You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan biota laut di Indonesia masih belum optimal. Terutama di bidang farmasi. Beberapa senyawa yang memiliki aktifitas farmakologik sudah berhasil diisolasi dari spons. Callyspongia sp merupakan salah satu jenis spon yang banyak tumbuh diperairan wilayah Indonesia. Spons ini adalah salah satu biota laut yang banyak mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu langkah pemurnian seperti rekristalisasi terhadapa senyawa tunggal yang dipengaruhi oleh senywa pengotor yang dapat memberikan hasil yang keliru. I.2 Maksud dan Tujuan I.2.1 Maksud percobaan Mengetahui dan memahami cara memurnikan senyawa tunggal dari sampel biota laut Callyspongia sp. I.2.2 Tujuan percobaan Melakukan cara pemurnian senyawa tunggal dari bahan alam dengan melakukan rekristalisasi komponen kimia dari sampel biota laut spons.

I.3 Prinsip Percobaan Melakukaan pemurnian dengan melarutkan sampel dengan

menggunakan solven dimana produk tersebut kurang larut dibandingkan pelarutnya. Kemudian dilakukan pendinginan larutan tersebut secara perlahan, zat yang terdapat dalam larutan akan berkurang kelarutannya pada suhu rendah dan mengendap pada pendinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Sampel II.1.1 Klasifikasi (1) Kingdom Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Porifera : Demospongiae : Haplosclerida : Callyspongiidae : Callyspongia : Callyspongia sp

II.1.2 Kandungan kimia (1) Hasil Identifikasi Metabolit Sekunder Callyspongia sp. Jenis senyawa yang diidentifikasi Alkaloid dan Flavonoid. II.1.3 Manfaat (2) Antioksidan, antikanker, anti-mikroba dan antiparasit. II.1.4 Karakteristik (3) Tubuhnya tersusun dari zat kalsium karbonat (kapur) dan tidak mengandung spongin, permukaan tubuh berbulu, memiliki ukuran tubuh kecil, tinggi kurang dari 15 cm dan berwarna keabu-abuan, kuning, pink dan hijau, dan hidup di laut dangkal.

II.1.4 Gambar

II.2 Teori Umum Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam

rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan,

mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (hasil) (3) Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan

karena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan padatan. (4) Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. (5) Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya. (5) Selama pengendapan ukuran kristal yang terbentuk, tergantung terutama pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, dan terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. (5) Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. (5) Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak

akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. (4) Bila zat cair didinginkan, gerakan translasi molekul-molekul menjadi lebih kecil dan gaya molekul lebih besar. Hingga setelah pengkristalan molekul mempunyai kedudukan tertentu dalam kristal. Panas yang terbentuk pada pengkristalan disebut panas pengkristalan. Selama pengkristalan temperatur tetap, disini terjadi kesetimbangan terperatur akan turun lagi pengkristalan selesai. Peristiwa kebalikan dari

pengkristalan disebut peleburan. (6) Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam praktek, bukan berarti mudah dilakukan. Saran-saran yang bermanfaat diberikan di bawah ini.(4) Saran untuk membantu rekristalisasi: (7) 1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki

ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, kebergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. 2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan

pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila tidak ada kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna. 3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non-polar lebih disarankan. Namun, pelarut non

polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. Kita harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut polar. Bahkan bila tidak reaksi antara pelarut dan zat terlarut, pembentukan kompleks antara pelarut-zat terlarut. 4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah umumnya lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana. Cara pemurnian selain rekristalisasi (5) 1. Filtrasi Filtrasi, yakni proses penyingkiran padatan dari cairan, adalah metoda pemurnian cairan dan larutan yang paling mendasar. Filtrasi tidak hanya digunakan dalam skala kecil di laboratorium tetapi juga di skala besar di unit pemurnian air. Kertas saring dan saringan digunakan untuk menyingkirkan padatan dari cairan atau larutan. Dengan mengatur ukuran mesh, ukuran partikel yang disingkirkan dapat dipilih. Biasanya filtrasi alami yang digunakan. Misalnya, sampel yang akan disaring dituangkan ke corong yang di dasarnya ditaruh kertas saring. Fraksi cairan melewati kertas saring dan padatan yang tinggal di atas kertas saring. Bila sampel cairan terlalu kental, filtrasi dengan

penghisapan digunakan. Alat khusus untuk mempercepat filtrasi dengan memvakumkan penampung filtrat juga digunakan.

Filtrasi dengan penghisapan tidak cocok bila cairannya adalah pelarut organik mudah menguap. Dalam kasus ini tekanan harus diberikan pada permukaan cairan atau larutan (filtrasi dengan tekanan). 2. Adsorpsi Tidak mudah menyingkirkan partikel yang sangat sedikit dengan filtrasi sebab partikel semacam ini akan cenderung menyumbat

penyaringnya. Dalam kasus semacam ini direkomendasikan penggunaan penyaring yang secara selektif mengadsorbsi sejumlah kecil pengotor. Bantuan penyaring apapun akan bisa digunakan bila saringannya berpori, hidrofob atau solvofob dan memiliki kisi yang kaku. Celit, keramik diatom dan tanah liat teraktivasi sering digunakan. Karbon teraktivasi memiliki luas permukaan yang besar dan dapat mengadsorbsi banyak senyawa organik dan sering digunakan untuk menyingkirkan zat yang berbau (dalam banyak kasus senyawa organik) dari udara atau air. Silika gel dapat mengadsorbsi air dan digunakan meluas sebagai desikan. Lapisan-lapisan penyaring dalam unit pengolah air terdiri atas lapisan-lapisan material. Lapisan penyaring yang mirip untuk penggunaan domestik sekarang dapat diperoleh secara komersial. 3. Distilasi Distilasi adalah seni memisahkan dan pemurnian dengan

menggunakan perbedaan titik didih. Distilasi memiliki sejarah yang panjang dan asal distilasi dapat ditemukan di zaman kuno untuk mendapatkan ekstrak tumbuhan yang diperkirakan dapat merupakan

sumber kehidupan. Teknik distilasi ditingkatkan

ketika

kondenser

(pendingin) diperkenalkan. Gin dan whisky, dengan konsentrasi alkohol yang tinggi, didapatkan dengan teknik yang disempurnakan ini. Pemisahan campuran cairan menjadi komponen dicapai dengan distilasi fraksional. Prinsip distilasi fraksional dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram titik didih-komposisi 4. Ekstraksi Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik. Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2, dan toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan

dengan

menguapkan

pelarutnya.

Asam

yang

digunakan

untuk

mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk

mendapatkan kembali fenolnya. Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air,

pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik. Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan menggunakan hukum partisi. Ada 3 cara untuk mempercepat terbentuknya kristal (9): 1. Penambahan suhu yaitu dengan memasukkan sampel ke dalam lemari pendingin, sehingga suhunya meningkat dan tekanan pada sampel turun sehingga dapat mempercepat rekristalisasi. 2. Menggores diding erlenmeyer dengan batang pengaduk, sebab penggoresan yang dilakukan dapat meningkatkan gaya/tekanan pada erlenmeyer sehingga gaya yang terjadi merupakan suatu

proses pelepasan energi sehingga pembentukan kristal lebih cepat terjadi. 3. Menambahkan kristal murni. Setelah terbentuk kristal, pada erlenmeyer ditambahkan air, hal ini bertujuan untuk melarutkan semua zat pengotor selain sampel larut dalam air. Kemudian dilakukan penyaringan untuk mendapatkan kristal sampel yang ada pada larutan untuk mendapatkan residunya. .

BAB III METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan

III.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, labu

Erlenmeyer, penangas air, tabung reaksi, termometer. III.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, metanol P.A, sampel Callyspongia sp. III.2 1. 2. 3. Cara Kerja Disiapkan alat dan bahan Ditambahkan beberapa tetes metanol P.A pada Kristal. Dipanaskan sedikit hingga larut, kemudian saring dalam keadaan panas 4. Didinginkan hingga terbentuk kristal. Ulangi prosedur no.3 hingga diperoleh kristal yang murni. 5. 6. Dicek dengan KLT Dimasukkan kedalm lemari pendingin atau gosok-gosok pinggir wadah dengan batang kaca apabila tidak terbentuk kristal

DAFTAR PUSTAKA

1.

Klasifikasi Alkalois. Metabolit Sekunder Callyspongia sp. [Internet]. Tersedia dalam: http://www.artikelkimia.info/kimia/klasifikasi-

alkaloid/page/2 [Diakses 14 November 2011] 2. Hanani, Endang, dkk. (2005). Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II. Depok: UI Press 3. Amir, Ichsan., dan Budiyanto, Agus. (1996). Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum. Jurnal Oseana, Volume XXI, Nomor 2, 1996 15-3 4. Williamson. (1999). Macroscale and Microscale Organic

Experiments. USA: Houghton Mifflin Company. 5. Yoshito, Takeuchi. (2009). Metode Pemisahan Standar. [Internet]. Tersedia dalam: <http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/-

kimia_dasar/pemurnian-material/metoda-pemisahan-standar/> [Diakses 06 Desember 2011] 6. Pemurnian dan Pemisahan Zat dengan Prinsip Kristalisasi (2011). [Internet]. Tersedia dalam: <http://www.gudangmateri.com/2011/02/ pemurnian-dan-pemisahan-zat-dengan.html> [Diakses 06 Desember 2011] 7. Sukardjo (1989). Kimia Fisika. Bandung: Bina Cipta Aksara.

8.

Tips Cara Rekristalisasi yang Benar. (2010). [Internet]. Tersedia dalam: <http://www.arusty.com/tips-cara-rekristalisasi-yang-

benar.html> [Diakses 06 Desember 2011] 9. Paryanto, Imam. (2002). Pengaruh Penambahan Garam Halus Pada Proses Kristalisasi Garam Farmasetis [Internet]. Tersedia dalam: <http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=194> Desember 2011] [Diakses 07

You might also like