You are on page 1of 45

RESUSITASI KARDIOPULMONAL OTAK

BATASAN Resusitasi adalah segala bentuk usaha yang dilakukan terhadap orang yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya kematian Gawat adalah keadaan yang berkenaan dengan suatu penyakit atau kondisi sakit yang lain yang mana terdapat bahaya kematian Darurat adalah keadaan yang terjadi tiba-tiba dan tidak diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan, kebutuhan yang segera atau mendesak BEBERAPA BATASAN DALAM PROSES KEMATIAN Keadaan terminal : Keadaan terjadinya kegagalan mekanisme kompensasi tubuh terhadap proses kerusakan sistem organ vital Henti sirkulasi : Keaadaan klinis yang ditandai dengan berhentinya sirkulasi secara mendadak pada individu yang tidak diperkirakan meninggal pada saat itu. Keadaan ini ditandai dengan keadaan koma, apnea, pernafasan megap-megap (gasping) atau nadi tidak teraba atau seperti mati Kematian klinis : Keadaan klinis yang ditandai dengan koma, apnea, tidak ada gasping, tidak teraba, tetapi kegagalan SSP masih reversibel Kematian otak : Kerusakan sebagian atau seluruh jaringan SSP secara reversibel, tidak ada fungsi hemisfer serebri dan batang otak, tidak dapat mempertahankan homeostasis ekstema (tidak sadar diri, tidak ada respons tingkah laku terhadap lingkungan) dan hemeostasis interna (fungsi normal pernafasan, kardiovaskular, kontrol suhu, saluran cerna dll). Secara klinis keadaan ini ditentukan dengan tidak adanya fungsi batang otak. Kematian batang otak : Tidak ada pernafasan spontan, tidak ada refleks cahaya, pupil dilatasi dan terfiksasi, tidak ada gerakan mata spontan, tidak ada refleks kornea, tes okulosefalik (dolls eye) dan tes okulo-vestibular (tes kalori) negatif Kematian panorganik : Kerusakan seluruh jaringan tubuh secara ireversibel (kematian biologis) Kematian sosial : Keadaan peredaran darah dan pernafasan (status vegetatif) dapat dipertahankan secara spontan atau buatan, aktivitas serebral masih ada tetapi abnormal, kesadaran menurun sampai koma, dan keadaan vegetatif tidak dapat dikembalikan lagi

Secara klasik seseorang dinyatakan mati apabila : 1. Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ ireversibel (setelah resusitasi jantung paru/RJP), dan 2. Telah terbukti terjadi kematian batang otak (diruang perawatan intensif) ETIOLOGI KASUS PEDIATRIK GAWAT DARURAT Gawat darurat jantung, paru dan otak Gagal jantung fibrilasi ventrikel primer, henti jantung primer, dan kelainan irama jantung, gagal nafas, anoksia alveolar, asfiksia, status asmatikus, henti nafas primer, dan obstruksi saluran nafas, hipoksia, iskemia dan edema otak, perdarahan intrakranial, dan tekanan tinggi intrakranial Gawat darurat homeostatis Gangguan keseimbangan air, elektrolit, asam basa dan metabolik, rejatan, dan gagal ginjal Gawat darurat perdarahan Kelainan trombosit, pembuluh darah dan faktor pembekuan Gawat darurat khusus Kejang, keracunan, penurunan kesadaran, abdomen akut, kecelakaan dan trauma kepala tenggelam, tersendak benda asing, sengatan listrik. luka bakar, heat stroke, hipo/hipertermia Penyebab henti kardiorespirasi tersering pada anak adalah trauma, infeksi, aspirasi benda asing, sindroma kematian bayi mendadak. kekurangan volume cairan intravaskular, sepsis dan meningitis Henti jantung primer anak jarang terjadi dan dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan, miokarditis, atau distrimia. Pada umumnya henti jantung pada anak terjadi sekunder setelah henti nafas primer Kebanyakan penderita < 1 th, angka kematian lebih dari 75% bila kejadian dimulai diluar rumah sakit Pencegahan, pengenalan, dan interfensi dini gagal nafas dan henti sirkulasi harus selalu diperhatikan PATOFISIOLOGI Kolaps sirkulasi selama henti jantung menghambat perfusi ke jaringan otak dan organ lainnya menyebabkan kerusakan ireversibel pada organorgan vital. Tanpa ventilasi adekuat, O2 dalam darah sangat cepat dikonsumsi dan tidak dapat diperbaharui. Kesadaran timbul sesudah anoksia berlangsung 10-20 detik. Respons jantung pertama adalah takikardia dan hipertensi. Sesudah 60-90 detik, mekanisme kompensasi akan gagal, denyut jantung melambat hipotensi. Asistole akan timbul sesudah anoksia 3-5 menit. Oleh karena itu resusitasi kardiopulmonal akan berhasil baik bila dilakukan dalam 4 menit sejak terjadinya henti jantung, kemudian diberikan bantuan hidup lanjut dalam waktu 8 menit sesudah henti jantung

KRITERIA DIAGNOSIS Gejala umum dapat berupa kelelahan dan berkeringat banyak Disfungsi pernafasan : Sianosis, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, merintih (grunting), suara pernafasan /tidak terdengar, mengi, takipnea dan apnea Disfungsi serebral : Agitasi, gelisah, bingung, sakit kepala, tidak ada respons terhadap rangsang fisik, kejang, dan koma Disfungsi kardiosvaskular : Takikardia, hipertensi, bradikardia, hipotensi, kolaps perifer dan henti jantung Laboratorium : Analsis gas darah/AGD Hipoksemia PaO2 neonatus < 40-50 mmHg ; anak < 50-60 mmHg Hiperkapnia PaCO2 neonatus > 60-65 mmHg ; anak > 55-60 mmHg Asidosis metabolik/respiratorik (pH < 7,35) Catatan : Penderita tersangka henti kardiopulmonal perlu pemeriksaan pernafasan dan nadi yang segera. Mula-mula yakinkan bahwa jalan nafas terbuka, lihat gerakan nafas pada dinding dada, dan dengarkan suara pernafasan untuk menentukan apakah ada ventilasi atau tidak Jika tidak ada aktivitas ventilasi, lakukan ventilasi awal 2x, rabalah nadi (arteri brakialis pada bayi < 1 th, arteri femoralis pada anak > 1 th atau arteri karotis pada anak yang lebih besar). Bila nadi tidak teraba/sangat lambat pada penderita henti nafas dan tidak sadar segera lakukan kompresi jantung luar sesudah resusitasi kardiopulmonal dimulai, harus dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis yang lebih seksama PEMERIKSAAN PENUNJANG AGD PENYULIT Tergantung kelainan yang mendasarinya dan kecepatan serta ketepatan mendapat resusitasi KONSULTASI Penderita yang mendapat resusitasi harus disiapkan ke ruang perawatan intensif PENATALAKSANAAN RESUSITASI Dasar penatalaksanaan resusitasi pada bayi dan anak mengikuti format ABC pada orang dewasa A. Membebaskan jalan nafas B. Bantuan pernafasan C. Bantuan sirkulasi D. Pemberian obat-obatan B. Kejutan listrik (defibrilasi)

Pastikan adanya henti kardiopulmonal, letakkan penderita dalam posisi netral diatas permukaan yang keras dan rata, upayakan supaya leher stabil, bebaskan jalan nafas, berikan ventilasi dengan O2 100% (bila mungkin), berikan kompresi jantung, masukan obat-obatan dan cairan yang sesuai, dan berikan energi dengan dosis yang benar untuk defibrilasi (bila ada indikasi) Pemberian O2, cairan, dan obat-obatan memerlukan pendekatan yang terorganisasi. Bila hanya ada seorang dokter, lakukan prosedur berurutan, delegasikan tindakan yang mungkin dikerjakan oleh paramedis yang terlatih. Bila terdapat lebih dari seorang dokter memungkinkan beberapa tindakan dikerjakan simultan dan harus ada yang bertindak sebagai pemimpin atau pemimpin resusitasi. Pemimpin bertanggung jawab dalam hal penanganan jalan nafas, memberi instruksi pemberian obat, dan mendelegasikan pekerjaan lain kepada anggota yang lain, meliputi akses vaskular, mengambil contoh darah, dan mecatat keterangan penderita PROTOKOL RESUSITASI Urutan tindakan resusitasi dimulai dengan menentukan apakah penderita tidak sadar, memanggil bantuan, pastikan tidak bernafas, meletakkan penderita diatas permukaan yang keras dan datar (papan resusitasi), bebaskan jalan nafas, memberikan 2x ventilasi awal, memastikan tidak ada denyut nadi, dan kompresi jantung A. Membebaskan jalan nafas Membuka jalan nafas dengan menengadahkan kepala dan menopang dagu (head tilt-chin lift) sehingga anak berada pada sniffing position. Bila dicurigai trauma leher, kepala dalam posisi netral dan lakukan gerakan mengedapkan/mencakilkan rahang (jaw thrust). Dengan cara demikian lidah akan menjauhi bagian belakang faring dan membuka jalan nafas Mulut penderita dapat dibuka dengan menyilangkan ibu jari dan jari telunjuk diantara rahang atas dan bawah (cross finger). Lendir atau kotoran didalam rongga mulut dibersihkan secara manual dengan jari atau dilakukan penghisapan dengan alat penghisap Pipa orofaring dapat menahan lidah supaya tidak jatuh kebelakang menyumbat faring Intubasi endotrakea akan mempermudah bantuan ventilasi Krikotirotomi merupakan akses jalan nafas terakhir bila intubasi endotrakea tidak dapat dikerjakan Trakeostomi dilakukan bila diperlukan terapi ventilator jangka lama Bila tersedak, benda asing di rongga faring dapat diambil dengan forseps magill melalui penglihatan langsung, atau dengan melakukan tepukan punggung bayi (back blow), manuver Heimlich atau hentakan subdiafragma-abdomen pada anak yang lebih besar

B. Bantuan pernafasan Lihat, dengar dan rasakan adanya ventilasi yang efektif dengan cepat (dalam 3-5 detik) Untuk bantuan pernafasan, cara terbaik memakai balon dan pipa endotrakea (lebih disukai), atau balon dan masker. Mulailah dengan 2x ventilasi dengan kekuatan dan waktu yang cukup untuk mengembangkan dada (1,5-2 detik tiap nafas) Bila kurang terlatih atau tidak ada balon, cara paling efektif adalah dari mulut ke-mulut atau dari mulut ke-hidung dan mulut. Kadar O2 udara inspirasi dapat ditingkatkan dengan meletakkan pipa O2 kesudut mulut sebanyak 6-8L /menit Bila tidak ada respons terhadap bantuan ventilasi, mungkin ada kesalahan posisi penderita atau saluran nafas tersumbat benda asing Perlu diperhatikan pada tindakan diatas, dada mengembang secara simetris, perlahan dan tidak diikuti perut yang mengembung C. Sirkulasi Bila mungkin, pasanglah alat monitor jantung. Nilai nadi karotis pada anak besar, nadi brakialis atau femoralis pada bayi Bila nadi teraba lakukan pemeriksaan tekanan darah, pengisian kapiler, dan suhu ekstremitas Bila nadi tidak teraba/tidak adekuat lakukan kompresi jantung yang ritmik dan serial dengan lokasi tekanan pada 1/3 tengah dan 1/3 bawah sternum. Pada tiap akhir kompresi biarkan sternum kembali ke posisi netral, dan berikan periode waktu yang cukup untuk kompresi dan relaksasi. Pada neonatus, tangan operator melingkari dada, dan ke-2 ibu jari diletakkan dibawah garis antar-puting menekan dada sedalam 2 cm, atau Letakkan punggung bayi diatas telapak tangan dan gunakan ujung jari tangan lainnya untuk kompresi sternum 1 jari dibawah garis antar puting sedalam 2 cm Pada anak umur < 8 th, satu telapak tangan penolong diletakkan 2 jari diatas prosesus xipoideus, lakukan kompresi sedalam 2,54 cm Pada anak umur > 8 th dan dewasa, telapak tangan yang satu diletakkan diatas punggung tangan yang lainnya, 2 jari diatas prosesus xipoideus, kedalaman kompresi sternum 3,55 cm Efektivitas kompresi jantung dinilai dengan meraba denyut nadi karotis, brakialis, femoralis, atau umbilikalis (pada neonatus). Rasio kompresi/ventilasi adalah 5:1, kecuali neonatus yang diintubasi rasionya 3:1, dan pada anak umur > 8 th atau dewasa rasionya 5:1 bila dilakukan oleh 2 penolong, dan 15:2 oleh 1 penolong

Akses intravena Pemasangan dimulai di vena kulit kepala (pada bayi) atau vena perifer. Akses vena sentral berguna pada kasus renjatan, biasanya pada v. jugularis eksterna atau v. femoralis. Hindari pemasangan pada v. subklavia dan v. jugularis interna di ruang gawat darurat untuk menghindari penyulit. Bila akses perkutan gagal lakukan seksio (venous cutdown) v. safena magna atau v. femoralis. Pada kasus yang mengancam jiwa seksio vena harus dicoba bila akses perkutan gagal dikerjakan dalam 2 menit. Infus intra oseus harus dicoba bila akses intravena perifer atau seksio vena belum terpasang dalam 5 menit, lokasi terbaik adalah pada tibia, walaupun dapat dilakukan pada femur dan krista iliaka Atasi penyebab henti kardiorespirasi Tindakan ini penting terutama pada hipotermia, renjatan, disritmia, tekanan intrakranial , atau kegagalan pompa jantung D. Obat-obatan Pilihan pertama : Tujuan awal pengobatan pada penderita henti kardiorespirasi adalah mengatasi hiposekmia, asidosis, hipotensi dan meningkatkan denyut jantung. Setiap kali selesai memberikan obat melalui vena perifer, saluran infus harus dibilas (bolus) dengan 5 ml NaCl fisiologis dan mengangkat ekstremitas beberapa saat untuk mendorong obat masuk kedalam sirkulasi sentral. Ca dan bikarbonat akan mengendap bila dicampurkan, dan larutan alkali kuat akan menginaktifkan epinefrin, dopamin, dan isoproterenol Oksigen Berikan inspirasi O2 maksimum pada semua henti kardiorespirasi Epinefrin Diberikan pada keadaan henti jantung, bradikardia simtomatik yang tidak berespons terhadap bantuan ventilasi, pemberian O2 dan hipotensi yang tidak berhubungan dengan deplesi volume cairan. Efek adrenergik alfa (vasokonstriktor) akan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah sistole/diastole. Efek adrenergik beta meningkatkan kontraktilitas miokardium dan denyut jantung. Dosis awal i.v. atau intra oseus 0,01 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB larutan standar 1:10.000). Bila henti jantung menetap dosis ke-2 dan berikutnya 0,1 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB larutan konsentrasi tinggi 1:1.000), diulang tiap 3-5 menit selama resusitasi. Bisa diberikan melalui pipa endotrakea 0,1 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB larutan konsentrasi tinggi 1:1.000), dilarutkan sampai 3-5 ml dengan larutan NaCl fisiologis Bikarbonat Hanya diberikan bila terjadi henti jantung yang lama (10 menit), krisis hipertensi pulmonal, hiperkalemia atau asidosis metabolik yang berhubungan dengan disfungsi organ (disritmia, disfungsi

miokardium, hipotensi). Bikarbonat diberikan bila sudah terdapat pernafasan yang adekuat (spontan atau bantuan) Dosis 0,5 mEq/kgBB pada bayi dan 1 mEq/kgBB pada anak, diberikan sekali pada saat permulaan resusitasi. Bila hasil AGD tidak ada, dosis dapat diulang 0,5 mEq/kgBB tiap 10 menit infus lambat (1-2 menit). Bila ada AGD, HCO3 (mEq/l) dapat diberikan dengan perhitungan berikut ini Defisit bikarbonat = (HCO3 diharapkan HCO3 sekarang) x 0,3 x BB (kg) Perhitungan defisit bikarbonat juga dapat dilakukan dengan cara seperti ini Bila pH : 7,20-7,30 Defisit bikarbonat = (HCO3 normal HCO3 sekarang) x 20% BB total (liter) Bila pH < 7,20 Defisit bikarbonat = (HCO3 normal HCO3 sekarang) x 50% BB total (liter) Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan alkalosis metabolik, hiperkapnia, hipokalemia, hipernatremia, hiperosmolalitas, asidosis paradoksal intraselular, kontraktilitas miokardium , dan pelepasan O2 dari Hb kematian tinggi Cairan intravena Bila anak tidak memberikan respons terhadap oksigenasi, ventilasi, kompresi jantung, dan epinefrin, berikan bolus larutan NaCl fisiologis. Pemberian bolus kristaloid secepat mungkin (20 ml/kgBB) NaCl fisiologis atau Ringer laktat dalam waktu < 20 menit pada anak yang mengalami henti jantung pra rumah sakit dengan sebab yang tidak diketahui Pada anak yang mengalami hipovolemia dapat pula diberikan bolus 10 ml/kgBB koloid (plasma, albumin 5%, darah atau larutan koloid sintetik seperti hydroxy ethyl starch (HES), gelatin, dekstran 40 dan 60), atau kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer laktat) (lihat bab renjatan) Glukosa Hipoglikemia sekunder karena stres sering terjadi pada anak henti kardiorespirasi, sedangkan pada bayi sebagai penyebab utama. Bila kadar gula darah < 40 mg/dl pada anak, < 30 mg/dl pada neonatus atau < 20 mg/dl pada bayi prematur, harus diberikan bolus dekstrosa 0,25 g/kgBB (2,5 ml/kgBB dekstrosa 10% atau 1 ml/kgBB dekstrosa 25%), diikuti infus dekstrosa 10% sebanyak 1,5 kali kebutuhan rumatan

Obat-obatan pilihan kedua Atropin Pencegahan/pengobatan bradikardia karena refleks vagus Pengobatan bradikardia simtomatik (denyut jantung < 60 x/menit yang berhubungan dengan perfusi yang buruk atau hipotensi) yang tidak memberi respons terhadap oksigenasi, ventilasi, dan epinefrin Dosis 0,02 mg/kg/kali, i.v., atau endotrakeal, minimum 0,10 mg, maks. 0,5 mg (remaja 1 mg), diulang tiap 5 menit (total maks. pada anak 1 mg dan remaja 2 mg) Lidokain 2% Pada fibrilasi/takikardia ventrikuler simtomatik Dosis awal 1 mg/kgBB (bolus) i.v. atau endotrakeal. Bila belum teratasi infus kontinyu (120 ml lidokain dalam 100 ml dekstrosa 5%, kecepatan 1-2,5 ml/kgBB/jam 20-50 mcg/kgBB/menit) Ca Pada tersangka/terbukti hipokalsemia, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan overdosis calcium channel blocker Jangan diberikan rutin selama resusitasi Pemberian i.v. cepat dapat menyebabkan bradikardia atau asistole Dosis Ca klorida 10% : 20-25 mg/kgBB (0,2-0,25 ml/kgBB) i.v. perlahan-lahan Ca glukonas 10% : 20-25 mg/kgBB (0,2-0,25 ml/kgBB) i.v. perlahan-lahan Dopamin Sebagai obat inotropik untuk mengatasi curah jantung rendah persisten yang refrakter terhadap terapi cairan Pengobatan hipotensi, perfusi perifer yang buruk, atau renjatan dengan volume intravaskular yang cukup dan irama jantung yang stabil Dapat menyebabkan takiaritmia, dan tidak boleh diberikan bersama dengan larutan Na bikarbonat Dosis 2-20 g/kgBB/menit, dosis awal 5-10 g/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai efek yang diinginkan. Bila tidak berhasil, fikirkan pemakaian obat adrenergik lain, misalnya infus epinefrin (drip) Dosis rendah (2-5 g/kgBB/menit) dapat meningkatkan aliran darah ke ginjal, splangnik, koroner dan serebral melalui stimulasi reseptor dopaminergik Bila > 10 g/kgBB/menit, akan meningkatkan vasokontriksi karena efek adrenergik alfa dan mungkin menurunkan pasokan O2 ke jaringan Dosis > 20 g/kgBB/menit menyebabkan aritmia (aritmogenik)

Dobutamin Merupakan obat inotropik yang efektif dengan efek minimal terhadap denyut jantung dan vasokontriksi perifer. Anak sering memerlukan dosis tinggi untuk mencapai perubahan nyata pada tekanan arterial rata-rata atau curah jantung. Pengobatan renjatan, terutama bila terdapat resistensi vaskular sistemik yang tinggi (misalnya gagal jantung kongestif atau renjatan kardiogenik), volume intravaskular adekuat dan normotensi Paling efektif untuk gagal jantung kongestif berat atau renjatan kardiogenik, terutama bila disebabkan oleh kardiomiopati Dapat menyebabkan/memperberat hipotensi takiaritmia Dosis 5-20 g/kgBB/menit, dosis awal 5-10 g/kgBB/menit, ditingkatkan secara bertahap sebesar 2-5 g/kgBB/menit sampai dosis maksimum Isoproterenol Merupakan agonis adrenergik beta murni tekanan darah diastole Pengobatan bradikardia yang disebabkan heart block yang tidak responsif terhadap atropin (atau segera timbul kembali sesudah pemberian atropin) Dapat difikirkan untuk bradikardia simtomatik yang tidak responsif terhadap oksigenasi, ventilasi, dan epinefrin Dosis 0,1-1 g/kgBB/menit, dititrasi, ditingkatkan bertahap 0,1 g/kgBB/menit sampai efek yang diinginkan tercapai (hentikan pemberian bila timbul takikardia > 200/menit atau disritmia). Jangan diberikan dalam larutan alkali atau sebelumnya telah mendapat epinefrin Norepinefrin Merupakan agonis adrenoseptor dan (terutama -1) Meningkatkan tekanan darah pada hipotensi yang tidak berrespon terhadap resusitasi cairan dan pemberian dopamin/dobutamin Pada syok septik akan meningkatkan tekanan darah dan resistensi vaskular sistemik tanpa banyak mempengaruhi curah jantung, serta meningkatkan kontraksi miokardium Dosis 0,05 g/kgBB/menit ditingkatkan bertahap tiap 15 menit sampai 0,15 g/kgBB/menit dikombinasikan dengan dobutamin 5 g/kgBB/menit untuk meningkatkan tekanan darah, perfusi ginjal dan splangnik E. Kejutan listrik (defibrilasi) Jarang digunakan pada anak, akan tetapi bila diperlukan dapat menyelamatkan jiwa pada penderita pasca operasi jantung dan korban tenggelam dengan hipotermia berat (< 300C). Defibrilasi tanpa pemantauan EKG tidak dianjurkan

Untuk fibrilasi ventrikel/takikardia ventrikel dengan nadi tidak teraba (pulseless) Diberikan 2 joule/kgBB dengan unsynchronize mode. Bila tidak berhasil bolus lidokain 1 mg/kgBB i.v., ulang defibrilasi setiap 30-60 detik dengan dosis 2-4 joule/kgBB Dapat dicoba bretilium tosilat 5 mg/kgBB i.v. dosis pertama, dan 10 mg/kgBB dosis ke-2 untuk kasus refrakter (bila lidokain tidak berhasil mengembalikan irama sinus) Untuk takikardia ventrikel dengan hemodinamik tidak stabil/ takiaritmia (takikardia supraventrikular, takikardia ventrikular, fibrilasi atrial, atau geletar atrial) diberikan kardioversi, dengan dosis 0,5 joule/kgBB synchronize mode. Bila tidak berhasil, berikan bolus lidokain 1 mg/kgBB, dan dosis kardioversi dapat dinaikkan bertahap sampai dosis maksimum 1 joule/kgBB F. Evaluasi dan Pemantauan Setelah melakukan ventilasi dan kompresi lk. 1 menit (10 siklus pada bayi/anak kecil, 4 siklus pada anak lebih besar/dewasa), evaluasi lagi nadi (5-10 detik). Jika tidak ada nadi, mulai lagi dengan ventilasi diikuti kompresi jantung. Jika denyut nadi ada, periksa pernafasan (35 detik) ; jika bernafas, awasi secara ketat. Jika tidak bernafas, berikan ventilasi 20x/menit pada bayi/anak kecil, 12x/menit pada anak > 8 th atau dewasa dan awasi denyut nadi secara ketat. Jika resusitasi dilanjutkan, evaluasi ulang respirasi dan nadi tiap beberapa menit. Jangan menghentikan resusitasi lebih dari 7 detik kecuali dalam keadaan tertentu Pada saat evaluasi, pemimpin resusitasi memberikan instruksi untuk menyiapkan dan melakukan intubasi endotrakeal bila belum ada nafas spontan, memasang akses vena, menyiapkan/memberikan obat-obatan, memasang monitor EKG dan menyiapkan defibrilator Bila ventilasi tidak efektif karena distensi lambung, dekompresi harus dilakukan dengan memakai pipa oro/nasogastrik, atau memiringkan penderita (dalam posisi pemulihan/setengah telungkup), kemudian berikan tekanan pada epigastrium Pemantauan resusitasi meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi ; dimulai dengan melihat gerakan dinding dada selama ventilasi, meraba nadi pada saat kompresi jantung dan auskultasi dinding dada selama ventilasi. Bila denyut jantung telah timbul kembali, harus dilanjutkan dengan pemantauan EKG dan tekanan darah dengan sfigmomanometer air raksa atau alat Doppler Bila warna kulit anak sudah kembali normal menunjukkan curah jantung sudah adekuat, kompresi jantung dapat dihentikan walaupun nadi tidak teraba (palpasi nadi sering tidak akurat karena vasokonstriksi yang timbul akibat pemberian epinefrin atau obat agonis adrenergik alfa lain). Ventilasi harus dilanjutkan pada anak yang megap-megap karena pernafasannya belum adekuat

10

Pada bayi/anak kecil pemeriksaan suhu rektal penting karena sering terjadi hipotermia yang akan mengganggu resusitasi. Pengambilan darah harus dilakukan secepat mungkin untuk analisis gas, elektrolit, glukosa, dan penapisan keracunan Bila denyut jantung sudah timbul kembali, pulse oxymetri dapat dipakai untuk memantau saturasi O2 dan curah jantung. Jalur arteri (biasanya a. radialis) dapat dipasang perkutan atau melalui seksio (cutdown) untuk pemantauan tekanan darah berkesinambungan dan pengambilan bahan pemeriksaan darah. Akses vena sentral melalui v. jugularis eksterna atau v. femoralis dapat dipakai untuk pemantauan hemodinamik dan berguna untuk penatalaksanaan renjatan G. Stabilisasi Bila denyut jantung telah teraba, sangat penting untuk mencegah kerusakan akibat asfiksia sekunder atau yang sedang berlangsung dengan mempertahankan ventilasi dan perfusi. Bila mungkin, berikan O2 dengan aliran tinggi, lakukan foto toraks, dan analisis gas. Pastikan semua pipa dan saluran infus terpasang dengan baik Perawatan intensif harus segera dilakukan untuk mengurangi kerusakan SSP yang mungkin terjadi. Penyebab henti kardiorespirasi yang sudah diketahui harus segera diobati H. Menghentikan resusitasi Harus difikirkan bila curah jantung tidak ditemukan kembali sesudah dilakukan pembebasan jalan nafas, bantuan pernafasan dan sirkulasi serta telah diberikan obat-obatan resusitasi yang adekuat. Bila otot jantung tidak responsif terhadap 3 dosis pertama epinefrin walaupun dengan dukungan oksigenasi dan ventilasi yang optimal (biasanya 25-30 menit sesudah resusitasi dimulai), resusitasi biasanya tidak berhasil Resusitasi tidak dilakukan pada stadium terminal suatu penyakit atau penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Bila ragu resusitasi kardiopulmonal harus segera dimulai, tidak ada waktu untuk berdiskusi atau berkonsultasi Penghentian resusitasi harus berdasarkan adanya kematian jantung, bukan kematian otak Kematian jantung terjadi bila denyut jantung tidak dapat dikembalikan walaupun dengan usaha maksimum selama 30 menit Resusitasi darurat dapat dihentikan bila Sirkulasi/ventilasi sudah kembali lagi (membaik) Resusitasi sudah diambil alih oleh dokter Terlalu lelah Stadium terminal suatu penyakit

11

Denyut nadi tidak ada -1 jam sebelum resusitasi (diketahui kemudian, pada keadaan normotermia tanpa RJP) Pengakhiran resusitasi dapat dilakukan pada keadaan Pasien dinyatakan meninggal, yaitu bila : Tetap tidak sadar, tidak timbul pernafasan spontan, tidak ada refleks menelan (gag reflex), dan pupil dilatasi selama > 15-30 menit resusitasi (mati otak), atau Terdapat tanda-tanda mati jantung, yaitu asistole ventrikular yang membandel sesudah 30 menit resusitasi dengan terapi adekuat (dengan langkah ABC resusitasi) PROGNOSIS Bergantung pada penyakit/kelainan yang mendasarinya dan kecepatan mendapat resusitasi SURAT PERSETUJUAN Sesegera mungkin sementara resusitasi terus dikerjakan

RENJATAN

BATASAN Suatu sindroma akut yang timbul karena disfungsi kardiovaskular dan ketidakmampuan sistem sirkulasi memberikan O2 dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan metabolisme organ vital Renjatan menyebabkan perfusi jaringan tidak adekuat hipoksia selular, metabolisme selular abnormal, dan kerusakan homeostatis mikrosirkulasi ETIOLOGI Pada anak, renjatan sering berhubungan dengan trauma, kecelakaan, dehidrasi berat, keracunan dan sepsis A. Renjatan hipovolemik. Paling sering terjadi pada anak, karena kehilangan langsung cairan sirkulasi (pendarahan, sekuestrasi, atau dehidrasi) B. Renjatan distributif. Terjadi tahanan vaskular perifer yang bisa dikompensasi penuh oleh curah jantung . Renjatan spesifik dapat timbul pada setiap proses infeksi karena dilepaskannya lipopolisakarida atau molekul toksik lainnya ke dalam sirkulasi. Keadaan ini ditandai dengan aliran kapiler/permeabilitas , oksigenasi jaringan dan KID dapat terjadi paralisis vasomotor,

12

kapasitas vena (pengumpulan darah) , dan pirau fisiologis pasca kapiler C. Renjatan kardiogenik. Jarang ditemukan di ruang gawat darurat anak. Terjadi bila curah jantung gagal untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun tekanan pengisian jantung adekuat. Kebanyakan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan terutama pada neonatus KRITERIA DIAGNOSIS Takikardia, takipnea ringan, pengisian kembali kapiler terlambat ( 2-3 detik), perubahan ortostatik pada tekanan darah atau nadi dan iritabilitas ringan renjatan awal atau renjatan terkompensasi Tanda gangguan otak, ginjal dan kardiovaskular ; takikardia dan takipnea berlanjut ; takipnea menjadi lebih berat dengan asidosis ; kulit mungkin berbercak (mottled) atau pucat ; ekstremitas dingin karena vasokonstriksi dan aliran darah ke kulit ; pengisian kembali kapiler makin lambat (> 4 detik) ; hipotensi, curah jantung , dan vasokonstriksi mempengaruhi perfusi ginjal dan timbul oliguria ; saluran cerna mengalami hipoperfusi iskemik motilitas , distensi, pengeluaran mediator vasoaktif, dan akumulasi cairan dirongga ke-3 (third space). Pada penderita renjatan septik dapat timbul hipertermia (> 38,30C rektal), hipotermia (< 35,60C rektal). Karena gangguan perfusi otak iritabel melanjut menjadi agitasi, konfusi, halusinasi, agitasi dan stupor yang bergantian, dan akhirnya koma renjatan kasip atau renjatan tidak terkompensasi Akibat iskemia selular yang berhubungan dengan dikeluarkannya mediator vasoaktif dan inflamasi mulai berefek terhadap mikrosirkulasi : Umum Penilaian kecukupan curah jantung berdasarkan gejala klinis saja sering sulit dan salah. Anak yang mengalami renjatan sering menunjukkan gejala yang tidak jelas. Tidak ditemukannya hipotensi belum dapat menyingkirkan adanya renjatan pada anak; bila timbul hipotensi, renjatan yang terjadi biasanya berat. Hipotensi merupakan manifestasi renjatan yang sangat kasip. Bila renjatan tidak segera ditangani akan terjadi disfungsi organ multipel, meliputi gagal ginjal (nekrosis tubuler akut), gagal jantung, perdarahan saluran cerna, dan sindroma distres pernafasan akut (SDPA) Khusus Renjatan hipovolemik Waktu pengisian kapiler yang buruk (> 2 detik), takikardia, hipotensi, turgor jaringan , mungkin terdapat sianosis dan pernafasan Kussmaul

13

Renjatan distributif Manifestasi awal berupa renjatan hangat (warm shock) :, vasodilatasi hebat/kemerahan dan perfusi tampak baik Didapatkan nadi yang baik, tekanan nadi yang lebar, dan pengisian kapiler melambat. Perubahan awal dari status mental sangat karakteristik, meliputi gelisah, iritabel, dan kesadaran Bila terjadi renjatan dingin (cold shock) didapatkan denyut jantung cepat, hipotensi, dan tekanan nadi yang sempit. Pada stadium ini prognosisnya buruk Renjatan septik sering terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi infeksi, seperti kekebalan , kelainan kongenital saluran kemih (pielonefritis), atau saluran cerna (kolitis, Hirschprung). Mungkin ada riwayat panas badan, ISPA, kemerahan kulit, atau gejala penyakit infeksi lainnya. KID sering ditemukan pada penderita renjatan septik dan mengalami perdarahan dan purpura Penyebab lain renjatan distributif meliputi jejas spinal, anafilaksis, dan renjatan toksik Renjatan kardiogenik Biasanya pada bayi dengan tanda/gejala gagal pompa jantung. Hepar sering sangat membesar, dan foto toraks menunjukkan lapangan paru yang pletorik dan kardiomegali. Pada auskultasi biasanya terdengar irama gallop, mungkin tidak terdengar murmur. Secara umum, yang menyebabkan renjatan adalah kelainan jantung kongenital non-sianotik. Sebaliknya, anak tampak abu-abu dengan nadi lemah/tidak ada sama sekali. Pada koarktasio aorta, terdapat nadi yang berbeda antara kaki dan lengan PEMERIKSAAN PENUNJANG AGD Penilaian hemodinamik Tekanan baji kapiler pulmonal (pulmonal capillary wedge pressure /PCWP) yang dipertahankan 10-18 mmHg (bila ada) Tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) kurang akurat pada anak disfungsi miokardium. CVP normal 5-12 mmHg Lain-lain Darah : Rutin, elektrolit, glukosa, urea-N, kreatinin, kultur, trombosit, PT, PTT, fibrinogen, dan FDPs PENYULIT Kegagalan sistem organ multipel (KSOM)

14

TERAPI Diagnosis dini renjatan merupakan kunci keberhasilan resusitasi Pemeriksaan darah arteri dan bikarbonat plasma diperlukan untuk menilai oksigenasi dan keseimbangan asam basa. Hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg) sering disebabkan gangguan ventilasi-perfusi karena edema atau infeksi paru, SDPA, atau faktor selular atau perfusi yang buruk dan toksin yang beredar Anak dalam keadaan renjatan mengalami asidosis metabolik harus dilakukan dengan memperbaiki perfusi, bukan dengan pemberian bikarbonat. Pemberian bikarbonat yang tidak tepat dapat menyebabkan alkalosis metabolik dengan konsekuensi yang berat. Bikarbonat diberikan bila terdapat asidosis berat (pH < 7,20) yang menyebabkan disfungsi organ (hipotensi, disritmia, atau gagal jantung) A. Resusitasi Berikan O2 dengan masker Intubasi endotrakeal segera dan ventilasi O2 100%. Perhatikan bila sebelumnya ada riwayat mendapat obat anestesia. Hindari high peak inspiratory and end-inspiratory pressures, dan gunakan ventilasi yang cepat untuk mengubah gangguan pengisian jantung Cairan Letakkan anak dalam posisi trendelenburg. Pada korban kecelakaan, pendarahan harus diatasi dengan menekan titik perdarahan dan mengikat pembuluhnya sementara mencari akses vaskular. Pasanglah dua jalur intravena dengan jarum besar. Mulailah dengan pemberian bolus cairan NaCl fisiologis atau Ringer laktat 10-20 ml/kgBB diberikan dalam beberapa menit, dan diulang bila perlu. Nilai perfusi anak (tanda dan gejala renjatan) sesering mungkin untuk melihat perbaikan Pemberian cairan berikutnya harus berdasarkan pola kehilangan cairan : Kristaloid seperti Ringer laktat atau NaCl fisiologis untuk dehidrasi ; albumin 5% untuk luka/kehilangan cairan ke rongga ke3 (third space losses) ; dan darah pada kecelakaan (trauma). Sediaan sel darah merah segar (packed red cells) diberikan 10 ml/kgBB dalam 1-2 jam. Albumin 5% diberikan kombinasi dengan cairan kristaloid dengan dosis 10 ml/kgBB. Pemberian cairan pertama apakah cairan koloid atau kristaloid masih kontroversi, tetapi ada kecenderungan cairan koloid lebih dulu untuk mengganti volume plasma tanpa menambah cairan interstitial B. Stabilitas dan pemantauan Pantau tanda vital, pengisian kapiler, dan produksi urin untuk menilai respons pengobatan. Usahakan untuk mencapai produksi urin minimum 1 ml/kgBB/jam (normal 2-4 ml/kgBB/jam)

15

Mulailah pemasangan jalur arteri dan vena sentral. Infus cairan yang cepat harus dilanjutkan sampai tekanan vena sentral mencapai rentang 5-12 mmHg. Selanjutnya beri terapi rumatan dengan cairan dekstrosa 5% atau 10% ditambah 20-40 mEq NaCl/L. Pertahankan Ht 30-35% dengan pemberian packed red cell untuk mencapai kapasitas pengangkutan O2 optimal dan viskositas darah normal. Bila ada tanda KID atasi sesuai terapi KID Pasang pipa nasogastrik (pipa orogatrik bila dicurigai ada fraktur basis kranii) dan kateter folley (hati-hati pada trauma uretra). Teruskan pemantauan hasil pemeriksaan darah. Bila anak sudah stabil, periksa foto toraks, EKG dan ekokardiogram bila ada indikasi C. Obat-obatan Bila tidak ada respons terhadap penggantian volume cairan, terutama pada kasus renjatan septik Epinefrin Dopamin lihat bab resusitasi Dobutamin Isoproterenol Norepinefrin Antibiotik Bila dicurigai sepsis/penyebab tidak diketahui antibiotik begitu akses intravena terpasang. Bila mungkin, antisipasi mikroorganisme yang mungkin penyebabnya < 4 mgg. : Ampisilin 200 mg/kgBB/hari i.v. tiap 6 jam + gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari tiap 8 jam 4 mgg.-3 bl : Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari i.v. tiap 6 jam + sefotaksim 150 mg/kgBB/hari tiap 8 jam 3 bl - 6 th : Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari i.v. tiap 6 jam + kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari i.v. tiap 6 jam atau sefotaksim seperti di atas > 6 th : Sefotaksim 150 mg/kgBB/hari i.v. tiap 8 jam Prostaglandin E1 (bila ada) Pada neonatus dengan penyakit jantung struktural yang mengalami renjatan kardiogenik (mungkin mempunyai lesi obstruktif jantung sebelah kiri yang berat, seperti koarktasio aorta atau stenosis aorta kritis) Bekerja untuk mempertahankan keutuhan duktus arteriosus Diberikan dengan kecepatan 0,05-0,10 g/kgBB/menit Efek simpang yang penting adalah apnea sementara. Efek simpang lainnya : Demam, jitteriness, dan kemerahan pada kulit sepanjang vena tempat pemberian obat

16

Steroid Selain pada kasus insufisiensi adrenal tidak ada bukti nyata bahwa steroid menguntungkan dalam pengobatan renjatan PROGNOSIS Bergantung dari etiologi, diagnosis dini dan kecepatan serta penanganan renjatan SURAT PERSETUJUAN Diperlukan DAFTAR PUSTAKA Argen AC dan Bass DH. Resuscitation. Dalam: Heese de V, penyunting. Handbook of paediatrics; edisi ke-4. Cape Town: Oxford University Press 1995; 1-13. Bell LM. Shock. Dalam: Fleischer GR, Ludwig S, penyunting. Synopsis of pediatric emergency medicine. Baltimore: William & Wilkins, 1996; 27-32. de Viliers FPR. Practical management of pediatric emergencies; edisi ke-2. Johannesbureg: Departement of paediatrics child health university of the Witwatersrand 1993; 1-9. Rubertsson S. Cardiopulmonary resuscitation. Dalam: Grenvik A, Ayres SM, Holbrook PR, Shoemaker WC, penyunting. Pocket companion to textbook of critical care. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996; 1-29. White R. Shock. Dalam: Baldwin GA, penyunting. Handbook of pediatric emergencies. Boston: A Little Brown, 1989; 41-6.

17

Tabel 51. Ringkasan Bantuan Hidup Dasar


RJP/bantuan nafas Pastikan tidak responsif Panggil bantuan A. Bebaskan jalan nafas Tengadah kepalatopang dagu Manuver Dewasa > 8 th Anak 1-8 th Bayi < 1 th

Jalan nafas

B. Periksa pernafasan (lihat, dengar, rasakan) Bila korban bernafas atau mulai bernafas efektif, letakkan dalam posisi pemulihan Bila tidak bernafas, berikan 2x nafas lambat dengan balon dan masker Ekshalasi diantra nafas C. Periksa nadi (Karotis pada anak dan dewasa ; brakial atau femoral pada bayi) Bila ada nadi tetapi tak ada nafas, berikan bantuan nafas (1 nafas tiap 3 detik pada bayi/anak) Bila tidak ada nadi, mulai kompresi dada bergantian dengan nafas Bila ada nadi tapi < 60x/menit pada bayi/ anak dengan perfusi yang buruk, mulai kompresi dada Teruskan bantuan hidup dasar Sesuaikan prosedur dengan resusitasi neonatus, bantuan hidup lanjut pediatrik, atau bantuan hidup lanjut penyakit jantung secepat mungkin

Pernafasan awal

Tengadah kepala-topang dagu (bila ada trauma, kedapkan rahang) Bantuan nafas 2x 1,5-2 detik/nafas 12x nafas/menit

Tengadah kepala-topang dagu (bila ada trauma, kedapkan rahang) Bantuan nafas 2x 1,5-2 detik/nafas 20x nafas/menit Manuver Heimlich

Tengadah kepalatopang dagu (bila ada trauma, kedapkan rahang)

Bantuan nafas 2x 1,5-2 detik/nafas

20x nafas/menit Tepukan punggung dan hentakan dada

Selanjutnya Obstruksi jalan nafas oleh benda asing Manuver Heimlich

Sirkulasi Periksa nadi Lokasi kompresi

Karotis Dibawah pertengahan sternum Dengan tumit telapak tangan, tangan yang lain diatasnya 3,5-5 cm atau 1/3-1/2 kedalaman dinding dada 80-100x/menit

Karotis Dibawah pertengahan sternum Dengan tumit telapak tangan

Brakial atau femoral Satu jari dibawah garis inter papila mamae Dengan dua atau tiga jari

Cara kompresi

Dalamnya kompresi

Kecepatan kompresi

2,5-4 cm atau 1/3-1/2 kedalaman dinding dada 100x/menit

1,5-2,5 cm atau 1/3-1/2 kedalaman dinding dada Paling sedikit 100x/menit(neona tus 120 x/menit) 5:1

Rasio

Kompresi

15:2 (satu penolong) 5:1 (dua penolong) Kompresi berhenti diselingi ventilasi sampai trakea diintubasi

5:1

Kompresi berhenti diselingi ventilasi sampai trakea diintubasi

Kompresi berhenti diselingi ventilasi sampai trakea diintubasi 3:1 untuk neonatus yang diintubasi (dua penolong)

18

KERACUNAN

BATASAN Masuknya racun kedalam tubuh melalui saluran cerna, pernafasan, kulit, mata, suntikan, gigitan ular atau serangga, dan menimbulkan tanda atau gejala klinis ETIOLOGI Obat-obatan : Salisilat, asetaminofen, digitalis, aminofilin Gas toksik : Karbon monoksida, gas toksik iritan Zat kimia industri : Metil alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon Zat kimia pertanian : Insektisida Makanan : Singkong, jengkol, bongkrek Bisa ular atau serangga KRITERIA DIAGNOSIS Onset yang mendadak Umur biasanya 15 th Riwayat adanya pica atau keracunan sebelumnya Stres lingkungan yang kuat Melibatkan sistem organ Perubahan tingkat kesadaran Gejala klinis tidak khas untuk penyakit tertentu Tanda vital Takikardia : Alkohol, teofilin, amfetamin, kokain, antikolinergik Bradikardia : Digitalis, barbiturat, kolinergik, narkotik Takipnea : Amfetamin, karbon monoksida, salisilat Bradipnea : Etanol, barbiturat, narkotik Apnea : Botulismus, fosfat organik Wheezing : Fosfat organik, hidrokarbon Hipertermia : Salisilat, hidrokarbon, amfetamin, teofilin, antikolinergik Hipotermia : Barbiturat, fenotiazid, narkotik, etanol Neuromuskular Koma : Narkotik, hipnotik sedatif, alkohol, barbiturat, karbon monoksida, antikolinergik Ataksia : Dilantin, benzodiazepin, etanol, barbiturat Kejang : Teofilin, kamper, amonia, isoniazid, kokain Reaksi distonik : Fenotiazid, haloperidol Paralisis : Botulismus, logam berat Mata Miosis : Opiat, barbiturat, fenotiazid, fosfat organik Midriasis : Amfetamin, kokain, antikolinergik Nistagmus : Dilantin

19

Kulit Kering dan hangat : Antikolinergik Berkeringat banyak : Fosfat organik, amfetamin, jamur, salisilat, kokain Sianosis : Methemoglobinemia, hipoksia, karbon monoksida Kemerahan : Antikolinergik, borat, amfetamin Saluran cerna Ileus Muntah Retensi urin Bau nafas Aseton Alkohol Bitter almond Bawang putih Buah-buahan Hidrokarbon Jengkol

: Antikolinergik, narkotik : Teofilin, kaustik, salisilat, besi, keracunan makanan : Antikolinergik

: : : : : : :

Aseton, metil alkohol, salisilat Etanol Sianida Arsen, fosfor, fosfat organik Amil nitrit, metanol Hidrokarbon (minyak tanah, terpentin, bensin) Jengkol

PEMERIKSAAN PENUNJANG Berdasarkan kasus perkasus Darah lengkap, analisis gas, osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati EKG Foto toraks/abdomen Skrining toksiokologi untuk kelebihan dosis obat Tes toksikologi kuantitatif TERAPI Prinsip terdiri dari 4 tahap Suportif Setelah penilaian kondisi penderita, langkah ABC resusitasi harus segera dilaksanakan untuk mempertahankan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat, sebelum dilakukan penanganan lain Dekontaminasi (mencegah absorbsi racun lebih lanjut) Mata/kulit Basuh dengan air mengalir Jangan menggunakan antidotum kimia Terinhalasi Jauhkan segera dari sumber racun, O2, dan bila perlu pernafasan buatan Suntikan/gigitan ular

20

Pasang tourniquet di bagian proksimal, kompres dingin, dan penderita diimobilisasi Tertelan Perangsangan muntah Indikasi Racun sangat toksik dalam jumlah membahayakan Menelan racun < 4 jam Anak sadar dan kooperatif Kontraindikasi Keracunan zat korosif, hidrokarbon Penderita tidak sadar, kejang Tidak ada refleks muntah Cara Rangsang mekanik Sirup ipekak : Dosis 15 ml (anak < 1 th : 10 ml) (onset 20 menit, kurang disukai karena bau) Bilas lambung Tidak sebaik rangsang muntah pemasangan NGT menimbulkan trauma Pemberian arang aktif Umur (th) Dosis (g) Pelarut air (ml) Dewasa 50-100 200 12 35-75 150 10 30-65 120 7 25-50 100 3 15-30 65 1 12,5-25 50 Bubuk arang aktif dikocok dengan air sampai larut Dosis : 1-2 g/kgBB/dosis, p.o./pipa nasogastrik diberikan setelah pengosongan lambung, paling baik dalam jam pertama keracunan Dosis dialisis usus : dosis diatas, tiap 2 jam sampai feses berwarna hitam Katartik Indikasi Bila perangsangan muntah/bilas lambung merupakan kontaindikasi Menelan preparat lepas lambat atau tablet salut selaput Kontraindikasi Menelan zat korosif Bising usus (-) Disfungsi ginjal atau gangguan elektrolit Anak kecil/neonatus

21

Dosis Mg/Na sulfat : 250 mg/kgBB/dosis, p.o.atau Mg sitrat : 4 ml/kgBB/dosis, p.o., diikuti dengan arang aktif Laktulosa Umur (th) Dosis (ml) Dewasa 15-45 7-14 15 1-6 5-10 <1 5 Meningkatkan ekskresi racun Perangsangan diuresis Dialisis peritoneal/hemodialisis Hemoperfusi Antidotum spesifik Hanya tersedia untuk beberapa jenis racun (10%) Dapat efek toksik serius, karena itu penggunaannya dibatasi pada keracunan berat/jenis racun yang diketahui pasti, misalnya Organofosfat : Atropin Jengkol : Na bikarbonat Singkong/sianida : Na nitrat 3% + Na tiosulfat 25% DAFTAR PUSTAKA American Academiy of Pediatrics. Americans college of emergency physicians. Advanced pediatric life support. Elk Grove Village: American Academiy of Pediatrics, 1989; 13145. Baldwin GA. Toxicology. Handbook of pediatric emergencies. Boston: A Little Brown & Co, 1989; 358-78. de Villiers FPR. Emergency management of accidental poisoning. Practical management of paediatric emergencies; edisi ke-2. Johannesburgh: Department of child health University of the Witwatersrand, 1993; 111-22. Fleischer GR, Ludwig S, Silverman BK. Toxicology emergencies. Synopsis of pediatric emergency medicine. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996; 405 46. Olson KR. Comprehensive evaluation and treatment of poisoning and drug overdose. Dalam: Olson KR, Anderson IB, Blanc PD, dkk, penyunting Poisoning & drug overdose; edisi ke-2. San Francisco: Prentice-Hall International Inc, 1994; 158. Wong JCL. Acute poisoning. Dalam: Ling WYC, Hock JTS, penyunting. A practical manual on acute paediatrics. Singapore: PG Publishing, 1989; 30124.

22

KERACUNAN JENGKOL

BATASAN Keadaan terdapatnya gejala disuria, hematuria, dan kadang-kadang oliguria atau anuria, yang timbul setelah makan jengkol ETIOLOGI Asam jengkol KRITERIA DIAGNOSIS Riwayat makan jengkol Sakit perut, muntah, nyeri supra pubis dan disuria Nafas/urin berbau jengkol Oliguria atau anuria Hematuria (mikroskopik atau makroskopik) Ditemukannya kristal asam jengkol dalam urin PEMERIKSAAN PENUNJANG Urin lengkap Tes fungsi ginjal (ureum, kreatinin) Analisis gas darah Pencitraan ginjal dan saluran kemih, bila diduga ada tanda obstruksi akut (foto polos abdomen, USG, IVP) PENYULIT GGA Hidronefrosis akibat obstruksi akut Asidosis metabolik TERAPI Kasus ringan Minum banyak Tablet Na bikarbonat 1 mg/kgBB/hari, atau 1-2 g/hari Kasus berat Dirawat/ditangani sebagai kasus GGA Bila terjadi retensi urin segera kateterisasi dan buli-buli dibilas dengan bikarbonat 1,5% Pada oliguria infus cairan dekstrosa 5% + NaCl 0,9% (3:1) Pada anuria dekstrose 510% (kebutuhan cairan seperti GGA) Na bikarbonat 25 mEq/kgBB dalam dekstrosa 5% per infus selama 48 jam Diuretik dapat diberikan (misal : Furosemid 12 mg/kgBB/hari) Bila dengan cara di atas tidak berhasil dialisis peritoneal

23

PROGNOSIS Umumnya baik Mortalitas 6% SURAT PERSETUJUAN Diperlukan DAFTAR PUSTAKA Alatas H. Acute renal failure due to jengkol intoxication in children. Pediatr Indones 1994;34: 1649. Suharjono, Sadatun. Djengkol intoxication in children. Pediatr Indones 1968;8: 205. Suharjono. Djengkol intoxication. Literature review. Pediatr Indones 1967;7: 904. Tambunan T. Keracunan jengkol pada anak. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, penyunting. Nefrologi anak jilid I. Jakarta: FKUI, 1993; 199208.

KERACUNAN SINGKONG

BATASAN Keadaan timbulnya gejala toksik beberapa jam sesudah makan singkong ETIOLOGI Asam sianida (HCN) KRITERIA DIAGNOSIS Sakit kepala, mual, sesak nafas, sianosis Keadaan berat : Kejang, koma, pernafasan agonal, kolaps kardiosvaskular dan asidosis laktat Saturasi O2 darah vena PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah : Analisis gas , saturasi O2 vena, laktat serum Pemeriksaan kadar sianida jarang dilakukan karena pemeriksaannya memerlukan waktu PENYULIT Asidosis metabolik Sekuele neurologik

24

TERAPI Gawat darurat Pertahankan jalan nafas, O2 dan bila perlu lakukan bantuan nafas, atasi koma, hipotensi atau kejang bila ada Pasang infus, monitor tanda vital dan EKG dengan ketat Spesifik Segera berikan Na nitrit 3% 0,3 ml/kgBB (maks. 10 ml), i.v. perlahan-lahan Na tiosulfat 25% 1 ml/kgBB/i.v. Dekontaminasi Diluar rumah sakit : Arang aktif Di rumah sakit : Segera pasang pipa nasogastrik, berikan arang aktif dan lakukan bilas lambung. Setelah bilas lambung, beri tambahan arang aktif dan katartik DAFTAR PUSTAKA American Academy of Pediatrics. American college of emergency physicians. Advanced pediatric life support, 1989; 13145. Baldwin GA. Toxicology. Handbook of pediatrics emergencies. Boston: Little Brown & Co 1989; 358-78. Fleischer Gr, Ludwig S, Silverman BK. Toxicology emergencies. Synopsis of pediatric emergency medicine. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996; 405 46.

KERACUNAN TEMPE BONGKREK

BATASAN Keadaan terdapatnya gejala kelumpuhan saraf kranialis yang bersifat progresif dan desendens setelah memakan tempe bongkrek ETIOLOGI Terkontaminasinya bahan tempe bongkrek oleh Clostridium botulinum atau Bacterium cocovenas yang akan mengubah gliserin menjadi racun toksoflavin KRITERIA DIAGNOSIS Gejala timbul 18-36 jam setelah makan tempe bongkrek yang telah terkontaminasi Gejala awal : Sakit tenggorokan, sakit kencing dan keluhan saluran cerna Gejala lanjut : Diplopia, ptosis, disartria, dan kelemahan saraf kranialis lainnya, diikuti dengan paralisis desendens progresif dan akhirnya henti nafas Mental tetap baik, sensorik baik 25

Pupil dilatasi, dan refleks cahaya (-)/normal EMG : Konduksi normal, potensi aksi motor

DIAGNOSIS BANDING Miastenia gravis Sindroma Guilland Barre PEMERIKSAAN PENUNJANG EMG LP (bila diduga infeksi intrakranial) Pemeriksaan toksin dalam serum/tinja jarang dilakukan karena pemeriksaannya memerlukan waktu PENYULIT Kelemahan otot pernafasan henti nafas mendadak TERAPI Gawat darurat Pertahankan jalan nafas (bila perlu bantuan nafas) Observasi ketat adanya gagal nafas karena dapat terjadi henti nafas tiba-tiba Spesifik Antitoksin botulisme Guanidin hidroklorid 1535 mg/kgBB/hr, dalam 3 dosis (berguna untuk menghilangkan blokade neuromuskular) Dekontaminasi Diluar rumah sakit : Perangsangan muntah Di rumah sakit : Bilas lambung, berikan arang aktif dan katartik PROGNOSIS Buruk, bila paralisis otot pernafasan (karena tidak dapat diatasi dengan guanidin hidroklorid) DAFTAR PUSTAKA American Academiy of Pediatrics. Americans college of emergency physicians. Advanced pediatrics life support. Elk Grove Village: American Academiy of Pediatrics, 1989; 13145. Baldwin GA. Toxicology. Handbook of pediatrics emergencies. Boston: Little Brown & Co, 1989; 358-78. Fleischer GR, Ludwig S, Silverman BK. Toxicologic emergencies. Synopsis of pediatric emergency medicine. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996; 4056.

26

KERACUNAN MINYAK TANAH

BATASAN Keadaan timbulnya gejala gangguan pernafasan setelah tertelan atau teraspirasi minyak tanah ETIOLOGI Senyawa hidrokarbon golongan alifatik KRITERIA DIAGNOSIS Riwayat menelan minyak tanah Gejala awal aspirasi ke paru : Batuk, rasa tercekik dikuti dengan takikardia dan takipnea. Dalam waktu 6 jam timbul merintih, pernafasan cuping hidung, retraksi dan mengi Gejala akibat tertelan : Mual, muntah, diare, dan nyeri perut Gejala SSP : Somnolen, sakit kepala, kebingungan Foto toraks : Gambaran pneumonitis PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto toraks PENYULIT Pneumonia aspirasi Edema paru akut Sindroma distres pernafasan akut Gangguan keseimbangan asam basa TERAPI Gawat darurat O2 lembab bila ada tanda kelainan paru (bila perlu bantuan nafas). Bila kelainan paru cukup berat, sebaiknya rawat di PICU Atasi bronkospasme dengan bronkodilator (nebulizer) Suportif Tanpa kelainan klinis/radiologik observasi minimal 4 jam Bila foto toraks ulangan setelah 4 jam normal boleh pulang Antibiotik : Pneumonia berat dengan febris atau leukositosis, gangguan gizi, dan penyakit paru sebelumnya atau defisiensi imun Kortikosteroid tidak bermanfaat untuk kerusakan paru Dekontaminasi Tidak perlu, karena pengosongan lambung risiko aspirasi DAFTAR PUSTAKA American Academy of Pediatrics. Americans college of emergency physicians. Advanced pediatrics life support. Elk Grove Village: American Academiy of Pediatrics, 1989; 13145.

27

Baldwin GA. Toxicology. Handbook of pediatrics emergencies. Boston: Little Brown & Co, 1989; 358-78. Fleischer GR, Ludwig S, Silverman BK. Toxicologic emergencies. Synopsis of pediatric emergency medicine. Baltimore: Williams & Wilkins 1996; 4056. Olson KR. Comperehensive evaluation and treatment of poisoning and drug overdose. Dalam: Olson KR, Anderson IB, Blanc PD, dkk, penyunting Poisoning & drug overdose; edisi ke-2. San Francisco: Prentice-Hall International Inc, 1994; 158. Wong JCL. Acute poisoning. Dalam: Ling WYC, Hock JTS, penyunting. A practical manual on acute paediatrics. Singapore: PG Publishing, 1989; 301 24.

KERACUNAN INSEKTISIDA

BATASAN Keadaan terdapatnya gejala gangguan cerna, susunan saraf pusat/ simpatis setelah menelan, terinhalasi atau kontak kulit lama dengan insektisida ETIOLOGI Fosfat organik : Malation, paration Chlorinated hydrocarbon : Aldrin, endrin, DDT

FOSFAT ORGANIK

KRITERIA DIAGNOSIS Riwayat terpajan insektisida Klinis Gejala SSP : Sakit kepala, ataksia, kejang, koma Tanda nikotinik : Muscle twitching, kelemahan otot, paralisis dan tremor Tanda muskarinik : Salivation, lacrimation, urination, defecation, gastrointestinal cramp, emesis (SLUDGE), berkeringat Miosis, bradikardia, bronkorea, bronkospasme Aktivitas pseudokolinesterase plasma dan asetilkolin eritrosit PEMERIKSAAN PENUNJANG Pengukuran aktivitas pseudokolinesterase plasma dan asetilkolin esterase eritrosit (bila memungkinkan)

28

TERAPI Gawat darurat Pertahankan jalan nafas, O2 (bila perlu bantuan nafas) Awasi terjadinya henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan Atasi pneumonitis hidrokarbon, kejang atau koma (bila ada) Observasi minimal 6-8 jam untuk menyingkirkan gejala lambat akibat absorpsi toksin lewat kulit Spesifik Atropin sulfat 0,050,1mg/kgBB, i.v (maks : 2 mg), diulang tiap 1030 menit sampai terjadi atropinisasi, pertahankan 24-48 jam atau sampai tidak timbul gejala keracunan lagi Pemberian cara lain : Setelah dosis awal, atropin diberikan dengan infus kontinyu 0,020,05 mg/kgBB/jam Pada keracunan berat (bila terdapat kelemahan otot dan twitching) + pralidoksim 25-50 mg/kgBB dalam 250 ml NaCl 0,9%, dalam 30 menit infus kontinyu 10-15 mg/kgBB/jam larutan 1-2% Dekontaminasi Kulit dan mata Buka pakaian dan cuci daerah yang terkontaminasi dengan air. Bila mengenai mata, irigasi dengan air atau NaCl fisiologis Tertelan Diluar rumah sakit : Arang aktif Di rumah sakit : Arang aktif dan katartik

CHLORINATED HYDROCARBON

KRITERIA DIAGNOSIS Riwayat terpajan dengan insektisida golongan chlorinated hydrocarbon Klinis Mual dan muntah Kebingungan, trauma, koma, kejang dan depresi pernafasan Gejala lambat : Kejang berulang, aritmia jantung, dan tanda kerusakan ginjal/hati Bila terjadi kerusakan ginjal : Urea N dan kreatinin Bila terjadi kerusakan hati : SGOT/SGPT , hipoglikemia dan waktu protrombin memanjang PEMERIKSAAN PENUNJANG Cholorinated hyrocarbon serum (bila memungkinkan) Ureum, kreatinin, SGOT/SGPT, waktu protombin dan gula darah EKG

29

TERAPI Gawat darurat Pertahankan jalan nafas, O2 (bila perlu bantuan nafas) Atasi kejang, koma dan depresi pernafasan (bila ada) Aritmia ventrikular berikan penghambat Monitor EKG, observasi penderita minimal 68 jam Dekontaminasi Kulit dan mata Lepaskan pakaian dan cuci kulit yang terkontaminasi dengan sabun dan air. Bila mengenai mata, irigasi dengan air atau NaCl 0,9% Tertelan Diluar rumah sakit : Arang aktif Di rumah sakit : Arang aktif dan katartik Ekskresi toksin Pemberian ulang arang aktif/kolesteramin (bila perlu, untuk memutuskan siklus enterohepatik) DAFTAR PUSTAKA American Academy of Pediatrics. Americans college of emergency physicians. Advanced pediatrics life support. Elk Grove Village: American Academiy of Pediatrics, 1989; 13145. Baldwin GA. Toxicology. Handbook of pediatrics emergencies. Boston: Little Brown & Co, 1989; 358-78. Fleischer GR, Ludwig S, Silverman BK. Toxicologic emergencies. Synopsis of pediatric emergency medicine. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996; 4056. Olson KR. Comperehensive evaluation and treatment of poisoning and drug overdose. Dalam: Olson KR, Anderson IB, Blanc PD, dkk, penyunting Poisoning & drug overdose; edisi ke-2. San Francisco: Prentice-Hall International Inc, 1994; 158. Wong JCL. Acute poisoning. Dalam: Ling WYC, Hock JTS, penyunting. A practical manual on acute paediatrics. Singapore: PG Publishing 1989; 301 24. HIPOTERMIA BATASAN Suhu tubuh < 350C (core temperature) KLASIFIKASI Klinis : Hipotermia ringan (32350C) Hipotermia sedang (28320C) Hipotermia berat (< 280C) Etiologi : Induced hypothermia Accidental hypothermia

30

ETIOLOGI Kecelakaan Drug induced Infeksi Nutrisia Kardiovaskular SSP Renal Endokrin

: : : : : : : :

Tenggelam Barbiturat, anti depresan, anestesia, etanol, fenotiazid Meningitis, sepsis, pneumonia Malnutrisi Gagal jantung, emboli paru Trauma kepala, neoplasma Uremia Hipoglikemia, ketoasidosis diabetika, miksedema

KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan pengukuran suhu tubuh yang akurat PEMERIKSAAN PENUNJANG Diperlukan untuk memantau perjalanan penyakit, mencari penyebab dan mendeteksi penyulit PENYULIT Disfungsi hipotalamus TERAPI Umum Pertahankan jalan nafas dan oksigenasi optimal (bila perlu ventilator) Kompresi jantung luar pada fibrilasi ventrikel atau asistole Infus NaCl 0,9% atau RL yang telah dihangatkan Koreksi hipoglikemia, gangguan elektrolit dan bila perlu koreksi asidosis Atasi bradikardia dengan atropin sulfat dan/atau isoprenalin Atasi infeksi dengan antibiotik spektrum luas Khusus Pemanasan eksternal pasif Pada anak besar dan hipotermia ringan Letakkan dalam ruangan hangat (> 250C), tutup dengan selimut hangat Pemanasan eksternal aktif Rendam tubuh dalam bak air panas (40-450C), kecuali ekstremitas Selimut elektrik atau botol berisi air panas Pemanasan pusat tubuh aktif (untuk hipotermia sedang-berat) Inhalasi O2 yang dihangatkan (40-450C) Dialisis (hemodialisis, peritoneal) Irigasi mediastinal atau intragastrik Oesopheageal thermal tube Pemanasan darah ekstrakorporeal (cardiopulmonary bypass)

31

PROGNOSIS Mortalitas rumah sakit 20-85% (tergantung berat hipotermia, waktu sampai mendapat pertolongan, derajat hipotensi, dan kondisi lain yang menyertainya) DAFTAR PUSTAKA American Academy of Pediatrics. Americans college of emergency physicians. Advanced pediatrics life support. Elk Gove Village: American Academiy of Pediatrics, 1989; 13145. Aun C. Thermal syndromes. Dalam: Oh TE, penyunting. Intensif care manual; edisi ke-3. Toronto: Butterworths, 1990; 46769. Holbrook PR. Cold syndromes. Textbook of pediatric critical care. Philadelphia: WB Saunders Co, 1993; 104850.

32

Tabel 52. Penatalaksanaan Keracunan zat Tertentu


RACUN ASAM ANTIDOTUM - Air sangat lambat untuk menetralkan racun - Susu magnesia, susu atau putih telur sebagai bufer untuk membatasi kerusakan - Jangan menggunakan soda bikarbonat menghasilkan karbondioksida dan panas luka bakar - Petidin untuk sakit - Rujuk untuk endoskopi menilai kerusakan esofagus dan lambung - Air untuk menetralkan. Susu atau susu magnesia sebagai bufer - Jangan menggunakan asam untuk menetralkan reaksi menimbulkan panas luka bakar - Petidin untuk nyeri - Rujuk untuk esofagoskopi menilai kerusakan esofagus dan lambung - Monitor glukosa darah. Beri Dekstrosa 25%, jika terdapat hipoglikemia - Rehidrasi i.v. dapat membantu - Rangsang muntah beri arang aktif - Klorpromazin 1 mg/kgBB i.m. atau i.v.. Asidifikasi urin dengan amonium klorida - Pertimbangkan peritoneal atau hemodialisis - Vit. K 10 mg i.v. - Transfusi fresh frozen plasma jika terdapat perdarahan - Darah lengkap juga dapat diberikan - Bilas lambung dengan Na bikarbonat 1% - Cairan yang banyak diberikan i.v. - Asidosis metabolik (pH < 7,0) Na bikarbonat i.v. Monitor jantung dan respirasi - Simptomatik. Menimbulkan takikardia, hipertensi, hiperpireksia dan mania - Pertimbangkan fisostigmin salisilat (bila ada) pada kasus berat karena over dosis, tetapi harus hati-hati - Simtomatik, suportif dan flumazenil jika berat - Susu dan air untuk mengencerkan dan menetralkan - Rangsang muntah atau bilas lambung - Na tiosulfat 5% menginaktifkan Na hipoklorit

ALKALI

ALKOHOL

ALKALOID AMFETAMIN

ANTIKOAGULAN

ASPIRIN

ATROPIN & BELADONA

BENZODIAZEPIN BLEACH/Pemutih (Na hipoklorit)

33

KAMFOR

- Rangsang muntah berikan arang aktif - Diazepam untuk mengontrol kejang - Beri udara segar dan O2 100% - Awasi 48 jam walaupun sudah tampak membaik - Atropin 0,025 mg/kgBB, diulang setiap 5-10 menit sampai penderita mengalami atropinisasi (nadi meningkat dan pupil dilatasi) - Jangan menggunakan pralidoksim (2-PAM); obidoksim (toksogonin) atau kolinesterase-reaktivator karena dapat memperburuk gejala

KARBON MONOKSIDA KARBAMAT

CHLORINATED HYDROCARBON [DDT, benzena heksaklorid, lindane (gamma BHC), aldrin, dieldrin] - Bilas lambung. Antikonvulsan (diazepam). Hindari susu atau minyak karena dapat meningkatkan absorpsi - Methylene blue untuk methemoglobinemia Asetilsistein i.v. (bila ada) atau karbosistein oral untuk mencegah kerusakan hepar pada kasus yang berat ETHYLENE GLYCOL - Bilas lambung diikuti Ca glukonas 10% untuk mempresipitasi asam oksalat. Alkohol p.o. atau i.v. menghambat oksidasi dari etilen glikol dan mempermudah ekskresi Simptomatik. Hemodialisis pada kasus yang berat - Jika diduga, beri desferoksamin i.v. dan periksa warna urin, jika berubah menjadi merah muda bilas lambung dengan Na bikarbonat 1%, foto abdomen sebelum dan sesudah bilas untuk memastikan adanya tablet besi radioopak. Beri desferoksamin per NGT (untuk mengikat besi dari lambung) dan i.v. 15 mg/kgBB/jam perlahan-lahan maks. 80 mg/kgBB/hari). (100 mg desferoksamin mengikat 8,5 mg besi elemental)

FERO SULFAT

- 150 tablet fluor 0,25 mg aman untuk anak, jika > 150 tablet, berikan susu, air kapur atau Ca klorid diikuti dengan pencahar Mg sulfat (garam Inggris) - Ca glukonat i.v. untuk tetani -----------------------------------------------------------------------------------------------------LOGAM BERAT (arsen, antimon, bismut, emas, air raksa) - Dimerkaprol (BAL) atau d-Penisilamin untuk mengikat ion logam - Terapi simptomatik ASAM HIDROSIANIK atau SIANIDA - Kelocyanor atau Tri-pac Cyano yang mengandung amil nitrit untuk inhalasi (bila ada), Na nitrit 3% i.v. dan Na tiosulfat i.v. untuk pemberian segera - Bilas lambung dengan larutan K-permanganat 1:10.000 - Hilangkan bekuan, cuci kulit dengan sabun dan air

FLUOR

34

menggunakan sarung tangan - Jika penderita mampu melewati penyembuhannya sangat baik INSEKTISIDA

masa

krisis,

- Lihat : Karbamat (Carbaryl) Organofosfat (Malathion) Chlorinated hydrocarbon (DDT, gamma BHC) - Bilas lambung dengan larutan Mg sulfat (15 g/l air) - Ca glukonat dapat menghilangkan kolik. Ca dosis tinggi dan vit D merangsang deposisi timah di tulang, -d-penisilamin p.o. dapat mengikat timah dan dapat digunakan juga dimerkaprol i.m.

TIMBAL/TIMAH

METHEMOGLOBINEMIA - Methylene Blue 1% dosis 1-2 mg/kgBB i.v. METIL SALISILAT (minyak wintergreen, minyak gandapura) - Terapi seperti keracunan aspirin yang berat

MORFIN & NARKOTIK ANALGETIK lain (petidin, kodein, heroin, pentazosin) - Nalokson HCl 0,01 mg/kgBB i.v. diulang setiap beberapa menit sampai pupil dilatasi dan respirasi normal - Pada neonatus, Nalokson neonatal dapat diberikan 0,020,04 mg i.v.. Monitor sambil dihangatkan-dapat menimbulkan koma OPIAT - Lihat morfin ORGANOFOSFAT (Malathion, Baygon, Diazinon-TEEP) - Bebaskan jalan nafas, bila perlu intubasi - Atropin 0,025-0,05 mg/kgBB i.v. diulang setiap beberapa menit sampai terjadi atropinisasi - Untuk menurunkan absorpsi di kulit, hilangkan bekuan dan cuci kulit. Bilas lambung bila tertelan. Pertimbangkan memakai Toksogonin pada kasus tertentu (bila ada) PARASETAMOL - Kosongkan lambung secepat mungkin - Arang aktif sangat efektif, hindari bila akan digunakan antidotum oral (karbosistein); antidotum i.v. dapat pula digunakan (asetilsistein) - Ukur kadar parasetamol darah setelah 4 jam, bila diatas kadar hepatotoksik asetilsistein i.v. (Parvolex) sebelum 10 jam (bila ada) - Periksa fungsi hati, waktu protrombin, dan glukosa darah tiap 12 jam - Overdosis berat terapi di PICU - Hindari rangsang muntah atau bilas lambung - Puasa 12-24 jam, atau sampai anak muntah spontan - Foto toraks bila terjadi aspirasi (mungkin tidak ada kelainan dalam 24 jam pertama)

PARAFIN

35

- Jangan memberikan antibiotik, kecuali jika ada super infeksi - Hindari pemakaian steroid - Simptomatik PARAQUAT & DIQUAT - Arang aktif diikuti bilas lambung berulang dengan larutan Bentonit 1% 200 ml atau suspensi Fuller 30% (bila ada), ulang 2 kali/hari selama 48 jam - Anti oksidan (vitamin C dan E) dosis tinggi diberikan secara dini - Hemodialisis atau hemoperfusi sesudah diberikan arang aktif - Terapi semua kasus secepatnya, bila tidak akan terjadi alveolitis pulmonal ireversibel FENOL - Bilas lambung dengan minyak zaitun atau minyak jarak/kastroli untuk melarutkan fenol sebelum fenol tersebut merusak membran mukosa lambung - Hilangkan fenol dari kulit dengan minyak zaitun atau minyak kastroli kemudian cuci dengan air dan sabun - Terapi simptomatik

FENOTIAZIN (Stemetil, sparine, largactil) - Bilas lambung - Posisi kepala rendah, untuk mengatasi hipotensi - Gejala ekstrapiramidal : Difenhidramin 1 mg/kgBB i.v. atau biperidin (Akineton) 0,1 mg/kgBB i.v. (bila ada) ANTIDEPRESAN TRISIKLIK (imipramin, amitriptilin) - Rangsang muntah atau bilas lambung - 1 gram arang aktif dapat mengabsorpsi 250 mg imipramin - Diazepam bila ada kejang - Anti aritmia sesuai dengan kelainan denyut jantung - Seringkali diperlukan perawatan intensif

36

TERAPI SIMTOMATIK Jika sumber racun tidak diketahui, atasi gejala yang timbul 1. Depresi pernafasan Bebaskan jalan nafas Bantuan nafas dan beri O2 Beri nalokson (Narcan) jika diduga overdosis narkotika; flumazenil (Anexate) jika diduga overdosis benzodiazepin 2. Syok Posisi kaki lebih tinggi dari tempat tidur Beri cairan untuk menambah volume intravaskular; monitor CVP (bila ada) dan output urin. Obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah hanya digunakan pada keadaan khusus 3. Kejang Diazepam atau klonazepam (Rivotril) i.v. Fenitoin i.v. aman jika diberikan perlahan-lahan Untuk status konvulsivus diatasi dengan anestesia umum 4. Nyeri Nyeri hebat gunakan analgetik narkotik 5. Aritmia jantung Anti-aritmia sesuai dengan kelainan klinis dan EKG 6. Keseimbangan air dan elektrolit Monitor dan koreksi secara hati-hati Periksa AGD Diuresis paksa menggunakan furosemid 7. Hipotermia Selimuti penderita dengan selimut untuk mencegah kehilangan panas. Selimut plastik mungkin lebih efektif tetapi hal ini dapat membahayakan anak jika menutupi wajahnya karena anak menjadi sulit bernafas ANTIDOTUM SPESIFIK Hanya sedikit antidotum spesifik yang ada (5-10%), tetapi sebaiknya tersedia pada setiap Bagian GAWAT DARURAT 1. Asetilsistein (Parvolex) Overdosis parasetamol berat, i.v. tidak dilakukan jika kadar parasetamol serum dibawah kadar toksik Selalu lakukan bilas lambung dan pemberian arang aktif Jika asetilsistein tidak tersedia antidotum oral, karbosistein Jangan memberi arang aktif jika menggunakan obat p.o.

37

2. Adrenalin Untuk anafilaktik akut digunakan larutan 1:1.000 Untuk edema glotis, encerkan 1:10 dalam larutan NaCl fisiologis i.v. perlahan-lahan 3. Amonium klorida Asidifikasi urin untuk mempercepat ekskresi amfetamin dan fensiklidin 4. Atropin sulfat 2 mg untuk mengatasi gejala kolinergik karena overdosis insektisida organofosfat dan karbamat, dan beberapa kasus keracunan jamur dimana gejala kolinergik merupakan gejala predominan Dosis 0,025-0,05 mg/kgBB i.v. setiap 5 menit sampai penderita mengalami atropinisasi. Selanjutnya setiap 3 jam 5. Kalsium glukonat 10% Untuk overdosis fluor dan menetralkan spasme otot karena gigitan laba-laba black widow Untuk hipokalsemia berat. Dosis 0,2 ml/kgBB i.v. perlahan-lahan. Diulang jika perlu 6. Minyak Jarak/Kastroli Untuk keracunan fenol, untuk menghilangkan fenol dari kulit dan mengurangi absorpsi setelah tertelan Dosis 1 ml/kgBB p.o., diikuti dengan Na sulfat 7. Antidotum Sianida Tri-Pac-Cyano (Covan Pharmaceuticals 012 541-2033) mengandung : Amil-nitrit 0,3 ml untuk inhalasi 100 ml larutan Na tiosulfat 50% untuk injeksi Na nitrit 3% untuk injeksi Cara penggunaan : Pecahkan tabung amil nitrit diatas kasa/sapu tangan, berikan kepada penderita untuk diinhalasi dengan nafas dalam Selanjutnya beri 10 ml larutan Na nitrit i.v. dalam 3 menit, diikuti 5 menit kemudian dengan 50 ml larutan Na tiosulfat i.v. (dosis dewasa) Jika perlu dapat diulang setelah 2 jam Kelocyanor (Restan Labs 789-3978) hanya digunakan jika penderita sudah pasti keracunan karena sianida 8. Dantrolen Merupakan pelemas otot yang digunakan untuk hipertermia maligna yang diinduksi oleh anesthesi

38

9. Desferoksamin (Desferal) Vial 500 mg + 5 ml air steril untuk membuat larutan 10% Untuk keracunan dan overload zat besi setelah transfusi darah yang berulang 10. Diazepam Untuk kejang (10 mg/2 ml) Dosis anak 0,2 mg/kgBB i.v. atau Klonazepam (Rivotril) 0,02 mg/kgBB i.v. perlahan-lahan 11. Dimerkaprol (BAL) 50 mg dalam 5 ml minyak untuk i.m. pada keracunan air raksa, timah, dan arsen Harus diberikan dalam 4 jam setelah keracunan 1. Susu Kental (Evaporated milk) Susu kental atau susu sapi yang tidak diencerkan digunakan sebagai bufer untuk zat korosif yang tertelan 13. Flumazenil (Anexate) Antagonis benzodiazepin : Menggantikan benzodiazepin dari reseptornya Waktu paruh pendek (53 menit) sering diulang 14. Furosemid Diuretik untuk edema paru atau overload intravaskular 15. Glukagon 1 mg ampul i.v. untuk meningkatkan gula darah pada koma hipoglikemia (dosis sama dengan dewasa) 16. Lignokain Untuk henti jantung dan aritmia tertentu 17. Arang aktif (Activated Charcoal) Digunakan sesegera mungkin setelah penderita menelan racun Biasanya 100 g + 400 ml air untuk dewasa, 50 g + 200 ml air untuk anak Pada beberapa kasus dosis ulangan dapat diberikan (Charcoal gut dyalisis) 18. Methylene blue 1% Dosis 1-4 mg/kgBB i.v. Untuk Methemoglobinemia. Jangan diberikan secara s.k., i.m. atau intratekal

39

19. Susu Magnesia Sebagai bufer untuk keracunan zat korosif yang tertelan. Merupakan Laksatif ringan 20. Nalokson HCl (Narcan-Boots) (0,4 mg/1 ml/ampul) Antagonis spesifik untuk narkotik (morfin, heroin, kodein, pentazosin, difenoksilat dan propoksifen) Ingat banyak obat batuk anak mengandung kodein Dosis : 0,01 mg/kg i.v., i.m. atau s.k. setiap 2-3 menit sampai sensorium dan respirasi membaik Setelah itu setiap 3 jam selama 12-24 jam Penggunaan pada pecandu narkotik dapat menyebabkan gejala ketagihan berat yang mengancam nyawa 21. Nalokson HCl Neonatal (Narcan Neonatal-Boots)(0,04 mg/2 ml amps) Dosis : 0,01 mg/kg i.v., i.m. atau s.k. setiap 2-3 menit sampai terdapat perbaikan respirasi, selanjutnya diberikan setiap 3 jam. 22. Penisilamin (kapsul 250 mg) Untuk keracunan timah dan tembaga 23. Na Fenitoin (250 mg/5 ml ampul) (Epanutin) Untuk kejang dan aritmia tertentu Dosis anak : 3-5 mg/kgBB i.v. dalam 5 menit Dapat diulang hanya satu kali, setelah 30 menit, sesudah itu dosis rumatan 24. Na bikarbonat (ampul 1 mmol/ml) Untuk alkalinisasi urin pada keracunan salisilat, menetralkan asidosis metabolik berat Dosis tergantung derajat asidosis, biasanya 0,5-1 mmol/kgBB i.v. perlahan-lahan DAFTAR PUSTAKA de Villiers FPR. Emergency management of accidental poisoning. Practical management of paediatric emergencies; edisi ke-2. Johannesburgh: Department of child health University of the Witwatersrand, 1993; 111-22.

40

NILAI RUJUKAN NORMAL PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN DIATESIS HEMORAGIK Rumple Leede (Torniquet test) : Negatif < 5 petekia/2,5 x 2,5 cm Waktu perdarahan : 2 5 menit Waktu pembekuan : 6 11 menit Recalfication time : < 5 detik dari kontrol normal Protrombine consumpt.time : > 40 detik

PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN ASAM BASA (ASTRUP) pO2 : > 90 mmHg pCO2 darah arteri : 35-48 mmHg vena sentral : 35- 55 mmHg Standar bikarbonat : 22 26 mEq/L Base Excess : - 2,5 s/d 2,5 mEq/L Rumus koreksi asam basa BB (kg) x 0,3 x Base Excess (mEq/L)

Tabel 53. Nilai Hemoglobin, Eritrosit, Leukosit, Granulosit, Limfosit dan Monosit Berdasarkan Umur
Umur HEMOGLOBIN ERITROSIT LEUKOSIT GRANU- LIMFO- MONO3 x 1000/mm3 LOSIT g / 100 ml Juta/mm SIT SIT % % % Variasi Rata2 Variasi Rata2
18,0-26,5 13,4-19,2 12,1-17,3 9,8-16,2 10,6-15,4 9,6-14,9 9,7-14,2 9,4-14,3 10,5-13,8 10,1-13,3 10,1-14,3 11,0-13,5 22,2 16,1 15,4 11,9 12,7 11,9 11,6 11,7 11,7 11,6 12,4 12,5 4,76-6,95 4,32-6,14 4,08-6,05 3,65-5,22 3,87-5,39 3,96-5,32 3,95-5,26 4,11-5,59 4,19-5,96 4,43-6,02 4,38-6,16 4,47-5,80 6,28 5,55 5,25 4,55 4,83 4,63 4,69 4,89 4,97 5,10 5,05 5,17 20-30 10-18 8-15 8-14 8-14 6-12 6-12 6-10 6-10 6-10 6-10 6-10 50-75 40-45 30-40 30-40 30-40 30-40 35-45 40-50 50-65 50-65 50-60 50-60 20-25 40-45 45-60 45-60 45-60 45-60 40-45 40-45 20-35 20-35 25-35 25-35 5-15 4-8 2-6 2-6 2-6 2-6 2-6 2-6 2-6 2-6 2-6 2-6

Lahir 2 mgg 1 bl 3 bl 6 bl 1 th 2 th 4 th 6 th 8 th 10 th 12 th

NILAI NORMAL URIN Kejernihan : jernih Warna : kuning muda Berat jenis : 1,015-1,02 pH : 5,07,3 Protein : Bilirubin : Urobilin : /+ Gula : - /+ Endapan (pembesaran mikroskopik 400 x) ; Leukosit : 05/LPB Eritrosit : 03/LPB Epitel : 0-1/LPB

41

Tabel 54. Denyut Nadi Istirahat


Umur Batas Normal Rendah/ Menit
70 80 80 80 75 70 70 Pr 70 65 60 55 Lk 65 60 55 50

Tabel 55. Tekanan Darah Ratarata


Umur Sistole 2 SD
80 (16) 89 (29) 96 (30) 99 (25) 100 (25) 99 (20) 94 (14) 100 (15) 101 (15) 105 (16) 107 (16) 111 (17) 112 (18) 115 (19) 118 (19)

Ratarata/ Menit
125 120 110 100 100 90 90 Pr 90 85 80 75 Lk 85 90 75 70

Batas Normal Tinggi/ Menit


190 160 130 120 115 110 110 Pr Lk 110 105 105 100 100 95 95 90

Diastole 2 SD
46 (16) 60 (10) 66 (25) 64 (25) 67 (23) 65 (20) 55 (9) 56 (8) 56 (9) 57 (9) 57 (10) 58 (10) 59 (10) 59 (10) 60 (10)

Neonatus 1-11 bl 2 th 4 th 6 th 8 th 10 th

12 th 14 th 16 th 18 th

Neonatus 6 bl1 th 1 th 2 th 3 th 4 th 56 th 67 th 78 th 8-9 th 9-10 th 1011 th 11-12 th 1213 th 1314 th

Tabel 56. Rentang Respirasi per Menit Waktu Tidur/Bangun


Umur Tidur Bangun Perbedaan antara Tidur dan Bangun (Rata-rata)
37 16 12 8 6 3 5 6

612 bl 12 th 24 th 46 th 68 th 810 th 1012 th 1214 th

22-31 17-23 16-25 14-23 13-23 14-23 13-19 15-18

58-75 30-10 23-12 19-36 15-30 15-31 15-28 18-26

42

Tabel 57. Kecepatan Pernafasan per Menit


Umur (th)
0-1 1-2 3-4 4-5 5-6 6-7 7-8 8-9 9-10 10-11 11-12 12-13 13-14 14-15 15-16 16-17 17-18

Laki-laki Rata-rata + SD
31+8 26+4 25+4 24+3 22+2 21+3 20+3 20+3 19+2 19+2 19+3 19+3 19+2 18+2 17+3 17+2 16+3

Perempuan Rata-rata + SD
30+6 27+4 25+3 24+3 21+3 21+3 20+2 20+2 19+2 19+2 19+3 19+2 18+2 18+3 18+3 17+3 17+3

Tabel 58. Pertambahan Berat Badan dan Tinggi Badan (0-5 Tahun)
Umur
0-1 bl 1-2 bl 2-3 bl 3-4 bl 4-5 bl 5-6 bl 6-7 bl 7-8 bl 8-9 bl 9-10 bl 10-11 bl 11-12 bl 1-2 th 2-3 th 3-4 th 4-5 th

Pertambahan Tinggi Badan (cm)


3,8-4,4 3,2-3,7 2,8-3,2 2,4-2,6 2,2-2,3 1,9-2,1 1,6 1,4-1,5 1,3 1,3 1,3 1,2-1,3 10,8-12,8 6,7-9,7 6,0-7,6 5,6-7,3

Pertambahan Berat Badan (gram)


500-1.400 500-1.300 500-1.100 500-800 400-700 400-600 400-500 400-500 300-400 300-400 200-400 200-300 1.800-3.000 1.500-2.800 1.200-2.500 1.200-2.200

43

Tabel 59. Pola Perkembangan Bayi-Anak sampai Umur 5 Tahun


Umur
4 mgg

Perkembangan Motorik
Kepala merebah Tonic neck reflex Tangan mengepal

Adaptasi

Perkembangan Bahasa
Bersuara, memperhatikan bel

Perkembangan Sosial
Melihat muka orang

Melihat sekitarnya Mata mengikuti gerak-gerik tetapi terbatas 16 mgg Kepala tak merebah Mengikuti geraklagi gerik Letaknya simetris Melihat benda dan Tangan terbuka memegangnya bila diberikan 28 mgg Duduk dengan Memindahkan sokongan kedua kubus dari tangan tangan satu ketangan yang Memegang kubus, lain melihat dan menyentuh kancing 40 Duduk tanpa Bermain dengan mgg sokongan kedua dua kubus, yang tangan satu disentuhkan Merangkak dengan yang lain Mengangkat badan dengan kaki 1 th Berjalan dengan Memindahkan bantuan kubus kedalam Mengetahui arti cangkir kancing Memasukan dan mengambilnya dari botol 1-2 th Berjalan tanpa jatuh Mengeluarkan Duduk sendiri kancing dari botol dikursi kecil Meniru coretan Menyusun potlot lurus tumpukan dengan tiga kubus 2 th Berlari Meniru coretan Menyusun potlot lingkaran tumpukan dari 6 kubus 3 th Berdiri dengan satu Membuat jembatan kaki tanpa jatuh dengan tiga kubus Membuat tumpukan Meniru gambar dengan sepuluh silang kubus 4 th Benjinjit Membuat pintu gerbang dengan lima kubus Menggambar orang 5 th Berjinjit dengan kaki Dapat menghitung berganti-ganti 10 sen

Tertawa, membikin dan memperdengarkan suara Berteriak dengan senang/membuat suara Mendengarkan suaranya sendiri Mengucapkan satu perkataan Memperhatikan namanya

Bermain dengan tangan dan pakaian Mengenal botol Bersiap-siap untuk makan Bermain dengan kaki Bersiap-siap untuk makan

Dapat bermain-main yang sudah-sudah Dapat makan biskuit sendiri

Membantu waktu Dapat mengucapkan dua berpakaian atau lebih perkataan Memberikan mainan bila diminta

Berkata-kata tanpa arti Mengenal gambar

Dapat memakai sendok dengan sedikit tumpah Kencing dan buang air teratur

Memakai perkataan yang tidak berarti Mengerti beberapa petunjuk mudah Berbicara lengkap dalam kalimat Menjawab pertanyaan yang mudah Memakai kata penghubung Mengetahui kata tambahan

Dapat mengatakan hendak buang air atau kencing Bermain boneka Memakai sendok dengan baik Memakai sepatu sendiri Berjalan kian kemari Dapat mencuci dan mengeringkan muka Dapat disuruh atau mengerjakan sesuatu Bermain bersama Berbicara lancar Dapat memakai Bertanya: Mengapa pakaian tanpa ? bantuan Bertanya arti

44

pertanyaan

45

You might also like