You are on page 1of 7

Arteri Koroner (Coronary Heart Disease)

Ditulis oleh Nenk Pada tanggal 6 January 2009

JUTAAN RUPIAH PERHARI!! FOREDI BIKIN ISTRI KETAGIHAN MLULU!

MAU KUAT TAHAN LAMA SEX? GASA UTK EREKSI KERAS LEBIH KENCENG, ISTRI PUAS! KumpulBlogger.com

A. Definisi Penyakit arteri koroner (coronary heart disease) ditandai dengana adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menymbat aliran darah. Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi jantung. Proses pembentukan ateroma disebut ateroklerosis. Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri danmneyebabkan arteri menjadi sempit. Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran darah atau bisa terbentuk bekuan darah di dalam permukaan ateroma tersebut. Supaya bisa berkontraksi dan memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah yang kaya akan oksigen dari arteri koroner. Jika penyumbatan arteri semakin memburuk, bisa terjadi iskemi (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan kerusakan jantung. Penyebab utama dari iskemi miokardial ada;lah penyakit arteri koroner. Komplikasi utama dari penyekit arteri koroner adalah angina dan serangan jantung (infark miokardial). B. Epidemiologi Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab utama kematian dewasa ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 11 7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002. angka ini diperkirakan meningkat 11 juta orang apda tahun 2020. Di Indonesia, kasus PJK semakin sering ditemukan karena pesatnya perubahan gaya hidup. Meski belum ada data epidemiologis pasti, angka kesakitan/kematiannya terlihat cenderungmeningkat. Hasil survey kesehatan nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk Indonesia menderita PJK. Perbaikan kesehatan secara umum dan kemajuan teknologi kedokteran menyebabkan umur harapan hidup meningkat, sehingga jumlah penduduk lansia bertambah. Survey di tiga kecamatan di daerah Djakarta Selatan pada tahun 2000 menunjukkan prevalensi lansia melewati angka 15% yang sebelumnya diperkirakan hanya 7,5% bagi Negara berkembang. Usia lansia yang didefinisikan sebagai umur 65 tahun ke atas (WHO) ditenggarai meningkatkan berbagai penyakit degeneratif yang bersifat multiorgan. Prevalensi PJK (Penyakit Jantung Koroner) diperkirakan mencapai 50% dan angka kematian mencapai lebih dari 80% yang berarti setiap 2 (dua) orang lansia satu mengidap PJK danjika terserang PJK maka kematian demikian tinggi dan hanya 20% yang dapat diselamatkan. C. Etiologi Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan

pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, factor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya arteri koroner adalah : Diet kaya lemak Merokok Malas berolah raga Kolesterol dan penyakit arteri koroner Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat padapeningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun. Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari rokter) bisamenurunkan kadar kolesterol total dankolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya arteri koroner. Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki bourgeois resiko berikut : merokok sigaret tekanan darah tinggi kegemukan malas berolah raga kadar trigliserida tinggi keturunan steroid pria (androgen). Factor resiko Kajian epidemiologis menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului atau menyertai awitanpenyakit jantung koroner. Kondisi tersebut dinamakan bourgeois resiko karena satu atau beberapa diantaranya, dianggapmeningkatkan resiko seseorang untuk mengalami penyakit jantung koroner. Factor resiko ada yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan ada yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Factor resiko modifiable dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup atau kebiasaan pribadi; bourgeois resiko nonmodifiable merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol. Factor resiko dapat bekerja sendiri atau bekerja sama dengan bourgeois resiko yang lain. Semakin banyak bourgeois resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan terjadinya penyakit arteri koroner. Orang yang beresiko dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan medis berkala dan tidak mungkin dengan kemauan sendiri berusaha mengurangi jumlah dan beratnya resiko tadi D. Komplikasi Tromboemboli Angina pectoris Gagal jantung kongestif Infark miokardium

E. Patofisiologi Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Halini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis. Berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terjadi telah diajukan,tetapi tidak satu pun yang terbukti secara meyakinkan. Mekanisme yang mungkin, adalah pembentukan thrombus pada permukaan plak; danpenimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka febris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Struktur anatomi arteri koroner membuatnya rentan terhadap mekanisme aterosklerosis. Arteri tersebut terpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma. F. Pemeriksaan Penunjang Tergantung kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya. 1. Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda. 2. foto rontgen dada dari foto roentgen pappa dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya biasanya jantung terlihat membesar. 3. pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai bourgeois resiko. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung. 4. Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter jantung/ kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan treadmill. Dalam kamus kedokteran Indonesia disebut jentera, alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal. Dari hasil teradmil ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan teradmil ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka

untuk wanita hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya dari 100 orang pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84 orang. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung. Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan Golden Standard untuk PJK. Karena dapat terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arterikoroner, apakah ringan,sedang atau berat bahkan total. 5. kateterisasi jantung pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatanlengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan bourgeois resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang stent, semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan melakukan bedah pintas koroner. DAFTAR PUSTAKA www.gizi.net www.medicastore.com www.pjnhk.go.id

Coronary Artery Disease


Posted by: Lhynnelli, RN

January 13, 2009 Comments (3)

11

Is characterized by the accumulation of plaque within coronary arteries, which progressively enlarge, thicken and calcify. This causes critical

narrowing of the coronary artery lumen (75% occlusion), resulting in a decrease in coronary blood flow and an inadequate supply of oxygen to the heart muscle. Ischemia may be silent (asymptomatic but evidenced by ST depression of 1 mm or more on electrocardiogram (ECG) or may be manifested by angina pectoris (chest pain). Risk factor for Coronary Artery Disease include dyslipidemia, smoking, hypertension, male gender (women are protected until menopause), aging, non-white race, family history, obesity, sedimentary lifestyle, diabetes mellitus, metabolic syndrome, elevated homocysteine, and stress. Acute coronary syndrome is a complication of CAD due to lack of oxygen to the myocardium. Mnaifestations include unstable angina, non ST-segment elevation infarction, and ST-segment elevation infarction. Other causes of angina include coronary artery spasm, aortic stenosis, cardiomyopathy, severe anemia, and thyrotoxicosis.

Assessment: Chest pain is provoked by exertion or stress and is relieved by nitroglycerin and rest.
1. Character. Substernal chest pain, pressure, heaviness, or discomfort. Other sensations include a squeezing, aching, burning, choking, strangling, or cramping pain. 2. Severity. Pain maybe mild or severe and typically present with a gradual buildup of discomfort and subsequent gradual fading away. 3. Location. Behind middle or upper third of sternum; the patient will generally will make a fist over the site of pain (positive Levine sign; indicates diffuse deep visceral pain), rather than point to it with fingers. 4. Radiation. Usually radiates to neck, jaw, shoulders, arms, hands, and posterior intrascapular area. Pain occurs more commonly on the left side than the right; may produce numbness or weakness in arms, wrist, or hands. 5. Duration. Usually last 2 to 10 minutes after stopping activity; nitroglycerin relieves pain within 1 minute. 6. Precipitating factors. Physical activity, exposure to hot or cold weather, eating a heavy meal, and sexual intercourse increase the workload of the heart and, therefore, increase oxygen demand. 7. Associated manifestation. Diaphoresis, nausea, indigestion, dyspnea, tachycardia, and increase in blood pressure. 8. Signs of unstable angina:

A change in frequency, duration, and intensity of stable angina symptoms.

Angina pain last longer than 10 minutes, is unrelieved by rest or sublingual nitroglycerin, and mimics signs and symptoms of impending myocardial infarction.

Diagnostic Evaluation:
1. Resting ECG may show left ventricular hypertrophy, ST-T changes, arrhythmias, and possible Q waves. 2. Exercise stress testing with or without perfusion studies shows ischemia. 3. Cardiac catheterization shows blocked vessels. 4. Position emission tomography may show small perfusion defects. 5. Radionuclide ventriculography shows wall motion abnormalities and ejection fraction. 6. Fasting blood levels of cholesterol, low density lipoprotein, high density lipoprotein, lipoprotein A, homocysteine, and triglycerides may be abnormal. 7. Coagulation studies, hemoglobin level, fasting blood sugar as baseline studies.

Pharmacologic Interventions:
1. Antianginal medications (nitrates, beta-adrenergic blockers, calcium channel blockers, and angiotensin converting enzyme inhibitors) to promote a favorable balance of oxygen supply and demand. 2. Antilipid medications to decrease blood cholesterol and tricglyceride levels in patients with elevated levels. 3. Antiplatelet agents to inhibit thrombus formation. 4. Folic acid and B complex vitamins to reduce homocysteine levels.

Surgical Interventions:
1. Percutaneous transluminal coronary angioplasty or intracoronary atherectomy, or placement of intracoronarystent. 2. Coronary artery bypass grafting. 3. Transmyocardial revascularization.

Nursing Interventions:
1. Monitor blood pressure, apical heart rate, and respirations every 5 minutes during an anginal attack. 2. Maintain continuous ECG monitoring or obtain a 12-lead ECG, as directed, monitor for arrhythmias and ST elevation. 3. Place patient in comfortable position and administer oxygen, if prescribed, to enhance myocardial oxygen supply. 4. Identify specific activities patient may engage in that are below the level at which anginal pain occurs. 5. Reinforce the importance of notifying nursing staff whenever angina pain is experienced. 6. Encourage supine position for dizziness caused by antianginals.

7. Be alert to adverse reaction related to abrupt discontinuation of betaadrenergic blocker and calcium channel blocker therapy. These drug must be tapered to prevent a rebound phenomenon; tachycardia, increase in chest pain, and hypertension. 8. Explain to the patient the importance of anxiety reduction to assist to control angina. 9. Teach the patient relaxation techniques. 10.Review specific factors that affect CAD development and progression; highlight those risk factors that can be modified and controlled to reduce the risk. http://nursingcrib.com/nursing-notes-reviewer/coronary-artery-disease/

You might also like