan penyimpanan sementara sebelum didistribusikan kepada pemenang lelang gula. Produk samping dari proses produksi gula berupa tetes, ampas, abu dan blotong. Produk samping berupa tetes dijual pada pabrik msg, abu dijual sebagai bahan campuran batako, ampas digunakan untuk bahan bakar boiler dan dijual sebagai media tanam jamur, serta blotong digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos.Pabrik Gula merupakan industri yang efisien, karena dari proses produksi gula semua limbah dapat dimanfaatkan kembali.

B. Saran
Diperlukan pengoptimalan sistem distasiun timbangan supaya tidak menimbulkan antrian yang terlalu lama sehingga dapat mempengaruh kualitas tebu yang akan diolah. Kualitas tebu yang akan diolah lebih diperhatikan sebab masih banyak tebu dengan kualitas kurang bagus tetap diolah meskipun kadar gulanya rendah. Pengoperasian cane crane diharapkan lebih cermat supaya mengindari tercecernya tebu sebelum diletakkan pada meja tebu. Diharapkan karyawan menerapkan aspek kesehatan dan keselamatan kerja terutama pada bagian produksi, seperti penggunaan masker penutup hidung dan penutup telinga.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada kedua orang tua yang telah memberikan doa, Bapak Dr.Ir.Sutrisno, M.Agr selaku pembimbing akademik dan Bapak Hariyono, S.T. selaku pembimbing lapangan atas segala masukan dan bimbingannya, dan seluruh teman-teman atas semua semangat dan dukungannya.

DAFTAR PUSTAKA
Davidek, Clarke. 1990. System for production of white sugar. Proceedings of ISSCT xxxii : 200-215. Hugot, E. 1987. Handbook of Cane Sugar Engineering. 3th Completely Revised Edition. The Netherland : Elsivier Science Publishers. Pranoto, H. 1972. Sistem Penanganan Tebang Angkut dengan Pola Tebang BSM di PG. Takalar. Gula Indonesia XVII (4). Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 2008. Konsep Peningkatan Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional. P3GI: Pasuruan.

You might also like