You are on page 1of 130

Beberapa Atsar Ulama Salaf Dalam Menentang Para Penyelisih Sunnah

Monday, 16 May 2011 00:17 | Written by Administrator | Berkata pula Sahl At-Tustari sebagaimana yang disebutkan Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr dalam "hami bayanil 'ilmi" (2/1085): "tidaklah seseorang membuat sesuatu yang baru dalam ilmu melainkan dia akan ditanya tentangnya pada hari kiamat,jika mencocoki sunnah maka dia selamat,dan jika tidak maka celaka." Berkata pula Imam Utsman bin Sa'id Ad-Darimi rahimahullah: . "sesungguhnya ilmu bukanlah dengan banyak riwayat,namun cahaya yang Allah hunjamkan kedalam hati,syaratya adalah: mengikuti (sunnah), dan menjauhi hawa nafsu dan bid'ah." (Siyaru a'laam an-nubala:13/323) Berkata Al-Hafizh Ibnu Qudamah rahimahullah dalam dzammut ta'wil (38): "Beliau Shallallahu alaihi wa aalihi wasallam- berada diatas halan yang lurus, maka orang yang mengikuti jalannya pasti berada diatas jalan yang lurus ,maka wajib mengikutinya dan berhenti pada sesuatu yang Beliau berhenti padanya, dan diam dari sesuatu yang Beliau diam darinya." Apakah yang dimaksud jalan yang lurus -wahai saudaraku sekalian- yang senantiasa diminta oleh setiap yang shalat pada setiap raka'atnya baik yang wajib maupun yang sunnah agar Allah membimbingnya ke arah sana? Ungkapan para ulama dalam menjelaskan maknanya berdekatan,[1] Telah dikeluarkan Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya (1/75) dengan sanad yang hasan, bahwa Hamzah bin Mughirah berkata: aku bertanya kepada Abul Aliyah seorang tabi'I yang mulia- tentang firman Allah Ta'ala: () "tunjukilah kami jalan yang lurus." Beliau menjawab: itu daalah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan dua sahabatnya setelah meninggalnya: Abu Bakar dan Umar. Lalu akupun mendatangi Hasan (Al-Bashri) dan kau kabarkan tentang hal ini? Beliau menjawab: Beliau telah benar dan telah menasehati."

Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam "zaadul ma'aad" (1/69-70): "dari sinilah engkau mengetahui kebutuhan seorang hamba melebihi kebutuhan lainnya adalah mengenal Rasul Shallallahu alaihi wasallam dan apa yang beliau bawa, dan membenarkannya terhadap setiap apa yang Beliau kabarkan, dan mentaatinya terhadap setiap yang Beliau perintahkan, sebab tidak ada jalan menuju kebahagiaan baik di dunia maupun diakhirat, kecuali melalui tangan para rasul. Tidak ada jalan untuk mengetahui yang baik dan buruk secara rinci kecuali melalui mereka,tidak ada hidayah melainkan petunjuk mereka dan apa yang mereka bawa, mereka adalah timbangan yang benar yang mana setia ucapan,amalan, dan akhlak ditimbangan dengannya.Dengan mengikuti mereka akan terpisahkan antara orang yang mendapatkan hidayah dan orang yang sesat. Kebutuhan terhadap mereka lebih dari sekedar kebutuhan jasad terhadap ruhnya, kebutuhan mata terhadap cahayanya, kebutuhan ruh terhadap kehidupannya, kebutuhan apa saja yang diwajibkan bagi seorang hamba, maka kbutuhannya terhadap para rasul melebihi semuanya .." Hingga beliau berkata: jika kebahagiaan seorang hamba didua negeri (dunia dan kahirat) tergantung pada bimbingan Nabi Shallallahu alaihi wasallam,maka wajib atas setiap ayng menasehati dirinya dan senang akan keselamatan dan kebahagiannya, agarhendaknya dia mengenal petunjuk sejarah dan perjalanan Beliau shallallahu alaihi wasallam ,yang dengannya mengeluarkan seseorang dari tingkat kejahilan,dan memasukkan kedalam kelompok para pengikut dan pendukungnya. Manusia dalam hal ini ada yang mengmabil bagian yang banyak dan ada pula yang sedikit, ada yang tidak megambil bagiannya, dan semua keutamaan hanya ditangan Allah Azza wajalla, Allah berikan kepada siapa yang dia kehendaki, dan Allah yang memiliki keutamaan yang agung." (haqqun nabiy,Syaikh Al-Bukhari:32-34)

PERBEDAAN ANTARA KERASUKAN DAN SIHIR


Wednesday, 27 April 2011 22:27 | Written by Administrator |

Setiap orang yang kena sihir, maka dia telah dirasuki dan tidak sebaliknya. Sebelum menyebutkan perbedaan-perbedaaan antara sihir dan kerasukan, saya akan menyebutkan persamaan antara keduanya, sebagai berikut : Pertama : Orang yang kerasukan dan terkena sihir keduanya disebabkan karena penguasaan syaitan pada keduanya. Kedua : Orang yang kerasukan dan terkena sihir keduanya merasakan adanya gangguan jin secara umum. Ketiga : Orang yang tertimpa kerasukan dan sihir tidak memiliki obat yang lebih bermanfaat kecuali ruqyah yang syar'i. Ruqyah syar'i ini merupakan pengobatan yang paling manjur guna menangkal gangguan jin dan setan. Keempat : Sihir dan kerasukan bisa menimpa manusia secara umum, dan dapat memberi pengaruh pada akal, hati, badan, harta, keluarga dan temantemannya baik dalam perkara dunia maupun agamanya. Ke Lima : Kadang-kadang kerasukan dan sihir itu hanyalah persangkaan dan khayalan yang tidak ada wujudnya. Sebagian manusia hanya berprasangka bahwa dia kerasukan atau terkena sihir. Semua perkara tersebut diatas dapat dialami oleh kedua jenis gangguan yaitu sihir dan kerasukan. Adapun perbedaan antara kerasukan dan sihir, diantaranya adalah sebagai berikut: 1.Kerasukan terjadi karena penguasaan jin terhadap tubuh manusia yang merupakan ulah jin itu sendiri. Adapun sihir terjadi karena kesepakatan antara tukang sihir yang merupakan syaitan manusia bersama pelayannya, yaitu syaitan dari kalangan jin untuk menimpakan sihir kepada seorang manusia yang diinginkan oleh si tukang sihir. Jika seseorang terkena sihir, maka ini terjadi dengan kehendak Allah Subhaanahu wataaala. 2.Kebanyakan sihir itu datangnya dari manusia yang ingin melakukan perlawanan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain karena adanya permusuhan di antara mereka. Sedangkan kerasukan seringkali terjadi karena jin tersebut ingin melakukan balas dendam, rasa cinta yang dalam, atau hanya ingin mempermainkan orang tersebut atas keinginan jin itu sendiri. 3.Sihir terkadang datang dari tukang sihir itu sendiri atau atas permintaan seseorang agar tukang sihir tersebut menimpakan sihir pada orang lain dan permintaan ini dikabulkan oleh tukang sihir.

4.Kebanyakan orang yang tertimpa kerasukan adalah orang yang lalai atau pelaku maksiat, sedangkan kebanyakan yang terkena sihir adalah orangorang shaleh. Oleh karenanya, Rasulullah Shallallohu alaihi wasallam, pun tidak selamat dari sihir . (1) 5.Jin yang diutus oleh tukang sihir kepada seorang manusia, jika si tukang sihir itu meminta agar jin tersebut keluar dari tubuh manusia, maka terkadang dia akan keluar karena dia adalah pelayan tukang sihir. Namun terkadang pula dia enggan untuk keluar karena membangkang kepada tukang sihir. Berbeda jika jin itu sendiri yang merasuki manusia, tukang sihir itu tidak berkuasa untuk menyuruhnya keluar, maka hati-hatilah dari kecondongan (hati) kepada tukang sihir untuk mengeluarkan jin dari orang yang terkena sihir sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam risalah kami " I'laamu Al Haairi Bi Hukmi Halli As Sihri A'laa Yadi As Saahir" yang menjelaskan tentang sejauh mana makar tukang sihir dan syaitan terhadap orang yang datang kepada mereka. 6.Terkadang jin yang menjadi pelayan tukang sihir itu ingin keluar dari tubuh orang yang terkena sihir, tetapi ia dicegah oleh tukang sihirnya dan mengancam akan membunuh atau yang lainnya. Sehingga jin itu pun tidak bisa keluar kecuali jika Allah Subhaanahu wataaala. menghendaki. Adapun jin yang masuk dengan cara merasuki manusia, jika dia ingin keluar, maka dia akan keluar dengan izin Allah Subhaanahu wataaala.. 7.Tingkat gangguan jin terhadap manusia yang dirasuki atau disihir itu berbeda-beda. Jin yang menjadi pelayan tukang sihir melakukan tugas-tugas sesuai dengan tuntutan tukang sihir walaupun terkadang apa yang dia lakukan itu sangat menyakitkan dan membahayakan seperti membunuh, membuatnya buta, atau lumpuh sehingga tidak bisa berjalan atau mengurungnya di rumah. Sedangkan syaitan yang masuk untuk merasuki manusia, berat dan ringannya rasa sakit yang dirasakan orang yang kerasukan adalah dari kehendak jin itu sendiri. Terkadang dia merasakan sakit yang berat dan terkadang juga ringan. Semua ini terjadi dengan izin Allah Subhaanahu wataaala.. Catatan Kaki : (1)Tentang tersihirnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasalla, yang dilakukan oleh Labid bin A'Sham diriwayatkan dari hadits-hadits yang shahih, diantaranya diriwayatkan Imam Muslim dari hadits Aisyah radhiallahu anha. Namun perlu diketahui bahwa sihir tersebut tidak mempengaruhi akal beliau, dan tidak pula berpengaruh pada wahyu yang diturunkan kepadanya, namun hanya mempengaruhi fisik beliau, dimana beliau tidak mampu mendekati istrinya dalam kurun enam bulan lamanya. Lihat bahasan lengkap hal ini dalam kitab "meluruskan pemahaman tentang hadits sihir", karya Abu Karimah Askari bin Jamal. (Pen).

Benarkah Isra Miraj pada 27 Rajab?


Saturday, 02 July 2011 09:41 | Sebagian besar kaum muslimin, terkhusus di negeri ini meyakini bahwa peristiwa Isra Miraj jatuh pada malam 27 Rajab. Biasanya mereka isi malam itu dengan qiyamullail kemudian puasa pada siang harinya. Berbagai perayaan pun diadakan untuk memperingati peristiwa yang menjadi salah satu mujizat Nabi shallallahu alaihi wasallam tersebut. Benarkah Isra dan Miraj ini terjadi pada malam 27 Rajab? Para ulama sejak dahulu sudah membahas dan menerangkan permasalahan ini dalam kitab-kitab mereka. Dan kesimpulan dari keterangan mereka adalah: Bahwa tidak ada satupun dalil yang shahih dan sharih (jelas) yang menunjukkan kapan waktu terjadinya Isra dan Miraj. Para sejarawan sendiri berbeda pendapat dalam menentukan kapan waktu terjadinya peristiwa itu. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyatakan ada lebih dari sepuluh pendapat yang berbeda-beda dalam menentukan kapan waktu terjadinya Isra dan Miraj, di antaranya ada yang menyebutkan pada bulan Ramadhan, ada yang menyebutkan pada bulan Syawwal, bulan Rajab, Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, dan berbagai pendapat yang lain. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: Diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih dari AlQasim bin Muhammad bahwa Isra Nabi shallallahu alaihi wasallam terjadi pada 27 Rajab. Riwayat ini diingkari oleh Ibrahim Al-Harbi dan para ulama yang lain. Al-Allamah Abu Syamah rahimahullah dalam kitabnya, Al-Baits ala Inkaril Bida wal Hawaditsmenyebutkan bahwa terjadinya Isra bukan pada bulan Rajab. Kemudian beliau juga mengatakan: Sebagian tukang kisah menyebutkan bahwa Isra dan Miraj terjadi pada bulan Rajab, perkataan seperti ini menurut ulama ahlul jarh wat tadil adalah sebuah kedustaan yang nyata. Semakna dengan yang dikatakan oleh Abu Syamah di atas adalah keterangan Ibnu Dihyah, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Hajar rahimahumullahu jamian. Sekarang, mari kita menengok bagaimana penjelasan Al-Hafizh An-Nawawi rahimahullah seorang ulama besar madzhab Syafii dan sering dijadikan rujukan oleh kaum muslimin termasuk di Indonesia- terkait permasalahan ini. Dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, beliau berkata: Peristiwa Isra ini, sebagian kecil berpendapat itu terjadi 15 bulan setelah diutusnya beliau shallallahu alaihi wasallam. Al-Harbi mengatakan bahwa itu terjadi pada malam 27 bulan Rabiul Akhir, satu tahun sebelum hijrah. Az-Zuhri mengatakan bahwa itu terjadi 5 tahun setelah diutusnya beliau shallallahu alaihi wasallam. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nabi Written by Administrator |

mengalami peristiwa Isra ketika agama Islam sudah tersebar di kota Makkah dan beberapa qabilah. Beliau tidak memastikan bahwa Isra dan Miraj terjadi pada malam 27 Rajab, beliau hanya sebatas menukilkan pendapat sebagian ulama sebagaimana telah disebutkan. Sebagian ulama memperkirakan bahwa peristiwa Isra dan Miraj ini terjadi tiga atau lima tahun sebelum hijrah. Karena setelah mendapatkan wahyu perintah untuk mendirikan shalat lima waktu pada peristiwa tersebut, beliau shallallahu alaihi wasallam masih sempat menunaikannya beberapa waktu bersama Khadijah radhiyallahu anha, istri beliau. Dan tidak diperselisihkan bahwa Khadijah radhiyallahu anha meninggal tiga atau lima tahun sebelum hijrah. Wallahu alam. Berdasarkan keterangan para ulama di atas, maka kita tidak boleh menetapkan, memastikan, ataupun meyakini bahwa peristiwa Isra Miraj terjadi pada malam 27 Rajab. Hanya Allah subhanahu wataalasajalah yang mengetahui kapan peristiwa tersebut terjadi, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai hamba-Nya yang menjalaninya. Sementara kita tidak mendapatkan satupun ayat al-Quran maupun hadits yang memberitakan kapan peristiwa tersebut terjadi. Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=593 atau http://www.mediasalaf.com/aqidah/benarkah-isra%E2%80%99-mi%E2%80%99raj-pada27-rajab/ ***

Hukum Merayakan Peringatan Isra Miraj


Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah seorang alamin (yang terpercaya) dan memiliki sifat amanah. Dengan sifat inilah, beliau telah menyampaikan seluruh risalah dan syariat Allahsubhanahu wataala kepada umat ini dengan lengkap dan sempurna. Tidak ada satu kebaikan pun, kecuali pasti telah beliau ajarkan kepada umatnya. Dan tidak ada satu kejelekan pun, kecuali pasti telah beliau peringatkan dan beliau larang umatnya untuk mengerjakannya. Kalau seandainya peringatan Isra Miraj itu bagian dari risalah dan syariat Allah subhanahu wataala, pasti beliau telah ajarkan kepada umatnya. Kalau seandainya peringatan Isra Miraj ini amalan yang baik, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam beserta para shahabatnya adalah orangorang pertama yang mengadakan acara tersebut. Demikian pula para ulama generasi berikutnya yang mengikuti dan meneladani mereka, semuanya akan mengadakan perayaan-perayaan khusus untuk memperingati Isra Miraj Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Sehingga acara peringatan Isra Miraj, dalam bentuk apapun acara tersebut dikemas, merupakan amalan bidah, sebuah kemungkaran, dan perbuatan maksiat karena:

1. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri tidak pernah merayakannya atau memerintahkan kepada umatnya untuk merayakannya. Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan termasuk urusan (syariat) kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim) 2. Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan seluruh shahabat radhiyallahu anhum tidak pernah pula merayakannya. Demikian pula para tabiin, seperti Said bin Al-Musayyib, Hasan AlBashri, dan yang lainnya rahimahumullah. 3. Para ulama yang datang setelah mereka, baik itu imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, Ahmad), Al-Bukhari, Muslim, An-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnul Qayyim, Ibnu Hajar Al-Asqalani, dan yang lainnya rahimahumullah, hingga para ulama zaman sekarang ini. Mereka semua tidak pernah merayakannya, apalagi menganjurkan dan mengajak kaum muslimin untuk mengadakan peringatan itu. Tidak didapati satu kalimat pun dalam kitab-kitab mereka yang menunjukkan disyariatkannya peringatan Isra Miraj. 4. Kenyataan yang terjadi jika perayaan ini benar-benar diadakan, yaitu munculnya berbagai kemungkaran, di antaranya: a. Terjadinya ikhtilath, yaitu bercampurbaurnya antara laki-laki dan perempuan. b. Dilantunkannya shalawat-shalawat yang bidah dan bahkan sebagiannya mengandung kesyirikan. c. d. Didendangkannya lagu-lagu dan alat musik yang jelas haram hukumnya. Mengganggu kaum muslimin. Di antara bentuk gangguan itu adalah:

o Terhalanginya pemakai jalan atau minimalnya mereka kesulitan ketika hendak melewati jalan di sekitar lokasi acara, karena banyaknya orang di sana. o Suara musik dan lagu yang sangat keras pada acara terebut, juga mengganggu tetangga dan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi acara. Orang yang telah lanjut usia, orang sakit, maupun bayi-bayi dan anak-anak kecil yang semestinya membutuhkan ketenangan, mereka terganggu dengan adanya suara musik yang sangat keras tadi. Tidak semestinya beberapa gangguan tadi dianggap sepele dan ringan. Kecil maupun besar, setiap perbuatan yang bisa mengganggu dan menyakiti kaum muslimin, maka pelakunya terkenai ancaman: Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Al-Ahzab: 58) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak akan masuk al-jannah orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya. (HR. Muslim) e. Tidak sedikit kaum muslimin yang melalaikan shalat berjamaah di masjid, bahkan yang lebih parah kalau sampai meninggalkan shalat fardhu. Ketika acara dimulai bada shalat Isya

misalnya, sejak sore banyak yang sudah stand by di tempat acara. Mulai dari penjual-penjual dengan aneka barang dagangannya, pengunjung acara, sampai panitia acara pun, mereka lebih memilih berada di pos-pos mereka daripada masjid ketika dikumandangkannya adzan maghrib dan isya. Wal iyadzubillah. Semestinya umat ini dibimbing untuk kembali kepada agamanya. Mereka sangat antusias menyambut dan menghadiri acara peringatan Isra Miraj, namun mereka belum memahami hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Sebuah peristiwa dan mujizat besar yang saat itulah kewajiban shalat lima waktu ini diberlakukan kepada umat Islam. Suatu musibah jika salah satu rukun Islam ini dilalaikan hanya karena ingin menyukseskan acara yang sudah pasti menelan biaya yang tidak sedikit tersebut. Kalau masih ada yang beranggapan bahwa perayaan untuk memperingati Isra Miraj itu adalah baik, maka katakan sebagaimana kata Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah: : - } { Barangsiapa yang mengadaka-adakan kebidahan dalam agama Islam ini, dan dia memandang itu baik, maka sungguh dia telah menyatakan bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan risalah, karena Allah telah berfirman: (Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian), maka segala sesuatu yang pada hari (ketika ayat ini diturunkan) itu bukan bagian dari agama, maka pada hari ini pun juga bukan bagian dari agama. Kita memohon kepada Allah subhanahu wataala hidayah untuk senantiasa berpegang teguh dengan Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam, sampai akhir hayat nanti. Amin Ya Rabbal Alamin.

Biografi Asy Syaikh Ubaid Al-Jabiri


Sunday, 17 April 2011 02:28 | Nama Beliau adalah Ubaid bin Abdillah bin Sulaiman Al-Hamdani Al-Jabiri. Suku Hamdan termasuk dalam keluarga suku Jabir dan suku Jabir termasuk ke dalam keluarga suku Harb Al-Hijaz. Beliau adalah kepala suku Hamdan. Kelahiran Beliau dilahirkan di Hijaz pada tahun 1357 H di desa Al Faqir (yang sekarang telah menjadi kota administratif)[1] yang berada di kabupaten Wadi Fura (suatu lembah yang dikelilingi oleh gunug-gunung dan dilalui oleh wadi-wadi/tempat aliran air saat hujan turun dan daerah tersebut terkenal dengan perkebunan kormanya) yang masih termasuk propinsi Madinah. [2] Masa kecil Pada tahun 1365 H, beliau mengikuti orang tuanya pindah ke Mahd Adz-Dzahab (salah satu kabupaten dalam propinsi Madinah). Beliau tinggal di kabupaten ini selama 8 tahun. Masa pendidikan Beliau mulai mengenyam pendidikan dasar di madrasah Mahd Adz-Dzahab antara tahun 1371 1373 H. Di akhir tahun ini beliau kembali ke Wadi Fura. Kemudian beliau berpindah ke kota Madinah pada tahun 1374 hingga sekarang. Karena kondisi keluarga yang tidak memungkinkan, beliau tidak dapat melanjutkan studi beliau selama 6 tahun. Pada tahun 1381, beliau kembali belajar di Darul Hadits Madinah Nabawiyah yang saat itu dipimpin oleh Syaikh Umar bin Muhammad Fallatah rahimahullah. Beliau menempuh studinya selama 2 tahun. Kemudian beliau melanjutkan ke tingkat Mahad Al-Ilmi yang sekarang dinamakan Mahad Al Madinah Al Ilmi. Di dalamnya, beliau mempelajari ilmu-ilmu syari dan bahasa arab mulai tahun 1383-1387 H. Written by Administrator | Disusun oleh: Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Yahya

Kemudian setelah itu beliau kuliah di Universitas Islam Madinah Nabawiyah pada tahun 13881392 H. Beliau lulus di tahun 1392 H dengan predikat excellent dan terbaik di angkatan beliau. Masa tugas Kemudian beliau diangkat menjadi pembina di Departemen Penerangan wilayah Jeddah. Beliau bertugas selama 4 tahun. Kemudian beliau berpindah tugas di Markas Dakwah di Madinah. Saat itu lembaga ini dibawah naungan Dewan Pimpinan Riset Ilmiah, Dakwah wal Irsyad yang saat itu dipimpin oleh Al Imam Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah. Beliau bertugas selama 8 tahun membantu Direktur Markas dan menggantikannya saat berhalangan. Kemudian beliau berpindah tugas ke Universitas Islam pada hari Ahad 28 Dzulhijjah tahun 1404 dan ditetapkan sebagai guru di Mahad Ats-Tsanawi dilingkungan Universitas. Pada tahun 1407 H, beliau diangkat sebagai guru bidang ushul fikih. Beliau tetap mengajar di Mahad Ats-Tsanawi di lingkungan Universitas sampai beliau meminta pindah bagian di fakultas dakwah. Dan beliau tetap mengajar di fakultas ini hingga memasuki masa pensiun pada umur 60 tahun pada tahun 1417 H di awal bulan Rajab. Studi lanjutan Di tengah masa tugas, beliau berhasil mendapatkan gelar master dengan desertasi beliau tentang studi tafsir Muhammad bin Kab Al Qurazhi pada tahun 1409 H. Keistimewaan Penting untuk disebutkan bahwa beliau hafizhahullah dengan biografinya yang harum dan penuh dengan manfaat dan berkah, telah kehilangan penglihatannya di bulan-bulan pertama sejak kelahirannya. Guru-guru beliau Beliau hafizhahullah belajar di bawah bimbingan para ulama yang memiliki keutamaan dalam bidang pendidikan, akhlak dan ilmu agama. Diantara guru-guru beliau yang terkenal adalah : - Di Darul Hadits: 1. Syaikh Saifur-Rahmaan bin Ahmad 2. Syaikh Ammaar bin Abdillaah - Di Mahad Al-Ilmi: 1. Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Al-Khudhairi 2. Syaikh Audah bin Talqah Al-Ahmadi 3. Syaikh Dakhil bin Khalifah Al-Khalithi 4. Syaikh Abdur-Rahmaan bin Abdillah Al-Ajlan 5. Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Ajlan - Di Universitas Islam Madinah: 1. Syaikh Allamah Muhaddits Hammad bin Muhammad Al-Anshari 2. Syaikh Allamah Muhaddits Abdul-Muhsin Al-Abbad 3. Syaikh Abdul Lathif Al Bani. Dan diantara guru-guru yang sangat berpengaruh terhadap beliau adalah Syaikh Allamah Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, dimana beliau sering bertemu keduanya dan banyak belajar dari pribadi dan akhlak keduanya.

Perjumpaan beliau dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz lebih sering, hal ini sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya karena hubungan kerja. Beliau banyak mendapatkan perhatian khusus dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. Karya beliau Beliau memiliki beberapa karya, kami sebutkan diantaranya adalah : 1Taisirul Ilah bi Syarh Adillati Syuruth Laa Ilaaha Illallah. 2- Tanbihu Dzawil Uqul As-Salimah Ila Fawaid Mustanbathah Min As-Sittah Al Ushul Al Azhimah. 345Imdadul Qari bi Syarh Kitab At-Tafsir min Shahih Al Bukhari. Fath Al Aziz Al Ala bi Syarh Al Qawaid Al Mutsla. Syarh Muntaqa Ibnil Jarud semoga Allah mudahkan penyempurnaannya-.

6- Kumpulan Fatwa beliau. Sekarang dalam proses pengumpulan dan penyusunan semoga Allah mudahkan penyempurnaannya-. 7Tanwirul Mubtadi syarh Qawaid Fiqhiyah ibn Sidi. dll
1. Imam masjid As-Sabq di Madinah Nabawiyah (sekarang lokasinya dekat terminal bus

Tugas-tugas : SAPTCO ([3]) selama lima tahun antara 1387-1392 H. Kemudian menjadi khathib di masjid Al Iman. Dan sekarang beliau menjadi khatib di masjid Naffa Al Amri dekat jl. Amir Abdul Majid.[4] 2. Guru di sekolah Mutawassithah Umar bin Abdil Aziz di Jeddah tahun 1392-1397 H. 3. Dai di Markas Dakwah wal Irsyad di Madinah Nabawiyah sekaligus asisten direktur Markas dan penggantinya jika berhalangan. Tugas ini diemban di akhir 1396-1404 H. 4. Dosen di Universitas Islam Madinah di akhir 1404-awal bulan Rajab 1417. Dan ini adalah tugas terakhir yang beliau emban. Pada saat inilah beliau memasuki masa pensiun sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5. Dosen Idad Al Muallimat di Masjid Nabawi bagian sampai sekarang. 6. Aktif di berbagai seminar, kajian dan daurah ilmiah yang digelar di Saudi Arabia dan negara tetangga. Pujian para ulama : Kedudukan beliau dalam ranah ilmiah dan kapasitas serta aktifitas beliau dalam dakwah salafiyah banyak mengundang pujian para ulama. Diantara mereka adalah Syaikh Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah, Syaikh Allamah Muhammad Al Banna, Syaikh Allamah Zaid Al Madkhali, Syaikh Allamah Shalih As-Suhaimi hafizhahumullah dll. Syaikh Allamah Rabi bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah pernah ditanya oleh sejumlah pemuda dari kota Manchester : Apa pendapat anda tentang Syaikh Ubaid Al Jabiri ? Apakah beliau bukan seorang alim, hanya penuntut ilmu biasa saja ? Beliau menjawab : Barangsiapa yang mencela beliau dan mengatakannya bodoh, (maka) orang ini telah menempuh jalan setan dan mengikuti pola-pola hizbiyyah dalam mencela ulama yang bermanhaj salafi.

Syaikh Ubaid termasuk ulama salafiyyin yang terkenal dengan sikap wara, zuhud dan berkata kebenaran barakallahu fikum. (sumber : muhadharah yang disampaikan kepada pemuda Manchester pada tanggal 9 Dzulhijjah 1425 H). Demikianlah sekilas tentang biografi Syaikh Allamah Ubaid Al Jabiri hafizhahullah yang sekarang ini telah berumur 72 tahun. Beliau telah menginfakkan hidupnya dalam dunia pendidikan dan dakwah di jalan Allah. Semoga apa yang telah beliau tempuh diterima oleh Allah Taala sebagai timbangan kebaikan di sisi-Nya dan semoga Allah senantiasa menjaga beliau dan mewafatkannya dalam husnul khatimah. Aamiin.

Abu Abdillah Muhammad Yahya Madinah Nabawiyah 25 Shafar 1430 H [1] Sekitar 140 Km dari kota Madinah Nabawiyah. Terletak diantara Makkah dan Madinah. [2]. Saya pernah berkunjung ke Al Faqir bersama beliau dan dikenalkan pada beberapa tempat. [3] Di Indonesia dikenal dengan DAMRI. [4] Kurang lebih 50 M dari rumah beliau. http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/biografi-syaikh-ubaid-al-jabiri/ Last Updated (Sunday, 17 April 2011 02:29)

Biografi Al-Imam Ibnu Abi Hatim


Sunday, 17 April 2011 02:29 | Written by Administrator | Oleh: Ibrahim bin Abdullah Al Hazhimi Beliau adalah seorang Hafidz, kritikus, muhadits, ahli tafsir, Al Allamah Abdurrahman Bin Muhammad Bin Idris Bin Mudzir Bin Daud Bin Mahran (Abu Muhammad) Bin Abi Hatim Al Hanzholi Ar Rozi. Kelahiran, Perkembangan dan Menuntut Ilmu Beliau dilahirkan tahun 240 Hijriyah. Beliau mengatakan, Ayahku tidak meninggalkanku dengan hadits sampai aku bisa membaca Al Quran dengan belajar kepada Al Fadhl Bin Syadzan. Setelah itu belia langsung belajar kepada ayahnya Imam Abu Hatim Ar Rozi dan Imam Abu Zurah serta selain keduanya yang termasuk muhaddits negeri Ray. Beliau berkata tentang dirinya , Aku pernah rihlah bersama ayahku di tahun 255 Hijriyah. Sebelumnya aku belum pernah mimpi. Ketika sampai di Dzul Hulaifah, aku bermimpi, maka ayahku gembira karena aku telah mendapatkan hujjah Islam. (Baligh -red). Beliau berkata lagi, Kami berada di Mesir 7 bulan, tidak pernah makan kuah. Siangnya kami mengunjungi para syaikh. Malamnya kami mencatat dan berdiskusi. Pada suatu hari aku dan temanku mendatangi seorang Syaikh. Di perjalanan aku melihat ikan. Ikan itu membuat aku kagum. Maka kami beli. Ketika sampai di rumah, tiba waktu kami mengunjungi majelis sebahagian Syaikh. Maka kami berangkat meninggalkan ikan tesebut demikian sampai 3 hari. Ketika kami memakannya, beliau berkata: Ilmu tidak didapat dengan badan yang santai Guru-guru Beliau

Dari kalangan orang-orang dulu adalah Abdullah Bin Said Abu Said Al Asyaj, Ali Bin Al Mundzir, Al Hasan Bin Armah, Ibnu Zanjuyah, Muslim Al Hajjaj penulis Shahih Muslim dan yang lainnya. Murid-Murid Beliau Al Husain Bin Ali At Tamimi Al Hafidz, Abu Syaikh Al Ashfahani, Abu Ahmad Al Hakim Kabir, Abdullah Bin Asad dan Ibnu Hibban Al Busthi. Pujian Para Ulama Abu Yala Al Khalili berkata, Dia telah mengambil ilmu dari ayahnya dan Abu Zurah. Beliau adalah seorang yang memiliki ilmu yang luas bagai lautan dalam hal rijal hadits. Beliau adalah orang yang zuhud dan dianggap kokoh. Maslamah Bin Qasim Al Andalusi berkata, Beliau adalah seorang yang tsiqah, memiliki kedudukan yang terhormat, seorang imam dari imam-imam negeri Khurasan. Adz Dzahabi berkata dalam Tadzkirah, Beliau adalah seorang Imam, Al Hafidz, kritikus, Syaikhul Islam Wafat Beliau Beliau wafat di bulan Ramadhan tahun 327 Hijriyah. Semoga Allah merahmati belian dan memberikan kita rizki berupa ilmu beliau dan mengumpulkan kita di surga-Nya. Karya-karya Beliau 1. Al Jarh Wa Tadhil, 9 jilid. Adz Dzahabi berkata tentangnya, Beliau dianggap kuat dalam hafalan. 2. At Tafsir, 4 jilid. 3. Ilaul Hadits. 4. Al Musnad. 5. Al Fawaidul Kabirah. 6. Fawaidur Raziyin. 7. Az Zuhd. 8. Ar Radd Alal Jahmiyah. 9. Tsawabul Amal. 10. Al Marasil. 11. Al Kuna. 12. Sirah Asy Syafii. Inilah yang bisa saya kumpulkan tentang biografi beliau. Semoga Allah memberikan manfat melalui tulisan ini kepada para pembacanya dan penyebarnya agar diterima di semua tempat. Dan semoga menjadi amalan yang ikhlas mengharap wajah-Nya yang mulia sebab hanya Allah yang mampu melakukannya. Sholawat dan salam semoga tercurah atas nabi kita Muhammad, keluarganya serta para shahabatnya. Dinukil dari Aqidah Ibnu Abi Hatim Sumber: Buletin Al Minhaj Edisi I tahun I

Pertumbuhan dan Kehidupan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani


Sunday, 12 June 2011 08:54 | Namanya Beliau adalah Abdul Qadir bin Abu Shalih Musa Janki Dausat bin Abu Abdullah bin Yahya Az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Mahadh. Beliau dijuluki juga dengan Mujmil bin Hasan Al-Matani bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu.1 Namun demikian, ada riwayat yang menjelaskan bahwa penasaban Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani kepada Ali bin Abi Thalib adalah tidak benar, seperti yang dicantumkan dalam buku Zail Thabagaat A1-Hanabilah karya lbnu Rajab,2 yang di dalamnya beliau berkata, "Sebagian manusia ada yang mengingkari penasabannya kepada Ali bin Abi Thalib." 3 Hanya saja kami tidak ingin memperpanjang pembicaraan tentang masalah ini karena masalah ini tidak ada ujung-pangkalnya. Yang penting dalam kehidupan manusia adalah perbuatan dan amalnya, bukan asal-usul dan nasabnya. Lagi pula syaikh Abdul Qadir Al -Jailani sendiri tidak pernah memperhatikan masalah ini, dan beliau tidak senang mengunggul-unggulkan diri, tetapi beliau lebih bersikap tawadhu' dan zuhud hingga dalam nasab dan gelar. Maka dari itu, beliau berkata ketika memperkenalkan dirinya, "Saya seorang ilmuwan dari Jailani."4 Kemudian, ketika beliau telah menjadi seorang syaikh terkenal, beliau tidak menginginkan kemasyhuran itu dan tidak ingin nasabnya disebarluaskan, padahal kemungkinan besar memang benar bahwa beliau masih keturunan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu karena lemah dan jarangnya dalil orang-orang yang menyangkal, sementara kuat dan banyaknya dalil orang-orang yang menyatakan bahwa beliau adalah keturunan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu.5 Julukan dan Gelarnya Written by Administrator |

Buku-buku sejarah dan biografi hampir semuanya sepakat mengatakan bahwa julukannya adalah Abu Muhammad dan nasabnya dinisbatkan kepada AlJailani atau Al-Jaili. Misalnya, Ibnu Al-Atsirb dalam Al-Kamil menjelaskan, "Dia adalah Abdul Qadir bin Abi Shalih Abu Muhammad AI-Jaili."' Gelar ini disepakati oleh lbnu Katsir dalam AI-Bidayah wa AnIYihayah sehingga beliau berkata, "Dia adalah Syaikh Abdul Qadir bin Abu Shalih Abu Muhammad AIJaili."8 Sedangkan Adz-Dzahabi dalam Siyar A'laam An-Nubala' mengatakan tentang biografinya, "Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah bin Janki Dausat Al-Jaili."9

Az-Zarkali menambahkan dalam A1 A'laam seraya berkata, `Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah bin Janki Dausat AI-Hasani Abu Muhammad Muhyiddin Al-Jailani atau Al-Kailani atau AI-Jaili."10 Adapun gelar-gelar yang diberikan kepadanya sangatlah banyak, yang menunjukkan pada keahlian-keahlian tertentu, yang pada saat ini mungkin mirip dengan gelar - gelar ilmiah atau spesifikasi dan keahlian Yang diberikan kepada para ilmuwan dan pembesar, sebagai tanda atas kemuliaan dan tingginya kedudukan mereka. Di antara gelar yang diberikan kepadanya adalah gelar imam yang diberikan oleh As-Sam'aani," seraya berkata, "Beliau adalah imam pengikut madzhab Hambali dan guru mereka pada masanya." Hal ini dia nukil dari lbnu Rajab.12 Dia juga digelari dengan Syaikhul Islam yang diberikan kepadanya oleh Adz-Dzahabi,13 ketika menulis_biografinya dalam kitabnya Sairu A'laam An-nubala.14 Para sufi juga memberinya banyak gelar seperti al-quthb wa alghauts,15 albaaz al-asyhab dan sebagainya, yang akan kita jelaskan nanti di pembahasan lain dalam buku ini, ketika membahas tentang pemikiran tasawufnya. 3. Kelahiran dan Kematiannya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dilahirkan di negeri Jailan, yaitu negeri yang terpencil di belakang Thabrastan, yang dikenal dengan Kail atau Kailan. Penisbatan nama itu ke wilayah ini menjadi Jaili, Jailani, clan Kailani, adalah pada tahun 471 Hijriyah.16 Ada yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 470 Hijriyah dan riwayat ini diambil dari perkataan beliau sendiri tentang kelahirannya "Saya tidak mengetahui secara pasti, tetapi saya datang ke Baghdad pada tahun yang di dalamnya At-Tamimi masih hidup dan usia saya pada saat itu delapan belas tahun." At-Tamimi adalah ayah Muhammad Izzatullah bin Abdul Wahab bin Abdul Aziz bin Al-Harits bin Asad yang meninggal pada tahun 488 H. 18 Sedangkan Syaikh Abdul Qadir AI-Jailani meninggal pada malam Sabtu tanggal delapan Rabi'ul Akhir tahun 561 H setelah maghrib dan jenazahnya dikubur di sekolahannya setelah disaksikan oleh manusia yang tidak terhitung jumlahnya.19 PENCARIAN ILMU DAN PETUALANGANNYA Pada saat itu Baghdad menjadi pusat keilmuan terbesar di dunia Islam. Di kota itu berkumpul ribuan ulama dalam berbagai bidang. Biasanya perjalanan untuk mencari ilmu disesuaikan dengan tingkat usia pencari ilmu itu. Jika usia sudah memadai, mereka akan pindah dari negeri mereka meninggalkan keluarga dan kampung mereka untuk mencar ilmu dan pengetahuan tertentu demi kemaslahatan dan manfaat yang mereka harapkan sebagai bekal hidupnya. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia pada saat itu tidak sebagus yang dimiliki oleh para pencari ilmu pada saat sekarang. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

telah bepergian dari negerinya dan tempat kelahirannya, Jailan, menuju Baghdad tahun 488 H dan usianya pada saat itu adalah 18 tahun. Seperti yang dijelaskan di depan, di Baghdad beliau bertemu dengan banyak ulama terkenal yang ahli dalam berbagai bidang, lalu beliau belajar dari mereka dan mengambil manfaat dari pengetahuan mereka, sehingga beliau menjadi seorang yang ahli dalam berbagai bidang ilmu. Adz-Dzahabi ketika menulis biografinya mengatakan bahwa dia adalah seorang syaikh imam yang alim, zahid, berpengetahuan luas, teladan, Syaikhul Islam, ilmunya para wali, dan muhyiddin (penghidup agama).20 Seperti yang dijelaskan Ibnu Rajab dalam Zailu Thabaqaat Al Hanabilah, "Beliau adalah syaikh di masanya, teladannya orang-orang arif, penguasa para syuyukh, pemilik maqaamat (kedudukan), pemiIik karamah, dan pemilik ilmu dan pengetahuan." Syaikh Abdul Qadir AI-Jailani menuntut ilmu selama 32 tahun dan di dalamnya belajar berbagai macam ilmu syariat kemudian mengajar dan memberikan nasihat mulai tahun 520 H.22 Walaupun Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani harus menempuh perjalanan jauh, mengalami kesulitan hidup clan keprihatinan selama mencari ilmu, tetapi semua itu tidak mengurangi semangatnya dan tidak mengurangi kemauannya untuk menuntut ilmu. Ibnu Rajab menggambarkan kepada kita bagaimana kesulitan (penderitaan) yang dialami Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani itu dari perkataan beliau sendiri. "Saya makan pohon-pohon berduri, bawang yang mati dan daun kering di pinggir sungai dan parit. Saya mengalami kesulitan ekonomi yang sangat parah di Baghdad hingga berhari-hari saya tidak makan makanan, tetapi saya memakan tumbuh-tumbuhan yang baru bersemi. Pada suatu hari saya keluar karena sangat kelaparan, dengan berharap semoga saya menemukan daun kering atau bawang dan sebagainya untuk bisa saya makan. Tidak ada tempat yang saya datangi, kecuali orang lain sudah mendahuluiku. Jika aku menemukan orang, tentulah dia orang miskin yang saling berebut makanan itu sehingga saya meninggalkannya dalam keadaan malu. Lalu saya pulang berjalan dengan melewati tengah kota, tidak aku temukan satu tumbuhan pun, kecuali sudah didahului orang lain hingga saya sampai di Masjid Yasin di Pasar Rayyahin Baghdad. Badan saya sudah lemas clan tidak kuat lagi berpegangan. Saya pun masuk masjid itu clan akhirnya terjatuh di samping masjid tersebut clan saya sudah hampir mati. Tiba-tiba masuklah seorang pemuda nonArab dengan membawa roti lezat dan berdaging. Dia duduk di dekat saya clan makan. Hampirhampir setiap dia mengangkat tangannya dengan memegang roti itu, saya membuka mulut saya karena lapar yang menggigit hingga saya menepis semua itu dan saya katakan kepada diri saya, Apa-apaan ini', lalu saya katakan, `Tidak ada siapa-siapa di sini, kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala atau Dia akan menetapkan kematian kepada saya.' Tiba-tiba orang asing itu menoleh kepadaku dan melihatku seraya berkata, 'Bismillah, ambillah ini wahai saudaraku.' Tetapi saya menolak, lalu dia bersumpah kepadaku. Saya pun tetap menolaknya dan saya juga bersumpah. Tetapi akhirnya saya menerima pemberian itu, lalu saya makan sedikit. Dia bertanya kepadaku, Apa pekerjaanmu, dari mana kamu, siapa namamu'. Saya

jawab, 'Saya seorang pelajar dari Jailan.' Dia berkata. 'Saya juga dari Jailan, apakah kamu tahu seorang pemuda dari Jai bernama Abdul Qadir?' Saya jawab, 'Sayalah orangnya.' Dia kelihatan sangsi dan wajahnya berubah seraya berkata, `Demi Allah Subhanhu wa Ta'ala, berarti saya telah sampai di Baghdad dan saya masih punya sisa bekalku. Saya telah bertanya tentangmu, namun tidak seorang pun yang menunjukkanku hingga bekalku habis. Selama tiga hari saya tidak punya bekal apa-apa, kecuali roti milikmu yang saya bawa ini. Saya hampir mati, maka saya mengambil dari barang titipanmu ini, berupa roti daging. Sekarang makanlah karena ini adalah milikmu dan sekarang saya adalah tamumu, setelah sebelumnya kamu menjadi tamuku.' saya katakan kepadanya, 'Lalu apa itu?' Dia menjawab, 'Ibumu menitipkan kepadaku untukmu delapan dinar. Saya membeli sesuatu darinya terpaksa, maka saya minta maaf kepadamu.' Saya pun menenangkannya dan memaafkannya, lalu saya memberikan kepadanya sisa makan dan sedikit emas untuk upah. Dia pun menerimanya dan pergi."23 Demikianlah kesungguhan dan kelelahan yang ditempuh oleh para penuntut ilmu pada masa itu, dengan penuh kesabaran dan ketabahan untuk merealisasikan cita-cita mereka dalam mendapatkan ilmu. Betapa menderita dan sengsaranya mereka dalam menuntut ilmu jika dibandingkan dengan keadaan kita sekarang, tetapi mengapa justru sekarang mereka malas, lemah semangat, dan tidak bergairah walaupun semua sarana dan prasarana tersedia, baik yang berupa buku-buku, referensi, maupun peralatan. Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah tempat meminta pertolongan tidak ada daya dan kekuatan, kecuali dari Allah Subhanahu wa taala Yang Maha tinggi lagi Maha agung. Kisah yang dipaparkan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani ini merupakan karamahnya yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala padanya karena beliau berpindah dari satu tempat ke tempat lain hingga sampai di masjid ini. Di dalamnya beliau bertemu dengan seseorang yang diutus ibunya, dan dengan pertemuan itu Allah Subhanahu wa Taala mengangkat kesulitan yang dihadapinya dan menyelamatkannya dari kebinasaan.
Lihat As-Syathnufi, Bahjah AI-Asraar, 88, dan Adz-Dzahabi, Siyar A'laam An-Nubala, XX, 439, dan AzZarkali, AI-A'laam, IV, 47.
1

Yaitu Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab Abu AI-Faraj hapal hadits, dilahirkan di Baghdad, tumbuh dan meninggal di Damaskus. Dia mempunyai banyak karya di antaranya Jami'Al-Ulum wa Al-Hikam, Al-Qawaid Al-Fiqhiyah, Lathaif AI-Ma'aarif, dan Zail Thabaqaat Al-Hanabilah dan sebagainya.
2 3 4 5 6

Ibnu Rajab, Adz- Zail Thabaqaat Al-Hanabilah, I, 290. Adz-Dzahabi, Siyar A7aam An-Nubala, XX, 444. Lihat Asy-Syathnufi, Bahjah Al-Asraar, 88 clan seterusnya.

Syaikh Imam Allamah Ali bin Muhammad bin AI-Atsir, pengarang kitab AI-Kamil ti At-Tarikh, lahir tahun 550 H, seorang imam besar, ahli hadits dan sastrawan. Di akhir hayatnya beliau belajar hadits. Beliau adalah tempat berteduhnya para pencari ilmu clan orang-orang mulia berkumpul mengelilinginya. Meninggal dunia tahun 630 H. Adz-Dzahabi, SiyarA'IaamAn-Nubala, XXII, 353.
7 8 9

Ibnu AI-Atsir, Al-Kamil, XI, 923. Ibnu Katsir, AI-8idayah wa An-Nihayah, XII, 270. Adz-Dzahabi, Siyar~A'laam An-Nubala, XX, 439. Az-Zarkali, AI-A'laam, IV, 47.

10

Muhammad bin Manshur bin Muhammad As-Sam'aani, hafidz, muhaddits, ahli fikih, sastrawan, meninggal tahun 510 H. Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A'laam An-Nubala, XIX, 372.
11

12 13

Ibnu Rajab, Zail Ala Thabaqaat Al-Hanabilah, I, 291.

Imam Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi, lahir tahun 673 H. Tentangnya Taj As-Subki berkata, "Dia adalah syaikh dan ustadz kami, seorang muhaddits modern, guru dalam bidang Jarh wa Ta'dil, pemuka manusia di segala jalan, seakan-akan umat ini berada pada satu tangga, lalu beliau melihat dari atas, kemudian mengabarkan kepada mereka, seperti mengabarkan kepada orang yang hadir di hadapannya. Beliau mempunyai banyak tulisan di antaranya Tarikhul Islam, Siyar A'laam An-Nubala, Tadzkiratu A!-Nuffadz, dan sebagainya. Meninggal pada tahun 748 H.
14 15

Adz-Dzahabi, Siyar A'laam An-Nubala, XX, 439.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun nama-nama yang keluar dari lisan kebanyakan ahli ibadah clan umum, seperti al-ghauts di Makkah, al-autad al-arba'ah, al-aqthaab assab'ah, al-abdal al-arba'in, dan an-nujaba' ats-tsalatsimiah, adalah namanama yang tidak ada dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah dengan sanad yang shahih maupun dha'if. Sedangkan kata al-ghauts atau al-ghayyats tidak berhak disandang kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala karena hanya Dia-lah Yang Maha Menolong orang-orang yang meminta pertolongan, maka tidak seorang pun boleh meminta pertolongan kepada selain-Nya, baik kepada raja, orang dekat, maupun nabi yang diutus. Barangsiapa mengira bahwa ada di antara penduduk bumi yang mampu mengabulkan keinginan mereka yang mereka minta untuk menghilangkan bahaya dari mereka, turunnya rahmat kepada tiga ratus orang, dan dari tiga ratus orang kepada tujuh puluh orang, dan dari tujuh puluh orang kepada empat puluh orang, dan dari empat puluh orang kepada tujuh orang, dan dari tujuh orang kepada empat orang, clan dari empat orang kepada al-ghauts adalah anggapan dusta, sesat, dan musyrik." Al-Fatawa, XI, 433-438.
16
17 18 19 20 21 22

Adz-Dzahabi, Siyar A7aam An-Nubala, XX, 439.


Ibid., hal. 88. Adz-Dzahabi, Siyar A'Iaam An-Nubala, XX, 410. Ibid., XX, 439. Ibnu Rajab, Zail Thabaqaat Al-Hanabilah, I, 290. Ibid., I, 291.

Asy-Syathnufi, Bahjah AI-Asrar, 88.

23

Ibnu Rajab, Zail Thabaqaat Al-Hanabilah, I, 298.

Sumber : Diambil dari kitab Asy- Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa arauhu Al Itiqadiyah wa Ash syufiyah versi terjemahan Last Updated (Sunday, 12 June 2011 09:19)

Cara Mudah Mengetahui Waktu Shalat [Dilengkapi gambar!]


Saturday, 02 July 2011 09:43 | Written by Administrator | Masuk waktu shalat, inilah salah satu syarat sahnya shalat fardhu. Maka shalat yang dikerjakan di luar waktu akan menjadi batal. Lalu bagaimana kita mengetahui waktu-waktu shalat sesuai petunjuk syariat? Berikut keterangannya.

1. Cara Mengetahui Waktu Dhuhur


Para ulama telah sepakat bahwa waktu dhuhur berawal ketika matahari sudah tergelincir (waktu zawal), sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Dan waktu dhuhur dimulai ketika matahari telah tergelincir. (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash) Dan waktu dhuhur berakhir ketika masuk waktu ashar (ketika bayangan benda sepanjang aslinya). Hal ini sebagaimana hadits: Artinya: Dan waktu dhuhur adalah sebelum tiba waktu ashar. (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash)

Untuk mengetahui waktu Dhuhur secara tepat maka bisa ditempuh cara-cara sebagai berikut: 1. Tancapkan tiang sepanjang 1 m (lebih panjang lebih baik) secara tegak lurus dengan bumi. 2. Buatlah lingkaran-lingkaran dengan tiang sebagai titik pusatnya, usahakan selisih diameter antara lingkaran tidak terlalu lebar (sehingga perhitungan lebih teliti). Lebih kurang pukul 11.30, muadzin harus mulai mengamati panjang bayangan pada lingkaranlingkaran yang berpusat pada tiang. Akan didapati, bayangan akan semakin memendek dan sekaligus mengalami pergeseran sudut ke arah timur. Suatu saat bayangan tersebut akan mencapai titik jenuh selama beberapa saat (tidak memendek dan memanjang) dan hanya mengalami pergeseran sudut saja ke arah timur. Temponya lebih kurang 10 hingga 15 menit. Waktu ini disebut waktu karahah (waktu yang dilarang shalat padanya). Panjang bayangan di saat waktu karahah disebut fai zawal. Setelah melampaui waktu karahah, bayangan akan mulai memanjang. Dan inilah awal waktu dhuhur. Sedangkan akhir dari waktu dhuhur adalah ketika panjang bayangan sama panjang dengan tiang ditambah dengan fai zawal. Sebagai catatan: arah bayangan dan panjang fai zawal berubah-ubah sesuai dengan posisi matahari saat penentuan waktu. Jika matahari condong ke arah selatan maka bayangan berpindah di sebelah utara. Jika posisi matahari tepat di arah timur maka panjang fai zawal 0 (nol). Wallahu alam. 2. Akhir Waktu Dhuhur Adapun akhir waktu dhuhur adalah ketika panjang bayangan sama dengan bendanya (masuknya waktu ashar). Sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Kemudian Jibril shalat dhuhur ketika bayangannya sama dengan benda. (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash) Demikianlah hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam. Suatu hal yang berlebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai datangnya waktu shalat setelahnya. (HR. Muslim dari Abu Qatadah)

3. Cara Mengetahui Waktu Ashar


Awal waktu ashar adalah akhir dari waktu dhuhur. Sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Jibril shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wassalam dan para shahabatnya pada hari pertama ketika bayangannya sama dengan bendanya. (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash)

4. Akhir Waktu Ashar Akhir waktu ashar ada dua macam: 1. Waktu ikhtiyari, yakni ketika bayangan benda dua kali panjang aslinya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Dan pada hari kedua Jibril shalat bersama mereka ketika bayangan dua kali lipat panjang bendanya. Kemudian dia mengatakan waktu ashar adalah diantara dua ini. (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash) 2. Waktu idlthirary (waktu terpaksa), yakni sampai tenggelamnya matahari. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat sebelum matahari tenggelam berarti ia mendapatkan shalat ashar. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Akan tetapi tidak sepantasnya seorang muslim menunaikan shalat ashar di akhir waktu (semisal jam 5 sore) kecuali jika terpaksa. Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Ibnu Qudamah. Shalat ashar di saat matahari telah berwarna kuning atau menjelang terbenamnya matahari merupakan ciri-ciri shalat orang yang munafik sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Itu adalah shalat orang munafik 3x. Mereka duduk-duduk (menunggu matahari hendak terbenam) sehingga tatkala matahari berada di antara dua tanduk syaithan, dia lakukan shalat empat rakaat dengan cepat kilat ibarat ayam yang sedang mematuk, dia tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit saja. (HR. Muslim dari Anas bin Malik)

5. Cara Mengetahui Waktu Maghrib


Para ulama bersepakat bahwa waktu maghrib adalah ketika matahari terbenam, berlainan dengan orang-orang syiah yang menetapkan bahwa waktu maghrib berawal ketika bintang bersinar. Adapun caranya sebagai berikut: 1. Bila muadzin berada di pesisir menghadap ke barat maka pengamatan lebih mudah. Bundaran matahari akan terlihat dengan jelas ketika terbenam. Di saat itulah, waktu maghrib tiba. 2. Jika di arah barat terbentang gunung tinggi atau tembok yang menjulang, maka pengamatan bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut: Lihatlah ke arah timur. Pada bagian no. 1 langit terlihat lebih terang. Dan harus diingat di mana letak (ketinggian) matahari di kala terbit. Jika bagian yang berada di bawah (bagian no. 2) telah terlihat hitam (gelap) secara merata, maka sudah masuk waktu maghrib. Jika rona gelapnya belum mendatar dan antara bagian no. 1 dan no. 2 belum ada perbedaan yang jelas antara dua bagian tadi maka belum masuk waktu maghrib. Untuk meyakinkannya seorang muadzin bisa menghadap ke arah barat di atas bukit atau tembok tinggi. Jika sudah tidak ada lagi sinar dari arah barat

berarti sudah masuk waktu maghrib, dan biasanya ditandai dengan warna kemerah-merahan di langit. Namun jika sinar masih ada, maka diperkirakan matahari belum terbenam, meskipun langit berwarna merah atau gelap sekalipun. Adapun dalil tentang awal waktu maghrib adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Dan waktu maghrib ketika terbenam matahari. (HR. Bukhari no. 527 dan Muslim no. 1023 dari Jabir bin Abdillah) 6. Akhir Waktu Maghrib Adapun akhir waktu maghrib ketika terbenamnya warna kemerah-merahan di langit, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Dan waktu maghrib adalah selama syafaq (warna kemerah-merahan) belum hilang. (HR. Muslim no. 967 dari Abdullah bin Amr bin Ash)

7. Awal Waktu Isya


Adapun awal waktu isya adalah setelah hilangnya warna kemerah-merahan di langit sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Adalah Nabi shallallahu alaihi wassalam melakukan shalat isya ketika terbenamnya warna kemerah-merahan. (HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa Al Asyari) 8. Akhir Waktu Isya Adapun akhir waktu isya dibagi dua. 1. Waktu ikhtiyary (pilihan) ketika pertengahan malam. Sebagai misal, jika matahari terbenam pada pukul 6 sore dan terbit pada jam 6 pagi maka batas akhir waktu isya adalah pukul 12 malam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Dan waktu isya sampai pertengahan malam. (HR. Muslim no. 967 dari Abdullah bin Amr bin Ash) 2. Waktu idlthirary (terpaksa) sampai masuknya waktu subuh, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Suatu hal yang berlebih-lebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai datangnya waktu shalat yang lain. (HR. Muslim no. 1099 dari Abu Qatadah)

9. Cara Mengetahui Waktu Subuh


Adapun waktu subuh ketika terbitnya fajar shadiq, dan ini adalah kesepakatan para ulama, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Dan Nabi shallallahu alaihi wassalam menunaikan shalat subuh ketika fajar merekah. (HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa Al Asyary) Fajar ada dua macam yaitu fajar shadiq dan fajar kadzib (dusta). Adapun fajar kadzib adalah seperti gambar berikut ini:

No. 1 (tempat terbit matahari) cahaya putih ke atas dan akan turun terus sampai akhirnya menyebar ke utara dan selatan sampai mendatar. Di saat tersebut (ketika fajar kadzib) no. 2 dan no. 3 masih dalam keadaan gelap. Adapun fajar shadiq seperti gambar ini,

- No. 1 cahayanya putih mendatar. Ini menunjukkan fajar shadiq. Patokannya tergantung letak matahari ketika terbitnya. - No. 2 kelihatan gelap/hitam. Warna gelap ini akan berangsur-angsur hilang dan berubah jadi warna putih. 10. Akhir Waktu Subuh Akhir waktu subuh dibagi dua: 1. Ikhtiyary (pilihan) terus berlangsungnya waktu tersebut. 2. Idlthirary (terpaksa) sampai terbitnya matahari sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Barangsiapa menjumpai rakaat sebelum terbitnya matahari sungguh telah menjumpai shalat subuh. (HR. Bukhari no. 545 dan Muslim no. 656 dari Abu Hurairah) 11. Kapan Waktu Shalat yang Paling Utama

Di antara amalan yang paling dicintai Allah adalah shalat pada waktunya, yaitu di awal waktu, selain waktu tertentu yang dikecualikan. Pertama, yaitu shalat dhuhur ketika udara sangat panas menyengat maka yang afdhal adalah menunggu sampai suhu udara turun (berangsur dingin). Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Artinya: Bila udara sangat panas terik maka tunaikanlah shalat tatkala udara mulai dingin. (HR. Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah) Kedua, yaitu shalat isya. Yang paling afdhal adalah mengakhirkannya hingga pertengahan malam. Berdasarkan hadits: Artinya: Nabi mengakhirkan shalat isya sampai pertengahan malam, kemudian keluar melakukan shalat kemudian berkata: seandainya kalau bukan karena kelemahan pada orang lemah, rasa sakit yamg diderita orang sakit atau keperluan orang-orang yang punya hajat maka aku akan akhirkan shalat isya hingga pertengahan malam. (HR. Abu Daud no. 358 dan Ahmad no. 10592 dari Abu Said Al Khudri) Wallahu alam. Referensi: Adzan Keutamaan, Ketentuan dan 100 Kesalahannya karya Al Ustadz Abu Hazim Muhsin bin Muhammad Bashori, penerbit: Pustaka Daarul Atsar, cet. Pertama Dzulhijjah 1426/ Januari 2006, hal. 123-136 http://fadhlihsan.wordpress.com/2011/06 http://kaahil.wordpress.com/2011/06/28/gambar-praktis-cara-mengetahui-waktu-awal-akhirsholat-dhuhur-ashar-maghrib-isya-dan-shubuh-posisi-bayangan-matahari-terbitfajar-danterbenam/

Pesan Rasul SAW pada Hajji Wada


Posted on 22/11/2011 by Malik| Leave a comment Ceramah Habib Munzir bin Fuad al-Musawa Senin, 24 Oktober 2011 Masjid al-Munawar Pancoran, Jakarta Selatan

: .

() Berkata Abu said Al Khudriy ra saat Nabi saw sedang membagi bagi harta pada beberapa orang, maka datanglah seorang lelaki, matanya membelalak, kedua pelipisnya tebal cembung kedepan, dahinya besar, janggutnya sangat tebal, rambutnya gundul, sarungnya pendek, berkata: Bertakwalah pada Allah wahai Muhammad!, Sabda Rasulullah SAW: Siapa yang taat pada Allah kalau aku bermaksiat??, apakah Allah mempercayaiku untuk mengamankan penduduk bumi dan kalian tidak mempercayaiku?? dan berkata Khalid bin Walid ra: Wahai Rasulullah, kutebas lehernya..!, Rasul SAW melarangnya, lalu beliau SAW melirik orang itu yang sudah membelakangi Nabi saw, dan Rasul saw bersabda: Sungguh akan keluar dari keturunan lelaki ini suatu kaum yang membaca Alquran namun tidak melewati tenggorokannya (tidak kehatinya), mereka semakin jauh dari agama seperti menjauhnya panah dari busurnya, mereka memerangi orang islam dan membiarkan penyembah berhala, jika kutemui kaum itu akan kuperangi seperti diperanginya kaum Aad (Shahih Bukhari)

: : . :
() Dari Jarir ra: Sungguh Nabi SAW bersabda padanya, pada Haji Wada (Haji perpisahan/haji Nabi saw yang terakhir). Simaklah dengan baik wahai orang-orang, lalu beliau bersabda: Jangan kalian kembali kepada kekufuran setelah aku wafat, saling bunuh dan memerangi satu sama lain (Shahih Bukhari) Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wataala Yang Maha Luhur, Yang Maha menerangi permukaan bumi dan langit dengan cahaya-Nya, dan Maha menerangi jiwa hamba-hamba Nya dimana ketika jiwa seseorang telah diterangi oleh cahaya Allah, maka akan berpijarlah seluruh keluhuran disekitarnya, pada keluarganya, pada tetangganya, pada segala sesuatu yang ia ucapkan, ia dengarkan dan yang ia lewati. Cahaya keberkahan Ilahi berpijar pada segala sesuatu, sebagaimana firman Allah subhanahu wataala dalam hadits qudsi :


Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan terus menerus hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan yang sunnah hingga Aku mencintai dia. Jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, dan pandangannya yang dia memandang dengannya, dan tangannya yang dia menyentuh dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Jikalau dia meminta kepada-Ku niscaya pasti akan Kuberi, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya pasti akan Kulindungi. Maka ketika seorang hamba melewati tuntunan Ilahi baik amalan yang wajib atau yang sunnah semampunya sampai Allah mencintainya, karena jika Allah mencintainya maka cahaya Allah subhanahu wataala berpijar dari penglihatannya, pendengarannya, dan sanubarinya, cahaya Allah berpijar dari doa-doa dan munajatnya, ketika jiwanya bergetar maka bergetar seluruh alam semesta dengan getaran jiwanya . Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah Di tahun yang lalu kita mengetahui bagaimana banyak gunung-gunung di hampir seluruh permukaan pulau Jawa yang akan meletus, sehingga dinaikkan statusnya menjadi status awas, status siaga 2 atau siaga 1, hampir semua gunung-gunung merapi itu mendadak ingin meletus, namun setelah masuk bulan Rabiul Awal dan mulailah seluruh pulau Jawa bergemuruh dengan bacaan dzikir dan maulid nabi sehingga mulai reda dan tidak satu gunung pun yang meletus, dikarenakan kewibawaan Allah yang Allah munculkan dengan sayyidina Muhammad shallallahu alaihi wasallam, padahal beliau telah wafat 14 abad yang silam, namun pijaran cahaya Ilahi tetap berpijar pada para pewarisnya, tetap berpijar pada jiwa para pecintanya, pada jiwa para pembelanya, dan tidak ada orang-orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wataala selain para pengikut sayyidina Muhammad shallallahu alaihi wasallam, para pecinta sayyidina Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Allah subhanahu wataala telah menyampaikan kepada sang nabi secara tegas dan lugas, dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menasihati ummatnya setelah beliau wafat untuk tidak saling hantam satu sama lain, tidak saling menyakiti satu sama lain, tidak saling membunuh antar sesama. Beberapa waktu yang lalu di wilayah ini belum pernah terjadi tawuran, namun sejak tahun 1998 mulai terjadi tawuran maka hal ini merupakan peme rosotan sosial yang sangat memalukan, dan semoga tidak akan pernah terjadi lagi. Saya menghimbau kepada para pemuda Pancasila, dari Forum Betawi Rembuk, dari FORKABI dan seluruh organisasi-organisasi Islam untuk sama-sama bersatu dalam satu kesatuan Laa ilaaha illallaah Muhammadun Rasulullah. Ketahuilah bahwa perkelahian hanya akan menyebabkan kesusahan dan akan memunculkan banyak korban, akan timbul balas dendam, dan hal ini merupakan taktik lama yaitu adu domba dibuat oleh musuh-musuh Islam, namun tetap saja muslimin terkecoh atau terpancing olehnya. Maka janganlah kita tersu terkecoh olehnya, kita sesame muslimin bersatu dalam kalimat Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah, ikatan pertama yang tidak bisa terputus di dunia dan di akhirat, dan ikatan yang kedua adalah ikatan saudara sebangsa meskipun

mungkin berbeda agama. Satu contoh misalnya seseorang pergi ke luar negeri, negara yang tidak menggunakan bahasa Indonesia, kemudian orang tersebut kehilangan sesuatu atau mungkin tersesat di jalan, maka ia akan kebingungan karena orang disana tidak ada yang bisa berbahasa Indonesia dan ia tidak bisa berbahasa bahasa di negara tersebut, tiba-tiba di saat seperti itu ia bertemu dengan orang Indonesia maka bagaimana rasa gembiranya orang tersebut, maka tanpa memandang apakah orang itu seagama dengannya apa tidak, maka ia akan sangat gembira karena merasa telah bertemu dengan saudaranya, itulah saudara sebangsa yang terkadang di dalam negeri tidak merasakan persaudaraan tersebut. Dan ikatan persaudaraan yang lain adalah bahwa seluruh manusia di barat dan timur berasal dari Adam dan Hawa. Ketiga ikatan besar ini, yang dua akan terputus di dunia dan satu ikatan akan abadi di akhirat yaitu ikatan iman dan islam . Namun yang sangat menyayangkan dan menyedihkan saat ini justru ikatan iman yang banyak terputus dan berantakan . Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memberikan kepada kita peringatan bagaimana seharusnya kita menjaga ikatan tali silaturrahmi dan balasan yang dahsyat jika memutuskan hubungan tali silaturrahmi. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Al Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad bahwa tidak ada balasan yang lebih cepat datang kepada seseorang yang berbuat dosa, melebihi balasan untuk orang yang memutuskan tali silaturrahmi. Orang yang memutuskan tali silaturrahmi akan cepat mendapatkan balasannya baik di dunia atau di akhirat, dan terlebih lagi jika yang terputus adalah hubungan kita dengan nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, atau mungkin dengan mencaci orang yang bershalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah membagikan emas kepada beberapa orang Najd, maka gemuruhlah orang Quraisy dan Anshar karena emas tersebut hanya diberikan kepada mereka, maka seseorang datang dan berkata kepada kepada nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam : Wahai Muhammad, bertaqwalah engkau kepada Allah, kemudian mendengar hal tersebut berkatalah sayyidina Khalid bin Walid : Wahai Rasulullah izinkan aku untuk membunuh orang ini, namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarangnya, ketika orang tersebut pergi, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata : Akan muncul dari keturunan orang tersebut suatu kelompok yang membaca Al quran namun tidak melewati tenggorokannya, mereka keluar dari Islam sebagaimana melesetnya anak panah dari sasarannya, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan hidup para penyembah berhala, dan jika aku sempat mendapati mereka maka akan kubunuh mereka sebagaimana pembunuhan terhadap kaum Ad. Dan zaman sekarang banyak yang membaca Al quran dengan suara yang indah dan bagus namun tidak sampai ke tenggorokan, maksudnya adalah hati mereka masih penuh dengan kedengkian terhadap orang lain, mereka adalah orangorang yang memerangi orang-orang muslim dan membiarkan orang-orang yang menyembah berhala. Banyak di zaman sekarang orang-orang yang membidahkan shalawat, mengatakan orang yang ziarah kubur telah melakukan kesyirikan, padahal mereka adalah saudara sesama muslim yang mengakui Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasuulullah, namun mereka tidak memerangi orang- orang yang menyembah berhala. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata : Jika aku mendapati mereka maka akan kubunuh mereka sebagaimana pembunuhan terhadap kaum Ad. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak memerintah untuk memerangi kelompok tersebut, dari hadits tersebut dapat difahami bahwa hanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang berhak memerangi mereka, adapaun tugas kita tidak memerangi akan tetapi membenahi saja, jangan sampai ajaran tersebut semakin meluas dan tersebar, maka waspadalah terhadap keluarga, anak-anak, saudara, teman dan para tetangga

agar tidak terjebak ke dalam ajaran-ajaran kelompok tersebut yang mana ajaran itu akan mengakibatkan tercemarnya nama baik Islam. Dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari dikatakan oleh sayyidina Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada para sahabat : Maukah kuberitahukan kepada dosa-dosa yang paling besar?, maka para sahabat berakata : tentu wahai Rasulullah, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata :

( )
Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan perkataan dusta. (Shahih Al Bukhari) Ketiga perbuatan tersebut merupakan dosa yang paling besar, dan ketika Rasulullah mengucapkan kalimat ( ucapan/ persaksian yang dusta), beliau mengulang-ulang ucapan itu, yang mana ucapan tersebut bisa berupa fitnah, adu domba, dan lainnya sehingga dengan ucapan itu membuat orang yang baik menjadi hina atau sebaliknya. Dan hal itu merupakan dosa yang paling besar diantara perbuatan dosa yang lainnya. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga telah menyampaikan kepada kita akan keutamaan dan pahala dari berbuat baik kepada kedua orang tua. Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : Wahai Rasulullah, ibuku telah wafat dan jika aku mengirimkan pahala untuknya apakah pahala itu akan sampai kepadanya?, maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : iya betul, oleh sebab itu berbaktilah kepada kedua orang tua karena berbakti kepada keduanya adalah hal yang lebih mulia daripada jihad, sebagaimana ketika salah seorang pemuda berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : Wahai Rasulullah, akun ingin berhijrah, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata : Apakah kedua orang tuamu masih hidup?, pemuda itu berkata : iya, mereka masih hidup, maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata : Pulanglah dan berbaktilah kepada kedua orang tuamu karena berbakti kepada mereka lebih utama daripada jihad. Maka jika ada orang yang belum berbakti kepada kedua orang tuanya maka tidak sebaiknya tidak membicarakan jihad fisabilillah namun berjihadlah terlebih dahulu terhadap nafsunya dan berbaktilah kepada kedua orang tunya. Dan salah satu keberkahan besar bahwa orang yang berkhidmah kepada ibunya akan selalu dilimpahi kemakmuran oleh Allah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para sahabat seperti sayyidina Anas bin Malik RA, Abu Hurairah RA, dan yang lainnya yang telah dilimpahi keberkahan dan kemakmuran oleh Allah subhanahu wataala karena berbakti kepada ibunya. Oleh karena itu jika kalian masih mempunyai ayah ibu maka berbaktilah kepada mereka karena hal itu adalah jihad yang termulia, dan jika mereka memiliki akhlaq yang tidak baik maka nasihatilah dengan lemah lembut namun jika tidak berubah maka hal itu adalah hubungan antara mereka dengan Allah subhanahu wataala, dan sebagai seorang anak harus selalu berbuat baik dan berbakti kepada mereka. Dan jika ibunda kalian telah wafat maka kirimilah ia dengan amalan-amalan baik seperti shadaqah dan lainnya. Selanjutnya kita berdoa dan bermunajat kepada Allah subhanahu wataala semoga Allah subhanahu wataala melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada kita, mengampuni segala dosa dan kesalahan kita yang telah lalu dan menyiapkan pengampunan atas dosa dan kesalahan yang akan datang, semoga Allah mengabulkan seluruh hajat kita, dan mengangkat seluruh musibah kita, dan mempermudah segala urusan kita. Wahai Rabbi, kami memohon dengan nama-Mu Yang Maha Agung, kami tenggelamkan segala musibah dalam keagungan nama-Mu, kami bentengi diri kami dari seluruh musibah dengan kewibawaan nama-Mu, kami bentengi seluruh masalah dan segala kesedihan kami dengan kewibawaan nama-Mu Ya Allah


Ucapkanlah bersama-sama

..
(Majelis Rasulullah)

Mengenal Jalan Hidup Golongan yang Selamat (Manhaj AlFirqah An-Najiyah)


Tuesday, 28 June 2011 02:18 | Written by Administrator | Penulis: Buletin Islam AL ILMU Edisi: 6/II/IX/1432 Para pembaca semoga rahmat Allah subhanahu wa taala senantiasa tercurahkan kepada kita semua. Judul di atas sangat terkait dengan apa yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang akan terjadi perselisihan yang banyak setelah meninggalnya beliau shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana dalam sabdanya: Aku wasiatkan padamu agar engkau bertakwa kepada Allah, patuh dan taat, sekalipun yang memerintahmu seorang budak Habsyi. Sebab barangsiapa hidup (lama) di antara kamu tentu akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena itu, berpegang teguhlah pada sunnahku (ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, red) dan sunnah khulafaur rasyidin yang (mereka itu) mendapat petunjuk. Pegang teguhlah ia sekuatkuatnya. Dan hati-hatilah terhadap setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena semua perkara yang diada-adakan itu adalah bidah, sedangkan setiap bidah adalah sesat (dan setiap yang sesat tempatnya di dalam Neraka). (HR. Nasai dan At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecahbelah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam An-Naar (Neraka) dan satu golongan di dalam Al-Jannah (Surga), yaitu Al-Jamaah. (HR. Ahmad dan yang lain. AlHafizh Ibnu Hajar menggolongkannya sebagai hadits hasan) Dalam riwayat lain disebutkan:

Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya. (HR. At-Tirmidzi, dan di-hasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami no. 5219) Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa golongan yang selamat itu hanya satu yaitu golongan yang berpegang teguh dengan sunnah (ajaran) Nabi shallallahu alaihi wasallam dan sunnah khulafaur rasyidin radhiyallahu anhum. Bahkan disebutkan dalam riwayat yang lain, yaitu golongan yang meniti jejak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiyallahu anhum. Adapun apa yang sering didengungkan bahwa perselisihan umat itu adalah rahmat berdasarkan sebuah hadits: Perselisihan umatku adalah rahmat. Hadits tersebut setelah diteliti oleh para ulama ternyata tidak didapati dari mana sumbernya. Bukan sabda Rasul shallallahu alaihi wasallam dan bukan pula perkataan para shahabat radhiyallahu anhum, sehingga tidak bisa dijadikan sandaran, karena tergolong hadits dhaif (lemah) bahkan mungkar. Dari sisi kandungan, hadits tersebut bertentangan dengan Al-Quran dan hadits-hadits yang shahih yang memerintahkan kaum muslimin untuk bersatu dan melarang dari berpecah-belah. Para pembaca rahimakumullah, bagaimanakah ciri-ciri dan jalan hidup yang ditempuh oleh golongan yang selamat itu? Untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti pemaparan tentang manhaj (jalan hidup) yang ditempuh oleh satusatunya golongan yang selamat tersebut, sehingga kita bisa meniti jejak mereka. MANHAJ (JALAN HIDUP) GOLONGAN YANG SELAMAT Yaitu yang terkandung Al-Quranul Karim yang diwahyukan Allah subhanahu wa taala kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, dan beliau jelaskan kepada para sahabatnya radhiyallahu anhum dalam hadits-hadits yang shahih. Beliau shallallahu alaihi wasallam memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh dengan keduanya: Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) dengan keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnahku (tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam). (Dishahih-kan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami)

Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya/tuntunannya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibat-nya. (An-Nisaa: 59) Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (wahai Muhammad shallallahu alaihi wasallam, red) sebagai hakim (penentu keputusan) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisaa: 65) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Hujurat: 1) Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata: Aku mengira mereka akan binasa. Aku sampaikan (kepada mereka) sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, sedang mereka menimpalinya dengan ucapan Abu Bakar dan Umar. (HR. Ahmad dan Ibnu Abdil Barr) Adapun manusia selainnya, betapapun tinggi derajatnya, terkadang ia terjatuh kepada kesalahan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Setiap bani Adam (pernah) melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang bertaubat. (Hadits hasan riwayat Imam Ahmad) Imam Malik berkata, Tak seorang pun sesudah Nabi shallallahu alaihi wasallam melainkan ucapannya diambil atau ditinggalkan (ditolak), kecuali Nabi shallallahu alaihi wasallam (yang ucapannya selalu diambil dan diterima). Mengesakan Allah dalam beribadah, seperti berdoa dan memohon pertolongan baik pada masa sulit maupun lapang, menyembelih kurban, bernadzar, tawakkal, berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa taala dan berbagai bentuk ibadah lain yang semuanya menjadi dasar bagi tegaknya Daulah Islamiyah yang benar. Menjauhi dan membasmi berbagai bentuk kesyirikan dengan segala bentuknya yang banyak ditemui di negara-negara Islam, sebab hal itu merupakan konsekuensi tauhid. Dan sungguh, suatu golongan tidak mungkin mencapai kemenangan jika ia meremehkan masalah tauhid, tidak membendung dan memerangi syirik dengan segala bentuknya. Hal-hal di atas merupakan

teladan dari para rasul dan Rasul kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu, mereka menjadi orang-orang asing di tengah kaumnya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam: Sesungguhnya Islam pada permulaannya adalah asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada permulaannya. Maka keuntungan besar bagi orang-orang yang asing. (HR. Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: Dan keuntungan besar bagi orang-orang yang asing. Yaitu orang-orang yang (tetap) berbuat baik ketika manusia sudah rusak. (Asy-Syaikh AlAlbani berkata, Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Amr Ad-Dani dengan sanad yang shahih.) Golongan Yang Selamat mengambil fiqih (pemahaman hukum-hukum Islam) dari Al-Quran, hadits-hadits yang shahih, dan pendapat-pendapat para imam mujtahidin yang sejalan dengan hadits shahih. Hal ini sesuai dengan wasiat mereka, yang menganjurkan agar para pengikutnya mengambil hadits shahih, dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengannya. Mereka mengingkari cara-cara bidah dalam hal agama yang jauh dari sunnah Rasul shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya, dan mengingkari sekte-sekte sesat yang memecah belah umat. Sehingga mereka mendapatkan pertolongan dan masuk Al-Jannah (Surga) dengan anugerah Allah subhanahu wa taala dan syafaat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Golongan Yang Selamat mengajak manusia berhukum dengan Kitabullah (AlQuran) yang diturunkan Allah untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Allah Maha Mengetahui sesuatu yang lebih baik bagi mereka. Hukum-hukumNya abadi sepanjang masa, cocok dan relevan bagi penghuni bumi sepanjang zaman. Umat Islam tidak akan jaya dan mulia kecuali dengan kembali kepada ajaran-ajaran Islam dan hukum-hukumnya, baik secara pribadi, kelompok maupun secara pemerintahan. Sebagai realisasi dari firmanNya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Rad: 11) Berjihad di jalan Allah wajib bagi setiap muslim sesuai dengan kekuatan dan

kemampuannya. Jihad dapat dilakukan dengan: Pertama, jihad dengan lisan dan tulisan: Mengajak umat Islam dan umat lainnya agar berpegang teguh dengan ajaran Islam yang shahih, tauhid yang murni dan bersih dari syirik yang ternyata banyak terdapat di negara-negara Islam. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah memberitakan tentang hal yang akan menimpa umat Islam ini. Beliau bersabda: Tidaklah terjadi Hari Kiamat hingga kelompok-kelompok dari umatku mengikuti orang-orang musyrik, dan kelompok-kelompok dari umatku menyembah berhala-berhala. (Hadits shahih, riwayat Abu Dawud, hadits yang semakna ada dalam riwayat Muslim) Kedua, jihad dengan harta: Menginfakkan harta untuk penyebaran dan peluasan ajaran Islam, mencetak buku-buku dakwah ke jalan yang benar, memberikan santunan kepada umat Islam yang masih lemah imannya agar tetap memeluk agama Islam, memproduksi dan membeli senjata-senjata dan peralatan perang, memberikan bekal kepada para mujahidin, baik berupa makanan, pakaian, atau keperluan lain yang dibutuhkan. Ketiga, jihad dengan jiwa: Bertempur dan ikut berpartisipasi di medan peperangan untuk kemenangan Islam. Agar kalimat Allah (Laa ilaaha illallah) tetap jaya sedang kalimat orang-orang kafir (syirik) menjadi hina. Dalam hubungannya dengan ketiga perincian jihad di atas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengisyaratkan dalam sabdanya: Perangilah orang-orang musyrik itu dengan harta, jiwa dan lisanmu. (HR. Abu Dawud, hadits shahih) Tentunya, jihad dengan jiwa ini haruslah di bawah komando pemerintah. Tidak bisa dilakukan secara individu atau kelompok tertentu. Demikianlah di antara jalan hidup golongan yang selamat, semoga Allah subhanahu wa taala menjadikan kita termasuk dari mereka, dengan suatu harapan mendapatkan keselamatan dari Allah, baik dalam kehidupan dunia, maupun kehidupan akhirat kelak. Amin. Sumber:

Islam Syariat Semesta Alam


Tuesday, 28 June 2011 02:10 | Written by Administrator | : Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidaklah mendengar tentangku (diutusnya aku) seorangpun dari umat ini, baik ia seorang Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia mati dan belum beriman dengan apa yang aku bawa (Syariat Islam) melainkan ia termasuk penghuni neraka. HR. Muslim Pembaca yang dirahmati Allah subhanahu wa taala, kali ini kita akan mengkaji sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting darinya. Sebuah hadits sahih, yang tidak ada keraguan padanya karena telah diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahih-nya; tepatnya pada bab Wajibnya Beriman kepada Risalah Nabi Kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bagi Seluruh Manusia dan Terhapusnya Agama-agama dengan Agamanya. Dari shahabat yang mulia Penghafal Islam Abu Hurairah radhiyallahu anhu, semoga Allah meridhainya. Hadits ini adalah salah satu hadits dari hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang berbicara tentang salah satu prinsip utama dalam Islam,

yaitu wajibnya beriman kepada risalah yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahwa risalah beliau shallallahu alaihi wa sallam berlaku secara umum. Hal ini merupakan perwujudan syahadah (persaksian) bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah benar-benar utusan Allah subhanahu wa taala. Keumuman Risalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam Pembaca yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa taala, dalam hadits yang mulia ini terdapat sebuah berita dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang mengandung peringatan dan ancaman sebagai penghuni neraka kepada mereka yang tidak mau beriman serta tunduk kepada syariat Islam yang dibawa oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan paham dan mengerti bahwa apa yang dibawa oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah haq (kebenaran). Baik mereka dari kalangan umat Islam itu sendiri, atau dari selain umat Islam seperti Yahudi, Nashrani, Majusi, dan yang lainnya. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam kita diutus kepada seluruh umat dan syariatnya berlaku bagi seluruh manusia tanpa terkecuali, apakah itu bangsa Arab atau (non-Arab), berkulit putih, hitam, atau merah dari kalangan budak atau yang merdeka. Demikian pula berlaku kepada umat-umat yang beragama dengan syariat para nabi terdahulu, sebagaimana dalam hadits ini. Lebih dari itu, Allah subhanahu wa taala menegaskan (artinya): Katakanlah, (wahai Muhammad), wahai sekalian manusia, sungguh aku adalah utusan Allah kepada kalian semuanya. (Al-Araf: 158) Dalam sabdanya yang lain Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan: Sesungguhnya para rasul sebelumku diutus hanya kepada kaum mereka semata, sedangkan aku diutus kepada manusia seluruhnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu) Bahkan keumuman risalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam kita tidak hanya kepada manusia semata akan tetapi meliputi golongan jin juga, sebagaimana dijelaskan para ulama berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur`an dan Sunnah (Al Hadits). Berkata Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah: Allah telah mengutusnya (Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) kepada seluruh manusia dan mewajibkan ketaatan kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam bagi seluruh ats-tsaqolain (jin dan manusia). (Lihat Tsalatsatul Ushul) Juga Al-Imam Ath-Thohawi rahimahullah berkata: Dan Beliau shallallahu

alaihi wa sallam adalah seorang nabi yang diutus kepada seluruh bangsa jin dan manusia dengan kebenaran dan petunjuk, serta pelita dan cahaya. (Lihat Aqidah Ath-Thohawiyyah) Bantahan Syubhat bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya diutus kepada bangsa Arab Dari penjelasan di atas terbantahlah sebuah syubhat (kerancuan berpikir, red) yang dilontarkan oleh sebuah kelompok/aliran dari kaum Nashara bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya diutus kepada bangsa Arab saja, sehingga mereka mengingkari kenabian beliau shallallahu alaihi wa sallam kepada selain bangsa Arab. Maka ini sesungguhnya kekufuran yang nyata kepada Allah subhanahu wa taala sekaligus pendustaan terhadap Allah subhanahu wa taala dan rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil yang pasti dan jelas tentang keumuman risalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Padahal kalau mereka (kaum Nashara) mau jujur bahwasanya berita tentang akan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai Rasul yang terakhir telah termaktub dalam kitab mereka Injil, bahkan Allah subhanahu wa taala mengisahkan ucapan Nabi Isa alaihis salam sebagaimana dalam ayat-Nya (artinya): Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata." (Ash-Shoff: 6) Berkata Asy-Syaikh As-Sadi rahimahullah: Dia adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muththolib, seorang nabi dari Bani Hasyim. (Lihat Tafsir As-Sadi, pada tafsir surat Ash-Shoff ayat ke-6, karya Asy-Syaikh As-Sadi rahimahullah). Allah telah mengabarkan bahwa mereka (Yahudi dan Nashara) benar-benar mengenal Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa taala berfirman (artinya): Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. (Al-Baqarah: 146) Lebih dari itu, telah disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi Isa alaihis salam akan turun ke bumi pada akhir zaman, dan akan

menghapus agama Nashrani, serta berhukum dengan syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda : - - Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! sungguh telah dekat (waktu) turunnya Isa bin Maryam kepada kalian sebagai hakim yang adil, akan menghancurkan salib, membunuh babi, dan tidak menerima jizyah/upeti. Dan (saat itu) harta berlimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya. (Muttafaqun alaihi) Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah ketika menjelaskan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam menghancurkan salib dan membunuh babi berkata: Yakni benar-benar akan menghapus agama Nashraniyah dengan menghancurkan salib dan menghilangkan keyakinan orang-orang Nashara dalam pengultusan Beliau (Nabi Isa) alaihis salam. (Lihat Fathul Bari, Kitab Ahadits Al-Anbiya`, Bab Nuzul Isa bin Maryam alaihis salam). Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim dengan lafazh: : . .- - Dan ia (Nabi Isa bin Maryam) pemimpin bagi kalian. Ibnu Abi Dzib (perawi hadits) berkata: Tahukah kamu dengan apa dia memimpin kalian? Aku berkata (muridnya Ibnu Abi Dzib): Beritahukanlah kepadaku! Maka ia menjawab: Dengan Al-Qur`an dan Sunnah (ajaran) Nabi kalian. Oleh karena itu, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah meletakkan sebuah bab dalam Shahih Muslim dengan judul: Bab Penjelasan tentang Turunnya Nabi Isa bin Maryam alaihis salam (di akhir zaman sebagai hakim) berdasarkan syariat Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa taala berfirman (artinya): Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Nabi Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa`: 159) Al-Imam Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan sebuah atsar (perkataan shahabat) dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata: Demi Allah! Sesungguhnya dia (Isa bin Maryam alaihis salam)

sekarang masih hidup. Tetapi jika ia turun (ke bumi), maka mereka semuanya (Yahudi dan Nashara) akan beriman kepadanya. (Fathul Bari, Kitab Ahadits Al-Anbiya`, Bab Nuradhiyallahu anhuul Isa bin Maryam alaihis salam) Dari beberapa hadits di atas, kita mengetahui bahwa syariat beliau shallallahu alaihi wa sallam berlaku bagi seluruh umat dan suku bangsa, dan syariat beliau berlaku sepanjang zaman, dari zaman ketika beliau diutus sampai akhir zaman (hari kiamat). Di antara dalil yang menunjukkan bahwa syariat Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga berlaku bagi seluruh umat ialah apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Seandainya Nabi Musa alaihis salam hidup, maka tidak boleh baginya kecuali mengikuti (syariat)ku . Penulis: Buletin Islam AL ILMU Edisi: 4/I/IX/1432 H Maka sangat batil ucapan yang menyatakan bahwa sebagian syariat Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya cocok di masa dahulu ketika Beliau shallallahu alaihi wa sallam hidup. Adapun pada masa ini perlu adanya revisi atau kaji ulang agar lebih sesuai dengan zaman dan memberikan maslahah (kebaikan, red) kepada umat. Karena secara tidak langsung orang yang mengucapkan ucapan ini telah menghukumi bahwa syariat Islam tidak relevan dengan zaman dan tidak berlaku secara umum. Dan hal ini tentunya bertentangan dengan dalil-dalil yang telah kita sebutkan serta penjelasan-penjelasan para ulama. Dan orang yang seperti ini benar-benar telah mencela Allah subhanahu wa taala, karena konsekuensi dari ucapan tersebut (yang pada hakekatnya adalah syubhat) bahwa Allah subhanahu wa taala tidak mengetahui apa yang terjadi pada masa ini. Subhanallahi amma yaqulun! (Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan). Sungguh hal ini adalah sikap lancang dan berani kepada Allah subhanahu wa taala. Kita berlindung kepada-Nya dari sikap yang seperti ini. Kewajiban Tunduk dan Taat kepada Syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam Dengan demikian, maka wajib bagi orang-orang Yahudi dan Nashara, untuk beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, serta tunduk dan taat kepada syariat beliau shallallahu alaihi wa sallam jika mereka menginginkan keselamatan di akhirat kelak, dan jika mereka mengaku sebagai pengikut Nabi Musa dan Isa alaihumas salam, serta mengklaim

bahwa mereka berpegang kepada Taurat dan Injil yang telah Allah subhanahu wa taala turunkan kepada kedua Nabi yang mulia tersebut. Terkhusus pula bagi kaum muslimin, wajib untuk benar-benar beriman kepada syariat Nabi mereka secara kaffah (menyeluruh, red) dalam qalbu (hati)nya, diucapkan dengan lisan, kemudian dibuktikan dengan amal perbuatan. Dan juga senantiasa mengagungkan syariat Islam dengan cara mempelajari dan memahaminya, kemudian mengamalkan dalam kehidupannya. Bukan sebatas pemanis bibir dengan hanya meneriakkannya di jalan-jalan, mimbar-mimbar, atau dalam sebuah karya tulis, majalah, buletin, dan yang semisalnya tentang penerapan Syariat Islam namun samasekali tidak ada perwujudannya, baik dalam sekup kecil dirinya dan keluarganya, apalagi dalam tatanan negara. Sebagaimana peribahasa: Jauh panggang dari api, tindakan mereka tidak sesuai dengan maksudnya. Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali dengan mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara kaffah (menyeluruh). Jangan sampai menjadi seperti sebuah ungkapan: Anda menginginkan keselamatan, namun Anda tidak menempuh jalanjalannya. Sesungguhnya bahtera tidak akan pernah bisa berlayar di atas (tempat) yang kering.

Kedudukan Kitab "Fadha'il Al-A'mal" Kitab Rujukan Jama'ah Tabligh


Tuesday, 04 January 2011 12:50 | Written by Administrator | Kedudukan kitab "fadha'il al-a'mal", kitab rujukan utama jama'ah tabligh Lajnah Daimah ditanya: Syaikh Muhammad Zakaria rahimahullah termasuk ulama yang paling masyhur di India dan Pakistan,khususnya dilingkungan jama'ah tabligh.Dia memiliki beberapa tulisan,diantaranya kitab "fadha'il al-a'mal",dimana kitab ini dibanyakan dihalaqah-halaqah yang membahas agama dikalangan jama'ah tabligh.para anggota jama'ah ini meyakini kitab ini seperti "shahih bukhari",dan yang semisalnya,dan dahulu akupun bersama mereka.Disaat sedang

membaca kitab ini, aku mendapati banyak kisah-kisah yang diriwayatkan, yang terkadang sulit difahami dan meyakininya.Oleh karena itu,aku mengirim kepada lembaga kalian agar dapat memberi jalan keluar dari permasalahanku ini. Diantara kisah ini adalah kisah yang diriwayatkan oleh Sayyid Ahmad Rifa'I,dimana dia berkata: tatkala dia selesai menunaikan ibadah haji, diapun mengunjungi kuburan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam sambil melantunkan bait-bait syair berikut dan berdiri di depan kuburan Nabi Shallallahu alaihi wasallam sambil berkata: . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .. Dikejauhan aku melepaskan ruhku Bumipun menerimanya dan dia menjadi penggantiku Inilah negeri orang-orang yang telah hadir julurkanlah tanganmu agar bibirku mendapat bagian darinya Setelah membaca bait-bait ini,keluarlah tangan kanan Rasul Shallallahu alaihi wasallam, lalu akupun menciumnya. (Al-Hawi,As-Suyuthi). Dan dia menyebutkan bahwa ada Sembilan puluh ribu muslim yang telah melihat kejadian besar ini,dan mereka dimuliakan dengan mengunjungi tangan yang memiliki berkah itu.Diantara mereka adalah Syaikh Abdul Qadir Jaelani rahimahullah.Yang waktu itu berada di masjid nabawi yang mulia adalah bangunan yang inggi.Maka berkenaan dengan kisah ini,aku ingin bertanya kepada kalian: 1. Apakah kisah ini memiliki asal,atau tidak ada hakekatnya? 2. Apa menurut kalian tentang kitab "Al-Hawi" karya As-Suyuthi,dimana dia menetapkan adanya kisah ini? 3. Jika kisah ini tidak benar, apakah boleh shalat dibelakang imam yang meriwayatkan kisah ini dan meyakini kebenarannya? Apakah sah keimamahannya atau tidak? 4. Apakah boleh membaca kitab-kitab seperti ini dihalaqah-halaqah agama di masjid-masjid? Dimana kitab ini dibacakan dimasjid-masjid di Britania oleh kaum jama'ah tabligh ,dan juga sangat masyhur di kerajaan Arab Saudi,khususnya di Madinah Munawwarah,dimana penulis kitab ini hidup lama di Madinah Munawwarah.Saya berharap kepada para Syaikh yang mulia agar memberi faedah kepada kami dengan jawaban yang cukup dan terperinci,agar saya dapat menerjemahkannya kedalam bahasa negeri setempat lalu menyebarkanya kepada para sahabat dan temanku,dan kaum muslimin lainnya yang saya berbincang dengannya dalam pembahasan ini? Lajnah menjawab:

: )( : ) ( . . . "ini adalah kisah yang batil yang tidak ada landasan kebenarannya sama sekali,sebab asal hukum orang yang telah mati apakah dia seorang nabi atau bukan bahwa dia sudah tidak bergerak dalam kuburannya,apakah dengan menjulurkan tangannya atau yang lainnya.Adapun yang disebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengeluarkan tangannya kepada Rifa'I atau yang lainnya,tidaklah benar. Bahkan ini merupakan khayalan yang tidak ada landasan kebenarannya, dan tidak boleh membenarkannya.Nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menjulurkan tangannya kepada Abu Bakar,Umar ,tidak pula selain keduanya dari kalangan para sahabat,terlebih lagi selain mereka.Jangan pula tertipu dengan penyebutan Suyuthi terhadap kisah ini dalam kitabnya (Al-Hawi) , sebab Suyuthi dalam tulisan-tulisannya seperti yang disebutkan para ulama: hathibul lail (pencari kayu bakar dimalam hari)1 , dia menyebut yang kurus dan yang gemuk (tidak memperhatikan kebenaran apa yang dinukilnya,pen), dan tidak diperbolehkan shalat dibelakang orang yang meyakini kebenaran kisah ini sebab dia meyakini perkara-perkara khurafat ini dan ada kerusakan dalam akidahnya, dan tidak boleh pula membacakan kepada manusia kitab "fadha'il al-a'mal" dan yang lainnya dari kitab yang mengandung berbagai khurafat dan cerita-cerita palsu di masjid-masjid atau yang lainnya,sebab yang demikian menyebabkan tersesatnya manusia dan tersebarnya perkara khurafat dikalangan diantara mereka. Kami memohon kepada Allah Azza wajalla agar memberi taufik kepad kaum muslimin untuk mengenal kebenaran dan mengamalkannya. Sesungguhnya Dia maha mendengan dan maha mengabulkan. Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wasallam ,keluarga dan para sahabatnya.

Lajnah Daimah untuk pembahasan ilmiah dan fatwa Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah Alus Syaikh Anggota: Abdullah Ghudayyan, Saleh Al-Fauzan, Bakr Abu Zaid, (lajnah Daimah fatwa No:21412)

Shahihkah Doa Bulan Rajab ?


Saturday, 23 April 2011 00:01 | Written by Administrator | Senantiasa kita mendengar doa sebagaimana tersebut diatas, saat mendekatnya kita dengan bulan suci Ramadhan. Kebanyakan dai atau penceramah menyandarkan doa ini kepada Nabi shallallohu alaihi wasallam. Namun yang menjadi persoalan adalah, apakah benar doa ini berasal dari Rosululloh (haditsnya shahih)? Nash Hadits tersebut, Telah disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad (1/259) : : . : Menceritakan kepada kami Abdullah, Ubaidullah bin Umar, dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod, dari Ziyad an-Numairi, dari Anas bin Malik berkata ia, Adalah Nabi shallallohhu alaihi wasallam apabila masuk

bulan Rajab, beliau berdoa ;Ya Alloh berkahilah kami dibulan Rajab dan Syaban dan sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan. Kemudian beliau berkata, Pada malam jumatnya ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan. Takhrij hadits, Diriwayatkan oleh Ibn Sunny dalam Amal Yaumi wal Lailah (659) dari jalur ibn Mani dikabarkan oleh Ubaidullah bin Umar Al-Qawaririy. Dan Baihaqiy dalam Suabul Iman (3/375) dari jalur Abi Abdullah al-Hafidz, dikabarkan dari Abu Bakr Muhammad bin Mamal, dari AlFadhil bin Muhammad Asy-Syaraniy, dari AlQawaririy. Dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah (6/269) dari jalur Habib bin Al-Hasan, dan Ali bin Harun ia berkata, menceritakan kepada kami Yusuf Al-Qadhi, dari Muhammad bin Abi Bakr, dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod. Dan AlBazar dalam Musnadnya (Mukhtasar Zawaidul Bazar li Hafidz 1/285) dari jalur Ahmad bin Malik al-Qusyairi dari Zaidah. Hadits tersebut memiliki 2 cacat, 1. Ziyad bin Abdullah An-Numairy Berkata Yahya bin Main ; Haditsnya Dhaif Berkata Abu Hatim ; Haditsnya ditulis, tapi tidak (bisa) dijadikan Hujjah Berkata Abu ubaid Al-Ajry ; Aku bertanya kepada Abu Daud tentangnya, maka ia mendhaifkannya. Ibnu Hajr berkata : Ia Dhaif 1. Zaidah bin Abi Ar-Raaqod Berkata Al-Bukhary : Haditsnya Mungkar Abu Daud berkata : Aku tidak mengenalnya An-Nasai berkata : Aku tidak tahu siapa dia Adz-Dzahaby berkata : Tidak bisa dijadikan hujjah Komentar Ahlul Ilmi tentang hadits ini, Al-Baihaqiy dalam Suabul Iman (3/375) berkata, telah menyendiri Ziyad An-Numairi dari jalur Zaidah bin Abi ar-Raqad, Al-Bukhary berkata, Hadits dari keduanya adalah mungkar. An-Nawawy dalam Al-Adzkar (274) berkata, kami telah meriwayatkannya dan terdapat kedhaifan dalam sanadnya. Dan seterusnya lihat http://saaid.net/Doat/Zugail/57.htm SUMBER : http://alatsar.wordpress.com/2007/07/18/doa-bulan-rajab/

Hadits Palsu Seputar Amalan Bulan Rajab


Penulis: Al Ustadz Abu Al Mundzir Dzul Akmal As Salafiy 1. : , , . . , , , , , :

. Artinya : Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban bulan Saya (Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam), sedangkan Ramadhan bulan ummat Saya. Barang siapa berpuasa di bulan Rajab dua hari, baginya pahala dua kali lipat, timbangan setiap lipatan itu sama dengan gunung gunung yang ada di dunia, kemudian disebutkan pahala bagi orang yang berpuasa empat hari, enam hari, tujuah hari, delapan hari, dan seterusnya, sampai disebutkan ganjaran bagi orang berpuasa lima belas hari. Hadits ini Maudhu` (Palsu). Dalam sanad hadits ini ada yang bernama Abu Bakar bin Al Hasan An Naqqaasy, dia perawi yang dituduh pendusta, Al Kasaaiy- rawi yang tidak dikenal (Majhul). Hadits ini juga diriwayatkan oleh pengarang Allaalaiy dari jalan Abi Sa`id Al Khudriy dengan sanad yang sama, juga Ibnu Al Jauziy nukilan dari kitab Allaalaiy. 1. : , , , ., , , Artinya : Barang siapa berpuasa tiga hari di bulan Rajab, sama nilainya dia berpuasa sebulan penuh, barang siapa berpuasa tujuh hari Allah Subhana wa Ta`ala akan menutupkan baginya tujuh pintu neraka, barang siapa berpuasa delapan hari di bulan Rajab Allah Ta`ala akan membukakan baginya delapan pintu sorga, siapapun yang berpuasa setengah dari bulan Rajab itu Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah sekali.Diterangkan di dalam kitab Allaalaiy setelah pengarangnya meriwayatkannya dari Abaan kemudian dari Anas secara Marfu` : Hadits ini tidak Shohih, sebab Abaan adalah perawi yang ditinggalkan, sedangkan `Amru bin Al Azhar pemalsu hadits, kemudian dia jelaskan : Dikeluarkan juga oleh Abu As Syaikh dari jalan Ibnu `Ulwaan dari Abaan, adapun Ibnu `Ulwaan pemalsu hadits. 2. . : . Artinya : Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang mulia. Barang siapa berpuasa satu hari di bulan tersebut berarti sama nilainya dia berpuasa seribu tahun-dan seterusnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Syaahin dari `Ali secara Marfu`. Dan dijelaskan dalam kitab Allaalaiy : Hadits ini tidak Shohih, sedangkan Haruun bin `Antarah selalu meriwayatkan hadits-hadits yang munkar. 3. : , - Artinya : Barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab satu hari sama nilainya dia berpuasa sebulan penuh dan seterusnya. Diriwayatkan oleh Al Khathiib dari jalan Abi Dzarr Marfu`. Di sanadnya ada perawi : Al Furaat bin As Saaib, dia ini perawi yang ditinggalkan. Berkata Al Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Al Amaaliy : sepakat diriwayatkan hadist ini dari jalan Al Furaat bin As Saaib- dia ini lemah- Rusydiin bin Sa`ad, dan Al Hakim bin Marwaan, kedua perawi ini lemah juga. Sesungguhnya Al Baihaqiy juga meriwayatkan hadits ini di kitabnya : Syu`abul Iman dari hadits Anas, yang artinya : Siapapun yang berpuasa satu hari di bulan Rajab sama nilainya dia berpuasa satu tahun. Di menyebutkan hadits yang sangat panjang, akan tetapi di sanad hadits ini juga ada perawi ; `Abdul Ghafuur Abu As Shobaah Al Anshoriy, dia ini perawi yang ditinggalkan. Berkata Ibnu Hibbaan : Dia ini termasuk orang orang yang memalsukan hadits. 4. . : , . Artinya : Barang siapa yang menghidupkan satu malam bulan Rajab dan berpuasa di siang harinya, Allah Ta`ala akan memberinya makanan dari buah buahan sorga- dan seterusnya.

Diriwayatkan dalam kitab Allaalaiy dari jalan Al Husain bin `Ali Marfu`: Berkata pengarang kitab : Hadits ini Maudhu` (palsu). 5. . : . , Artinya : Perbanyaklah Istighfar di bulan Rajab. Sesungguhnya Allah Ta`ala membebaskan hamba hambanya setiap sa`at di bulan itu, dan Sesungguhnya Allah Ta`ala mempunyai kota kota di Jannah-Nya yang tidak akan dimasuki kecuali oleh orang yang berpuasa di bulan itu. Dikatakan dalam Adz dzail : Dalam sanadnya ada rawi namanya Al Ashbagh : Tidak bisa dipercaya. 6. . : , , . - Artinya : Di bulan Rajab ada satu hari dan satu malam, siapapun yang berpuasa di hari itu, dan mendirikan malamnya. Maka sama nilainya dengan orang yang berpuasa seratus tahun dan seterusnya. Dikatakatan dalam Adz dzail : Di dalam sanadnya ada nama rawi Hayyaj, dia adalah rawi yang ditinggalkan. Dan demikian disebutkan tentang : Berpuasa satu hari atau dua hari di bulan itu. Disebutkan juga dalam Adz dzail : Sanad hadits ini penuh dengan kegelapan sebahagian atas sebahagian lainnya, di dalam sanadnya ada perawi perawi yang pendusta : Dan demikian diriwayatkan : Bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkhutbah pada hari jum`at sepekan sebelum bulan Rajab. Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : Hai sekalian manusia! Sesungguhnya akan datang kepada kalian satu bulan yang mulia. Rajab bulan adalah bulan Allah yang Mulian, dilipat gandakan kebaikan di dalamnya, do`a do`a dikabulkan, kesusahan kesusahan akan di hilangkan. Ini adalah Hadist yang Munkar. Dan dalam hadits yang lain : Barang siapa berpuasa satu hari di bulan Rajab, dan mendirikan satu malam dari malam malamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta`ala akan membangkitkannya dalam keadaan aman nanti di hari Kiamat- dan seterusnya. Di dalam sanad hadits ini : Kadzaabun (para perawi pendusta). Demikian juga hadits : Barang siapa yang menghidupkan satu malam di bulan Rajab, dan berpuasa di siang harinya: Allah akan memberikan makanan buatnya buah buahan dari Sorgadan seterusnya. Didalam sanadnya : Para perawi pembohong/pemalsu hadits. Demikian juga hadits : Rajab bulan Allah yang Mulia, dimana Allah mengkhususkan bulan itu buat diri-Nya. Maka barang siapa yang berpuasa satu hari di bulan itu dengan penuh keimanan dan mengharapkan Ridho Allah, dia akan dimasukan ke dalam Jannah Allah Ta`ala- dan seterusnya. Didalam sanadnya : Para perawi yang ditinggalkan. Demikian juga hadits : Rajab bulan Allah, Sya`ban bulan Saya (Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam, Ramadhan bulan ummat Saya. Demikian juga hadits : Keutamaan bulan Rajab di atas bulan bulan lainnya ialah : seperti keutamaan Al Quran atas seluruh perkataan perkataan lainnya- dan seterusnya. Berkata Al Imam Ibnu Hajar : Hadits ini Palsu. Berkata `Ali bin Ibraahim Al `Atthor dalam satu risalahnya : Sesungguhnya apa apa yang diriwayatkan tentang keutamaan tentang puasa di bulan Rajab, seluruhnya Palsu dan Lemah yang tidak ada ashol sama sekali. Berkata dia : `Abdullah Al Anshoriy tidak pernah puasa di

bulan Rajab, dan dia melarangnya, kemudian berkata : Tidak ada yang shohih dari Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam satupun hadist mengenai keutamaan bulan Rajab. Kemudian dia berkata : Dan demikian juga : Tentang amalan amalan yang dikerjakan pada bulan ini : Seperti mengeluarkan Zakat di dalam bulan Rajab tidak di bulan lainnya. Ini tidak ada ashol sama sekali. Dan demikian juga, Dimana penduduk Makkah memperbanyak `Umrah di bulan ini tidak seperti bulan lainnya. Ini tidak ada asal sama sekali sepanjang pengetahuan saya. Dia berkata : Diantara yang diada-adakan oleh orang yang `awwam ialah : Berpuasa di awal kamis di bulan Rajab, yang keseluruhannya ini adalah : Bid`ah. Dan diantara yang mereka ada adakan juga di bulan Rajab dan Sya`ban ialah : Mereka memperbanyak ketaatan kepada Allah melebihi dari bulan bulan lainnya. Adapun yang diriwayatkan tentang : Bahwa Allah Ta`ala memerintahkan Nabi Nuh `Alaihi wa Sallam untuk membuat kapalnya di bulan Rajab ini, serta diperintahkan kamu Mu`minin yang bersama dia untuk berpuasa di bulan ini. Ini Hadits Maudhu` (Palsu). Diantara bid`ah-bid`ah yang menyebar di bulan ini adalah : 1. Sholat Ar Raghaaib. Sholat Ar Raghaaib ini diamalkan di setiap awal Jum`at di bulan Rajab. Ketahuilah semoga Allah Tabaraka wa Ta`ala merahmatimu- bahwa mengagungkan hari ini, malam ini sesungguhnya diadakan ke dalam Din Islam ini setelah abad keempat Hijriyah. (Lihat literatur berikut ini tentang bid`ahnya sholat Raghaib : 1. Iqtida` As Shiratul Mustaqim : hal.283. Dan Tulisan Ilmiyah diantara dua orang Imam ; Al `Izz bin `Abdus Salam dan Ibnu As Sholah sekitar Sholat Raghaaib. 2. Al Ba`itsu `Ala Inkari Al Bida` wa Al Hawaadist : hal. 39 dan seterusnya. 3. Al Madkhal oleh Ibnu Al Haaj : 1/293. 4. As Sunan wal Mubtadi`aat : hal. 140. 5. Tabyiinul `Ujab bima warada fi Fadhli Rajab : hal. 47. 6. Fataawa An Nawawiy : hal. 26. 7. Majmu` Al Fataawa oleh Ibnu Taimiyah : 2/2. 8. Al Maudhuu`aat : 2/124. 9. Allaalaaiy Al mashnu`ah : 2/57. 10. Tanzihus Syari`ah : 2/92. 11. Al Mughni `anil Hifdzi wal Kitab : hall. 297- serta bantahannya : Jannatul Murtaab. 12. Safarus Sa`adah : hal. 150. Sepakat `Ulama tentang hadits-hadits yang diriwayatkan mengenai keutamaan bulan Rajab adalah palsu, sesungguhnya telah diterangkan oleh sekelompok Al Muhaditsin tentang palsunya hadits sholat Ar Raghaaib diantara mereka ialah : Al Haafidz Ibnu hajar, Adz Dzahabiy, Al `Iraaqiy, Ibnu Al Jauziy, Ibnu Taimiyah, An Nawawiy dan As Sayuthiy dan selain dari mereka. Kandungan dari hadits-hadits yang palsu itu ialraah mengenai keutamaan berpuasa pada hari itu, mendirikan malamnya, dinamakan shalat Ar Raghaaib, para ahli Tahqiiq dikalangan ahli ilmu telah melarang mengkhususkan hari tersebut untuk berpuasa, atau mendirikan malamnya melaksanakan sholat dengan cara yang bid`ah ini, demikian juga pengagungan hari tersebut dengan cara membuat makanan makanan yang enak-enak, mengishtiharkan bentuk bentuk yang indah indah dan selain yang demikian, dengan tujuan bahwa hari ini lebih utama dari hari hari yang lainnya. 2. Sholat Ummu Daawud di pertengahan bulan Rajab.

Demikian juga hari terakhir dipertengahan bulan Rajab, dilaksanakan sholat yang dinamakan sholat Ummu Daawud ini juga tidak ada asholnya sama sekali. Iqtidaus Shiraatul Mustaqim : hal. 293. Berkata Al Imam Al Hafidz Abu Al Khatthaab : Adapun sholat Ar Raghaaib, yang dituduh sebagai pemalsu hadits ini ialah : `Ali bin `Abdullah bin jahdham, dia memalsukan hadits ini dengan menampilkan rawi rawi yang tidak dikenal, tidak terdapat diseluruh kitab. Pembahasan Abu Al Khatthaab ini terdapat dalam : Al Baa`its `Ala Inkaril Bida` wal Ahadist : hal. 40. Abul Hasan : `Ali bin `Abdullah bin Al Hasan bin Jahdham, As Shufiy, pengarang kitab : Bahjatul Asraar fit Tashauf. Berkata Abul Fadhal bin Khairuun : Dia pendusta. Berkata selainnya : Dia dituduh sebagai pemalsu hadits sholat Ar Raghaaib. Lihat terjemahannya dalam : Al `Ibir fi Khabar min Ghubar. : (3/116), Al Mizan : (3/142), Al Lisaan : (4/238), Maraatul Jinaan (3/28), Al Muntadzim : (8/14), Al `Aqduts Tsamiin : (6/179). Asal daripada sholat ini sebagaimana diceritakan oleh : At Thurthuusyiy dalam kitabnya : Telah mengkhabarkan kepada saya Abu Muhammad Al Maqdisiy, berkata Abu Syaamah dalam Al Baa`its : hal. 33 : Saya berkata : Abu Muhammad ini perkiraan saya adalah `Abdul `Aziz bin Ahmad bin `Abdu `Umar bin Ibraahim Al Maqdisiy, telah meriwayatkan darinya Makkiy bin `Abdus Salam Ar Rumailiy As Syahiid, disifatkan dia sebagai As Syaikh yang dipercaya, Allahu A`lam. Berkata dia: tidak pernah sama sekali dikalangan kami di Baitul Maqdis ini diamalkan sholat Ar Raghaaib, yaitu sholat yang dilaksanakan di bulan Rajab dan Sya`ban. Inilah bid`ah yang pertama kali muncul di sisi kami pada tahun 448 H, dimana ketika itu datang ke tempat kami di Baitil Maqdis seorang laki laki dari Naabilis dikenal dengan nama Ibnu Abil Hamraa`, suaranya sangat bagus sekali dalam membaca Al Quran, pada malam pertengahan (malam keenam belas) di bulan Sya`ban dia mendirikan sholat di Al Masjidil Aqsha dan sholat di belakangnya satu orang, lalu bergabung dengan orang ketiga dan keempat, tidaklah dia menamatkan bacaan Al Quran kecuali telah sholat bersamanya jama`ah yang banyak sekali, kemudian pada tahun selanjutnya, banyak sekali manusia sholat bersamanya, setelah itu menyebarlah di sekitar Al Masjidil Aqsha sholat tersebut, terus menyebar dan masuk ke rumah rumah manusia lainnya, kemudian tetaplah pada zaman itu diamalkan sholat tersebut yang seolah olah sudah menjadi satu sunnah di kalangan masyarakat sampai pada hari kita ini. Dikatakan kepada laki laki yang pertama kali mengada-adakan sholat itu setelah dia meninggalkannya, sesungguhnya kami melihat kamu mendirikan sholat ini dengan jama`ah. Dia menjawab dengan mudah : Saya akan minta ampun kepada Allah Ta`ala. Kemudian berkata Abu Syaamah : Adapun sholat Rajab, tidak muncul di sisi kami di Baitul Maqdis kecuali setelah tahun 480 H, kami tidak pernah melihat dan mendengarnya sebelum ini. (Al Baa`itsu : hal. 32-33). Fatwa Ibnu As Sholaah tentang sholat Ar Raghaaib, Malam Nishfu Sya`ban 3. Sholat Al Alfiah. Sesungguhnya As Syaikh Taqiyuddin Ibnu As Sholaah rahimahullah Ta`ala pernah dimintai fatwa tentang hal ini, lalu beliau menjawab : Adapun tentang sholat yang dikenal dengan sholat Ar Raghaaib adalah bid`ah, hadits yang diriwayatkan tentangnya adalah palsu, dan tidaklah sholat ini dikenal kecuali setelah tahun 400 H, tidak ada keutamaan malamnya dari malam malam yang lainnya. Lihat Hadist hadist ini dalam kitab yang disebutkan di atas hal. 100-101, dan hal. 439-440.

Diterjemahkan dari kitab Al Fawaaid Al Majmu`ah, Al Ahadiits Al Maudhu`ah, karya Syaikhul Islam Muhammad Bin `Ali As Syaukaniy (Wafat : 1250 H) (Dikutip dari website http://thullabul-ilmiy.or.id/modules/news/artikel.php?storyid=3, judul asli Hadist-Hadist Palsu Mengenai Keutamaan Bulan Rajab., diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu Al Mundzir As Salafiy.)

Penetapan bahwa Orang-Orang yang Merayakan Maulid Menganggap Perayaan itu Bagian dari Agama [Dan bahwasanya orang-orang yang berperan serta di dalamnya akan mendapatkan pahala]
Tuesday, 15 February 2011 06:34 | Oleh Al-Ustadz Abu Muawiah Pada bab ini kami akan menukil sebahagian perkataan orangorang yang membolehkan perayaan maulid, yang dari perkataan mereka akan nampak jelas bahwa mereka menganggap perayaan ini termasuk bagian dari agama dan bahwa yang menghadiri perayaan tersebut diberikan pahala atasnya. 1. As-Suyuthy berkata dalam Husnul Maqshod fii Amalil Maulid yang tergabung dalam kitab Al-Hawy Lil Fatawa (1/189), Asal amalan maulid -berupa berkumpulnya manusia, membaca sesuatu yang mudah dari Al-Qur`an, meriwayatkan hadits-hadits yang warid (datang) tentang awal perkara (baca: kelahiran) Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan sesuatu yang terjadi pada saat kelahiran beliau berupa tanda-tanda yang hebat, kemudian di hidangkan kepada mereka makanan yang mereka makan, lalu mereka semua pulang tanpa ada tambahan dari hal-hal di atas-, ini adalah bidah hasanah, pelakunya diberikan ganjaran pahala atasnya karena di dalamnya terdapat pengagungan terhadap kedudukan Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, menampakkan kesenangan dan kegembiraan dengan hari kelahiran beliau yang mulia. 2. Muhammad bin Alwy Al-Maliky berkata dalam Haulal Ihtifal bil Maulid An-Nabawy (hal. 15-16), Sesungguhnya perayaan maulid berupa kumpulnya manusia, dzikir, sedekah dan pujian serta pengagungan terhadap diri Nabi, ini adalah sunnah dan merupakan perkaraperkara yang dituntut dan terpuji dalam syari`at dan telah datang hadits-hadits yang shohih tentangnya dan motifasi atasnya. Dia juga berkata pada hal. 20 tentang perayaan maulid, Maka setiap kebaikan yang dicakup oleh dalil-dalil syar`i, tidak dimaksudkan dengannya menyelisihi syariat dan tidak ada kemungkaran di dalamnya -yang dia maksudkan adalah perayaan maulid- maka dia adalah bagian dari agama. Written by Administrator |

3. Isa Al-Himyary berkata dalam Bulughul Ma`mul fii Hukmil Ihtifa` wal Ihtifal bi Maulidir Rasul (hal. 30) setelah menyebutkan bahwa Al-Qur`an memaparkan kepada kita kisah-kisah kebanyakan para nabi, Inilah yang dijadikan dalil tentang benarnya penyunnahan (hukumnya sunnah) merayakan maulid beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. 4. Muhammad bin Ahmad Al-Khazrajy berkata dalam Al-Qaulul Badi fir Roddi alal Qo`ilina bit Tabdi (hal. 29), Para ulama memiliki beberapa karangan tentang maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, dan nanti akan kami jelaskansunnahnya membaca kisah maulid berdasarkan firman Allah -Taala- : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya` : 107) {Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid, bab kedua, yang ditulis oleh Abu Muadz As-Salafy}

Syubhat dan Argumen Orang-Orang yang Membolehkan Perayaan Maulid Beserta Bantahannya
Oleh Al-Ustadz Abu Muawiah Orang-orang yang membolehkan perayaan maulid ini memiliki banyak dalil (baca:syubhat), dan di sini kami akan menyebutkan 22 dalil sebagai wakil dari dalil-dalil mereka yang tidak tersebutkan di sini. Itupun semua dalil mereka hanya berkisar pada 4 keadaan: 1. Ayat atau hadits yang shohih akan tetapi salah pendalilan. 2. Hadits lemah, bahkan palsu yang tidak bisa dipakai berhujjah. 3. Perkataan sebagian ulama, yang mereka ini bukan merupakan hujjah bila menyelisihi dalil. 4. Alasan yang dibuat-buat untuk mencapai maksud mereka yang rusak. Berikut uraiannya: 1. Firman Allah -Subhanahu wa Taala- dalam surah Yunus ayat 58: Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada sesuatu yang mereka kumpulkan. Mereka berkata, Allah -Subhanahu wa Taala- memerintahkan kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya. Sedang Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- adalah rahmat-Nya yang paling besar. Oleh karena itulah, kita bergembira dan merayakan maulid (hari lahir) beliau. Di antara yang berdalilkan dengan ayat ini adalah seorang yang bernama Habib Ali Al-Jafary Ash-Shufy dalam sebuah kasetnya yang berjudul Maqoshidul Mu`minah wa Qudwatuha fil Hayah. Bantahan:
1. Berdalilkan dengan ayat ini untuk membolehkan maulid adalah suatu bentuk penafsiran

firman Allah -Taala- dengan penafsiran yang tidak pernah ditafsirkan oleh para ulama salaf dan mengajak kepada suatu amalan yang tidak pernah dikerjakan oleh para ulama salaf. Ini adalah perkara yang tidak diperbolehkan sebagaimana telah berlalu penegasannya pada bab Pertama.

Ibnu Abdil Hady -rahimahullah- berkata dalam Ash-Shorimil Munky fir Roddi alas Subky, hal. 427, dan tidak boleh memunculkan penafsiran terhadap suatu ayat atau sunnah dengan penafsiran yang tidak pernah ada di zaman para ulama salaf,yang mereka tidak diketahui dan tidak pernah pula mereka jelaskan kepada ummat. Karena perbuatan ini mengandung (tudingan) bahwa mereka tidak mengetahui kebenaran, lalai darinya. Sedang yang mendapat hidayah kepada kebenaran itu adalah sang pengkritik yang datang belakangan, maka bagaimana lagi jika penafsiran tersebut menyelisihi dan bertentangan dengan penafsiran mereka ?!.
1. Para pembesar ulama tafsir telah menafsirkan ayat yang mulia ini dan tidak ada

sedikitpun dalam penafsiran mereka bahwa yang diinginkan dengan rahmat di sini adalah Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Yang ada hanyalah bahwa rahmat yang diinginkan di sini adalah Al-Qur`an dan Al-Islam sebagaimana yang diinginkan dalam ayat sebelumnya, yaitu firman Allah -Taala-: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya . (QS. Yunus : 57-58) Inilah penafsiran yang disebutkan oleh Al-Imam Abu Jafar Muhammad bin Jarir Ath-Thobary -rahimahullah- dalam Tafsir beliau (15/105). Imam Al-Qurthuby -rahimahullah- berkata ketika menafsirkan ayat di atas, Abu Said AlKhudry dan Ibnu Abbas -radhiyallahu anhuma- berkata, Karunia Allah adalah Al-Qur`an dan rahmat-Nya adalah Al-Islam. Juga dari keduanya (berkata), Karunia Allah adalah AlQur`an dan rahmat-Nya adalah dia menjadikan kalian ahli Qur`an. Dari Al-Hasan, AdhDhohak, Mujahid, dan Qotadah, mereka menafsirkan, Karunia Allah adalah iman dan rahmatNya adalah Al-Qur`an.[Lihat Al-Jami li Ahkamil Quran (8/353)] Imam Ibnul Qoyyim -rahimahullah- berkata dalam Ijtimaul Juyusy Al-Islamiyah ala Ghozwul Muaththilah wal Jahmiyah hal. 6, Perkataan para ulama salaf berputar di atas penafsiran bahwa karunia Allah dan rahmat-Nya adalah Al-Islam dan As-Sunnah. 1. Sesungguhnya yang menjadi rahmat bagi manusia bukanlah kelahiran beliau, akan tetapi rahmat terhasilkan hanyalah ketika beliau diutus kepada mereka. Makna inilah yang ditunjukkan oleh nash-nash syariat: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya` : 107) Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- telah bersabda: Sesungguhnya saya tidaklah diutus sebagi orang yang suka melaknat, akan tetapi saya diutus hanya sebagai rahmat. (HR. Muslim no. 2599 dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-)
1. Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid -rahimahullah- berkata ketika

menyebutkan tentang Abu Said Al-Kaukabury [Dia adalah orang yang pertama kali merayakan maulid di negeri Maushil sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya], Dia mengadakan perayaan tersebut pada malam kesembilan (Rabiul Awal) menurut yang dikuatkan oleh para ahli hadits bahwa beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dilahirkan pada malam itu (kesembilan) dan beliau wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal menurut kebanyakan para ulama [Lihat kitab beliau ArRasa`ilul Hisan fii Fadho`ihil Ikhwan hal. 49].

Maka betapa mengherankannya para pelaku maulid ini, mereka bergembira dan bersenang-senang pada tanggal diwafatkannya Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- (12 Rabiul Awwal), sementara hari kelahiran beliau adalah tanggal 8 Rabiul Awwal menurut pendapat yang paling kuat, maka apakah ada kerusakan dan kerancuan akal yang lebih parah dari ini?! Ibnul Hajj -rahimahullah- berkata dalam Al-Madkhal (2/15), Kemudian yang sangat mengherankan, bisa-bisanya mereka merayakan maulid disertai dengan nyanyian, kegembiraan, dan keceriaan karena kelahiran beliau -Alaihis sholatu wassalam- -sebagaimana yang telah berlalu- pada bulan yang mulia ini. Padahal pada bulan ini juga beliau -Alaihis sholatu wassalam- berpindah menuju kemuliaan Tuhannya -Azza wa Jalla- (yakni wafat-pen.) yang mengagetkan ummat (para sahabat-pen.). Mereka (para sahabat) ditimpa oleh musibah besar yang tidak ada satu musibahpun yang mampu menandinginya selama-lamanya. Oleh karena itu, keharusan atas setiap muslim adalah menangis, banyak-banyak bersedih, dan merenungi dirinya masing-masing terhadap musibah ini .
1. Kemudian kita katakan kepada mereka, Bukankah ayat ini turun kepada Nabi

-Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- ?! Lantas kenapa beliau tidak pernah merayakan maulid sebagai bentuk pengamalan bagi ayat?! Kenapa juga beliau tidak pernah memerintahkan para sahabat dan keluarga beliau untuk melakukannya?! Padahal beliau adalah orang yang paling bersemangat mengajari manusia dengan perkara yang bermanfaat bagi mereka dan yang mendekatkan mereka kepada Penciptanya. (Rujukan: Al-Bida Al-Hauliyah hl. 173-177 dan Ar-Roddu ala Syubuhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat pertama) 2. Firman Allah -Azza wa Jalla- dalam surah Al-Ahzab ayat 56 : Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. Mereka mengatakan bahwa perayaan maulid bisa memotifasi sekaligus sarana untuk bersholawat kepada Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Bantahan: 1. Sama dengan bantahan pertama pada syubhat pertama.
2. Syaikh Hamud At-Tuwaijiry -rahimahullah- berkata dalam Ar-Roddul Qowy, hal. 70-

71, Sungguh Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- telah memotifasi untuk memperbanyak bersholawat kepada beliau di waktu-waktu tertentu, seperti pada hari Jumat, setelah adzan, ketika nama beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallamdisebut, dan waktu-waktu lainnya. Sekalipun demikian, beliau tidak pernah memerintahkan atau memotifasi untuk bersholawat kepada beliau pada malam maulid beliau. Jadi, seyogyanya diamalkan sesuatu yang diperintahkan oleh Rasululullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan ditolak segala sesuatu yang beliau tidak perintahkan. -Selesai dengan sedikit perubahanSyaikh Al-Muqthiry dalam Al-Mawrid hal. 18 menyatakan, Bersholawat kepada Nabi adalah perkara yang dituntut terus-menerus, bukan hanya di awal tahun atau dalam dua hari sepekan. Allah -Taala- berfirman:

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab : 56) Beliau -alaihish sholatu wassalam- bersabda: Barangsiapa yang bersholawat atasku satu kali, maka Allah akan bersholawat atasnya sepuluh kali (HR. Muslim no. 384, 408 dari Abdullah bin Amr ibnul Ash dan Abu Hurairah -radhiyallahu anhuma-). Beliau telah memerintahkan untuk bersholawat kepadanya setelah adzan, dalam sholat dan demikian pula ketika nama beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- disebut. Beliau bersabda: Kecelakaan bagi seseorang yang mendengar namaku disebut di sisinya, lantas dia tidak bershalawat kepadaku (Telah berlalu takhrijnya). Orang yang kikir adalah orang yang namaku disebutkan di sisinya, lalu dia tidak bersholawat atasku (HR. At-Tirmidzy (3546) dan An-Nasa`iy dalam Al-Kubro(8100, 9883) dari Al-Husain bin Ali -radhiyallahu anhuma- dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami no. 2878). (Rujukan: Ar-Roddu ala Syubuhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat kedua dan AlMawrid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal. 18) 3. As-Suyuthy berkata dalam Al-Hawy (1/196-197), lalu saya melihat Imamul Qurro`, Al-Hafizh Syamsuddin Ibnul Jauzy berkata dalam kitab beliau yang berjudul Urfut Tarif bil Maulid Asy-Syarif dengan nash sebagai berikut, [Telah diperlihatkan Abu Lahab setelah meningalnya di dalam mimpi. Dikatakan kepadanya, Bagaimana keadaanmu?, dia menjawab, Di dalam Neraka, hanya saja diringankan bagiku (siksaan) setiap malam Senin dan dituangkan di antara dua jariku air sebesar ini -dia berisyarat dengan ujung jarinyakarena saya memerdekakan Tsuwaibah ketika dia memberitahu kabar gembira kepadaku tentang kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan karena dia telah menyusuinya]. Jika Abu Lahab yang kafir ini, yang Al-Qur`an telah turun mencelanya, diringankan (siksaannya) di Neraka dengan sebab kegembiraan dia dengan malam kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, maka bagaimana lagi keadaan seorang muslim yang bertauhid dari kalangan ummat Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- yang gembira dengan kelahiran beliau dan mengerahkan seluruh kemampuannya dalam mencintai beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-?!, saya bersumpah bahwa tidak ada balasannya dari Allah Yang Maha Pemurah, kecuali Dia akan memasukkannya berkat keutamaan dari-Nya ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Kisah ini juga dipakai berdalil oleh Muhammad bin Alwi Al-Maliky dalam risalahnya Haulal Ihtifal bil Maulid, hal. 8 tatkala dia berkata, Telah datang dalamShohih Al-Bukhary bahwa diringankan siksaan Abu lahab setiap hari Senin dengan sebab dia memerdekakan Tsuwaibah .. Bantahan: Penyandaran kisah di atas kepada Imam Al-Bukhary adalah suatu kedustaan yang nyata sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh At-Tuwaijiry dalam Ar-Roddul Qowy hal. 56. Karena tidak ada dalam riwayat Al-Bukhary sesuatupun yang disebutkan dalam kisah di atas. Berikut konteks hadits ini dalam riwayat Imam Al-Bukhary dalamShohihnya no. 4711 secara mursal [Hadits Mursal adalah perkataan seorang tabiin, Rasululullah -Shollallahu

alaihi wa ala alihi wasallam- bersabda ., atau ia (tabiin) menyandarkan sesuatu kepada Nabi -Shollallahu alaihi wasallam-. Hadits mursaltermasuk dalam bagian hadits lemah menurut pendapat paling kuat di kalangan para ulama] dari Urwah bin Zubair -rahimahullah-: Tsuwaibah, dulunya adalah budak wanita Abu Lahab. Abu Lahab membebaskannya, lalu dia menyusui Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Tatkala Abu Lahab mati, dia diperlihatkan kepada sebagian keluarganya (dalam mimpi) tentang jeleknya keadaan dia. Dia (keluarganya ini) berkata kepadanya, Apa yang engkau dapatkan?, Abu Lahab menjawab, Saya tidak mendapati setelah kalian kecuali saya diberi minum sebanyak ini [Yakni jumlah yang sangat sedikit] karena saya memerdekakan Tsuwaibah. Syubhat ini dibantah dari beberapa sisi: 1. Hadits tentang diringankannya siksa Abu Lahab ini telah dikaji oleh para ulama dari zaman ke zaman. Akan tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang menjadikannya sebagai dalil disyariatkannya perayaan maulid.
2. Ini adalah hadits mursal sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh dalamAl-Fath

(9/49) karena Urwah tidak menyebutkan dari siapa dia mendengar kisah ini. Sedangkan hadits mursal adalah termasuk golongan hadits-haditsdhoif (lemah) yang tidak bisa dipakai berdalil.
3. Anggaplah hadits ini shohih maushul (bersambung), maka yang tersebut dalam kisah ini

hanyalah mimpi. Sedangkan mimpi -selain mimpinya para Nabi- bukanlah wahyu yang bisa diterima sebagai hujjah. Bahkan disebutkan oleh sebagian ahlil ilmi bahwa yang bermimpi di sini adalah Al-Abbas bin Abdil Muththolib dan mimpi ini terjadi sebelum beliau masuk Islam.
4. Apa yang dinukil oleh As-Suyuthy dari Ibnul Jauzy di atas bahwa Abu Lahab

memerdekakan Tsuwaibah karena memberitakan kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan karena dia menyusui Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- adalah menyelisihi apa yang telah tetap di kalangan para ulama siroh (sejarah). Karena dalam buku-buku siroh ditegaskan bahwa Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah jauh setelah Tsuwaibah menyusui NabiShollallahu alaihi wa ala alihi wasallam. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr -rahimahullah- berkata dalam Al-Istiab (1/12) ketika beliau membawakan biografi Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Setelah menyebutkan kisah menyusuinya Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- kepada Tsuwaibah, beliau menyatakan, dan Abu Lahab memerdekakannya setelah Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- berhijrah ke Madinah. Lihat juga Ath-Thobaqot karya Muhammad bin Saad bin Mani` Az-Zuhry -rahimahullah(1/108-109), Al-Fath (9/48), dan Al-Ishobah (4/250). 1. Kandungan kisah ini menyelisihi zhohir Al-Qur`an yang menegaskan bahwa orang-orang kafir tidak akan mendapatkan manfaat dari amalan baiknya sama sekali di akhirat, akan tetapi hanya dibalas di dunia. Allah -Subhanahu wa Taala- menegaskan: Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. Al-Furqon : 23) [Lihat Fathul Bary(9/49). Kecuali Abu Thalib yang diringankan siksanya karena membela Nabi, sebagaimana dalam riwayat Muslim]

1. Kegembiraan yang dirasakan oleh Abu Lahab hanyalah kegembiraan yang sifatnya

tabiat manusia biasa karena Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- adalah keponakannya. Sedangkan kegembiraan manusia tidaklah diberikan pahala kecuali bila kegembiraan tersebut muncul karena Allah -Subhanahu wa Taala-. Buktinya, setelah Abu Lahab mengetahui kenabian keponakannya, diapun memusuhinya dan melakukan tindakan-tindakan yang kasar padanya. Ini bukti yang kuat menunjukkan bahwa Abu Lahab bukan gembira karena Allah, tapi gembira karena lahirnya seorang keponakan. Gembira seperti ini ada pada setiap orang. (Rujukan: Al-Bida Al-Hauliyah hal. 165-170, Ar-Roddu ala Syubuhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat keenam dan Al-Hiwar maal Maliky Syubhat pertama) 4. Mereka (para pendukung maulid) berkata, Allah -Subhanahu wa Taala- telah memuliakan sebagian tempat yang memiliki hubungan dengan para Nabi, misalnya maqom (tempat berdiri) Ibrahim -alaihis salam-. Karena itu, Allah -Subhanahu wa Taalaberfirman: Dan jadikanlah sebahagian maqam (tempat berdiri) Ibrahim sebagai tempat shalat. (QS. Al-Baqarah : 125) Di dalam ayat ini terdapat motifasi untuk memperhatikan semua perkara yang berhubungan dengan para Nabi. Maka di antara bentuk pengamalan ayat ini adalah dengan memperhatikan hari kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Bantahan: 1. Sama dengan jawaban pertama untuk syubhat pertama.
2. Sesungguhnya seluruh ibadah landasannya adalah tauqifiyah (terbatas pada dalil yang

ada) dan ittiba, bukan berlandaskan pendapat dan perbuatan bidah. Jadi, perkara apapun yang dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallamberupa waktu ataupun tempat, maka hanya itu saja yang berhak untuk dimuliakan. Dan perkara apapun yang tidak dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut tak boleh dimuliakan. Betul Allah -Subhanahu wa Taala- telah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk menjadikan maqom Ibrahim [Maqom artinya tempat seseorang berdiri. Dikatakan sebagai maqom Ibrahim karena di tempat inilah Nabi Ibrahim berdiri ketika membangun Kabah. Karenanya, jangan sampai ada yang salah faham dan menyangkan maqom Ibrahim adalah kuburan beliau. Lagipula, para ulama telah bersepakat bahwa semua kuburan para nabi -alaihimush sholatu was salam- tidak ada yang tsabit (kuat) berdasarkan nash maupun berita yang autentik. Syaikhul Islam menukil dari Imam Malik bin Anas -rahimahullah- beliau berkata, Tidak ada seorang nabi pun di dunia ini yang diketahui kuburnya kecuali kubur Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-.( Lihat Majmu Al-Fatawa 27/444 )] sebagai tempat sholat, akan tetapi Allah -Subhanahu wa Taala- tidak pernah memerintahkan mereka untuk menjadikan hari kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- sebagai hari raya yang mereka berbuat bidah di dalamnya. [Rujukan: Ar-Roddul Qowy karya Syaikh At-Tuwaijiry hal. 83 dan Ar-Roddu ala Syubuhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid, syubhat ketiga) 5. Mereka juga berdalil dengan hadits Ibnu Abbas -radhiyallahu anhuma- tentang puasa Asyuro` :

Nabi datang (hijrah) ke Madinah dan beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyuro`. Lalu beliau pun bertanya, Apa ini?, mereka (orang-orang Yahudi) menjawab, Ini adalah hari yang baik, hari dimana Allah menyelamatkan Bani Isra`il dari musuh mereka, maka Musa berpuasa padanya. Beliau bersabda, Kalau begitu saya lebih berhak terhadap Musa daripada kalian. Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan (manusia) untuk berpuasa. (HR. Al-Bukhary no. 1900 dan Muslim no. 1130) Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- sebagaimana yang dinukil oleh As-Suyuthy dalam AlHawy lil Fatawa (1/196) berkata setelah beliau menyebutkan bahwa perayaan maulid tidak pernah dikerjakan oleh tiga generasi pertama ummat ini. Beliau menyatakan, Telah nampak bagiku untuk menetapkannya -yakni perayaan maulid- di atas landasan yang shohih yaitu [lalu beliau menyebutkan hadits Ibnu Abbas di atas]. Kemudian beliau berkata lagi, Jadi, dari hadits ini diambil faidah tentang perbuatan kesyukuran kepada Allah atas nikmat yang Dia berikan pada suatu hari tertentu berupa terhasilkannya suatu kenikmatan atau tertolaknya suatu bahaya. Sedang kesyukuran kepada Allah adalah dengan mengamalkan berbagai jenis ibadah, seperti sujud, berpuasa, sedekah, dan membaca Al-Qur`an. Maka, nikmat apakah yang lebih besar daripada nikmat munculnya Nabiyyurrohmah ini -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- pada hari itu. Oleh karena itu, sepantasnya untuk memperhatikan hari itu (yakni hari maulid) agar bersesuaian dengan kisah Musa -alaihis salam- pada hari Asyuro`. Selesai berdasarkan maknanya. Hadits ini juga dijadikan dalil oleh Muhammad bin Alwy Al-Maliky untuk membolehkan perayaan maulid dalam kitabnya Haulal Ihtifal bil Maulid hal. 11-12. Jawaban: 1. Lihat jawaban pertama atas syubhat pertama.
2. Sesungguhnya Al-Hafizh -rahimahullah- telah menegaskan di awal ucapannya bahwa

asal perayaan maulid adalah bidah, tidak pernah dikerjakan oleh para ulama salaf. Perkataan beliau tentang hal ini akan kami sebutkan pada bab ketiga belas.
3. Pemahaman Al-Hafizh tentang dibolehkannya maulid yang beliau petik dari hadits di atas

merupakan pemahaman yang salah dan tertolak. Karena tidak ada seorangpun dari kalangan para ulama salaf yang memahami dari hadits tersebut dibolehkannya perayaan maulid. Lihat kembali pembahasan pada bab pertama dan juga kitab Al-Muwafaqot (3/41-44) karya Asy-Syathiby -rahimahullah-.
4. Mengqiaskan (menganologikan) bidah maulid dengan puasa Asyuro` adalah suatu

bentuk takalluf (pemaksaan) yang nyata dan tertolak karena ibadah landasannya adalah syariat, bukan berdasarkan pendapat ataupun anggapan baik.
5. Sesungguhnya puasa Asyuro` adalah perkara yang telah diamalkan oleh Nabi

-Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, bahkan beliau memberi motifasi untuk mengamalkannya. Berbeda halnya dengan perayaan maulid dan menjadikannya sebagai hari raya, karena Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak pernah mengerjakannya dan juga tidak pernah memotifasi untuk mengerjakannya. [Rujukan: Al-Bida Al-Hauliyah hal. 159-161 dan Ar-Roddu ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat kelima] 6. Setelah menyebutkan perkataan Al-Hafizh di atas, As-Suyuthy kemudian membawakan dalil yang lain yaitu hadits Anas bin Malik -radhiyallahu anhu-, beliau berkata :

Bahwa sesungguhnya Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- melakukan aqiqah untuk diri beliau sendiri setelah beliau diangkat menjadi Nabi. (HR. Al-Baihaqy(9/300)) Lalu dia (As-Suyuthy) berkata, padahal telah datang (riwayat) bahwa kakek beliau Abdul Muththolib telah melaksanakan aqiqah untuk beliau pada hari ketujuh kelahiran beliau, sedangkan aqiqah tidaklah diulangi dua kali. Maka perbuatan tersebut (yakni aqiqah setelah menjadi Nabi) dibawa kepada (pemahaman) bahwa yang beliau lakukan itu adalah dalam rangka menampakkan kesyukuran atas penciptaan Allah terhadap diri beliau sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sekaligus (perbuatan beliau tersebut) sebagai syariat bagi ummatnya sebagaimana beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- telah bersholawat untuk diri beliau sendiri. Oleh karena itulah, disunnahkan juga bagi kita untuk menampakkan kesyukuran dengan kelahiran beliau . Jawaban:
1. Hadits di atas yang menunjukkan bahwa Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam-

mengaqiqahi diri beliau setelah diangkat menjadi nabi adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dipakai berhujjah, karena di dalamnya terdapat seorang rowi lemah yang bernama Abdullah bin Muharrar Al-Jazary. Al-Baihaqy setelah meriwayatkan hadits di atas, beliau berkata,Abdurrozzaq berkata, [Tidaklah mereka meninggalkan Abdullah bin Muharrar kecuali karena keadaan hadits ini, dan juga (hadits ini) diriwayatkan dari jalan lain dari Anas dan tidak teranggap sama sekali]. Abdullah bin Muharrar ini telah dilemahkan oleh sekian banyak ulama dengan pelemahan yang sangat keras, di antaranya adalah: Imam Ahmad, Ad-Daraquthny, Ibnu Hibban, Ibnu Main, Imam Al-Bukhary, dan juga Al-Hafizh Adz-Dzahaby -rahimahumullahu jamian-. Lihat At-Talkhis Al-Habir (4/147) dan Mizanul Itidal pada biografi Abdullah bin Muharrar ini.
1. Syaikh Abu Bakr Al-Jaza`iry -hafizhohullah- berkata dalam Al-Inshof fima Qila fil

Maulid (61-62), Apakah tsabit (shohih) bahwa aqiqah itu dulunya disyariatkan bagi ahli jahiliyah (musyrik Quraisy) dan (apakah) mereka mengamalkannya, sehingga kita bisa mengatakan bahwa Abdul Muththolib telah mengaqiqahi anak lelaki dari putranya?! Apakah amalan-amalan ahli jahiliyah diperhitungkan dalam Islam sehingga kita bisa menyatakan bahwa Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallammengaqiqahi diri beliau hanya sekedar sebagai kesyukuran dan bukan dalam rangka menegakkan sunnah aqiqah, jika dia (kakek beliau) telah mengaqiqahi beliau?!. Maha Suci Allah, betapa aneh dan asingnya pendalilan ini. Apakah jika shohih (benar) bahwa Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallammenyembelih satu ekor kambing sebagai bentuk kesyukuran akan nikmat penciptaan diri beliau, apakah hal ini mengharuskan (bolehnya) menjadikan hari lahir beliau sebagai hari raya bagi manusia?!. [Rujukan: Al-Bida Al-Hauliyah hal. 161-164 dan Ar-Roddu ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat kedelapan] 7. Muhammad Alwy Al-Maliky dalam kitabnya Haulal Ihtifal bil Maulid hal. 10 berdalil tentang disyariatkannya perayaan maulid dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1162 dari hadits Abu Qotadah Al-Anshory -radhiyallahu anhu- bahwa Nabi

-Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- ditanya tentang puasa pada hari Senin, maka beliau menjawab : Itu adalah hari saya dilahirkan dan hari diturunkannya (wahyu) kepadaku. Sisi pendalilan dari hadits ini -menurutnya- adalah bahwa beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- memuliakan dan mengagungkan hari lahir beliau dengan cara berpuasa pada hari itu. Ini (berpuasa) hampir semakna dengan perayaan walaupun bentuknya berbeda. Yang jelas makna pemuliaan itu ada, apakah dengan berpuasa atau dengan memberi makan atau dengan berkumpul-kumpul untuk mengingat dan bersholawat kepada beliau dan lain-lainnya. Bantahan: 1. Lihat bantahan pertama untuk syubhat pertama.
2. Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak berpuasa pada hari kelahiran

beliau, yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal [Itupun telah kita tegaskan bahwa yang benarnya beliau dilahirkan pada tanggal 8 Rabiul Awwal], akan tetapi beliau berpuasa pada hari Senin yang setiap bulan berulang sebanyak empat kali. Beliau juga tidak pernah mengkhususkan untuk mengerjakan amalan-amalan tertentu pada tanggal kelahiran beliau. Maka semua ini adalah bukti yang menunjukkan bahwa beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidaklah menganggap tanggal kelahiran beliau lebih afdhol daripada yang lainnya. Lihat Ar-Roddul Qowy hal. 61-62
3. Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak mengkhususkan berpuasa hanya

pada hari Senin saja akan tetapi beliau juga berpuasa pada hari Kamis, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- secara marfu: Amalan-amalan disodorkan setiap hari Senin dan kamis, maka saya senang jika amalan saya disodorkan sedang saya dalam keadaan berpuasa. (HR. At-Tirmidzyno. 747 dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa` no. 949) Jadi, berdalilkan dengan puasa hari Senin untuk membolehkan perayaan Maulid adalah puncak takalluf (pemaksaan) dan pendapat yang sangat jauh dari kebenaran.
1. Jika yang diinginkan dari perayaan maulid adalah sebagai bentuk kesyukuran kepada

Allah -Taala- atas nikmat kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, maka suatu perkara yang masuk akal -dan memang inilah yang ditetapkan oleh syariatkalau pelaksanaan kesyukuran tersebut sesuai dengan pelaksanaan kesyukuran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- atasnya,yakni dengan berpuasa. Oleh karena itu, hendaknya kita berpuasa sebagaimana beliau berpuasa [Maksudnya berpuasa pada hari Senin sebagaimana Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- berpuasa hari Senin. Adapun berpuasa tepat pada tanggal 12 Rabiul Awwal -kalaupun ini kita anggap pendapat yang paling benar tentang hari lahir beliau-, maka tidak disyariatkan karena tak ada dalil yang mengkhususkannya dengan puasa, yang ada hanyalah berpuasa pada hari Senin. [ed]], bukan malah dengan menghambur-hamburkan uang untuk makanan dan yang semisalnya. LihatAl-Inshof fima Qila fil Maulid hal. 64-66 karya Abu Bakr AlJaza`iry. (Rujukan: Al-Bida Al-Hauliyah hal. 171-172 dan Ar-Roddu ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat keempat) 8. Sabda Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tentang keutamaan hari Jumat:

Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat, padanya diciptakan Adam, padanya dia diwafatkan, padanya dia dimasukkan ke Surga dan padanya dia dikeluarkan darinya, serta tidak akan tegak Hari Kiamat kecuali pada hari Jumat. (HR. Muslim no. 854 dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-) Dalam kitab Haulal Ihtifal hal. 14, Muhammad Alwy Al-Maliky menyatakan bahwa jika hari Jumat memiliki keutamaan karena pada hari itu Nabi Adam tercipta, maka tentunya hari ketika pimpinan para Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tercipta itu lebih pantas untuk mendapatkan keutamaan dan pemuliaan. Bantahan: 1. Sama dengan bantahan pertama atas syubhat pertama.
2. Syaikh At-Tuwaijiry -rahimahullah- berkata dalam Ar-Roddul Qowy hal.

82,Sesungguhnya Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak pernah mengkhususkan hari Jumat untuk melaksanakan sesuatupun berupa amalan-amalan sunnah, dan beliau telah melarang untuk mengkhususkan hari Jumat dengan berpuasa atau mengkhususkan malam Jumat untuk sholat lail. Di dalam Shohih Muslim [No. hadits 1144] dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-, dari Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bahwa beliau bersabda: Jangan kalian mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam lainnya dengan mengerjakan sholat malam dan jangan kalian khususkan hari Jumat di antara hari-hari lainnya dengan berpuasa, kecuali bila (hari Jumat) bertepatan dengan hari kebiasaan salah seorang di antara kalian berpuasa. Jika Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak mengkhususkan hari Jumat dengan sesuatu apapun berupa amalan-amalan sunnah -padahal Adam alaihis salam diciptakan pada hari itu-, maka apa hubungannya dengan Ibnul Alwy dan selainnya, yang menyebutkan pendalilan tersebut tentang dibolehkannya perayaan maulid?!. Selesai dengan perubahan [Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid, syubhat ketujuh] 9. Hadits Anas bin Malik -radhiyallahu anhu-, bahwasanya Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bercerita ketika beliau melakukan Isro` dan Miroj: Lalu dia (Jibril) berkata, Turun dan sholatlah!, maka sayapun turun lalu mengerjakan sholat. Lalu dia bertanya, Tahukah engkau di mana engkau sholat? Engkau sholat di Betlehem, tempat Isa -alaihis salam- dilahirkan. (HR. An-Nasa`i (1/221-222/450)) Hadits ini dijadikan dalil oleh Muhammad Alwy Al-Maliky dalam Haulal Ihtifal hal. 14-15 untuk membolehkan perayaan maulid. Sisi pendalilannya adalah bahwa beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- diperintahkan untuk memuliakan tempat kelahiran Nabi Isa dengan cara sholat di atasnya. Maka hari dan tempat kelahiran Nabi Muhammad -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- lebih pantas lagi untuk dimuliakan dengan mengadakan perayaan maulid. Bantahan: Kisah tentang sholatnya beliau di Betlehem ini juga datang dari hadits Syaddad bin Aus -radhiyallahu anhu- riwayat Al-Bazzar dalam Al-Musnad no. 3484 dan Ath-Thobarony (7/282283/7142) dan juga dari hadits Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- riwayat Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (1/187-188) dalam biografi Bakr bin Ziyad Al-Bahily.

Ketiganya adalah hadits yang lemah dan mungkar. Berikut kesimpulan bantahan Al-Allamah Al-Anshory -rahimahullah- dalam Al-Qaulul Fashl, hal. 138-145 terhadap kisah di atas: 1. Hadits Anas bin Malik -radhiyallahu anhu-. Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata setelah menyebutkan hadits ini dalam rangkaian hadits-hadits tentang Isro` dan Miroj ketika menafsirkan ayat pertama dari surah Al-Isro, Di dalam kisah ini ada ghorobah [Kata ghorib ataughorobah jika digunakan oleh At-Tirmidzy dalam Sunannya, Ibnu Katsir dalam Tafsirnya dan Az-Zaylaiy dalam Nashbur Royah maka kebanyakannya bermakna dhoif (lemah)] (keanehan) dan sangat mungkar. Beliau juga berkata dalam Al-Fushul fii Ikhtishori Sirotur Rosul,Ghorib (aneh), sangat mungkar, dan sanadnya muqorib. Dalam hadits-hadits yang shohih, ada perkara yang menunjukkan tentang kemungkarannya, wallahu Alam. Yakni kisah tentang sholatnya beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- di Betlehem ini, tidak ada disebutkan dalam kisah Isro` dan Miroj dalam hadits-hadits lain yang shohih. 2. Hadits Syadad bin Aus -radhiyallahu anhu-. Di dalam sanadnya ada rowi yang bernama Ishaq bin Ibrahim ibnul Ala` Adh-Dhohhak AzZubaidy Ibnu Zibriq Al-Himshy. Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath, (Orangnya) Jujur, tapi banyak bersalah (dalam periwayatan). Muhammad bin Auf mengungkapkan bahwa dia berdusta. Adz-Dzahaby berkata dalam Al-Mizan, An-Nasa`iy berkata : (Orangnya) tidak tsiqoh. Abu Daud berkata, Tidak ada apa-apanya (baca: tidak ada nilainya) dan dia dianggap pendusta oleh Muhammad bin Auf Ath-Tho`iy, seorang ahli hadits negeri Himsh. Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata dalam Tafsirnya setelah menyebutkan jalan-jalan periwayatan hadits Syaddad ini, Tidak ada keraguan, hadits ini -yang saya maksudkan adalah yang diriwayatkan dari Syaddad bin Aus- mengandung beberapa perkara, di antaranya ada yang shohih -sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Baihaqy-, dan di antaranya ada yang mungkar, seperti (kisah) sholat (Nabi Shollallahu alaihi wa sallam-) di Betlehem dan (kisah) pertanyaan (Abu Bakar) Ash-Shiddiq tentang sifat Baitul Maqdis dan selainnya, wallahu Alam. 3. Hadits Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-. Di dalam sanadnya terdapat Bakr bin Ziyad Al-Bahily. Ibnu Hibban berkata, Syaikh pendusta, membuat hadits palsu dari para tsiqot (rowi-rowi terpercaya), tidak halal menyebut namanya dalam kitab-kitab kecuali untuk dicela. Beliau juga berkata mengomentari hadits Abu Hurairah di atas, Ini adalah sesuatu yang orang awamnya ahli hadits tidak akan ragu lagi bahwa ini adalah palsu, terlebih lagi pakar dalam bidang ini. [Perkataan beliau ini dinukil oleh Ibnul Jauzy dalam Al-Maudhuat (1/113-114), Adz-Dzahaby dalam Al-Mizan(1/345) dan Asy-Syaukany dalam Al-Fawa`id Al-Majmuah fil Ahadits Al-Maudhuah hal. 441] Ibnu Katsir berkata berkata dalam Al-Fushul fii Ikhtishori Sirotur Rosul, hal. 22 dalam mengomentari hadits Abu Hurairah ini, Juga tidak shohih karena keadaan Bakr bin Ziyad yang telah berlalu. Yakni beliau menghukuminya sebagai rowi yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Sebagai kesimpulan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata dalam tafsir surah Al-Ikhlash hal. 169, Apa yang diriwayatkan oleh sebagian mereka tentang hadits Isro` bahwa

dikatakan kepada Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, [Ini adalah baik, turun dan sholatlah, maka beliau turun lalu sholat, Ini adalah tempat bapakmu, turun dan sholatlah],merupakan (riwayat) dusta dan palsu. Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak pernah sholat pada malam itu kecuali di Masjid Al-Aqshosebagaimana dalam Ash-Shohih dan beliau tidak pernah turun kecuali padanya. Ibnul Qoyyim -rahimahullah- dalam Zadul Maad berkata, Konon kabarnya, beliau turun di Betlehem dan sholat padanya. Hal itu tidak benar dari beliau selama-lamanya. -Selesai dari Al-Qaulul Fashl[Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kesembilan] 10. Sesungguhnya para penyair dari kalangan sahabat, seperti Kaab bin Zuhair, Hassan bin Tsabit, dan yang lainnya -radhiyallahu anhum-, mereka membacakan syair-syair pujian kepada Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan beliau ridho dengan perbuatan mereka serta membalas mereka dengan membacakan sholawat dan mendoakan kebaikan kepada mereka. Ini dijadikan dalil oleh Hasyim Ar-Rifaiy sebagaimana dalam Ar-Roddul Qowy hal. 78. Bantahan: Al-Allamah At-Tuwaijiry -rahimahullah- berkata dalam Ar-Roddul Qowy, hal. 79, Tidak pernah disebutkan dari seorangpun dari para penyair sahabat -radhiyallahu anhum- bahwa mereka mengungkapkan kecintaan mereka kepada Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- dengan melantunkan qoshidah-qoshidah (syair-syair) pada malam kelahiran beliau, akan tetapi kebanyakannya mereka melantunkannya ketika terjadinya penaklukan suatu negeri dan ketika mengalahkan musuh-musuh. Di bangun di atas dasar ini, berarti pelantunan (syair) di depan Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bukanlah sesuatu yang pernah dilakukan oleh Kaab bin Zuhair, Hassan bin Tsabit, dan selain keduanya dari kalangan para penyair sahabat, (bukanlah) merupakan perkara yang bisa dipegang oleh Ar-Rifaiy dan selainnya dalam menguatkan bidah maulid. -Selesai dengan sedikit meringkas-. [Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kesepuluh] 11. Sesungguhnya perayaan maulid adalah perkumpulan dzikir, sedekah, dan pengagungan terhadap sisi kenabian. Dan semua perkara ini tentunya merupakan perkara yang dituntut dan dipuji dalam syariat Islam. Jawaban: Tidak diragukan bahwa semua yang disebutkan di atas berupa dzikir, sedekah, dan mengingat Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- merupakan ibadah, bahkan termasuk di antara ibadah yang memiliki kedudukan yang besar dalam Islam. Akan tetapi perlu diketahui bahwa ibadah nantilah diterima setelah terpenuhi dua syarat, ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- [Lihat kembali bab Syarat Diterimanya Amalan]. Kemudian, di antara kaidah yang masyhur di tengah para ulama dan para penuntut ilmu bahwa suatu ibadah bila perintah pelaksanaannya datang dalam bentuk umum -yakni tidak terikat dengan suatu waktu maupun tempat-, maka ibadah tersebut juga harus dilaksanakan secara mutlak tanpa mengkhususkan waktu dan tempat tertentu, kapan dikhususkan tanpa adanya dalil maka perbuatan tersebut dhukumi sebagai bidah [Kaidah ini disebutkan oleh Syaikh Nashirudin Al-Albany dalam Ahkamul Jana`iz hal. 306]. Oleh karena itulah, termasuk bidah tatkala mengkhususkan pelaksanaan ibadah dzikir, sedekah, dan mengingat Nabi -Shollallahu

alaihi wa ala alihi wasallam- hanya pada tanggal kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. [Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat ke sebelas]

12. Sesungguhnya perayaan maulid adalah perkara yang dianggap baik oleh banyak ulama dan telah diterima, bahkan dilangsungkan secara turun temurun oleh kebanyakan kaum muslimin di kebanyakan negeri-negeri kaum muslimin. Maka tentunya hal itu adalah kebaikan karena kaidah yang diambil dari hadits Ibnu Masud -radhiyallahu anhu- menyatakan bahwa, [Apa-apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka itu juga baik di sisi Allah]. Ini adalah termasuk dalil yang disebutkan oleh Muhammad bin Alwy Al-Maliky dalam Haulal Ihtiffal hal. 15. Bantahan:
1. Telah berlalu jawaban atas hadits Ibnu Masud -radhiyallahu anhu- pada bab ketiga. 2. Siapa yang dimaksudkan sebagai ulama oleh Al-Maliky di sini??! Kalau yang dia

maksudkan adalah para sahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka ini adalah kedustaan atas nama mereka. Kalau yang dia maksudkan adalah selain mereka dari kalangan Al-Qoromithoh, Al-Bathiniyah, dan Shufiah, maka Al-Maliky benar karena memang perayaan maulid ini tidaklah muncul kecuali atas prakarsa mereka, sebagian mereka -yakni Al-Bathiniyyah- telah dikafirkan oleh para ulama. Lihat bab kesembilan dari buku ini.
3. Syaikh Sholih Al-Fauzan -hafizhohullah- berkata dalam risalah beliau Hukmul Ihtifal bi

Dzikril Maulid An-Nabawy, Yang menjadi hujjah adalah sesuatu yang tsabit (shohih) dari Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Sedang yang tsabit dari Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- adalah larangan berbuat bidah secara umum, dan ini -yakni perayaan maulid- di antara bentuknya. Amalan manusia, jika menyelisihi dalil maka bukanlah hujjah walaupun jumlah mereka banyak.

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (QS. Al-Anam : 116) Itupun akan terus menerus ada -berkat nikmat Allah- pada setiap zaman orang-orang yang mengingkari bidah ini dan menjelaskan kebatilannya. Jadi, tidak ada hujjah pada amalan orang yang terus menghidupkan (bidah ini) setelah jelas baginya kebenaran. [Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kedua belas] 13. Sebagian mereka berdalih bahwa sebagian ulama sunnah ada yang memperbolehkan perayaan maulid, seperti Imam As-Suyuthy -rahimahullah- dan yang lainnya. Maka kami hanya mengikuti mereka karena mereka adalah orang yang berilmu. Bantahan: Tidak diragukan bahwa ucapan ini adalah ucapan yang penuh dengan fanatisme, taqlid, dan kesombongan yang telah diharamkan oleh Allah -Subhanahu wa Taala- sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya pada bab kelima dari buku ini. Kemudian, perselisihan para ulama dalam masalah ini -yakni bidahnya maulid- adalah perselisihan yang sifatnya tadhodh (saling berlawanan dan menafikan), yang salah satunya adalah kebenaran dan yang lainnya adalah kebatilan, bukan perselisihan tanawwu (cabang) yang sifatnya masih menerima toleransi dan kompromi. Sebagai seorang muslim, hendaknya mengembalikan semua perselisihan hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang telah kami tegaskan pada bab pertama. [Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat ketiga belas] 14. Pengakuan dari seseorang yang bernama Muhammad Utsman Al-Mirghony dalam muqaddimah kitabnya yang berjudul Al-Asror Ar-Robbaniyah, hal. 7. Dia nyatakan bahwa dia menerima syariat perayaan maulid ini langsung dari Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dalam mimpinya. Bantahan: Al-Allamah Ismail Al-Anshory -rahimahullah- berkata dalam Al-Qaulul Fashl, Sesungguhnya bersandar di atas pengakuan bahwa seseorang menerima perintahperintah Nabi (-Shollallahu alaihi wasallam-) dalam mimpi untuk merayakan maulid Nabi (Shollallahu alaihi wasallam-) tidaklah teranggap, karena mimpi dalam tidur tidak bisa menetapkan sunnah yang tidak ada dan tidak bisa membatalkan sunnah yang sudah ada sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Imam Abu Zakaria An-Nawawy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan perkataan Imam Muslim -rahimahullah- tentang Menyingkap aib-aib para perawi hadits dalam Shohihnya (1/115), Tidak boleh menetapkan hukum syari dengannya -yaitu dengan mimpi-, karena keadaan tidur bukanlah keadaan menghafal dan yakin terhadap apa yang didengar oleh yang bermimpi tersebut. Mereka telah bersepakat bahwa termasuk syarat orang yang diterima riwayat dan persaksiannya adalah orang yang terjaga, bukan orang yang lalai, bukan orang yang jelek hafalannya, dan tidak banyak salah (dalam hafalan), . Inilah hukum semua mimpi selain mimpinya para Nabi yakni tidak bisa menetapkan syariat yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan sebaliknya mimpi tidak bisa menghapuskan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dalam hidup beliau, walaupun yang dia lihat di dalam mimpinya adalah betul Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- [Akan tetapi hal ini tentunya tidak

mungkin. Yang dia lihat di dalam mimpnya pasti adalah setan yang mengaku sebagai Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-, karena tidak mungkin beliau memerintahkan seseuatu yang telah beliau larang ketika beliau masih hidup]. Imam Asy-Syathiby -rahimahullah- berkata dalam Al-Itishom (1/209), Mimpi selain para Nabi tidak bisa menghukumi syariat, bagaimanapun keadaannya kecuali harus diperhadapkan kepada sesuatu yang ada di depan kita berupa hukum-hukum syariat (Al-Kitab dan As-Sunnah). Jika hukum-hukum syariat ini membolehkannya, maka kita amalkan berdasarkan hukum-hukum itu. Jika tidak, maka wajib untuk ditinggalkan dan berpaling darinya. Faidahnya tidak lain sekedar sebagai kabar gembira (bila mimpinya baik) atau peringatan (jika mimpinya buruk). Adapun mengambil petikan-petikan hukum darinya, maka tidak!. [Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat keempat belas] 15. As-Sakhowy [Beliau adalah salah seorang murid senior dari Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah-] -rahimahullah- berkata, Jika penganut salib (Nashoro) menjadikan malam kelahiran Nabi mereka sebagai hari raya besar, maka penganut Islam lebih pantas dan lebih harus untuk memuliakan (Nabi mereka). Ini disebutkan oleh Hasyim Ar-Rifaiy dan dia berdalil dengannya dalam membolehkan maulid sebagaimana dalam Ar-Roddul Qowy, hal. 25 karya Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiry -rahimahullah-. Jawaban: Tidak ada keraguan bahwa merayakan maulid dan menjadikannya sebagai hari raya adalah di bangun atas tasyabbuh (penyerupaan) kepada Nashara, sedangkan tasyabbuh kepada orangorang kafir adalah perkara yang diharamkan dan terlarang berdasarkan sabda Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-: Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu Umar -radhiyallahu anhuma- dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam AshShohihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384) Lihat kembali pada bab keenam dari buku ini. [Rujukan: Ar-Roddu ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kelima belas] 16. Sesungguhnya perayaan maulid adalah amalan yang bisa menghidupkan semangat kita untuk mengingat Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, dan ini adalah perkara yang disyariatkan. Ini dijadikan dalil oleh Muhammad bin Alwy Al-Maliky dalam Haulal Ihtifal hal. 20. Bantahan:
1. Cara mengingat Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bukanlah dengan

berbuat bidah yang telah beliau larang, akan tetapi dengan cara meninggalkan semua jenis bidah -termasuk di dalamnya perayaan maulid- dan semua perkara yang beliau larang. [Lihat bab Hakikat Kecintaan Kepada Nabi -Shallallahu Alaihi Wasallam-]
2. Mengingat Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, -kalau sekedar itu yang

diinginkan-, maka tidak perlu dengan merayakan maulid. Karena mengingat Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bisa dilakukan dengan bersholawat kepada beliau, berdoa setelah mendengar adzan, bersholawat kepada beliau ketika mendengar nama beliau disebut, berdoa setelah berwudhu, dan amalan-amalan ibadah lainnya. Semua amalan ini adalah amalan yang sifatnya dilaksanakan secara kontinyu (terus-

menerus) siang dan malam, bukan hanya sekali setahun. [Di antara sarana yang mengingatkan kita kepada Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- adalah dengan membaca dan mengkaji hadits-hadits beliau -Shollallahu alaihi wasallam- agar bisa diamalkan. Sehingga orang yang mempelajari hadits-hadits beliau akan tahu dan paham tentang aqidah, syariat, ibadah, akhlak, dan perjuangan beliau dalam menegakkan Islam. Semua ini akan mendorong dirinya dan orang lain untuk mengamalkan sunnah dan mengingat Nabi -Shollallahu alaihi wasallam-. Bahkan seorang yang mengamalkan sunnah akan mengingatkan kita tentang sosok Nabi -Shollallahu alaihi wasallam-, seakan-akan beliau ada di depan kita. Adapun orang yang meramaikan bidah maulid, maka mereka tidaklah mengingatkan kita tentang sosok beliau -Shollallahu alaihi wasallam-, akan tetapi justru mengingatkan kita tentang natal, mengingatkan kita tentang orang-orang bathiniyyah danshufiyyah karena merekalah yang pertama kali melakukan maulid menurut para ahli tarikh. [ed]] [Rujukan: Hukmul Ihtifal bil Maulidin Nabawy war Roddu ala man Ajazahuhal. 29-30 karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh] 17. Mereka mengatakan, Perayaan maulid ini hanyalah sekedar adat istiadat yang tidak ada kaitannya dengan agama sehingga tidak bisa dianggap bidah. Bantahan: Perkataan ini adalah tempat pelarian terakhir bagi orang-orang yang membolehkan perayaan maulid setelah seluruh dalil-dalil mereka dirontokkan. Itupun alasan yang mereka katakan ini adalah alasan yang tidak bisa diterima karena para pendahulu mereka yang membolehkan maulid baik dari kalangan ulama maupun yang bukan ulama telah menetapkan bahwa perayaan maulid adalah ibadah di sisi mereka, dan seseorang akan mendapatkan pahala dengannya. [Lihat bab Orang-Orang yang Merayakan Maulid Menganggapnya Bagian dari Agama] 18. Mereka juga berkata, Perayaan maulid ini memang adalah bidah, tapi dia adalah bidah hasanah (yang baik). Bantahan: Bantahan atas syubhat ini telah kami paparkan panjang lebar pada bab ketiga dari buku ini. 19. Perayaan maulid ini, walaupun dia adalah bidah akan tetapi telah diterima dan diamalkan oleh ummat Islam sejak ratusan tahun yang lalu. Ini dijadikan dalil oleh Muhammad Mushthofa Asy-Syinqithy. Bantahan: Berikut kami bawakan secara ringkas bantahan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh -rahimahullah- terhadap syubhat ini dari risalah beliauHukmul Ihtifal bil Maulid war Roddu ala man Ajazahu. Beliau berkata, Ada beberapa perkara yang menunjukkan bodohnya orang ini: Pertama: Bahwasanya ummat ini mashumah (terpelihara) untuk bersepakat di atas kesesatan sedangkan bidah dalam agama adalah kesesatan berdasarkan nash dari Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Jadi perkataan dia ini, mengharuskan bahwa ummat ini telah bersepakat (untuk membenarkan) perayaan maulid yang dia sendiri telah mengakuinya sebagai bidah. Kedua: Sesungguhnya berhujjah dengan pengakuan seperti ini untuk menganggap baik suatu bidah, bukanlah warisan para ulama yang hidup di ketiga zaman keutamaan dan tidak pula

orang-orang yang mencontoh mereka, sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Imam AsySyathiby -rahimahullah- dalam kitab beliau Al-Itishom. Beliau (Asy-syathiby) berkata, [Tatkala berbagai bidah dan penyimpangan telah disepakati oleh manusia atasnya (baca : membenarkannya), maka jadilah orang yang jahil berkata, Seandainya ini adalah kemungkaran maka tentu tidak akan dikerjakan oleh manusia]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Al-Iqhtidho`, Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa kebanyakan adat-adat yang menyelisihi sunnah ini adalah perkara yang disepakati (akan kebolehannya) dengan berlandaskan bahwa ummat ini telah menyetujuinya dan mereka tidak mengingkarinya, maka dia telah salah dalam keyakinannya itu. Sesungguhnya akan terusmenerus ada orang-orang yang melarang dari seluruh adat-adat yang dimunculkan, yang menyelisihi sunnah. Ketiga: Sesuatu (berupa keterangan) yang akan kami sebutkan dari para ulama kaum muslimin berupa dipenuhinya perayaan maulid tersebut dengan perkara-perkara yang diharamkan, serta penjelasan bahwa perayaan maulid yang tidak mengandung perkara-perkara yang diharamkan maka dia tetap merupakan bidah [Lihat bab Kemungkaran-Kemungkaran dalam Perayaan Maulid]. 20. Mereka juga berdalil dengan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang -katanyabeliau membolehkan perayaan maulid. Beliau berkata, Demikian pula apa yang dimunculkan oleh sebagian manusia, -apakah dalam rangka menandingi Nashara dalam perayaan maulid Isa -alaihis salam- atau karena kecintaan kepada Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- dan mengagungkan beliau-. Allah kadang memberikan pahala kepada mereka atas kecintaan dan ijithad ini, bukan atas bidah-bidah berupa menjadikan Maulid Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- sebagai ied . Lihat Al-Iqtidho`hal. 294 Di antara orang yang berdalilkan dengannya adalah Muhammad MusthofaAl-Alwy. Dia berkata, Maka perkataan Syaikhul Islam ini jelas menunjukkan bolehnya amalan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- yang bersih dari kemungkaran-kemungkaran yang bercampur dengannya. Bantahan: Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh menyatakan [Lihat Mulhaqdari risalah Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh yang berjudulHukmul Ihtifal bil Maulid war Roddu ala man Ajazahu], Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata dalam kitabnya AlIstighotsah, [Suatu kesalahan, jika timbul dari jeleknya pemahaman orang yang mendengar, bukan karena kelalaian pembicara, maka tidak ada apa-apa (baca : dosa) atas pembicara. Tidak dipersyaratkan pada seorang alim jika dia berbicara harus menjaga jangan sampai ada pendengar yang salah faham]. Lagi pula beliau sendiri telah menegaskan dalam lanjutan ucapan beliau -yang akan kami nukilkan pada bab ketiga belas- bahwa perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- adalah bidah yang mungkar. Adapun mualliq (komentator) Al-Iqthidho`, dia berkata, Bagaimana mungkin mereka memiliki pahala atas hal ini padahal mereka telah menyelisihi petunjuk Rasulullah -Shollallahu alaihi wasallam- dan petunjuk para sahabat beliau. 21. Mereka berkata, Perayaan maulid Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- memang tidak pernah dilakukan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-, akan tetapi dia merupakan syiar agama Islam, bukan merupakan bidah.

Bantahan: Ini menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkannya terhadap syariat Islam, maka apakah orang yang seperti ini pantas untuk berkomentar dalam agama Allah?! Orang ini telah membedakan antara agama dan syiar agama padahal Allah -Azza wa Jalla- telah berfirman: Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. . (QS. Al-Hajj: 32) Dalam ayat ini, Allah -Azza wa Jalla- menjadikan syiar agama sebagai lambang dari kataqwaan hati yang merupakan kewajiban. Maka apakah setelah ini, masih ada orang yang mengaku paham agama yang mengatakan bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- sengaja meninggalkan syiar agama -menurut sangkaan mereka- yang satu ini (maulid)?! Karena ucapan ini mengharuskan bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- sengaja meninggalkan sebuah ketaatan yang merupakan kewajiban [Dan meninggalkan ketaatan yang merupakan kewajiban dengan sengaja adalah dosa besar], padahal para ulama telah bersepakat bahwa para Nabi terjaga (mashum) dari dosa besar. Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata dalam Fathul Bary (8/69), Para nabi mashum dari dosa-dosa besar berdasarkan ijma (Lihat juga Majmu AlFatawa (4/319) dan juga Minhajus Sunnah (1/472) karya Ibnu Taimiyah). 22. Di antara dalil mereka adalah bahwa tidak ada satupun dalil yang tegas dan jelas melarang mengadakan perayaan maulid Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-. Bantahan: Sebenarnya dalil semacam ini tidak pantas kami sebutkan, karena dalil ini hakikatnya sudah lebih dahulu patah sebelum dipatahkan. Akan tetapi yang sangat disayangkan, dalil ini masih juga diucapkan oleh sebagian orang yang mengaku berilmu yang dengannya dia menyesatkan manusia dari jalan Allah. Kami tidak akan menjawab dalil ini sampai mereka menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini: 1. Tunjukkan pada kami satu dalil yang tegas dan jelas yang melarang dari narkoba dengan semua jenisnya!. 2. Tunjukkan pada kami satu dalil yang tegas dan jelas yang mengharamkan praktekpraktek perjudian kontemporer, semacam undian berhadiah melalui telepon, SMS, dan selainnya! 3. Tunjukkan pada kami satu dalil yang tegas dan jelas yang menunjukkan haramnya kaum muslimin menghadiri natal dan perayaan kekafiran lainnya! Mereka tidak akan mendapatkan satu pun dalil tentangnya -walaupun mereka bersatu untuk mencarinya- kecuali dalil-dalil umum yang melarang dari semua amalan di atas dan yang semacamnya. Dan ketiga perkara di atas, hanya orang yang bodoh tentang agama yang menyatakan halal dan bolehnya. Maka demikian halnya perayaan maulid. Betul, tidak ada dalil yang tegas dan jelas yang melarangnya, akan tetapi dia tetap merupakan bidah dan keharaman berdasarkan dalil-dalil umum yang sangat banyak berkenaan larangan berbuat bidah dalam agama, berkenaan dengan larangan menyerupai dan mengikuti orang-orang kafir, berkenaan dengan , berkenaan dengan , dan seterusnya dari perkara-perkara haram yang terjadi sepanjang pelaksanaan maulid. Wallahul Mustaan. Diambil dari : Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah al-Atsariyyah 2007.

SUMBER :

Siapakah Al-Jibt dan Thaghut?


Monday, 20 December 2010 04:28 | Written by Administrator | Penulis : Al-Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin . Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada Al-Jibt dan thaghut, serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (An-Nisa: 51-52) Sebab Turunnya Ayat Ibnu Jarir rahimahullahu meriwayatkan (5/133): Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abi Adi telah menceritakan kepada kami, dari Dawud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata: Ketika Kab bin Asyraf tiba di Makkah, orang-orang Quraisy berkata kepadanya: Engkau adalah orang yang paling baik dari penduduk Madinah dan pemuka mereka. Ia menjawab: Ya (betul)! Mereka berkata: Maukah kamu melihat kepada seorang shanbur1 yang terputus dari kaumnya? Ia mengaku bahwa dirinya lebih baik dari kami. Sementara kami yang lebih memerhatikan orangorang yang menunaikan haji, pengabdi Kabah, dan memberi minum (bagi orang-orang yang menunaikan ibadah haji) setiap zaman (terlebih pada musim dingin saat paceklik). Ia berkata: Kalian lebih baik daripada dia. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata: Maka turunlah ayat: Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dia yang terputus. (Al-Kautsar: 3) Turun juga ayat: . Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (An-Nisa: 51) Hadits ini juga disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu dalam Tafsirnya (1/513). Beliau berkata: Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: Muhammad bin Abi Adi menceritakan kepadaku, dengan sanad seperti di atas. Ibnu Hibban rahimahullahu juga meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, sebagaimana terdapat

dalam kitab Mawarid Azh-Zhaman (hal. 428). Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadii rahimahullahu berkata: Semua perawinya adalah para perawi shahih. Hanya saja yang rajih (kuat) bahwa (hadits ini) mursal (ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, pen.), sebagaimana yang disebutkan dalam Takhrij Tafsir Ibnu Katsir2. (Lihat Ash-Shahih Al-Musnad min Asbabin Nuzul, Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadii rahimahullahu, hal. 77) Penjelasan Mufradat Ayat Apakah kamu tidak memerhatikan... Sebagian ulama ada yang memakai kalimat ini dengan makna yakni . Artinya, apakah kamu tidak melihat (dengan penglihatan hati/ilmu) dengan membawa kepada makna ruyah qalbiyah atau ilmiyah. Ada pula yang memaknai ( melihat dengan penglihatan mata) dengan membawa kepada makna ruyah bashariyah, sehingga artinya apakah kamu tidak memerhatikan (melihat dengan mata). Banyak para ulama tafsir yang menguatkan makna pertama, ruyah qalbiyah atau ilmiyah. Karena orang-orang Arab menempatkan kata ( pengetahuan) pada makna ( penglihatan). Yakni kata melihat dimaknakan dengan mengetahui. Demikian pula sebaliknya, mereka menempatkan kata ( penglihatan) pada makna .Yakni kata mengetahui dimaknakan dengan melihat. Seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Taala (sebagai misal penglihatan bermakna pengetahuan). Apakah kamu tidak memerhatikan (dengan hati/ilmu) bagaimana Rabb-Mu telah bertindak kepada tentara gajah. (Al-Fiil: 1) Adapun firman Allah Subhanahu wa Taala (sebagai misal pengetahuan bermakna penglihatan): Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata terlihat) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. (AlBaqarah: 143) Kalimat bermakna , artinya: Melainkan agar Kami bisa melihat dengan nyata siapa yang mengikuti Rasul. (Lihat Tafsir Ath-Thabari, Al-Alusi) Ada pula yang memaknakan dalam ayat ini adalah ruyah bashariyah bermakna melihat, dengan dalil bahwa kalimat di sini mutaaddi dengan huruf sehingga maknanya menjadi ( melihat dengan mata). (Lihat Al-Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid, karya Asy-Syaikh Muhammad Al-Qarawi rahimahullahu hal. 143, Al-Qaulul Mufid karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu, 1/468) Huruf hamzah istifham (pertanyaan) dalam kalimat ketika masuk/bergandeng bersama huruf nafi ,mengubah kalimat pertanyaan yang ada menjadi kalimat penetapan. Atau diistilahkan oleh para ulama dengan istifham lit taqrir atau lil ijab. Kalimat dalam bahasa Arab digunakan untuk menyebutkan suatu perkara yang mengherankan (mengagumkan). Seperti kekaguman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam terhadap seorang yang bernama Mujazziz Al-Mudliji. Dalam sebuah hadits3, Aisyah radhiyallahu anha berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masuk ke rumahku dalam keadaan wajah beliau berseri-seri sambil terheran-heran. Beliau berkata: : Apakah kamu tidak memerhatikan (dengan penglihatan hati/ilmu) Mujazziz Al-Mudliji (sambil terheran-heran)? Dia baru saja masuk rumah kemudian melihat (menyaksikan) Zaid bin Haritsah

dan putranya Usamah bin Zaid sedang berbaring tidur. Kepala keduanya tertutupi oleh qathifah (kain beludru), tetapi kaki-kakinya terlihat. (Mereka berdua tidur dengan satu selimut, sementara kaki-kakinya tersingkap. Zaid berkulit putih, sedangkan Usamah berkulit hitam, pen.) Kemudian Mujazziz berkata: Sesungguhnya kaki-kaki ini sebagiannya adalah dari sebagian yang lain (yakni ada hubungan kerabat. Orang-orang yang didatangkan, maknanya yaitu orang-orang yang diberi dan tidak diberi seluruh Al-Kitab (sebagian saja). Mereka diharamkan (terhalangi) mendapatkan seluruh kitab karena kemaksiatan yang mereka lakukan. (Al-Qaulul Mufid, 1/468) Mayoritas ulama ahli tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah sekumpulan ahlul kitab dari kalangan Yahudi. Abu Jafar Ath-Thabari rahimahullahu berkata: Mungkin juga mereka yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang disebut oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, seperti Huyai bin Akhthab dan Kab bin Al-Asyraf. Ibnu Katsir rahimahullahu menyebutkan riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dari jalan Ikrimah atau Said bin Jubair, maknanya bahwa mereka Huyai bin Akhthab, Salam bin Abil Haqiq, Abu Rafi, Ar-Rabi bin Abil Haqiq, Abu Amir, Wahwah bin Amir, Burdah bin Qais. Wahwah, Abu Amir, dan Burdah berasal dari Bani Wail, sedangkan yang lain semuanya dari Bani Nadhir. (Ibnu Katsir, 1/486) Bagian. Banyak ahli tafsir memaknai kata dalam ayat ini dengan nasib atau bagian, seperti AthThabari, Al-Qurthubi, dan yang lain. Sebagian ada yang memaknai dengan makna ( sebagian dari), seperti Al-Alusi. dari Al-Kitab, yaitu Taurat. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: Al-Kitab di sini mencakup Taurat dan Injil. Kalimat , Allah Subhanahu wa Taala tidak menurunkan dengan kalimat . Karena diberi sebagiannya saja, mereka tidak memiliki ilmu yang sempurna terhadap apa yang ada dalam Al-Kitab. (Al-Qaulul Mufid 1/469) Mereka percaya, yaitu percaya (beriman) kepada al-jibt dan thaghut, kufur kepada Allah Subhanahu wa Taala, dalam keadaan mereka mengetahui bahwa beriman kepada keduanya adalah kufur, percaya kepada keduanya adalah syirik. (Tafsir Ath-Thabari) Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu menerangkan: Maknanya adalah membenarkan, menetapkan, dan tidak mengingkarinya. Kepada al-jibt dan thaghut. Ada beberapa pendapat ulama dalam memaknai kata al-jibt. Di antaranya: 1. Al-Jibt adalah sihir. Ini adalah pendapat Umar bin Al-Khaththab, Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Atha, Ikrimah, Said bin Jubair, Asy-Syabi, Al-Hasan, Adh-Dhahak, dan As-Suddi. 2. Al-Jibt adalah setan. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Atha, Ikrimah, Said bin Jubair, Asy-Syabi, Al-Hasan, Athiyyah, dan Qatadah. 3. Al-Jibt adalah syirik. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, menurut bahasa orang Habasyah. 4. Al-Jibt adalah al-ashnam (patung-patung). Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma. 5. Al-Jibt adalah al-kahin (dukun). Ini adalah pendapat Asy-Syabi, Abul Aliyah, Muhammad

bin Sirin, dan Makhul. 6. Al-Jibt adalah Huyai bin Akhthab. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma. 7. Al-Jibt adalah Kab bin Al-Asyraf. Pendapat ini dikatakan oleh Mujahid. 8. Al-Jibt adalah suara (bisikan) setan. Pendapat ini dilontarkan oleh Al-Hasan. 9. Abu Nashr bin Ismail bin Hammad Al-Jauhari dalam kitabnya Ash-Shihah, menyebutkan bahwa Al-Jibt adalah suatu kalimat yang dipakai untuk memaknai patung, dukun, tukang sihir, dan yang lainnya. 10. Al-Jibt adalah tukang sihir (menurut bahasa Habasyah). Pendapat ini dinyatakan Ibnu Zaid, Said bin Jubair, Abul Aliyah, Ibnu Sirin, dan Makhul. 11. Al-Jibt adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah Subhanahu wa Taala. Pendapat ini dinyatakan oleh Al-Imam Malik bin Anas. Tentang kata thaghut, juga ada beberapa pendapat: 1. Setan. Ini pendapat Umar bin Al-Khaththab, Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Atha, Said bin Jubair, Asy-Syabi, Al-Hasan, Adh-Dhahhak, As-Suddi, dan Ikrimah. 2. Tandingan-tandingan selain Allah Subhanahu wa Taala, berhala-berhala dan semua yang setan menyeru (mengajak) kepadanya. 3. Al-Kahin (dukun). Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid, Said bin Jubair, Abul Aliyah, dan Qatadah. 4. Ibnul Qayyim berkata: Thaghut adalah segala sesuatu yang dengannya seorang hamba melampaui batas, baik berupa yang diibadahi, yang diikuti, atau yang ditaati. Ahlul ilmi mengatakan bahwa makna atau tafsir inilah yang paling menyeluruh, sedangkan penafsiran yang lain merupakan tafsir misal (bentuk konkret yang ada). Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan: Pendapat yang memaknakan kata thaghut dengan setan adalah pendapat yang kuat sekali, karena mencakup seluruh kejelekan dan keburukan yang dahulu dilakukan orang-orang jahiliah. Seperti menyembah berhala, mengadukan perkara kepadanya (sebagai pemutus dan pengatur), dan meminta tolong kepadanya. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/294) Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: Yang benar dari pendapat para ulama tentang makna kata al-jibt dan thaghut adalah membenarkan (memercayai) dua perkara yang diibadahi selain Allah Subhanahu wa Taala, menyembah (beribadah kepada)nya, dan menjadikan keduanya sesembahan selain Allah Subhanahu wa Taala. Karena al-jibt dan thaghut adalah dua nama yang diperuntukkan bagi segala sesuatu yang dimuliakan (diagungkan) selain Allah Subhanahu wa Taala, dengan melakukan peribadatan (menyembah), menaati, dan tunduk (merendahkan dan menghinakan diri) kepadanya, apapun bentuknya. Baik berupa batu, manusia, maupun setan. Jika segala sesuatu tadi (batu dan yang selainnya) diperlakukan sedemikian rupa (disembah, ditaati, dan seterusnya) maka berhala-berhala yang dahulu disembah orang-orang jahiliah telah menjadi sesuatu yang dimuliakan (diagungkan) dengan melakukan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Taala. Dengannya, berhala-berhala itu telah menjadi al-jibt dan thaghut. Demikian pula setan yang dahulu ditaati orang-orang kafir dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Taala. Termasuk pula tukang sihir dan dukun, yang ucapan keduanya diterima (dipercaya) oleh orangorang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Taala. Sedangkan Huyai bin Akhthab dan Kab bin Asyraf, keduanya adalah orang yang berilmu dari kalangan orang-orang Yahudi, tetapi keduanya bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Taala, kufur kepada Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam sehingga

keduanya termasuk al-jibt dan thaghut. . Dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: Mereka mengutamakan orang-orang kafir daripada orang-orang muslim disebabkan kejahilan, sedikitnya pemahaman terhadap agama mereka, dan ingkarnya mereka terhadap Kitabullah (Taurat) yang ada pada mereka. Misalnya seperti yang tersebut dalam asbabun nuzul di atas. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/486) Mereka itulah orang yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: Inilah laknat dari Allah Subhanahu wa Taala atas mereka, sekaligus berita bahwa tidak ada penolong bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat. Karena mereka datang kepada kaum musyrikin hanya untuk meminta pertolongan. Mereka mengatakannya kepada kaum musyrikin, agar kaum musyrikin condong kepada mereka dan kemudian mau menolong mereka. Hal itu telah dikabulkan dan dibuktikan dengan datangnya mereka bersama-sama pada Perang Ahzab, hingga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya membuat parit di sekitar Madinah. Cukuplah hanya Allah Subhanahu wa Taala yang menolak kejahatan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala: Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Al-Ahzab: 25) Makna dan Faedah Ayat Asy-Syaikh Sadi rahimahullahu, setelah menyebutkan ayat di atas, mengatakan: Ini termasuk di antara keburukan, kejelekan, dan kedengkian orang-orang Yahudi terhadap Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan kaum mukminin. Akhlak mereka yang rendah dan tabiat yang buruk, telah membawa mereka untuk tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka menggantinya dengan beriman kepada al-jibt dan thaghut, yaitu beriman kepada segala bentuk peribadatan selain Allah Subhanahu wa Taala, atau berhukum dengan selain syariat Allah Subhanahu wa Taala. Termasuk dalam hal ini adalah sihir dan perdukunan, beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Taala, menaati (mengikuti) setan. Semua ini termasuk bagian dari al-jibt dan thaghut. Demikian pula perbuatan mereka berupa kekufuran, kedengkian dengan mengutamakan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa Taala para penyembah berhala di atas jalan yang ditempuh orang-orang beriman, dengan: mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. (Tafsir AsSadi hal. 182) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mengatakan: Banyak orang yang mengaku Islam, berpaling dari (ajarannya) hingga membuang jauh-jauh Al-Quran di belakang punggung mereka serta rela mengikuti apa yang dibisikkan oleh setan. Ia tidak mengagungkan perintah Al-Quran dan larangan-Nya, tidak berloyalitas kepada orang yang diperintahkan Al-Quran untuk berloyal kepadanya, dan tidak memusuhi orang yang diperintahkan Al-Quran untuk memusuhinya. Bahkan dia mengagungkan orang yang mampu melakukan beberapa perkara yang luar biasa. Sebagian mereka ada yang tahu bahwa perkara luar biasa itu datangnya dari setan, tetapi tetap mengagungkannya karena dorongan hawa nafsu, hingga dia mengutamakannya di atas jalan (petunjuk) Al-Quran, sebagaimana orang-orang kafir (Yahudi). Allah Subhanahu wa Taala

berfirman tentang mereka: Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada Al-Jibt dan thaghut. (An-Nisa: 51) (Majmu Fatawa, Tafsir Surat An-Nisa) Ayat ini termasuk ayat yang pertama dicantumkan oleh Syaikul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dalam Kitabut Tauhid, pada bab Ma Jaa anna Badha Hadzihil Ummati Yabudu Al-Autsan (Penjelasan adanya sebagian umat ini yang menyembah berhala). Asy-Syaikh Muhammad Al-Qarawi rahimahullahu berkata dalam kitabnya Al-Jadid (hal. 143): Pada ayat ini, Allah Subhanahu wa Taala mengarahkan pandangan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam secara khusus dan kaum muslimin secara umum, pada beberapa perbuatan orang-orang Yahudi yang menyimpang lagi mungkar. Yaitu mereka memercayai penyembahan berhala serta mengedepankan peribadatan tersebut di atas peribadatan orang-orang mukmin terhadap Rabb mereka, karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya berada padanya. Walaupun mereka (orang-orang Yahudi) mengetahui bahwa kitab mereka yang dahulu (Taurat) telah menerangkan, agama Islam lebih utama daripada peribadatan kepada berhala, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam benar adanya, serta apa yang dibawa adalah perkara yang haq; akan tetapi sifat dengki dan dendam membutakan mereka serta menghalangi untuk mengucapkan kebenaran. Mereka kemudian membuat tipu daya dengan bermuka manis di hadapan orang kafir dan perbuatan mereka (peribadatan kepada berhala). Namun Allah Subhanahu wa Taala enggan (dengan semua itu) kecuali untuk menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukai. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata: Alasan Asy-Syaikh Muhammad memberi judul dalam bab ini adalah untuk membantah orang yang mengatakan bahwa kesyirikan tidak mungkin terjadi (dilakukan) pada umat ini. Mereka mengingkari bahwa peribadatan kepada kuburan dan para wali termasuk bagian dari syirik, karena umat ini telah terjaga dari kesyirikan berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari Jabir radhiyallahu anhu:

Kebatilan yang Tersamarkan


Monday, 20 December 2010 04:27 | Written by Administrator | Penulis : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan

jalan yang batil. (An-Nisa: 29) Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat Jangan kalian memakan. Yang dimaksud makan di sini adalah segala bentuk tindakan, baik mengambil atau menguasai. (Tafsir Al-Alusi) Ibnul Arabi rahimahullahu menjelaskan: Maknanya, janganlah kalian mengambil dan janganlah kalian menempuh caranya. (Ahkam Al-Quran, 1/97) Harta-harta kalian, meliputi seluruh jenis harta, semuanya termasuk kecuali bila ada dalil syari yang menunjukkan kebolehannya. Maka segala perkara yang tidak dibolehkan mengambilnya dalam syariat berarti harta tersebut dimakan dengan cara yang batil. (Fathul Qadir) Dengan cara yang batil. Yaitu segala perkara yang diharamkan Allah Subhanahu wa Taala. Termasuk di dalamnya hasil riba, pencurian, perjudian, dan lain sebagainya. Al-Jashshash rahimahullahu mengatakan: Memiliki harta dengan cara terlarang. (Ahkamul Quran, 4/300) Penjelasan Makna Ayat Allah Subhanahu wa Taala melarang hamba-hamba-Nya kaum mukminin untuk memakan harta sebagian mereka terhadap sebagian lainnya dengan cara yang batil. Yaitu dengan segala jenis penghasilan yang tidak syari, seperti berbagai jenis transaksi riba, judi, mencuri, dan lainnya, yang berupa berbagai jenis tindakan penipuan dan kezaliman. Bahkan termasuk pula orang yang memakan hartanya sendiri dengan penuh kesombongan dan kecongkakan. (Tafsir Ibnu Katsir, Taisir Al-Karim Ar-Rahman) Ibnu Jarir rahimahullahu mengatakan: Ayat ini mencakup seluruh umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Maknanya adalah: Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain tanpa hak. Termasuk dalam hal ini adalah perjudian, penipuan, menguasai (milik orang lain), mengingkari hak-hak (orang lain), apa-apa yang pemiliknya tidak ridha, atau yang diharamkan oleh syariat meskipun pemiliknya ridha. (Tafsir Ath-Thabari dalam menjelaskan surah Al-Baqarah ayat 188) Dari penjelasan para ulama tentang hal ini, kita bisa memberi kesimpulan bahwa memakan harta dengan cara yang batil terbagi menjadi dua bagian: Pertama: mengambilnya dengan cara zalim seperti mencuri, khianat, suap, dan yang lainnya. Kedua: apa yang diharamkan oleh syariat meskipun pemilik harta itu ridha. (Ahkamul Qur'an, Al-Jashshash 1/312) Selain dalam surah An-Nisa ayat 29, ayat-ayat yang menyebutkan haramnya memakan harta manusia dengan cara batil juga terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 188, An-Nisa ayat 161, dan At-Taubah ayat 34. Beberapa bentuk memakan harta dengan cara batil Banyak cara manusia dalam memperoleh harta, namun tidak semua cara tersebut dihalalkan di dalam Islam. Tujuan menghalalkan segala cara bukanlah termasuk kaidah di dalam Islam.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: : Perbaikilah dalam mencari rezeki, dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram. (HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu. Lihat Silsilah Ash-Shahihah, Al-Albani, 6/2607) Memakan harta manusia dengan cara yang batil memiliki banyak bentuk. Namun di sini akan kami sebutkan beberapa contoh yang mungkin sering terjadi di kalangan manusia. Di antaranya adalah: a. Memakan hasil riba Allah Subhanahu wa Taala berfirman: . Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (An-Nisa: 160-161) Al-Aini rahimahullahu menjelaskan: Bahwa pelaku riba tidak ridha dengan apa yang telah menjadi pembagian Allah Subhanahu wa Taala dari (perkara) yang halal dan tidak merasa cukup dengan apa yang disyariatkan berupa penghasilan yang dibolehkan. Alhasil, dia menempuh cara batil memakan harta manusia dengan berbagai usaha yang buruk. Artinya, dia mengingkari apa yang telah Allah Subhanahu wa Taala berikan kepadanya berupa kenikmatan. Dia berbuat zalim serta berdosa karena memakan harta manusia dengan cara yang batil. (Umdatul Qari, Al-Aini, 8/269) Segala yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan riba tersebut, termasuk yang menanamkan modal ke dalamnya, serta menghasilkan keuntungan, tergolong dalam memakan harta dengan cara batil. Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya: Apakah orang-orang yang ikut serta menanamkan modal ke bank manapun yang bermuamalah dengan cara demikian (riba), keuntungannya termasuk riba? Mereka menjawab: Iya. Setiap yang ikut serta menanam modal pada bank yang bermuamalah dengan cara riba, maka keuntungannya termasuk riba, dan (ini artinya) memakan harta manusia dengan cara yang batil. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah, 2256) b. Mengambil harta dengan cara menipu Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya: Acap terjadi dalam usaha bengkel mobil. Jika salah seorang dari mereka ingin memperbaiki mobil konsumen di mana mobil ini membutuhkan pergantian suku cadang, maka mekanik ini membeli suku cadang tersebut dan meminta penjual suku cadang menuliskan dalam nota jumlah yang melebihi harga sebenarnya. Sehingga dia mengambil kelebihan tersebut secara menyeluruh dari pemilik mobil. Apakah hukum syari terhadap perbuatan ini? Mereka menjawab: Wajib atas setiap muslim untuk berbuat jujur dalam setiap muamalah. Tidak diperbolehkan baginya berdusta dan mengambil harta manusia tanpa hak. Termasuk di antaranya adalah siapa yang diberi kuasa/mewakili saudaranya untuk membeli sesuatu, tidak boleh baginya mengambil tambahan harga dari apa yang telah dibelinya. Sebagaimana tidak boleh pula yang menjual barang kepadanya menulis di nota harga yang bukan sebenarnya, untuk menipu orang yang memberi kuasa, sehingga dia membayar melebihi harga sebenarnya dan diambil oleh yang

diwakilkan. Sebab ini termasuk tolong-menolong di atas dosa dan permusuhan, serta memakan harta manusia dengan cara batil. Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dari dirinya. Wabillahit taufiq. Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Wakil Ketua: Abdurrazzaq Afifi Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Shalih Al-Fauzan, Abdul Aziz Alusy Syaikh (Fatawa Al-Lajnah, 14/275-276, no. 15376) c. Memungut pajak Diterapkannya perpajakan di sekian banyak negara, termasuk pula negeri-negeri kaum muslimin, merupakan bentuk mengambil harta manusia dengan cara yang batil dan zalim. Sebab tidak diperbolehkan mewajibkan sesuatu atas manusia, baik muslim maupun kafir pada harta mereka, kecuali apa yang telah diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Asy-Syaukani rahimahullahu mengatakan: Kesimpulannya bahwa hukum asal harta manusia, baik muslim maupun kafir adalah haram (untuk diambil). Beliau lalu menyebutkan ayat di atas kemudian berkata: Maka harus ada dalil yang menunjukkan dihalalkannya sesuatu yang dituntut tersebut. (Dinukil oleh Shiddiq Hasan Khan dalam ArRaudhah An-Nadiyyah, 1/278-280) Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mengancam para pemungut pajak dalam beberapa haditsnya. Di antaranya adalah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Sesungguhnya pemungut pajak dalam neraka. (HR. Ahmad, 4/109, Ath-Thabarani, 5/29, dari hadits Ruwaifi bin Tsabit radhiyallahu anhu. Lihat Ash-Shahihah, Al-Albani, 7/3405) Dalam riwayat lain dari hadits Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu secara marfu: Tidak masuk surga pemungut pajak. (HR. Ibnu Khuzaimah no. 2333, Ad-Darimi no. 1666, dengan sanad hasan lighairihi) Adapun makna al-maks, dijelaskan Ibnul Atsir rahimahullahu: Al-Maks adalah pajak yang diambil oleh pemungutnya dari para pedagang. (An-Nihayah, 4/349. Lihat pula yang semakna dalam Lisanul Arab, 13/160) Dalam Al-Qamus disebutkan: --jika dia mengambil harta, dan maks; mengurangi dan menzalimi beberapa dirham yang diambil dari penjual barang di pasar pada masa jahiliah. Dalam Al-Mujam Al-Wasith: Al-Maks adalah pajak yang diambil oleh pemungutnya dari para pedagang yang masuk ke dalam negeri. (semacam pajak impor, red.) Al-Maks ini juga kadang diistilahkan dengan dharibah atau jamrak. Di antara yang menunjukkan bahwa perpajakan merupakan dosa yang sangat besar adalah hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim rahimahullahu dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu anhu, tentang kisah Maiz bin Malik Al-Aslami dan kisah wanita Al-Ghamidiyyah yang telah berbuat zina dan bertaubat, lalu datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina maka sucikanlah aku. Maka beliau Shallallahu alaihi wa sallam menolaknya. Lalu ia datang keesokan harinya dan berkata: Wahai Rasulullah, mengapa engkau menolakku? Jangan sampai engkau menolakku sebagaimana engkau menolak Maiz. Demi Allah, sesungguhnya aku dalam keadaan hamil. Maka beliau menjawab: Tidak. Pergilah engkau sampai engkau melahirkan anakmu. Ketika telah melahirkan, wanita ini pun datang membawa bayinya pada bungkusan kain, lalu berkata: Ini anaknya. Aku telah melahirkannya. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata: Pergilah dan susuilah dia hingga dia disapih. Tatkala dia telah menyapihnya maka dia pun

datang membawa anak tersebut dan di tangannya ada sepotong roti. Lalu berkata: Ini wahai Nabi Allah, aku telah menyapihnya. Dia telah memakan makanan. Maka anak tersebut diserahkan kepada seorang lelaki dari kaum muslimin. Lalu beliau memerintahkan (wanita tersebut) untuk ditanam hingga ke dadanya, dan memerintahkan manusia untuk merajamnya. Maka mereka pun merajam wanita tersebut. Datanglah Khalid bin Al-Walid radhiyallahu anhu dengan membawa batu lalu melempar kepalanya hingga darahnya memercik ke wajah Khalid, spontan dia mencacinya. Mendengar cacian tersebut, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun bersabda: Perlahan wahai Khalid. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh dia telah bertaubat dengan taubat yang kalau sekiranya taubat itu ada pada pemungut pajak, maka dia pasti diampuni. Lalu beliau memerintahkan untuk menyalatinya dan dikuburkan. (HR. Muslim no. 1695) An-Nawawi rahimahullahu menerangkan ketika menjelaskan hadits ini: Hadits ini menunjukkan bahwa memungut pajak merupakan kemaksiatan yang paling jelek dan dosa yang membinasakan. Karena hal tersebut akan menyebabkan banyaknya tuntutan manusia kepada dirinya, perbuatan zalimnya dan berulangnya hal tersebut, merusak kehormatan manusia, serta mengambil harta mereka dengan tanpa hak dan mengarahkannya bukan pada tempatnya. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 11/203) Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya tentang hukum perpajakan, maka mereka menjawab: Memungut biaya/pajak terhadap barang-barang ekspor maupun impor termasuk mukus, dan mukus adalah haram. Seseorang bekerja (pada instansi yang bertugas demikian) adalah haram, meskipun pajak yang dihimpun nantinya digunakan pemerintah untuk membiayai berbagai proyek, seperti membangun sarana/prasarana negara. Berdasarkan larangan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk memungut pajak dan sikap tegas beliau terhadapnya. Lalu mereka menyebutkan kedua hadits di atas dan melanjutkan: Adz-Dzahabi rahimahullahu menegaskan dalam kitabnya Al-Kabair: Pemungut pajak termasuk dalam keumuman firman Allah Subhanahu wa Taala: Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy-Syura: 42) Pemungut pajak termasuk pembantu terbesar orang-orang zalim, bahkan mereka sendiri termasuk orang-orang yang zalim. Karena dia mengambil apa yang bukan haknya dan memberi kepada yang bukan haknya. Beliau (Adz-Dzahabi) juga berdalil dengan hadits Buraidah dan hadits Uqbah radhiyallahu anhuma yang telah disebutkan. Beliau lalu berkata: Pemungut pajak menyerupai penyamun jalanan dan termasuk dalam kategori pencurian. Yang mengambil pajak, penulisnya, saksinya, yang mengambilnya dari kalangan staf maupun atasan semuanya ikut serta dalam dosa, memakan harta yang haram. Selesai ucapan Adz-Dzahabi rahimahullahu. Hal itu termasuk memakan harta manusia dengan cara yang batil. Allah Subhanahu wa Taala berfirman: Dan jangan kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang batil. (Al-Baqarah: 188) Juga berdasarkan (hadits) yang shahih dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda dalam khutbahnya di Mina pada hari ied pada hajjatul wada: Sesungguhnya darahdarah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian seperti haramnya negeri kalian ini, pada bulan kalian ini. Maka seorang muslim hendaklah bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Taala dan meninggalkan sumber penghasilan yang haram serta menempuh cara mendapatkan penghasilan yang halal, dan itu banyak, walhamdulillah. Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah

Subhanahu wa Taala akan mencukupinya. Allah Subhanahu wa Taala berfirman: . Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. (Ath-Thalaq: 2-3) Allah Subhanahu wa Taala juga berfirman: Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (Ath-Thalaq: 4) Wabillahit taufiq. Shalawat dan salam Allah Subhanahu wa Taala semoga selalu terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Wakil: Abdurrazzaq Afifi Anggota: Abdullah bin Ghudayyan (Fatawa Al-Lajnah, 23/489-492) Wallahu alam.

Tafsir Ibnu Katsir Salah Satu Kitab Tafsir Al Qur'an Terbaik


Monday, 20 December 2010 04:22 | Written by Administrator | Penulis : Al-Ustadz Ahmad Hamdani Ibnu Muslim Sesungguhnya memahami Kalamullah adalah cita-cita yang paling mulia dan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah) yang paling agung. Amalan ini telah dilakukan shahabat, tabiin dan murid-murid mereka yang menerima dan mendengar langsung dari guru-guru mereka. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya yang mengikuti jejak mereka hingga hari kiamat. Tidak diragukan, orang pertama yang menerangkan, mengajarkan, dan menafsirkan Al Quran adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Para shahabat telah menerima Al Quran dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara bacaan dan pemahaman. Mereka mengetahui makna-makna, maksud-maksud dan rahasia-rahasianya karena kedekatan mereka dengan Rasulullah, khususnya Al-Khulafa Ar-Rasyidin, Abdullah bin Masud, Ibnu Abbas, Ubai bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asyari dan Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu anhum.

Mereka adalah para shahabat yang terkenal alim di antara shahabat lainnya. Para shababat adalah guru-guru bagi tabiin yang di kemudian hari melahirkan ahli tafsir dari generasi ini di Makkah, Madinah dan Irak. Dari shahabat dan tabiin, dilahirkan ahli tafsir yang mengetahui sejarah tafsir -di madrasah tafsir dengan atsar (jejak/petunjuk) Nabi dan Shahabat- yaitu imam besar dalam ushul tafsir: Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (wafat 310 H). Ciri khas dari madrasah tafsir dengan atsar adalah menafsirkan ayat Al Quran dengan satu atau lebih ayat Al Quran lainnya. Bila tidak memungkinkan maka ditafsirkan dengan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang shahih. Jika tidak ditemukan hadits yang menjelaskannya maka ditafsirkan dengan ucapan shahabat terutama shahabat yang telah disebutkan di atas. Jika ucapan shahabat tidak ditemukan maka dengan ucapan tabiin seperti Mujahid, Ikrimah, Said bin Al-Musayyib, Said bin Jubair, Atha bin Abi Rabbah dan Al-Hasan Al-Basri. Namun jika semuanya ada, maka biasanya disebut semua. Adapun menafsirkan Al Quran dengan akal semata, haram menurut kesepakatan ulama Ahlus Sunnah, apalagi tafsir yang dilandasi ilmu filsafat -walaupun terkadang benar- termasuk dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Barangsiapa berkata tentang Al Quran dengan akalnya atau tanpa ilmu maka siapkanlah tempat duduknya dengan api neraka. (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan) Di abad ke-8 Hijriyah lahir seorang ulama ahli tafsir yang merupakan alumnus akhir madrasah tafsir dengan atsar. Dialah Ismail bin Umar bin Katsir rahimahullah, salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat tahun 774 H). Tafsirnya dijadikan rujukan oleh para ulama dan penuntut ilmu semenjak jaman beliau hingga sekarang. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah -beliau juga menulis tafsir- mengatakan bahwa Tafsir Ibnu Katsir adalah salah satu kitab tafsir terbaik, jika tidak bisa dikatakan sebagai tafsir terbaik, dari kitab-kitab tafsir yang ada. Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah menilai tafsirnya menakjubkan, belum ada ulama yang menandinginya. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam bukunya Al-Ilmu menganjurkan penuntut ilmu membaca Tafsir Al Quranil Azhim atau yang lebih dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Keutamaannya dalam Ilmu Tafsir


Monday, 20 December 2010 04:21 | Written by Administrator | Penulis : Al-Ustadz Abu Karimah 'Askari bin Jamal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang nama lengkapnya adalah Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdullah bin Al-Khadhir Al-Harrani Ad-Dimasyqi, adalah seorang alim yang tidak ditemukan seorangpun di zamannya yang setara dengan beliau dalam berbagai hal. Baik dalam hal ilmu, lurusnya aqidah, semangat dalam beramal dan ketekunan dalam beribadah, maupun kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan yang menimpanya. Sosok beliau adalah salah satu di antara tokoh yang merupakan pembenaran terhadap firman Allah Subhanahu wa Taala: Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (As-Sajadah: 24) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata menjelaskan ayat ini: Maka kesabaran dan keyakinan, dengan keduanya akan tercapai kepemimpinan dalam agama. (Majmu Al-Fatawa, 3/358) Keilmuan Beliau Secara umum, beliau memiliki kelebihan dalam berbagai cabang ilmu. Hal ini dipersaksikan oleh murid-muridnya dan orang yang pernah bertemu dengannya. Di antara yang mempersaksikannya adalah Al-Allamah Ibnu Daqiqil Ied rahimahullahu. Beliau berkata: Tatkala aku berkumpul dengan Ibnu Taimiyah, aku melihat seorang lelaki yang semua ilmu ada di hadapan matanya. Dia mengambil apa saja yang dia inginkan dan meninggalkan apa saja yang

dia inginkan. Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Allamah Kamaluddin Ibnu Az-Zamlakani rahimahullahu: Adalah beliau jika ditanya tentang satu cabang ilmu, orang yang melihat dan mendengarnya menyangka bahwa beliau tidak mengerti kecuali ilmu tersebut karena sangat menguasai ilmu tersebut, red.. Orang yang melihat juga menyimpulkan bahwa tidak seorangpun yang memiliki ilmu seperti dia. Jika para fuqaha dari berbagai mazhab duduk bersama beliau, mereka mendapatkan faedah tentang mazhab mereka dari beliau yang tidak mereka ketahui sebelumnya. Tidak pula diketahui bahwa jika beliau berdebat dengan seseorang lalu hujjah beliau terputus (kehabisan dalil, red.). Tidaklah beliau berbicara tentang satu cabang ilmu, baik yang menyangkut ilmu syari atau yang lainnya, melainkan beliau mengalahkan orang yang takhassus (spesialisasinya, red.) dalam ilmu tersebut serta yang menisbahkan dirinya kepada ilmu tersebut. Beliau memiliki andil besar dalam membuat karya tulis yang bagus, ungkapan yang indah, sistematis, pembagian (pengklasifikasian), dan penjelasan. (Al-Uqud Ad-Durriyyah, 23-24) Jamaluddin Abul Hajjaj Al-Mizzi rahimahullahu berkata: Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih berilmu akan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta lebih semangat dalam mengikuti keduanya daripada beliau (Ibnu Taimiyah, pen.). (Al-Uqud Ad- Durriyyah, Ibnu Abdil Hadi, hal. 23) Kelebihan Beliau dalam Ilmu Tafsir Umar Al-Bazzar berkata dalam kitabnya Al-Alam Al-Aliyyah Fi Manaqib Ibni Taimiyah: Adapun kelebihan ilmunya, di antaranya adalah pengetahuan beliau akan ilmu Al-Qur`an yang mulia, kemampuan menggali faedah yang terkandung di dalamnya, penukilannya atas ucapan para ulama dalam penafsirannya serta menyebutkan penguat-penguatnya dengan dalil-dalil, dan apa yang telah Allah Subhanahu wa Taala anugerahkan berupa keajaiban-keajaiban-Nya dan berbagai hikmah-Nya, kefasihan, kepandaian, yang beliau capai dan puncak ilmu yang beliau bersandar kepadanya. Jika dibacakan di majelis beliau beberapa ayat dari Al-Quran Al-Azhim, maka beliau mulai penafsirannya hingga majelis selesai dan pelajaran berakhir dalam keadaan beliau baru menafsirkan sebagian ayat. Adalah majelis beliau berlangsung selama seperempat siang hari. Beliau melakukan hal tersebut secara spontan tanpa ada seorang pembaca ditunjuk untuk membacakan kepadanya sesuatu yang telah ditentukan, yang telah beliau persiapkan penafsirannya di malam hari. Namun orang yang hadir membaca apa yang mudah baginya lalu beliaupun mulai menafsirkannya. Biasanya, beliau tidak menghentikan pembicaraannya melainkan orang-orang yang hadir memahami bahwa kalaulah bukan karena waktu pelajaran telah selesai, tentu beliau akan menyebutkan hal-hal lain yang menjelaskan penafsiran makna yang terkandung di dalamnya. Namun beliau menghentikannya karena melihat kemaslahatan para hadirin. Sungguh beliau telah membacakan tafsir yang termuat dalam satu jilid besar. Juga firman Allah Subhanahu wa Taala yang termuat dalam sekitar 35 lembar kertas. Telah sampai berita kepadaku bahwa beliau memulai mengumpulkan tafsir, sekiranya beliau menyelesaikannya, tentu akan mencapai 50 jilid. (Al-A'lam Al-'Aliyyah Fi Manaqib Ibni Taimiyah, hal. 2-3, dari Al-Maktabah Asy-Syamilah) Asy-Syaikh Alamuddin Al-Barzali berkata dalam Mujam Syuyuukhihi: Beliau seorang imam yang telah disepakati keutamaan, kepandaian dan kebenaran agamanya. Dia membaca fiqih dan menjadi pakarnya. Demikian pula ilmu bahasa arab dan ushul. Beliau mahir pula dalam dua cabang ilmu: ilmu tafsir dan hadits. Beliau adalah seorang imam yang tidak terlampaui dalam segala sesuatu. Ia telah mencapai kedudukan mujtahid dan telah terkumpul pada diri beliau

syarat-syarat mujtahid. Jika beliau menyebut tafsir maka yang lain terdiam disebabkan banyaknya hafalan beliau dan bagusnya dalam menyampaikan. Dan beliau meletakkan setiap ucapan pada tempatnya yang sesuai dalam men-tarjih, melemahkan, atau membatalkan. (Al-'Uqud Ad-Durriyyah, hal. 28-29) Beberapa Faedah Beliau dalam Ilmu Tafsir Tatkala beliau menjelaskan tentang keutamaan merujuk kepada tafsir salafush shalih dari sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan tabiin, disebabkan karena zaman mereka merupakan zaman di mana kaum muslimin bersatu dan sedikit perselisihan di antara mereka, beliau berkata: Oleh karena itu, perselisihan di kalangan para sahabat dalam penafsiran Al-Qur`an sangat sedikit. Meskipun di kalangan tabiin lebih banyak perselisihan dibanding para sahabat, namun mereka (tabiin) lebih sedikit jika dibandingkan pada zaman setelah mereka. Setiap kali terdapat zaman tersebut lebih mulia, maka persatuan, kesepakatan, ilmu, dan kejelasan lebih banyak. Di kalangan tabiin ada yang mengambil semua penafsiran dari para sahabat, seperti yang dikatakan oleh Mujahid rahimahullahu: Aku membacakan mushaf kepada Ibnu Abbas c, aku menghentikannya pada setiap ayat dan aku bertanya tentangnya. Oleh karena itu, Ats-Tsauri rahimahullahu berkata: Jika datang kepadamu tafsir dari Mujahid, maka cukupkanlah dengannya. Oleh karena itu, Al-Imam Asy-Syafii, Al-Bukhari, dan selainnya dari kalangan para ulama rahimahumullah merujuk pada penafsirannya. Demikian pula Al-Imam Ahmad rahimahullahu dan yang lainnya dari kalangan penulis tafsir, sering menyebutkan jalur riwayat dari Mujahid rahimahullahu lebih banyak dari yang lain. (Syarah Muqaddimah Fi Ushul Tafsir, hal. 25-26) Beliau juga menjelaskan bahwa sebab-sebab munculnya banyak penafsiran ayat-ayat Al-Quran adalah karena penyimpangan dari tafsir yang telah dijelaskan oleh para ulama salafush shalih, dan bermunculannya kelompok ahli bidah yang kemudian menafsirkan ayat-ayat tersebut sesuai dengan hawa nafsunya. Beliau berkata: Secara umum, barangsiapa berpaling dari mazhab para sahabat dan tabiin serta penafsiran mereka, kepada sesuatu yang menyelisihi mereka, maka dia telah terjatuh dalam kesalahan, bahkan dia telah berbuat bidah. Adapun jika dia seorang mujtahid, maka diampuni kesalahannya. Maka yang dimaukan adalah menjelaskan jalan-jalan ilmu, dalil-dalilnya, dan jalan-jalan kebenaran. Kita telah mengetahui bahwa Al-Quran telah dibaca oleh para sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin. Dan mereka lebih mengetahui tentang penafsiran serta makna-maknanya. Sebagaimana mereka adalah orang yang paling mengetahui tentang kebenaran yang dengannya Allah Subhanahu wa Taala utus Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang menyelisihi ucapan mereka dan menafsirkan Al-Qur`an namun menyelisihi penafsiran mereka, maka sungguh dia telah keliru dalam penempatan dalil dan pemahaman. Lalu beliau berkata: Yang diinginkan di sini adalah memberikan peringatan atas munculnya perselisihan dalam penafsiran. Dan bahwa di antara sebab terbesar terjadinya hal tersebut adalah bidah-bidah yang batil, yang menyeru para pelakunya untuk mengubah ayat-ayat tersebut dari tempatnya, dan menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Taala dan sabda Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam dengan selain apa yang dimaukan, serta menakwilkannya bukan pada takwil yang sebenarnya. (Syarah Muqaddimah Ushul At-Tafsir hal. 125-126) Demikian pula tatkala beliau menjelaskan tentang kondisi kitab-kitab tafsir yang ada. Beliau mengatakan: Adapun kitab-kitab tafsir yang ada di tangan manusia, maka yang paling shahih adalah tafsir Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Dia menyebutkan ucapan-ucapan salaf dengan sanad-sanad yang tsabit dan tidak terdapat padanya bidah. Dia tidaklah menukil dari orangorang yang tertuduh (berdusta) seperti Muqatil bin Bukair dan Al-Kalbi. Adapun tafsir-tafsir

yang tidak menyebutkan riwayat-riwayat dengan sanad amat banyak, seperti tafsir Abdurrazzaq, Abd bin Humaid, Waki, Ibnu Abi Qutaibah, Ahmad bin Hanbal, dan Ishaq bin Rahuyah. Adapun tiga kitab tafsir yang dipertanyakan, maka yang paling selamat dari bidah dan haditshadits yang lemah adalah tafsir Al-Baghawi. Namun tafsir ini merupakan ringkasan dari tafsir Ats-Tsalabi di mana Al-Baghawi menghapus hadits-hadits palsu dan bidah-bidah yang terdapat di dalamnya serta menghapus beberapa hal lain. Adapun tafsir Al-Wahidi, dia adalah murid Ats-Tsalabi dan lebih berilmu dari gurunya dalam hal bahasa Arab. Namun Ats-Tsalabi lebih selamat dari beberapa bidah, meskipun dia menyebutkannya hanya karena taqlid kepada yang lain. Tafsirnya (Al-Wahidi) singkat, ringkas dan sederhana, terkandung beberapa faedah yang agung, namun banyak terdapat penukilan-penukilan yang batil dan selainnya. Adapun tafsir Az-Zamakhsyari, tafsirnya penuh dengan bidah dan sejalan dengan metode Mutazilah dalam hal mengingkari sifat-sifat (Allah Subhanahu wa Taala), mengingkari ruyah (kaum mukminin melihat Allah Subhanahu wa Taala di akhirat, pen.), menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluk, dan mengingkari bahwa Allah Subhanahu wa Taala berkehendak atas segala sesuatu dan menciptakan perbuatan-perbuatan hamba, serta pokok-pokok pemikiran kaum Mutazilah yang lainnya. Lalu beliau berkata: Tafsir Al-Qurthubi lebih baik dari tafsir Az-Zamakhsyari dan lebih mendekati jalan orang yang berpegang kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, serta lebih jauh dari bidah. Meskipun semua kitab ini tetap saja mengandung sesuatu yang dikritik, namun wajib bersikap adil di antara kitab-kitab tersebut dan memberikan setiap hak kepada yang berhak memilikinya. Tafsir Ibnu Athiyyah lebih baik dari tafsir Az-Zamakhsyari dan lebih benar dalam hal penukilan dan pembahasannya serta lebih jauh dari bidah meskipun ada pada sebagiannya. Namun jauh lebih baik, bahkan ini adalah kitab tafsir yang paling shahih, (yaitu) tafsir Ibnu Jarir adalah yang paling shahih dari semuanya. (Majmu Al-Fatawa, 13/385-3 Wallahu a'lam bish-shawab.

TASAWUF DAN ILMU LADUNI


Monday, 17 January 2011 22:33 | Written by Administrator | Ilmu kasyaf atau yang lebih dikenal dengan ilmu laduni (ilmu batin) tidaklah asing ditelinga kita, lebih lebih lagi bagi siapa saja yang sangat erat hubungannya dengan tasawuf beserta tarekat-tarekatnya. Kata sebagian orang: Ilmu ini sangat langka dan sakral. Tak sembarang orang bisa meraihnya, kecuali para wali yang telah sampai pada tingkatan marifat. Sehingga jangan sembrono untuk buruk sangka, apalagi mengkritik wali-wali yang tingkah lakunya secara dhahir menyelisihi syariat. Wali-wali atau gus-gus itu beda tingkatan dengan kita, mereka sudah sampai tingkatan marifat yang tidak boleh ditimbang dengan timbangan syariat lagi. Benarkah demikian? Inilah topik yang kita kupas pada kajian kali ini.

Hakikat Ilmu Laduni


Kaum sufi telah memproklamirkan keistimewaan ilmu laduni. Ia merupakan ilmu yang paling agung dan puncak dari segala ilmu. Dengan mujahadah, pembersihan dan pensucian hati akan terpancar nur dari hatinya, sehingga tersibaklah seluruh rahasia-rahasia alam ghaib bahkan bisa berkomunikasi langsung dengan Allah, para Rasul dan ruh-ruh yang lainnya, termasuk nabi Khidhir. Tidaklah bisa diraih ilmu ini kecuali setelah mencapai tingkatan marifat melalui latihan-latihan, amalan-amalan, ataupun dzikir-dzikir tertentu. Ini bukan suatu wacana atau tuduhan semata, tapi terucap dari lisan tokoh-tokoh tenar kaum sufi, seperti Al Junaidi, Abu Yazid Al Busthami, Ibnu Arabi, Al Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainnya yang terdapat dalam karya-karya tulis mereka sendiri. Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin 1/11-12 berkata: Ilmu kasyaf adalah tersingkapnya tirai penutup, sehingga kebenaran dalam setiap perkara dapat terlihat jelas seperti menyaksikan langsung dengan mata kepala inilah ilmu-ilmu yang tidak tertulis dalam kitabkitab dan tidak dibahas . Dia juga berkata: Awal dari tarekat, dimulai dengan mukasyafah dan musyahadah, sampai dalam keadaan terjaga (sadar) bisa menyaksikan atau berhadapan langsung dengan malaikat-malaikat dan juga ruh-ruh para Nabi dan mendengar langsung suarasuara mereka bahkan mereka dapat langsung mengambil ilmu-ilmu dari mereka. (Jamharatul Auliya: 155) Abu Yazid Al Busthami berkata: Kalian mengambil ilmu dari orang-orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Orang seperti kami berkata: Hatiku telah menceritakan kepadaku dari Rabbku. (Al Mizan: 1/28)

Ibnu Arabi berkata: Ulama syariat mengambil ilmu mereka dari generasi terdahulu sampai hari kimat. Semakin hari ilmu mereka semakin jauh dari nasab. Para wali mengambil ilmu mereka langsung dari Allah yang dihujamkan ke dalam dada-dada mereka. (Rasail Ibnu Arabi hal. 4) Dedengkot wihdatul wujud ini juga berkata: Sesungguhnya seseorang tidak akan sempurna kedudukan ilmunya sampai ilmunya berasal dari Allah Azza wa Jalla secara langsung tanpa melalui perantara, baik dari penukilan ataupun dari gurunya. Sekiranya ilmu tadi diambil melalui penukilan atau seorang guru, maka tidaklah kosong dari sistim belajar model tersebut dari penambahan-penambahan. Ini merupakan aib bagi Allah Azza wa Jalla sampai dia berkata maka tidak ada ilmu melainkan dari ilmu kasyaf dan ilmu syuhud bukan dari hasil pembahasan, pemikiran, dugaan ataupun taksiran belaka.

Ilmu Laduni Dan Dampak Negatifnya Terhadap Umat


Kaum sufi dengan ilmu laduninya memiliki peran sangat besar dalam merusak agama Islam yang mulia ini. Dengannya bermunculan akidah-akidah kufur -seperti diatas dan juga amalanamalan bidah. Selain dari itu, mereka secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam kasus pembodohan umat. Karena menuntut ilmu syari merupakan pantangan besar bagi kaum sufi. Berkata Al Junaidi: Saya anjurkan kepada kaum sufi supaya tidak membaca dan tidak menulis, karena dengan begitu ia bisa lebih memusatkan hatinya. (Quutul Qulub 3/135) Abu Sulaiman Ad Daraani berkata: Jika seseorang menuntut ilmu hadits atau bersafar mencari nafkah atau menikah berarti ia telah condong kepada dunia. (Al Futuhaat Al Makiyah 1/37) Berkata Ibnul Jauzi: Seorang guru sufi ketika melihat muridnya memegang pena. Ia berkata: Engkau telah merusak kehormatanmu. (Tablis Iblis hal. 370) Oleh karena itu Al Imam Asy Syafii berkata: Ajaran tasawuf itu dibangun atas dasar rasa malas. (Tablis Iblis:309) Tak sekedar melakukan tindakan pembodahan umat, merekapun telah jatuh dalam pengkebirian umat. Dengan membagi umat manusia menjadi tiga kasta yaitu: syariat, hakekat, dan marifat, seperti Sidarta Budha Gautama membagi manusia menjadi empat kasta. Sehingga seseorang yang masih pada tingkatan syariat tidak boleh baginya menilai atau mengkritik seseorang yang telah mencapai tingkatan marifat atau hakekat.

Syubhat-Syubhat Kaum Sufi Dan Bantahannya


1. Kata laduni mereka petik dari ayat Allah yang berbunyi: Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu. (Al Kahfi: 65) Mereka memahami dari ayat ini adanya ilmu laduni sebagaimana yang Allah anugerahkan ilmu tersebut kepada Nabi Khidhir. Lebih anehnya mereka meyakini pula bahwa Nabi Khidhir hidup sampai sekarang dan membuka majlis-majlis talim bagi orang-orang khusus (marifat). Telah menjadi ijma (kesepakatan) seluruh kaum muslimin, wajibnya beriman kepada nabi-nabi Allah tanpa membedakan satu dengan yang lainnya dan mereka diutus khusus kepada kaumnya masing-masing. Nabi Khidhir diutus untuk kaumnya dan syariat Nabi Khidhir bukanlah syariat bagi umat Muhammad. Rasulullah bersabda:

Nabi yang terdahulu diutus khusus kepada kaumnya sendiri dan aku diutus kepada seluruh umat manusia (Muttafaqun alaihi) Allah berfirman (artinya): Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan peringatan. (As Saba: 28) Adapun keyakinan bahwa Nabi Khidhir masih hidup dan terus memberikan talim kepada orangorang khusus, maka bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah. Allah berfirman (artinya): Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). (Al Anbiya: 34) Rasulullah bersabda: Tidak satu jiwapun hari ini yang akan bertahan hidup setelah seratus tahun kedepan. (H.R At Tirmidzi dan Ahmad) Adapun keyakinan kaum sufi bahwa seseorang yang sudah mencapai ilmu kasyaf, akan tersingkap baginya rahasia-rahasia alam ghaib. Dengan cahaya hatinya, ia bisa berkomunikasi dengan Allah, para Rasul, malaikat, ataupun wali-wali Allah. Pada tingkatan musyahadah, ia dapat berinteraksi langsung tanpa adanya pembatas apapun. Cukup dengan pengakuannya mengetahui ilmu ghaib, sudah bisa dikatakan ia sebagai seorang pendusta. Rasul e adalah seorang yang paling mulia dari seluruh makhluk Allah, namun e tidaklah mengetahui ilmu ghaib kecuali apa yang telah diwahyukan kepadanya. Dia (Allah) yang mengetahui ilmu ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan seseorangpun tentang yang ghaib kecuali dari para rasul yang diridhai-Nya. (Al Jin: 25-26) Apalagi mengaku dapat berkomunikasi dengan Allah atau para arwah yang ghaib baik lewat suara hatinya atau berhubungan langsung tanpa adanya pembatas adalah kedustaan yang paling dusta. Akal sehat dan fitrah suci pasti menolaknya sambil berkata: Tidaklah muncul omongan seperti itu kecuali dari orang stres saja. Kalau ada yang bertanya, lalu suara dari mana itu? Dan siapa yang diajak bicara? Kita jawab, maha benar Allah dari segala firman-Nya: Apakah akan Aku beritakan, kepada siapa syaithan-syaithan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithan) itu, dan kebanyakan mereka orang-orang pendusta. (Asy Syuara: 221-223) 2. Sebagian kaum sufi berkilah dengan pernyataannya bahwa ilmu laduni (Al Kasyaf) merupakan ilham dari Allah (yang diistilahkan wangsit). Dengan dalih hadits Nabi Muhammad: Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar. (Muttafaqun alaihi) Hadits ini sama sekali tidak bisa dijadikan hujjah bagi mereka. Makna dhohir hadits ini, menunjukkan keberadaan ilham itu dibatasi dengan huruf syarat (kalaulah ada). Maksudnya, kalaupun ada di umat ini, pastilah orang yang mendapatkan ilham adalah Umar Ibnul Khathab. Sehingga beliau digelari al mulham (orang yang mendapatkan ilham). Dan bukan menunjukkan dianjurkannya cari wangsit, seperti petuah tokoh-tokoh tua kaum sufi. Bagaimana mereka bisa memastikan bisikan-bisikan dalam hati itu adalah ilham? Sementara mereka menjauhkan dari

majlis-majlis ilmu yang dengan ilmu syari inilah sebagai pemisah antara kebenaran dengan kebatilan. Mereka berkilah lagi: Ini bukan bisikan-bisikan syaithan, tapi ilmu laduni ini merubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah e: Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya Allah. (H.R At Tirmidzi) Hadits ini dhoif (lemah), sehingga tidak boleh diamalkan. Karena ada seorang perawi yang bernama Athiyah Al Aufi. Selain dia seorang perawi yang dhoif, diapun suka melakukan tadlis (penyamaran hadits). Singkatnya, ilham tidaklah bisa mengganti ilmu naqli (Al Quran dan As Sunnah), lebih lagi sekedar firasat. Ditambah dengan adanya keyakinan-keyakinan batil yang ada pada mereka seperti mengaku mengetahui alam ghaib, merupakan bukti kedustaan diatas kedustaan. Berarti, yang ada pada kaum sufi dengan ilmu laduninya, bukanlah suatu ilham melainkan bisikanbisikan syaithan atau firasat rusak yang bersumber dari hawa nafsu semata. Disana masih banyak syubhat-syubhat mereka, tapi laksana sarang laba-laba, dengan fitrah sucipun bisa meruntuhkan dan membantahnya.

HADITS-HADITS DHOIF DAN PALSU YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMAT


Hadits Ali bin Abi Thalib: Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukumhukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Keterangan: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitab Al Wahiyaat 1/74, beliau berkata: Hadits ini tidak shahih dan secara mayoritas para perawinya tidak dikenal. Al Imam Adz Dzahabi berkata: Ini adalah hadits batil. Asy Syaikh Al Albani menegaskan bahwa hadits ini palsu. (Lihat Silsilah Adh Dhaifah no 1227)

Mengapa Kalian Rampas Akhwatnya Jika kalian benci Manhajnya


Wednesday, 22 December 2010 16:15 | Written by Administrator | Berputar diantara kebodohan, kebencian dan kebohongan ( sebuah catatan atas cerpen Mengapa Kalian Rampas Akhwatnya Jika Kalian Benci Terhadap Manhajnya ) Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al Jakarty Beginilah kalau ditarbiyah dengan tarbiyah ikhwanul muslimin, jauh dari tarbiyah dan ilmu dien yang shahih (benar), sehingga melahirkan generasi seperti ibnu Abd Muis dan yang semisalnya, generasi yang jauh dari ilmu agama yang benar yang akhirnya berimbas pada setiap perkataan dan perbuatannya. Dilatarbelakangi kebodohan terhadap dien yang shahih dan kebencian terhadap salafi keluarlah sebuah cerpen yang jauh dari nilai ilmiah dan keadilan bahkan terkesan dzalim disebuah blog ikhwani, dengan judul Mengapa Kalian Rampas Akhwatnya Jika Kalian Benci Terhadap Manhajnya , sebuah cerpen yang seakan-akan mengumumkan bahwa penulisnya seorang yang sangat bodoh dan benci terhadap salafi sehingga menulis cerpen dengan judul dan tema seperti diatas. Berkata Syaikh Abdul Hamid Al Hajuri Hafidzahullah : Sebagaimana diketahui dari orangorang yang Allah beri bashirah (ilmu) kepada kebenaran, sunnah dan jalannya salaf bahwasannya dakwah ikhwanul muslimin dibangun diatas kebodohan dari hari pertamakali dibangun (An Nasihat Wal Bayan Lima Alahi Hizbi Ikhwan, Syaikh Abdul Hamid Al Hajuri : 65 ) Hadirnya tulisan ini insya Allah akan membuktikan apa yang telah saya utarakan pada pembukaan diatas dan sebuah penjelasan terhadap cerpen tersebut sebagai bentuk amar maruf nahi mungkar dan nasehat kepada umat. Sebagaimana Allah Taala berfirman

Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang maruf dan mencegah yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (Qs. Ali Imran : 104) Dari Abu Ruqayah Tamiim Bin Aus Ad-Daari bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wassam bersabda : Agama adalah nasehat kami (para sahabat) berkata untuk siapa wahai Rasulullah, Rasulullah berkata : untuk Allah, Rasul Nya kitabNya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin seluruhnya (HR. Muslim) Judul Cerpen : Mengapa Kalian Rampas Akhwatnya Jika Kalian Benci Terhadap Manhajnya Oleh : Ibnu Abd Muis Maka kita katakan : Inilah judul yang terkesan lucu dan menggelikan yang ditulis oleh seorang ikhwani yang bernama Ibnu Abd Muis, yang cerpen ini lebih pantas diberi judul Yang penting nyikat salafi walau ku tulis cerpen dengan judul Mengapa Kalian Rampas Akhwatnya Jika Kalian Benci Terhadap Manhajnya Wahai Ibnu Abd Muis apa yang menjadi alasan dirimu untuk menulis cerpen dengan judul seperti diatas, apakah kamu tidak tahu jika benar ada ikhwan salafy yang menikah dengan akhwat tarbiyah bukan sekedar fiksi sebagaimana dengan judul cerpen yang kau tulis. Maka ketahuilah bahwa didalam pernikahan seorang wanita tidak dipaksa untuk menikah dengan ikhwan yang tidak disukainya baik didalam agamanya dan yang lainnya, termasuk didalam agamanya manhajnya, lalu mengapa engkau memberi judul dengan kata-kata merampas akhwatnya ini menunjukkan kebodohanmu disamping kebencianmu terhadap salafi, walaupun harus berlaku tidak adil dan terkesan dzolim. Simaklah sebuah hadist yang mungkin tidak pernah kau dengar selama engkau liqa di firqah (kelompok) ikhwanul muslimin yang kau berada didalamnya, sebuah hadist yang dijadikan dalil bahwa seorang wanita tidak dipaksa untuk menikah dengan orang yang tidak disenanginya. Dari Abu Hurairah Radiyalallahu Anhu bahwasanya Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda : Tidak dinikahkan seorang janda sampai diminta persetujuaannya (harus ada perkataan yang jelas penj), tidak dinikahkan seorang perawan sampai diminta izinya, mereka (para sahabat) berkata : bagaimana izinnya bersabda Rasulullah : diamnya ( HR: Bukhari dan Muslim ) Berkata Syaikh Shaleh Al-Fauzan Hafidzahullah : Hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada paksaan bagi wanita baik itu perawan atau janda dan orang yang membedakan antara perawan dan janda bahwa mereka berkata : Perawan walinya dapat memaksanya dan janda tidak ada paksaan atasnya, pembedaan yang mereka katakan itu tidaklah benar ( Tashiilul Ilmaam Bifiqhil Ahaadist Min Bulugil Maram, Jilid 4 Kitab Nikah, hal 328 ) Lihatlah wahai Ibnu Abd Muis tidak ada paksaan didalam pernikahan, seorang wanita tidak dipaksa untuk menikah dengan seseorang yang tidak disukainya, bahkan seorang wanita dimintai persetujuaannya atau izinnya, jika seorang janda maka harus ada persetujuan dengan perkataan yang jelas adapun perawan diamnya ketika dimintai izin merupakan persetujuannya. Maka ketika akhwat ikhwani menikah dengan ikhwan salafi, berarti dia telah memilih dan ridho bahwa ihwan salafi menjadi suaminya dan siap menjadi seorang salafiyah. Maka apakah pantas kau tulis cerpenmu dengan judul Mengapa Kalian Rampas Akhwatnya Jika Kalian Benci Terhadap Manhajnya kalau bukan karena kebodohanmu dan kebencianmu terhadap salafi, tanpa ada rasa dosa engkau berkata Mengenai kata RAMPAS, ini hanya judul kok, supaya

lebih menarik. Banyak kan cerita-cerita yang enggak seru terlihat heboh dengan judul yang spektakuler. Maksud ana begitu ternyata banyak juga yang kebakaran jenggot. (Salah satu jawaban Ibnu Abd Muis terhadap pemberi komentar no : 15 ). Inalillahi wainailaihi Rajiuun hanya karena ingin supaya lebih menarik dan heboh kau dzolimi saudaramu dari kalangan salafi dengan berlaku tidak adil kepada sudaranya. Allah Taala berfirman: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan . ( Qs. Al-Maidah: 8 ) Berkata Ibnu Katsier Rahimahullah : Janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum membuat kalian meninggalkan dari berbuat adil kepada mereka, tetapi berbuat adillah kepada setiap orang baik teman atau musuh. (Tafsier Ibnu Katsier pada ayat ini) Ini menjadi bukti bagiku bahwa cerpen ini lebih pantas di beri judul Yang penting nyikat salafy walau ku tulis cerpen dengan judul Mengapa Kalian Rampas Akhwatnya Jika Kalian Benci Terhadap Manhajnya ini yang pertama. Yang kedua : Dari penjelasan diatas maka lebih tepat cerpenmu kau beri judul Sebagian akhwat ikhwani memilih ikhwan salafi menjadi suaminya dikarenakan ketika mereka menikah dengan ikhwan salafi, mereka telah memilih dan ridha bahwa calon suaminya adalah seorang salafi dan siap menjadi salafiyah dan mendapat penjelasan tentang kesesatan firqah (kelompok)ikhwanul muslimin. Diantara salah satu kejadian nyatanya adalah apa yang dituturkan Oleh Abu Tilmidz : Adapun yg terjadi pada ana adalah ana mendapatkan biodata akhwat yang rajin liqo dan ternyata ia juga meletakkan biodatanya di kajian Salafy dan analah yang menerima, ana suka dan terjadilah pernikahan. Ketika taaruf ana katakan bahwa ana adl salafy dan hendaklah ia mau menuntut ilmu, menghidupkan sunnah, melahirkan anak2 pembela ulama, dan menjauhi bidah. Dan ternyata istri ana setuju dan kini jadilah ia seorang Salafiyyin (pemberi komentar ke 7 pada cerpen Ibnu Abd Muis). Yang ketiga : Wahai ibnu Abd Muis, berapa orang atau ikhwan salafy yang engkau temui menikah dengan akhwat ikhwani, satu orang, atau dua, atau tiga.atau, apakah ini keadaan ikhwan salafy secara umum??!!!, jawabnya jelas tidak, mungkin satu banding seribu, Lalu mengapa engkau memutlakkan dengan memberi judul seakan akan ini keadaan ikhwan salafi kalau bukan karena kebodohan dan kebencianmu terhadap salafi, yang penting nyikat salafi walau jauh dari keadlian. Dan itupun seperti pada penjelasan ponit pertama mereka yang memilih ikhwan salafi dengan ridha dan senang bahwa calon suaminya adalah seorang salafi. Berbeda ketika ahlus sunnah memperingatkan ummat terhadap firqah (kelompok) ikhwanul muslimin yang engkau berada didalamnya. Mereka para ulama, masyaikh dan penuntut ilmu memperingatkan dengan berbagai penyimpangan yang benar ada didalam firqah (kelompok) ikhwanul muslimin, atau kondisi secara umun dari firqah (kelompok) yang engkau berada didalamnya. Kita ambil contoh, bahwa ikhwanul muslimin jamaah yang melalaikan dakwah tauhid dan melalaikan dari memperingatkan ummat dari syirik, inilah kondisi ikhwanul muslimin, di Indonesia, Yaman, Mesir Aljazair dan lainnya Berkata Syaikh Al Alamah Al Muhadist Abdul Aziz Bin Baaz Rahimahullah : Harokah Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh para ahlul ilmi (ulama-penj) yang mutabar (terkenal) dikarenakan mereka tidak

memperhatikan masalah dawah kepada tauhid dan mengingkari syirik serta bidah. Mereka mempunyai cara tersendiri yang mengurangi semangat dalam dakwah kepada tauhid, dan tidak mengarahkan kepada aqidah yang shahih yang dimana dakwah ahlus sunnah berada diatasnya. Maka sewajibnya bagi Ikhwanul Muslimin untuk memperhatikan dawah Salafiyah dawah kepada tauhid, mengingkari ibadah kepada kubur-kubur, ketergantungan kepada orang mati dan meminta pertolongan kepada orang-orang yang sudah mati seperti Hasan, Husein, Badawi dan sebagainya.Wajib bagi mereka untuk mempunyai perhatian kepada perkara yang paling pokok ini, dengan makna Laa Ilaaha Illallah Karena inilah pokok agama dan sesuatu yang pertama kali didakwahkan oleh Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam di kota Mekkah berdakwah kepada tauhid kepada makna Laa ilaaha illallah, banyak dari kalangan ahlu ilmi (ulama penj) mengkritik ikhwanul muslimin dalam permasalahan ini. Yaitu tidak adanya semangat dalam berdakwah kepada mentauhidkan Allah dan mengikhlaskan ibadah kepadaNya. Dan mengingkari apa yang dilakukan orang-orang bodoh dari ketergantungan kepada orang mati dan memohon pertolongan kepadanya, bernadzar dan menyembelih kepada mereka, yang merupakan perbuatan syirik besar. Demikian juga mereka dikritik dengan tidak adanya perhatian kepada sunnah, kepada hadist yang mulia dan apa apa yang salaful ummah (Rasulullah dan para sahabatnya) berada diatasnya dari hukum-hukum syariat ( Sebagaimana dalam majalatul Majalah edisi 806, dinukil dari Jamu Sataat fiima Kutiba anil ikhwaani Minal Mulaahadhoot, Syaikh Abdullah Bin Muhammad An Najmy : 21 ) Diantara buktinya para pembesar dan tokoh ikhwanul muslimin terjatuh kepada kesyirikan. Berkata Syaikh Al Alaamah Ahmad Bin Yahya An Najmi Rahimahullah : Dan akan kami sebutkan disini bahwa sebagian para pendiri mahnaj dakwah melakukan perbuatan syirik, mengakuinya dan membolehkannya dari selainnya, kita ambil contoh: Hasan Al Bana berkata di hari perayaan maulud Nabi pada malam hari pertama dari bulan Rabiul Awal : Inilah kekasih bersama para kekasihnya telah hadir Mengampuni seluruh orang yang hadir dari dosa dosa yang telah lalu Dinukilkan perkataan ini oleh saudara kandungnya Abdurrahman Al Bana didalam kitabnya, Ahdaasu shaanat At Taarikh Maka tidak boleh kita untuk mengambilnya sebagai imam, dikarenakan dia (Hasan Al Bana -penj) menyakini bahwasannya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam hadir dalam perayaan maulud mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka, demikianlah selainnya dari para pendiri (tokoh) manhajnya yang sebagian mereka terjatuh kedalam perbuatan syirik atau menyetujui selain mereka atas perbuatan syirik tersebut, disamping itu telah hadirnya Hasan Al Bana di monumen diantara monumen yang paling besar yaitu ( Monumen syaidah Zaenab ) tidak mengucapkan satu kalimat dan satu hurufpun untuk melarang dari perbuatan syirik kepada Allah. Dan Umar Tilimsaani berkata : tidaklah didalam berdoa kepada orang shaleh termasuk perbuatan syirik dan penyembahan terhadap berhala bahkan merupakan tabiat. Dan selain demikian itu dari apa apa yang mempengaruhi mereka ( At Taliqaatu Ala Al Ushulus Tsalasati Syaikh Ahmad Najmi Rahimahullah : 14 ) Yang keempat : Inilah engkau, seorang yang terdidik didalam manhaj menyimpang yang tidak merasa berdosa dengan cerpen bohongmu ini, sebagiamana yang telah engkau katakan : Ibn Abd Muis, menjawab: Waalaikum warahmatullahi wabarakatuh, Cerita ini hanyalah fiksi dan dilatarbelakangi dengan fakta yang terjadi di lapangan ( salah satu jawaban ibnu Abd Muis terhadap salah satu pemberi komentar no 14 terhadap cerpennya ) kenapa engkau menulis dengan sesuatu yang seakan-akan engkau alami padahal tidak, apa namanya ini kalau bukan dusta alias

bohong dan fiksi. Berkata Syaikh Al Alaamah Al Faqih Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahullah : Bohong adalah mengkhabarkan sesuatu yang menyelisihi kenyataan baik itu dengan perkataan atau perbuatan ( Syarh Riyadhus Shaalihin Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin , jilid 1 hal 135 ) Kenapa engkau bermudah-mudahan dalam berbohong.!!! apakah karena yang penting nyikat salafi engkau menghalalkan segala cara walau dengan cerpen bohonmu itu. Naudzubillah. Tak ingatkah engkau atau engkau tidak tahu dalil dalil tentang larangan berbohong, apakah murobimu tidak mengajarkanmu untuk tidak berbohong, kalau kondisimu seperti salah satu yang telah kusebutkan diatas penting bagiku untuk membawakan sebuah hadist larangan untuk berkata dusta atau bohong. Dari Ibnu Masud Radiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda : Bahwa kejujuran mengantarkan kepada kebaikkan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga dan bahwasannya seorang senantiasa berkata jujur sampai ditulis disisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan bahwasannya kebohongan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan mengantarkan kepada neraka dan bahwasannya seseorang senantiasa berkata bohong sampai ditulis disisi Allah sebagai pembohong (HR. Bukhari dan Muslim) Berkata Syaikh Salim Bin Ied Al Hilali Hafidzahullah : Faedah dari hadist ini adalah peringatan dari berbohong dan bergampang-gampang melakukannya dikarenakan bohong sebab dari seluruh kejelekkan ( Bahjatun Naadzirin Syarh Riyadhus Shaalihin, jilid 1 hal 121 ) Yang Kelima : Kemungkinan sebagian kecil Ikhwan Salafi yang menikah dengan akhwat ikhwani mereka melihat bahwa akhwat ini harus diselamatkan dari jamaah ikhwanul muslimin yang penuh dengan penyimpangan dan dia melihat serta merasa sanggup akan hal itu dikarenakan respon dari akhwat yang akan dinikahinya menerima kebenaran misalnya, atau siap menjadi salafiyah yang ditarbiyah dengan Al- Quran dan As Sunnah diatas pemahaman salafus shalih, atau seorang akhwat yang telah tahu kebenaran dan melihat penyimpangan jamaah ikhwanul muslimin yang dia berada didalamnya. Seharusnya kalian merasa senang seorang mendapat hidayah dengan meninggalkan jamaah ikhawanul muslimiin dan berpegang teguh kepada manhaj salaf. Bukankah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda : Tidak sempurna keimanan seseorang sampai mencintai untuk saudaranya, apa-apa yang dicintai untuk dirinya (HR. Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas Bin Malik Radiyallahu Anhu) Sebagaimana kalian merasa senang mendapat hidayah maka kalian seharus juga merasa senang jika ada akhwat ikhwani mendapat hidayah dengan meninggalkan kesesatan jamaah Ikhwanul muslimin. Jadi sangat sesuai sekali jika cerpenmu kau beri judul Sebagian Akhwat ikhwani mendapat hidayah dengan sebab menikah dengan ikhwan salafy Judul Cerpen : Jika kalian benci manhajnya Maka kita katakan : Ya kami benci terhadap kemaksiatan, penyimpangan dan kesesatan yang terdapat di manhaj ikhwanul muslimin, diantaranya adalah : Pertama : Penyelisihan mereka terhadap manhaj dakwah para rasul, yaitu tidak memberikan perhatian dakwahnya kepada tauhid dan memperingatkkan ummat dari perbuatan syirik, inilah inti dakwah para Rasul. Allah Taala berfirman :

Dan sunnguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap ummat (untuk mendakwahkan) sembahlah Allah dan jauhilah thagut ( Qs. An Nahal : 36 ) Berkata Syaikh Al Alaamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : Faedah yang dapat diambil dalam ayat ini bahwasannya hikmah dari diutusnya para Rasul adalah dakwah kepada tauhid dan melarang dari perbuatan syirik ( Al Mulakhos Syarh Kitab Tauhid : 11 ) Kedua : Berdakwah dengan cara-cara bidah, berdakwah dengan partai, musik, drama dan film. Jika sebuah ibadah seperti dakwah dilakukan dengan tidak sesuai dengan tuntunan Nabi, maka amalannya tertolak. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda : Barangsiapa yang beramal dengan sesuatu yang bukan dariku maka amalannya tertolak (HR. Muslim dari Aisyah Radiyallahu Anhu) Cerpen : Seperti minggu sore kemarin, syura rutin DPRa di Kantor DPC. Agak Bete sedikit memang, tapi bukan karena bahasan syuranya, seperti biasa lah, selalu ada saja yang disewotin. Maka kita katakan : Inilah buah dan imbas dari demokrasi, partai dan kesibukkan yang ada didalamnya, yang penulis (Ibnu Abd Muis) berada didalamnya. Naudzubillah dari demokrasi dan pemilu sebuah sistem dan ideologi yang bukan dari islam. Cerpen : Kenapa akh, dari tadi keliatan agak bete ghitu, Tanya Ridwan, ketua DPRa, Ada masalah?, tanyanya lagi. Mba Nilam kemana, abis nikah kok nggak nongol-nongol? Ada urusan keluarga kali, soalnya nggak ada kabar ke ana, jawab Ridwan singkat. Dikerem suaminya kali ya?, tanyaku polos. Astaghfirullah, mana ana tahu akhi. Lagian apa urusan kita terhadap mereka, sergah Ridwan kepadaku. Kayanya kejadiannya bakalan sama seperti ukhti Intan tuh, tandasku lagi. Antum ini ngomong apa sih, Tanya Ridwan bingung. Nggak jelas juntrungannya, ana nggak ngerti maksud pembicaraan antum. Iya, mulai dari Ukhti Intan, kemudian Mba Nilam, siapa yang sibuk coba, bantuin mereka ngurusin pernikahannya?, tanyaku ke Ridwan yang cuma makin bingung dengan ulahku. Astaghfirullah, akhi. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), (Qs. Al-Baqarah: 264) Maka kita katakan : Wahai Ibnu Abd Muis kenapa engkau tidak menerima nasehat dari temanmu untuk tidak menyebut nyebut kebaikkanmu membantu repsepsi pernikahan, malah bangga kau tulis dan kau pampangg diinternet. Naudzubillah. Bukankah kau tahu hal itu akan menghilangkan pahala kebaikanmu. Berkata Ibnu Katsier Rahimahullah : Tentang ayat diatas. Di khabarkan bahwa shadaqah dibatalkan pahalanya jika diikuti bersama shadaqah tersebut dari menyebutmenyebutnya dan menyakiti penerima (Tafsir ayat Al Baqarah ayat 264)

Berkata Syaikh As Sadi Rahimahullah : ..Didalam ayat ini terdapat penjelasan bahwa menyebut nyebut shadaqah dan menyakiti penerima membatalkan pahala shadaqah, berdalil dengan ayat ini bahwa amal kejelekkan membatalkan amal kebaikkan (Taisirul karimurrahman Rahman pada ayat ini) itupun kalau benar ceritamu adapun kalau sekedar fiksi dan bohong itulah engkau seorang pembohong Dari Ibnu Masud Radiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda : Bahwa kejujuran mengantarkan kepada kebaikkan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga dan bahwasannya seorang senantiasa berkata jujur sampai ditulis disisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan bahwasannya kebohongan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan mengantarkan kepada neraka dan bahwasannya seseorang senantiasa berkata bohong sampai ditulis disisi Allah sebagai pembohong (HR. Bukhari dan Muslim) Cerpen : Kok antum masih ungkit itu lagi sih. Kan kita sudah sepakat nggak akan bahas itu terus, jelas Ridwan yang sepertinya sudah paham maksud kebawelanku. Ana sudah nggak tahan. Mungkin Mba Nilam adalah yang terakhir buat ana, celotehku lagi. Maksudnya akhi? tanya Ridwan. Ana janji, ana nggak akan bantuin akhwat manapun jika mereka nikah sama ikhwan Salafy!, teriakku kesal. Loch, memangnya kenapa? Ya, antum sendiri lihatkan. Waktu nikah, yang sibuk itu kita. Boro-boro ada ikhwah Salafy yang mau ikutan bantuin temennya nikah. Udah gitu, setelah mereka jadi nikah, seperti biasa, si akhwat nggak boleh lagi terlibat aktivitas kita, jawabku dengan nada tinggi. Maka kita katakan Santai saja wahai Ibnu Abd muis jangan marah gitu dong. Tak ingatkah engkau sebuah hadist atau engkau hanya ingat lagu atau album dari team nasyid Snada atau Brothers, kalau begitu ku hadirkan sebuah hadist Dari Abu Hurairah, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam berilah aku nasehat, bersabda Rasulullah : janganlah kamu marah lakilaki tersebut mengulangi lagi perkataannya (berilah aku nasehat), Rasulullah bersabda jangan lah kamu marah ( HR. Bukhari ). Kalau pada kenyataannya ada seorang akhwat ikhwani yang menikah dengan ikhwan salafi itu merupakan takdir Allah, apalagi banyak dari mereka malah kenal manhaj yang haq dan mengetahui penyimpangan ikhwanul muslimin yang dulu dia berada didalamnya. Dan saya berharap ceritamu membantu repsesi pernikahan bukan sebuah kebohongan darimu tetapi kalau itu sebuah kebohongan itulah engkau yang terbiasa dengan hal itu. Ibn Abd Muis, menjawab: Waalaikum Sallam warahmatullahi wabarakatuh, Cerita ini hanyalah fiksi dan dilatarbelakangi dengan fakta yang terjadi di lapangan ( salah satu jawaban ibnu Abd Muis terhadap salah satu pemberi komentar no 14 terhadap cerpennya ) Cerpen : Antum nggak boleh gitu akhi. Nggak semuanya seperti itu kok. Itu buktinya si Abu Zainuddin. Nanti jadi sia-sia loch apa yang sudah diamalkan kemarin, seloroh Ketua DPRaku khawatir. Iya, kalau Abu Zainuddin mah nggak usah diomongin. Beliau itu udah the bestnya salafy dech, beda banget. Maka kita katakan :

Ana berharap Abu Zainuddin bukan tokoh bayangan tanpa hakekat, tokoh fiksi dan hayalan, sebagaimana Ibnu Abd Muis melandasi cerpennya ini dengan kebohongan Ibn Abd Muis, menjawab: Waalaikum Sallam warahmatullahi wabarakatuh, Cerita ini hanyalah fiksi dan dilatarbelakangi dengan fakta yang terjadi di lapangan ( salah satu jawaban ibnu Abd Muis terhadap salah satu pemberi komentar no 14 terhadap cerpennya ). Kenapa tidak kau sebut ada seseorang yang diam terhadap penyimpangan ikhwanul muslimin tetapi dia mengaku salafi, kenapa harus bohong dengan cerpenmu ini. Dan apa yang engkau inginkan dengan perkataan the best salafy apakah dengan masihnya Abu Zainuddin atau yang semisalnya membiarkan istrinya bergabung dengan aktivitas ikhawanul muslimin atau tidak melarang atau memperingatkan dari kesesatan ikhwanul muslimin atau masih bermesraannya dengan firqah ini, jika kondisinya seperti ini justru di pertanyakan kesalafiannya, jangan-jangan hanya sekedar pengakuan tanpa hakekat atau sekadar julukan yang engkau berikan. Seoarang salafi adalah seorang yang berpegang teguh kepada Al-Quran dan As Sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih, dan berusaha menjaga agama ini dari yang mengotorinya dari keyakinan-keyakinan sesat atau bidah dan hizbiyah dan diantara kesesatan adalah manhaj Ikhwanul Muslimin, maka wajib bagi seorang salafi untuk menjelaskan kepada ummat tentang kesesatan ikhwanul muslimiin. Sebagai nasehat untuk kaum muslimin dan sebagai bentuk amar maruf nahi mungkar. Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang maruf dan mencegah yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (Qs. Ali Imran : 104) Dari Abu Ruqayah Tamiim Bin Aus Ad-Daari bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wassam bersabda : Agama adalah nasehat kami (para sahabat) berkata untuk siapa wahai Rasulullah, Rasulullah berkata : untuk Allah, Rasul Nya kitabNya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin seluruhnya (HR. Muslim) Dari Abu Said Al-Khudry Radiyalallahu Anhu berkata, Bahwasanya Rasulullah Shalalallahu Alaihi Wassam bersabda : Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya,apabila tidak mampu maka ubalah dengan lisannya, apabila tidak mampu maka dengan hatinya demikian itu selemah-lemah iman ( HR. Muslim ) Cerpen : Tapi, kenapa sich, mereka mau menikahi akhwat tarbiyah? Memangnya mereka nggak punya stock akhwat apa? Kalau mereka benci manhajnya, seharusnya mereka benci akhwatnya juga dong!, teriakku lagi sambil nahan marah. Maka Kita katakan : Kalau stock Insya Allah banyak, lagian sebagian akhwat ikhwani yang memilih dan ridha untuk menjadi istri dari sebagian kecil ikhwan salafi. Kalian seharusnya berpikir kenapa sebagian akhwat tarbiyah senang kapada ikhwan salafi, mungkin saja karena melihat ikhwan ikhwani sudah ditarbiyah bertahun-tahun masalah tauhid yang menjadi pondasi agama ini saja ngga tahu, ditanya dimana Allah ngga bisa jawab dengan benar atau bertahun tahun ditarbiyah tanpa rasa malu berfoto-foto di air terjun ketika rihlah, seharus kalian sadar dan berpikir apa yang kalian dapat dari dien ini selama berada dalam fiqqah (kelompok) ikhwanul muslimin. Cerpen : Ridwan, ketua DPRaku cuma miris dan berkata Antum nggak boleh gitu akhi.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. Al Hujarat : 12 ) Mungkin memang sudah jodohnya. Mau dengan Salafy, mau dengan ikhwan tarbiyah, atau mau dengan yang ammah sekalipun, kalau sudah jodohnya, ya mereka pasti akan menikah, kalau Allah sudah berkehendak, mau ditolak bagaimana?. Maka kita katakan : Allah Taala berfirman sungguh Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdirnya (Qs. Al Qamar : 4) Cerpen : Gini-gini loch akh. Maksud ana, ana nggak habis pikir aja. Kan mereka sebut kita ahlul bidah. Dan ahlul bidah itu menurut mereka lebih sesat dari ahlul maksiat. Tapi kenapa mereka malah mencari akhwat tarbiyah yang jelas-jelas ahlul bidah menurut mereka. Ini yang ana nggak ngerti, tanyaku panjang lebar. Maka kita katakan : Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim, bahwa syaithan mempunyai tahapan dalam menggoda manusia, pertama syaithan menggoda manusia untuk berbuat syirik dan kekufuran, kemudian jika manusia tidak tertipu maka digoda dengan perbuatan bidah, jika tidak tergoda juga maka syaithan beralih menggodanya dengan dosa besar dan seterusnya, bidah sesuatu yang lebih besar dosanya daripada maksiat dan lebih disenangi oleh syaithan, dikarenakan pelaku bidah merasa berada diatas kebenaran adapun pelaku maksiat, sadar bahwa diri berbuat maksiat. Adapun Manhaj ikhwanul muslimin adalah manhaj bidah bukan dari ahlus sunnah, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Diantaranya Syaikh Al Alaamah Hamaad Bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah pernah ditanya apakah jamaah ikhwan dan tabligh termasuk dari Ahlu Sunnah ? Syaikh Menjawab Seluruh orang yang berada diatas pemikiran yang menyelisihi Ahlus Sunnah maka bukan termasuk dari mereka, Jamaah Ikhwan dan tabligh bukanlah termasuk dari ahlus sunnah dikarenakan mereka berada diatas pemikiran yang menyelisihi ahlus sunnah ( Di nukil dari Ar Risalah Al Kubra Ila Akhi Al Muntadzim fi Jama atil Ikhwanil Muslimin, Syaikh Ali Rajihi Hal ; 152 ) Syaikh Al Alaamah Al Muhadist Muqbil Bin Hadi Al Wadii Rahimahullah ketika ditanya, apakah Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah ? Berkata Syaikh Rahimahullah : Ikhwanul Muslimun manhaj mereka bukan manhaj ahlus sunnah, adapun perorangan dari mereka ada yang tersamar atas mereka dari penyimpangan ikhwanul muslimun, tidak bisa kita memutlakkan setiap perorangan dari mereka bahwasannya dia bukan ahlus sunnah ( Di nukil dari Ar Risalah Al Kubra Ila Akhi Al Muntadzim fi Jama atil Ikhwanil Muslimin, Syaikh Ali Rajihi Hal ; 152 ) Cerpen :

Akhi, tidak ada yang memungkiri, akhwat tarbiyah itu sangat militan dalam berdakwah. Kesibukan apapun yang menyertai mereka. Kuliah, kerja atau ngurus keluarga. Kalau sudah panggilan dakwah, pasti mereka kejar. Hijab dan busana muslim yang panjang tidak menyurutkan gerak gesit mereka, jelas Ridwan santai Maka Kita Katakan : Kami tidak memungkiri bahwa akhwat tarbiyah jauh dari tarbiyah yang shahih, jauh dari ilmu dien yang benar, sehingga mereka ditarbiyah diatas kebodohan dan penyimpangan yang ada di manhaj ikhwanul muslimin, sehingga semangat dan kemilitanannya tidak terarah dengan ilmu. Diantara mereka semangat walau disuruh bermaksiat kepada Allah dengan berdemo dan unjuk rasa, diantara mereka semangat untuk berkampanye walau ikhtilat menjadi keharusan, diantara mereka semangat untuk rihlah kepuncak di luar kota walau dengan safar tanpa mahram, bahkan diantara mereka semangat walau harus pergi ke bioskop untuk nonton film Fatahila. Innaalillahi Wainnaailaihi Raajiuun, inilah sebagian dosa ikhawnul muslimin terhadap muslimah. Cerpen : Jadi itu alasan mereka menikahi akhwat kita?, tanyaku sewot. Akhwat kita? tanya Ridwan sambil manyun. Ngaku-ngaku akhwat kita, sembarangan. Nanti dimarahin bapaknya para akhwat baru tau rasa loch. Bukan, bukan itu. Maksud ana akhwat tarbiyah, sergahku cepat Tapi pasti ada alasan lain, kenapa mereka lebih senang merampas akhwat tarbiyah dibandingkan akhwat salafy?. Maka Kita katakan : Itulah keadaan Ibnu Abd Muis yang sembarangan, cerpen ini menunjukkan kesembarangannya. Perkataannya yang mengatakan Ikhwan salafi lebih senang dan merampas akhwat ikhwani bukti lain yang menunjukkannya kesembarangan sekaligus kebodohannya. Merampas dari mana wahai Ibnu Abd muis??!!, mereka (sebagian dari akhwat ikhwani) yang senang dan ridha menikah dengan Ikhwan salafi. Bukankan telah saya singgung diatas bahwa seorang wanita tidak dipaksa didalam permasalahan menikah, bukankah makna merampas mengambil sesuatu secara paksa tanpa keridhaannya, bukankah sebagian akhwat tarbiyah yang memilih dan ridha bahwa calon suaminya seorang salafi, sebagaimana yang dialami oleh Abu Tilmidz : Adapun yg terjadi pada ana adalah ana mendapatkan biodata akhwat yang rajin liqo dan ternyata ia juga meletakkan biodatanya di kajian Salafy dan analah yang menerima, ana suka dan terjadilah pernikahan. Ketika taaruf ana katakan bahwa ana adl salafy dan hendaklah ia mau menuntut ilmu, menghidupkan sunnah, melahirkan anak2 pembela ulama, dan menjauhi bidah. Dan ternyata istri ana setuju dan kini jadilah ia seorang Salafiyyin (pemberi komentar ke 7 pada cerpen Ibnu Abd Muis). Tak tahukah engkau wahai Ibnu Abd Muis, tentang sebuah hadist yang menjelaskan tentang hal itu. Dari Abu Hurairah Radiyalallahu Anhu bahwasanya Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda : Tidak dinikahkan seorang janda sampai diminta persetujuaannya (harus ada perkataan yang jelas penj), tidak dinikahkan seorang perawan sampai diminta izinya, mereka (para sahabat) berkata : bagaimana izinnya bersabda Rasulullah : diamnya ( HR: Bukhari dan Muslim) Berkata Syaikh Al Alaamah Shaleh Al-Fauzan Hafidzahullah : Hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada paksaan bagi wanita baik itu perawan atau janda dan orang yang membedakan antara perawan dan janda bahwa mereka berkata : Perawan walinya dapat

memaksanya dan janda tidak ada paksaan atasnya, pembedaan yang mereka katakan itu tidaklah benar ( Tashiilul Ilmaam Bifiqhil Ahaadist Min Bulugil Maram, Jilid 4 Kitab Nikah, hal 328 ), kenapa engkau memberi judul dengan kata merampas kalau bukan karena kebodohan dan kebencianmu terhadap salafi, tidak terlalu heran bagiku kalau engkau bisa berbuat dan memberi judul seperti ini yang penting nyikat salafi, untuk berbuat lebih dari ini saja sangat memungkinkan. Berkata Syaikh Abdullah Bin Muhammad bin Husain An Najmi Hafidzahullah : Dan diantara yang menunjukkakn bahwa musuh mereka ( ikhwanul Muslimin) adalah para muwahid salafiyiin pembunuhan yang mereka lakukan terhadap Syaikh Jamilurrahman Af Ghani Salafy dan pengikutnya dan menceraiberaikan sebagian dari mereka karena keistiqamahan serta pengajaran mereka terhadap kitab tauhid dan menyebarkan dakwah salafiyah ( Jamu Sataat fiima Kutiba anil ikhwaani Minal Mulaahadhoot, Syaikh Abdullah Bin Muhammad An Najmy : 21, Taqdim Syaikh Ahmad An Najmi Rahimahullah ) Adapun perkataanmu bahwa kenapa mereka lebih senang, siapa yang lebih senang untuk menikahi mereka (akhwat tarbiyah) apakah dengan kondisi tidak pahamnya aqidah sebagian besar para akhwat tarbiyah bahkan secara umum menjadikan ikhwan salafi lebih senang dengan mereka. Padahal Allah Taala berfirman Artinya : Dan tidaklah aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku (QS. Adz-Dzariyat : 56) Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan) Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah Thogut (QS. An-Nahl : 36) Bagaimana mereka tidak tahu, sebuah ilmu yang dengan sebab itu mereka diciptakan dan merupakan inti dakwah para Rasul Bagaimana mereka tidak tahu perkara yang pertama kali diwajibkan atas nya untuk dia pelajari. Berkata Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuuri, salah seorang ulama yaman, Apabila ditanyakan kepadamu apa yang pertama kali diwajibkan atas seorang hamba maka jawablah mempelajari Tauhidullah azza wa jalla dan dalilnya adalah hadist Ibnu Umar Radhiyallahu anhu berkata, ketika Nabi mengutus Muadz Bin Jabal Radhiyallahu anhu berkata ke Yaman berkata Nabi Shalallahu alaihi Wassalam : Sesungguhnya kamu akan mendatangi sebuah kaum dari ahlu kitab, maka yang pertama kali kamu dakwahkan adalah supaya mereka mentauhidkan Allah Taala ( Hadist Mutafaq alahi dan ini lafadz Bukhari Kitab Mabadiul Mufidah fi Tauhid wal Fiqh wal Aqidah Syaikh Yahya al-Hajuri : 8 ) Apakah dengan kondisi akhwat tarbiyah terjatuh kepada bidah maulud, partai dakwah, berdakwah dengan nasyid menjadikan ikhwan salafi lebih senang kepada mereka, padahal Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam : Barangsiapa yang beramal dengan sesuatu yang bukan dariku maka amalannya tertolak (HR. Muslim dari Aisyah Radiyallahu Anhu) Apakah dengan kondisi terjunnya akhwat tarbiyah kedemokrasi, kampanye pemilu dan partai menjadikan ikhwan salafi lebih tertarik kepada mereka. Padahal Allah Taala berfirman Hukum (keputusan) itu hanyalah milik Allah (Qs. Yusuf : 40 )

Bukankah demokrasi adalah hukum atau keputusan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Berkata Syaikh Yahya Bin Ali Al Hajuri Hafidzahullah apabila dikatakan kepada kamu apa hukumnya demokrasi ? Maka katakanlah hukum demokrasi syirik akbar (besar) dan dalilnya adalah Firman Allah Hukum (keputusan) itu hanyalah milik Allah (Qs. Yusuf : 40 ) Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu Nya dalam menetapkan hukumnya ( Qs. Al Kahfi : 26 ) ( Kitab Mabadiul Mufidah fi Tauhid wal Fiqh wal Aqidah Syaikh Yahya al-Hajuri : 29 ) Bukan Allah Taala berfirman, membedakan orang beriman dari orang kafir, orang berilmu dengan orang bodoh Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama ( Qs. As Sajdah : 18 ) Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan Rabb kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang buta? Hanya orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran ( Qs. Ar Rad : 19 ) Bukankah pemilu menyamakan orang beriman dengan orang kafir, ulama dengan orang bodoh, orang shaleh dengan orang fajir, wanita sholehah dengan wanita nakal dengan memiliki satu suara, padahal Allah Taiala membedakan antara orang beriman dan orang kafir, orang berilmu dan orang bodoh, ini menunjukkan bahwa pemilu bertentangan dengan syariat islam. Apakah dengan kondisi akhwat tarbiyah sering berdemonstrasi, turun kejalan untuk berunjuk rasa menyebabkan ikhwan salafi menjadi senang dengan mereka padahal Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum maka dia termasuk dari golongannya ( HR. Abu Daud di shahihkan Syaikh Al Bani Rahimahullah dari Sahabat Ibnu Umar Radiyallahu Anhu ) bukankah demonstrasi adalah produk dan caranya orang kafir, lalu mengapa mereka tasyabuh dengan orang-orang kafir. Apakah dengan kondisi safarnya tanpa mahram ketika rihlah kepuncak menjadikan ikhwan salafi senang dengan mereka, bukankah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam Bersabda : Tidak boleh seorang wanita safar (diucapkan 3 kali) kecuali bersama mahram ( HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar Radiyallahu Anhu ). Maka kita katakan, kita menginginkan seorang istri yang sholehah. Yang taat kepada Allah dan Rasul Nya, menjauhi kesyrikan, bidah, demokrasi, pemilu, partai dan kemaksiatan lainnya. Adapun jika mereka bertaubat kepada Allah dengan taubatan nashuha (sebenarnya), meninggalkan jamaah ikhwanul muslimin dan berpegang teguh kepada manhaj ahlus sunnah wal jamaah. Maka bagi mereka adalah ayat ini

Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikkan. Allah Ghafuuran ( yang maknanya Maha Pengampun ) dan Rahiiman ( lagi Maha Penyayang ) ( Qs. Al Furqan : 70 ) Cerpen : Waduh, merampas, kesannya kasar banget. Jangan gitu akhi. Kalau alasan kenapa mereka tidak memilih akhwat salafy, ana tidak tahu, mungkin memang kurang stock? jawab Ridwan. Atau mungkin karena ekstrim juga!?, timpalku langsung. Hush!!! Sembarangan!, cegah Ridwan atas komentarku. Maka Kita katakan : Siapa yang mengatakan kami tidak memilih akhwat salafi, secara umum ikhwan salafi menikah dengan akhwat salafi. Adapun kurang stock insya Allah tidak, diantara buktinya banyak dari ikhwan salafi yang menjalankan sunnah poligami. Perkataan Ibnu Abd Muis Atau mungkin karena ekstrim juga ini salah satu bukti lagi atas kesembarangan Ibnu Abd Muis, yang ana ngga habis pikir cerpen ngawur kaya gini sudah gitu ditulis oleh orang sembarangan banyak dipasang di bolg-blog ikhwani..!! Innaalillahi wainnailaihi Raajiuun wahai Ibnu Abd Muis kalau bicara itu yang benar, jangan melemparkan istilah kepada akhwat yang konsiten terhadap agamanya, memakai hijab dan cadar dengan ekstrim. Kenapa ngga mengunakan dengan istilah iltizam atau istiqamah atau istilah yang syari lainnya. Ini yang pertama. Yang kedua : jangan engkau samakan akhwat salafi dengan akhwat ikhwani, dimana letak persamaannya akhwat salafi tidak mendengar nasyid adapun akhwat ikhwani tidak hanya dengar bahkan sebagian dari mereka ada yang mendatangi konsernya, akhwat salafi tidak pernah berdemo adapun akhwat ikhwani jangan tanya, akhwat salafi tidak sibuk dengan demokrasi, pemilu dan partai adapun akwat ikhwani kalian tahu sendiri bahkan ada calon legeslatif darinya.!!! Cerpen : Assalamualaikum, tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu. Waalaikum salam ustadz. Ana fikir ustadz sudah pulang. Afwan, kita terlalu rame ya? jawabku spontan atas sapaan salam ustadz Azri, ketua DPC kami yang tiba-tiba keluar dari balik pintu secretariat. Hemm afwan dari tadi ana mencuri-curi dengar sambil senyum di dalam, selorohnya pada kami sambil ikut duduk di bangku bambu tepat di sebelah kiriku. Sepertinya seru juga diskusinya, lanjutnya lagi,Memang tidak ada habisnya kalau membicarakan salafy. Aku cuma senyum, agak sedikit malu karena kesewotanku didengar beliau. Begini akhi, apa yang sudah akhi Ridwan katakan itu benar, akhwat tarbiyah itu memang super. Tapi kalau mereka kurang stock akhwat ana juga nggak yakin. Apalagi kalau alasannya seperti yang antum omongin tadi. Yang pasti, kemungkinan alasannya, ini pun baru menurut ana loch. Karena seorang yang telah tarbiyah dan telah mengikuti amal jamai di dalam jamaah ini, yang telah tahu karaktristik manhaj ini dengan baik dan mendalam, selalu berhusnudzan terhadap qiyadah, pasti telah memiliki pondasi yang bagus tentang keislaman mereka. Mulai dari AlQuran dan ulumul Quran, Hadist dan ulumul hadits, Aqidah Islam, Fiqih, Sirah, akhlaq, kepribadian muslim, dan lain sebagainya. Belum lagi ditambah dengan materi-materi yang berhubungan dengan pengembangan diri mereka, seperti bagaimana mengelola waktu, bagaimana berkomunikasi efektif, managemen organisasi, urgensi kaderisasi dan lain-lain.

Tak ketinggalan sampai kepada pembahasan dakwah dan pemikiran islam serta materi yang membahas social kemasyarakatan. Intinya mah tinggal poles dikit gitu ya ustadz?, timpalku lurus. Ustadz Azri cuma senyum denger ucapanku, Itupun baru tarbiyah tingkat pemula loch Maka Kita Katakan Duh., jauh sekali ustadz dengan kenyataannya, walau sudah ditarbiyah bertahun-tahun masalah yang paling pokok saja mereka tidak tahu, Allahu Mustaaan, apalagi mengetahui ilmu Al Quran, bagaimana, mereka mengetahui ilmu Al Quran kalau secara umum murobbi mereka menafsiri Al Quran semaunya, menurut akalnya, karena mereka tidak ihtimam (memberikan perhatian yang sangat) kepada Ilmu Al Quran Dan As-Sunnah, mereka sibuk dengan berita, politik dan yang lain. Mereka tidak tahu kalau Al Quran itu harus ditafsiri dengan Al Quran atau dengan sunnah atau dengan perkataan sahabat dan tabiin atau dengan lughah (bahasa) (silahkan lihat penjelasan ini di Ushulut Tafsir Ibnu Utsimin), apalagi ilmu hadist, orang para ustadz dan murobinya saja ngga ihtimam bagaimana madunya, minimal mereka tahu perbedaan antara hadist shahih dan dhaif dan memberikan perhatian kepadanya didalam ilmu amal dan dakwahnya, Ini yang tidak ada di firqah ikhwanul muslimin, walau sudah tahunan ditarbiyah. Sampai perkara aqidah saja mereka lalaikan, sudah tahunan ditarbiyah ditanya Allah berada dimana, ngga bisa jawab dengan benar, pengertian tauhid dan pembagiannya saja ngga tahu. Apalagi fiqih begitu juga sirah yang shahih (yang benar) mereka jauh darinya. Kalau akhlaq, dengan melalaikan tauhid dari pengilmuan menyebabkan mereka terjatuh kepada pelanggaran tauhid apakah bisa dikatakan mempunyai akhlaq yang baik kepada Allah, terjatuh nya mereka kepada bidah partai, maulud dan tidak Itibanya mereka dalam berdakawah menunjukkan akhlaq mereka kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam perlu dibenahi, tasyabuhnya mereka dengan orang kafir dengan berdemokrasi dan demostrasi, begitu juga sering nyanyi ala sufiyah (baca -nasyid ) bahkan dengan membuat konser nasyid menunjukkan jauhnya mereka dari kepribadian seorang muslim. Inilah buah dari tarbiyah ikhwani. Adapun yang berkaitan dengan mengelola waktu, apakah bagi kalian baiknya seseorang dalam mengelola waktu dengan membagi, waktu untuk demonstarsi, waktu untuk bernasyid, waktu untuk berkampanye dengan melalaikan dari ilmu dan kewajiban agama lainnya. Innaalillahi Wainnaailahi Raajiuun Cerpen : Kalau seluruh kader sabar dalam halaqahnya, pasti mereka menjadi muslim mandiri. Tidak malas-malasan. Kritis. Rajin menghadiri kajian Islam. InsyaAllah, mereka jadi kader sejati, yang tidak mudah terombang-ambing. Maka kita katakan : Orang yang tidak ditarbiyah dengan Al-Quran dan As Sunnah dengan pemahaman salafush shalih adalah orang yang paling mudah terombang ambing.Sebagaimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda : Aku tinggalkan bagi kalian, jika kalian berpegang teguh diatasnya kalian tidak akan tersesat setelahku, yaitu kitabullah dan sunnahku (HR. Hakim dishahihkan Oleh Syaikh Al Al Bani ) Berkata Syaikh Abdullah Bin Muhammad Bin Husain An Najmi : Dan sesungguhnya pokok kesesatan ikhwanul muslimin dan selainnya dari manhaj-manhaj dakwah adalah disebabkan jauhnya dari kitabullah, sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dan dari petunjuk salaful ummah serta mengikuti hawa ( Jamu Sataat fiima Kutiba anil ikhwaani

Minal Mulaahadhoot, Syaikh Abdullah Bin Muhammad An Najmy : 98, Taqdim Syaikh Ahmad An Najmi Rahimahullah ) Wahai Ibnu Abd Muis lihatlah para tokoh kalian terombang ambing dalam kesesatan, seperti Hasan Al Bana tersesat didalam kelamnya kesyirikan dan bidah ketika dia mengucapkan bahwa nabi Muhammad dapat mengampuni dosa diacara maulud, kesesatan selainnyapun dia lakukan, Sayid Quthub tenggelam di kelamnya kesesatan pemahaman takfir sebagaimana yang dikatakan oleh para tokoh mereka sendiri, adapun Said Hawa teracuni bidahnya tasawuf, kalau Qardawi termakan oleh kesesatan demokrasi, membolehkan musik, gambar dan lainnya. Cerpen : Oh, gitu ya ustadz, tanyaku takjub, Loch, lantas kenapa orang-orang Salafy yang ana temui, sebagian besarnya bercerita bahwa mereka mantan tarbiyah, timpalku lebih lanjut. Maka aku katakan : Termasuk ana mantan tarbiyah, Al hamdulillah ana keluar dari ikhwanul Muslimin dan mengenal manhaj salaf. Semoga Allah memberikan keistiqamahan kepada ana dan semoga Allah selalu memberikan taufiq kepada ana dan seluruh ahlus sunnah untuk memperingatkan ummat dari kesesatan jamaah ikhwanul muslimin dan dari kesesatan jamaah yang lainnya ikhlas mencari keridhaan Nya semata. Cerpen : Coba dech, antum perhatikan. Sebagian mereka, apakah mantan tarbiyah, atau mantan Jamaah Tabligh atau mantan jamaah lainnya. Pasti ceritanya selalu tentang kekurangan. Ya, merekalah orang-orang yang selalu melihat kekurangan yang dimiliki orang lain Maka kita katakan : Bukan kekurangannya tapi kesesatannya, wajib bagi kita yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan kesesatan ikhwanul muslimin, jamaah tabligh, hizbut tahrir dan yang lainnya sebagai nasehat untuk umat. Dari Abu Ruqayah Tamiim Bin Aus Ad-Daari bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wassam bersabda : Agama adalah nasehat kami (para sahabat) berkata untuk siapa wahai Rasulullah, Rasulullah berkata : untuk Allah, Rasul Nya kitabNya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin seluruhnya (HR. Muslim) Cerpen : Mereka belum paham karakteristik dari tarbiyah itu sendiri Maka kita katakan Perkataan ini sangat cocok dialamatkan untuk kalian yang tidak paham dan memberikan perhatian terhadap inti dakwah para Rasul, yaitu mendakwahkan kepada tauhid dan memperingatkan ummat dari perbuatan syirik, kepada perkara inilah serta syariat yang lainnya ummat ditarbiyah. Sebagaimana Allah Taala berfirman Dan sunnguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap ummat (untuk mendakwahkan) sembahlah Allah dan jauhilah thagut ( Qs. An Nahal : 36 ) Berkata Syaikh Al Alaamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : Faedah yang dapat diambil dalam ayat ini bahwasannya hikmah dari diutusnya para Rasul adalah dakwah kepada tauhid dan melarang dari perbuatan syirik ( Al Mulakhos Syarh Kitab Tauhid : 11 )

Lihat wahai Ibnu Abd Muis.., kepada tauhid bukan kepada demostrasi bukan kepada pemahaman khawarij, bukan kepada nasyid bidah ala sufiyah, partai, cerpen fiksi, perkataan para politikus dan hal yang tidak bermanfaat lainnya. Cerpen : Mereka adalah orang-orang yang tidak shabar Maka kita katakan Keshabaran adalah dengan mentaati Allah dan Rasul Nya, dengan meniti jalan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul Nya didalam ilmu amal dan dakwah, Al Hamdulillah salafi insya Allah orang yang shabar karena mereka berpegang teguh terhadap Al Quran dan As Sunnah atas pemahaman salafus shalih didalam ilmu, amal dan dakwah. Karena kami yakin tidak akan jaya ummat ini kecuali dengan apa yang menjadikan umat terdahulu menjadi jaya, yaitu dengan berpegang teguh kepada Al-Quran dan As Sunnah diatas pemahaman mereka. Ihtiman dengan dakwah tauhid dan memperingatkan ummat dari perbuatan syirik, berpegang teguh kepada sunnah dan memperingatkan ummat dari perbuatan bidah dan maksiat, dan istiqamah dalam ketaatan dan manhaj yang haq ini. Adapun kalianlah wahai ikhwanul muslimin yang tidak shabar. Sehingga berdakwah dengan menyelishi manhaj nubuwah dengan anggapan lebih cepat mencapai kepada keberhasilan dan kejayaan yang akhirnya berujung kepada pembantaian ikhwanul muslimin dialjazair, mesir akibat pembrontakan yang dilakukan oleh ikhwan kalian di negara tersebut. Cerpen : Mereka adalah orang-orang yang selalu membutuhkan motivasi dari luar. Mereka adalah orangorang yang tidak mau mengembangkan ilmu mereka dengan potensi yang mereka miliki untuk berkontribusi kepada umat Maka kita katakan Al Hamdulillah salafi sibuk dengan dakwah tauhid, memperingatkan ummat dari kesyrikakan dan dari bidah serta dari maksiat dengan lisan dan perbuatan mereka, Insya Allah ini adalah kontribusi salafi kepada ummat, adapun kalian apa kontribusi kalian kepada ummat, kalian ajak ummat berdemontrasi, kalian ajak ummat untuk membenci pemerintah, kalian ajak ummat berpartai, kalian ajak ummat untuk bernyanyi dengan konser nasyid kalian.!!! Lihatlah kontribusi kalian kepada umat, pembantaian yang dilakukan pemerintah akibat pembrontakan partai FIS di Aljazair. Lihatlah apa yang terjadi dimesir, pembantaian yang dilakukan pemerintah akibat pembrontakan yang dilakukan oleh ikhwanul muslimin di mesir ribuan kaum muslimin jadi korban inilah kontribusi ikhwanul muslimin kepada ummat. Demi Allah wahai Ahlu Sunnah jika kalian perduli terhadap ummat ini dakwahkan ummat ini kepada tauhid dan peringatkan dari perbuatan syirik, dakwahkan kepada sunnah dan peringatkan ummat dari bidah, serta peringatkan ummat ini dari kesesatan jamaah ikhwanul muslimin dan firqah firqah sesat lainnya Cerpen : Tapi saksikanlah akhi. Mereka hanya akan ghirah di awal. Mereka tidak akan bertahan lama. Karena hanya sebagian kecil saja dari mereka yang memiliki jiwa ikhlas seperti Abu Zainuddin jelas Ridwan panjang lebar Maka kita katakan

Berkata Syaikh Al Alaamah Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahullah : Ikhlas kepada Allah maknanya adalah : Seseorang memaksudkan amal ibadahnya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan dalam rangka mencapai kebahagian di negeri akherat (Syarh Al Ushulus Sittah : 112) maka wajib bagi kita untuk selalu mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata didalam ibadah kita dan didalam amar maruf nahi mungkar kita dan didalam menjelaskan ummat tentang kesesatan jamaah ikhwanul muslimin. Tidak seperti Abu Zainuddin dan yang semisalnya yang diam seribu bahasa terhadap kesesatan jamaah ikhawnul muslimin, bahkan bermesraan dengan jamaah ini. Tidaklah sebuah alamat dari keikhlasan seseorang dengan diamnya terhadap kesesatan jamaah ikwanul muslimin atau jamaah sesat lainnya. sama sekali tidak!!! Cerpen Sudah akhi Ridwan jangan diteruskan. Tidak baik akhi, ada baiknya kalau kita selalu berusaha untuk membersihkan hati kita pinta ustadz Azri berusaha memutus penjelasan Ridwan Maka kita katakan Benar kita harus selalu berusaha sepanjang hidup kita membersihkan hati kita sebagaimana Allah Tala berfirman Sungguh beruntunglah orang-orang yang mensucikan diri ( Qs. As Syams : 9 ) Berkata Syaikh Al Alaamah Abdurrahman As Sadi Rahimahullah : yaitu membersihkan dirinnya dari dosa-dosa dan mensucikannya dari kejelekan-kejelekan dan memperbaikinya dengan ketaatan kepada Allah dan meninggikan dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih ( Taisirur karimurrahman pada ayat ini ) Dan cara yang benar menurut Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman salafus shalih didalam membersihkan hati kita, didalam mentazkiyah diri kita adalah dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya dari kesyirikan, bidah, kesesatan dan maksiat, diantara salah ketaatan untuk membersihkan hati kita adalah dengan memperingatkan ummat dari kesesatan karena Allah dan diantara kesesatan adalah manhaj Ikhwanul Muslimin. Cepen Antum sendiri sudah sampai mana materi halaqahnya, tanya ustadz Azri, ketua DPCku tibatiba. Ups!, agak kaget. Hik..hik.. ana baru enam bulan ustadz, baru juga masuk materi akidah tauhid, jawabku malu sambil cengengesan. Maka kita katakan Berkata Syaikh Al Alamah Abdul Aziz Bin Baaz Rahimahullah : Harokah Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh para ahlul ilmi yang mutabar (terkenal) dikarenakan mereka tidak memperhatikan masalah dawah kepada tauhid dan mengingkari syirik serta bidah. Mereka mempunyai cara tersendiri yang mengurangi semangat dalam dakwah kepada tauhid, dan tidak mengarahkan kepada aqidah yang shahih yang dimana dakwah ahlus sunnah berada diatasnya. Maka sewajibnya bagi Ikhwanul Muslimin untuk memperhatikan dawah Salafiyah dawah kepada tauhid, mengingkari ibadah kepada kubur-kubur, ketergantungan kepada orang mati dan meminta pertolongan kepada orang-orang yang sudah mati seperti Hasan, Husein, Badawi dan sebagainya.Wajib bagi mereka untuk mempunyai perhatian kepada perkara yang paling pokok ini, dengan makna Laa Ilaaha Illallah Karena inilah pokok agama dan sesuatu yang

pertama kali didakwahkan oleh Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam di kota Mekkah berdakwah kepada tauhid kepada makna Laa ilaaha illallah, banyak dari kalangan ahlu ilmi (ulama penj) mengkritik ikhwanul muslimin dalam permasalahan ini. Yaitu tidak adanya semangat dalam berdakwah kepada mentauhidkan Allah dan mengikhlaskan ibadah kepadanya. Dan mengingkari apa yang dilakukan orang-orang bodoh dari ketergantunagn kepada orang mati dan memohon pertolongan kepadanya, bernadzar dan menyembelih kepada mereka, yang merupakan perbuatan syirik besar. Demikian juga mereka dikritik dengan tidak adanya perhatian kepada sunnah, kepada hadist yang mulia dan apa apa yang salaful ummah berada diatasnya dari hukum-hukum syariat ( sebagaimana dalam majalah Al-Majalah edisi 806, dinukil dari Jamu Sataat fiima Kutiba anil ikhwaani Minal Mulaahadhoot, Syaikh Abdullah Bin Muhammad An Najmy : 21 ) Maka kalau kita lihat potret ikhwanul muslimin di indonesia sangat jelas sekali akan kelalaian mereka terhadap dakwah para Rasul. Coba kita tengok majalah sabili yang menjadi corong dakwah mereka puluhan tahun telah terbit apakah ada materi yang membahas masalah aqidah atau tauhid, puluhan tahun telah terbit untuk mendapatkan satu artikel tauhid saja kita akan kesulitan mendapatkanya dari majalah sabili tersebut, kalau bukan pelalaian terhadap dakwah para Rasul apa namanya ini, belum lagi majalah yang lain An Nida atau Tarbawi atau yang lainnya!!!!, coba kita tengok di ceramah ceramah mereka atau di kaset kaset mereka atau dikampanye kampanye mereka adakah yang membahas keberadaan Allah diatas langit adakah yang membahas menyembelih untuk selain Allah hukumnya syirik, adakah yang membahas hukum mempercayai ramalan bintang atau sekedar kajian politik atau kajian yang tercampur dengan berbagai syubhat dalam aqidah atau dalam manhaj dan yang lainnya dengan melalaikan dakwah tauhid!!!! itulah mereka melalaikan dakwah para Rasul. Cerpen Ya, kalau boleh dibilang anak ingusan di tarbiyah githu hehehe, ujarku berusaha membela diri. Maka kita katakan Itulah engkau wahai Ibnu Abd Muis anak ingusan, sebagaimana kata dirimu sendiri, lebih baik engkau belajar Dien yang shahih dengan pemahaman yang benar dari pada nulis cerpen yang ngga karuan seperti ini, tanpa didasari ilmu dan keadilan. Allah Taala berfirman Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani semua itu akan diminta pertanggungjawabannya (Qs. Al Isra : 36 ) Rasulullah bersabda Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkatalah yang baik atau diam (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairoh Radiyallahu Anhu ) Cerpen Tapi kayanya antum sudah lama ikut aktifitas amal jamai ya? tanya ustadz Azri kepadaku. Soalnya ana sering lihat antum di berbagai tempat kegiatan bakti social, nggak cuma di DPRa antum saja? Iya, ustadz, ana sibuk banget. Kerja, dari pagi sampe malem. Maklum kuli.. hehehe Takut halaqahnya nggak serius, jadi ana fikir biar ana aktif di kegiatan social kemasyarakatannya saja, ternyata tarbiyah point utamanya. Sekalipun agak terlambat, nggak apa-apa lach

Nah, ini dia ustadz, salah satu penyebab akhwat-akhwat kita keburu dinikahi ikhwan bukan tarbiyah, tuduh Ridwan kepadaku. Maksudnya?, tanyaku bingung. Ya, antum ini lah salah satu penyebabnya. Sudah kerja, punya kendaraan, manager pula status di kantornya. Masih juga belum mau nikah. Jangan marah dong kalau akhwat tarbiyah dinikahi sama ikhwan salafy. Antum terlalu idealis sih, tuding Ridwan lagi kepadaku. Aku makin mati kutu dibilang begitu, Afwan, afwan akhi, ustadz, ana nggak idealis kok. Ana tidak pernah terpikir, kalau ana punya kriteria khusus terhadap akhwat yang akan ana nikahi. Masalahnya beda. Ini masalah target masa depan. Masa akhwatnya hebat ikhwannya jeblog, nanti ana malu khan. Dan ana juga nggak mau pusing, gara-gara mikirin uang untuk resepsi, untuk lahiran, pendidikan anak, makan sehari-hari dan lain sebagainya, jelasku membela diri. Memang antum usianya berapa sekarang? tanya ustadz Azri sambil nepuk-nepuk bahuku. Seperempat abad lebih dikit ustadz, jawabku. Belum tua banget khan? tanyaku langsung kepada beliau. Beliau cuma tersenyum dan berkata, Belum, belum tua kok. Sementara Ridwan ketua DPRaku sudah pegang perutnya menahan geli. Loch, antum kenapa? Kok kayanya geli banget dengar umur ana seperempat abad? tanyaku ke Ridwan bingung. Ustadz Azri menepuk lututku, Dulu, waktu ana nikahi istri ana, ana baru berumur sembilan belas tahun akhi. Masih kuliah di LIPIA terangnya sambil tersenyum teduh. Hah ternganga aku sambil takjub. Sembilan belas tahun! Masih muda banget ustadz. Waduh, ana ketuaan dong ya? Bukan tua lagi mas, udah engkong-engkong, canda Ridwan sambil terus pegangi perutnya menahan geli dan Ana aja udah punya anak dua waktu umur segitu. Ya ampun, jangan-jangan hampir sebagian besar ikhwan kita seperti ana kali ya! sergah aku masih dalam keadaan terkejut. Pasti ustadz anak orang kaya kan, jadi kalau bingung dengan masalah keuangan tinggal minta bantuan? tanyaku sambil terus berusaha membela diri. Alhamdulillah, ana di Jakarta sendirian akhi. Orang tua ana di Padang Pariaman. Di Kampung. Waktu itu ana tinggal di tempat paman ana. Ya sambil bantu-bantu beliau, ana juga jualan bukubuku Islam sambil kuliah di LIPIA karena ana yakin Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs. At-Thalaaq: 3) jelasnya panjang lebar sambil berusaha meyakinkan aku. Waduh, malu banget ana nih ustadz. Ana yakin, ikhwan-ikhwan kita memang terlalu idealis, bertahan dengan kejombloannya, karena terlalu khawatir seperti ana. MasyaAllah. Makanya itu akhi, antum jangan sewot kalau akhwat-akhwat tarbiyah dinikahi ikhwan-ikhwan salafy. Nggak ada pilihan lain, sekalipun mungkin mereka tidak mau, tapi daripada jadi khawatir kali. Mau dibilang apa? tuding Ridwan lagi kepadaku Maka kita katakan

Itulah engkau wahai ibnu Abd Muis menunda nikah tanpa alasan syari sudah begitu dzalim dengan menuduh ikhwan salafi merampas akhwat tarbiyah, mereka akhwat tabiyah yang senang dan ridha kalau ikhwan salafy menjadi suaminya, bahkan dengan sebab menikahnya mereka dengan ikhwan salafi mereka mendapat hidayah dengan keluar dari jamaah ikhwanul muslimin. Lengkaplah kebahagian mereka, mendapat suami yang mereka senangi dan mendapat hidayah.!!! adapun engkau masih bertahan dengan kejombloanmu dan berada di Jamaah Khawarij. Berkata Syaikh Al Alaamah Al Muhadist Ahmad Syaakir Rahimahullah : Al Ikhwanul Muslimin khawarij jaman ini (Majalah Al Ishaalah, ke 40 dinukil dari Ar Risalah Al Kubra Ila Akhi Al Muntadzim fi Jama atil Ikhwanil Muslimin, Syaikh Ali Rajihi Hal ; 152 ) Cerpen Ya, iya juga sich, mungkin salah ana juga kali ya, jawabku lirih. Ya, nggak salah antum aja, tapi semua ikhwan tarbiyah yang punya kekhawatiran berlebihan seperti antum, antum niatkan saja untuk segera menikah. Ana ada chanel nih. Antum mau nggak ana kenalin. Madunya istri ana, tawar ustadz Azri serius sambil terus tersenyum, Kayanya cocok dech sama antum. Aduh ustadz, tapi ana tetep nggak bisa terima. Kalau mereka mau menikahi akhwat tarbiyah, jangan matikan dakwah mereka juga dong. Maka kita katakan Dakwah kepada apa.?!!, dakwah kepada tauhid ??!! dakwah kepada sunnah??!! atau kepada pemahaman khawarij, atau kepada demokrasi atau kepada nasyid atau kepada partai atau kepada kesia-sian dengan melalaikan dakwahnya para Rasul.!!! Al Hamdiulillah dengan menikahnya sebagian akhwat tarbiyah dengan sebagian kecil ikhwan salafi menjadikan dia kenal dakwah yang haq dakwah Ahlus sunnah, sehingga sebagian mereka menjadi aktif saling tolong menolong dengan akhwat salfiyiin lainnya didalam ilmu, amal dan dakwah. Allah Taala berfirman dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan ( Qs. Maidah : 2 ) Cerpen Enggak sopan tuh namanya. Kita yang bangun dia yang nikmatin. Standard ganda banget sich! Manhajnya di benci, tapi akhwatnya doyan! Maka kita katakan Membangun apa.??!!, membangun pemahaman para muslimah dengan menyakini demo sebagai jihad..??!! membangun dengan tulisan dan lisan agar para muslimah membenci pemeritah kaum muslimin, mengajak para muslimah berkampanye, memalingkan muslimah dari perkara tauhid kepada politik, demokrasi, partai dan segala kesibukkan didalamnya..!!!! Inalillahi wainailahi Rajiuun, inilah sebagian dosa kalian terhadap muslimah. wahai muslimah sadarlah !!!! dimana ilmu kalian terhadap aqidah shahihah ??!!! dimana kalian tehadap fiqih ibadah???!!! dimana kalian dengan ilmu syari yang berkaitan dengan kewanitaan ??!! jika kalian ingin membela islam dan kaum muslimin maka belalah dengan ilmu amal dan dakwah kepada dien yang haq, bukan kepada kesesatan demokrasi bukan kepada kebidahan partai keadilan bukan kepada konser nasyid bukan dengan turun kejalan dan demonstrasi!!!!,

Dan perkataamu tapi akhwatnya doyan ??!!. saya melihat antum perlu diruqyah, supaya kebencian dan hizbiyah ikhwan hilang dari dirimu dengan idzin Allah. Mereka yang sama-sama suka, mereka akhwat tarbiyah ridha dan senang dinikahi dengan sebagian kecil ikhwan salafi, mereka sangat senang mendapat seorang suami yang sesuai dengan keretrianya yang dengan sebab pernikahan itu mereka mendapat penjelasan tentang manhaj yang haq dan mendapat penjelasan tentang kesesatan firqah ikhwanul muslimun. Cerpen Atau ana aja yang nikahin akhwat Salafy ya ustadz, biar mereka jadi baik hati dan lembut. Kan impas tuch! ujarku kesel. Maka kita katakan Innaalilahi wainnailahi Raajiuun, seorang menjadi baik jika terbimbing dengan ilmu yang haq, ilmu Al Quran dan As Sunnah diatas pemahaman salafus shalih dengan diamalkan secara dhohir dan bathin. Maka sebaliknya seseorang dikatakan jahat dan berhati keras jika berbuat maksiat diantara perbuatan maksiat adalah demokrasi, demostrasi, nasyid sufi ala ikhwani dan yang lainnya yang ada di firqah (kelompok) ikhwanul muslimin. sangat memungkinkan jika seorang akhwat salafi menikah dengan seorang Ibnu Abd Muis atau yang semisalnya menjadi seorang yang keras hatinya dan kasar, dengan diajak berlaku kasar kepada pemerintah dengan berdemo di depan bundara HI, atau keras hati dengan memaksiati Rabbul Alamin dengan aktif di penyimpangan yang ada di jamaah ikhwanul Muslimin yang Ibnu Abd Muis ada didalamnya.!!! Cepen Astaghfirullah akhi, sudahlah, jangan dipikirin yang kaya gitu. Pasti semuanya ada hikmahnya. Baik buat kita maupun buat mereka. Jangan biarkan ketidaksukaan antum terhadap mereka membuat antum tidak adil. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Maidah: 8 ) Maka kita katakan Benar, semuanya ada hikmahnya diantara hikmahnya mereka keluar dari jamaah Ikhawnul muslimin dan berpegang teguh kepada manhaj Salaf. Cerpen Kita doakan, sekalipun mereka tidak beramal jamai lagi dengan kita, mudah-mudahan ghirah dakwah mereka tidak mati. Maka kita katakan Kami Ahlu sunnah menginkari amal jamai yang menyelisihi syariat, seperti yang ada pada jamaah ikhwanul muslimin dari tolong menolong dalam demokrasi, didalam partai, didalam demo, didalam konser nasyid didalam memalingkan ummat dari Al Quran dan As Sunnah kepada koran, berita politik dan semisalnya. Insya Allah sebagian akhwat tarbiyah yang telah menikah dengan ikhwan salafi menjadi salafiyyah yang istiqamah yang semangat didalam ilmu

amal dan dakwah, semangat dengan suaminya didalam tolong menolong dalam ketaatan, begitu juga semangat dengan akhwat salafiyah lainnya didalam ilmu amal dan dakwah. Allah Taala berfirman dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan ( Qs. Maidah : 2 ) Rasulullah shalallahu Alaihi wassalam bersabda : Orang mukmin dengan mukmin yang lainya seperti bangunan yanng saling memperkuat satu dengan yang lainnya ( HR. Bukhari dari Abu Musa Al Asyari) Cerpen Ya minimal beribadah untuk suami dan keluarga mereka, kan sama saja, sementara mantan murabiyyah mereka mendapat pahala atas ilmu yang bermanfaat bagi mereka terang ustadz Azri bijak. Maka kita katakan Jika sesuai syariat dan dibarengi dengan niat yang ikhlas diharapkan mereka mendapat pahalanya, begitu juga berhak mendapat dosa terhadap kesesatan yang para murobiyah tanamkan kepada para muslimah. Dari demokrasi mengajak kampanye dan yang lainnya Cerpen Iya, ya.. nggak ada untungnya buat ana. Itu sudah menjadi tanggung jawab mereka masingmasing. Mending ana focus ngurusin pekerjaan ana dan dakwah ana di manapun ana berada, sadar Maka kita katakan Dakwah kepada apa wahai Ibnu Abd Muis, kepada kesesatan, kepada demokrasi kepada mendemo pemerintah kepada cerpen fiksimu ini, kepada belajar bohong??!!! Orang seperti antum berdakwah mau jadi apa umat ini mau dibawa kemana umat ini??!! mau dibawa kepada kesesatan ikhwanul muslimin, mau dibawa kepada kegelapan kebodohan.!!! Allah Taala berfirman Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan , menyuruh (berbuat) yang maruf dan mencegah yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (Qs. Ali Imran : 104) Bagaimana antum akan menyuruh yang maruf kalau ngga tahu yang maruf begaimana antum akan memperingatkan dari yang mungkar kalau ngga tahu itu sebuah kemungkaran. Ditambah lagi engkau seorang yang bermanhaj menyimpang, berkata Ibnu Sirin Rahimahullah : Sesungguhnya ilmu ini (ilmu sannad dan yang berkaitan dengannya) merupakan bagian dari ilmu agama, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian ( silahkan lihat muqadimah Shahih Muslim, Hal 19 Dar Ibnu Hazm ) Wahai Ibnu Abd Muis inilah catatan ringan dariku, sebagai bentuk pengingkaran atas kemungkaran yang ada pada cerpenmu, dan sebagai nasehat untuk ummat tentang kesesatan jamaah ikhwanul muslimin yang engkau berada didalamnya Cerpen ana focus ngurusin pekerjaan ana dan dakwah ana di manapun ana berada, sadar

Jangan lupa! bukan cuma ngurusin pekerjaan dan dakwah aja, tapi tuh, tawaran ustadz Azri diterima nggak, prediksinya cocok sama antum soalnya, ingat Ridwan sambil rangkul bahuku. Aku cuma mengangguk tanda setuju, sambil terus menyembunyikan malu. Loch, dengan akhwat Salafynya gimana?, canda ustadz Azri, lanjutnya Ada-ada aja antum. Dan aku makin menunduk malu. Selesai. Maka kita katakan : Iya seharusnya engkau malu dengan cerpen ngga karuanmu ini, dengan kebodohan, kedzaliman dan kesesatan yang ada dicerpenmu ini, karena malu mengantarkan kepada kebaikan. Sebagaimana dalam sebuah hadist yang di riwayatkan dari Imran Bin Husain Radiyalahu Anhu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalm bersabda : Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan ( HR. Bukhari ). Atau engkau tidak punya rasa malu lagi ? Inilah catatan ringanku pada cerpen ini, sebagai bentuk amar maruf nahi mungkar dan nasehat kepada ummat tentang kesesatan manhaj ikhwanul muslimin. http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2009/06/24/mengapa-kalian-rampas-akhwatnya-jikakalian-benci-manhajnya/ Last Updated (Wednesday, 22 December 2010 16:20)

Syubhat Khowarij (3)


Sunday, 21 November 2010 09:17 | Written by Administrator | (Bagian Ketiga) Syubhat khawarij berikutnya adalah mereka menganggap kelompok atau organisasinya sebagai al-Jamaah. Mereka menganggap pimpinan kelompoknya sebagai imam yang harus dibaiat dan ditaati. Setelah itu mereka membawakan dalil-dalil dari hadits-hadits tentang wajibnya berpegang teguh dengan jamaah, wajibnya taat kepada imam dan halalnya darah orang yang melepaskan diri dari baiat. Sungguh ini adalah syubhat yang paling mengerikan dari kelompok khawarij. Dengan syubhat ini mereka mengikat anggotanya, hingga mereka seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Ketika ada sebagian dari mereka ingin keluar dari kelompoknya, ia diancam dengan hadits tentang bughat yaitu diperanginya orang yang keluar dari jamaah. Ketika mereka ingin mengikuti al-haq -yang berarti harus menyelisihi amar (perintah-perintah) pimpinannya-, mereka diancam dengan hadits tentang orang yang menyelisihi baiat dan seterusnya. Sepintas para anggota kelompok ini merasa yakin atas kebenaran dalil-dalil yang dibawakan oleh pimpinannya, karena hadits tersebut dikeluarkan dalam kitab-kitab shahih. Namun ternyata ada satu permasalahan yang menyebabkan hadits-hadits tersebut tidak tepat untuk diterapkan pada kelompok tersebut, yaitu yang berkaitan dengan makna jamaah dan imamah. Jamaah yang dimaksud dalam hadits-hadits yang shahih adalah Daulah Islamiyah atau negara Islam. Dan yang dimaksud dengan imam adalah kepala negara. Seperti dalam hadits berikut: Barang siapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah, kemudian mati, maka matinya merupakan mati jahiliyah. (HR. Muslim) Dalam hadits ini Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam mengancam bagi barangsiapa yang melepaskan diri dari ketaatan kepada penguasa dan melepaskan diri dari jamaah -yakni memberontak-, maka jika dia mati, seperti matinya orang jahiliyah. Yang lebih menjelaskan makna ini adalah hadits lain dalam riwayat lain yang menyebutnya dengan jelas bahwa mereka yang terancam adalah yang melepaskan diri dari penguasa sebuah negara. Sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiallahu 'anhuma, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : SYUBHAT KHOWARIJ

Barang siapa yang tidak suka dari penguasanya suatu perkara maka bersabarlah, karena tidaklah seorang keluar dari ketaatan pada penguasanya (memberontak) sejengkal saja, kemudian ia mati maka matinya mati jahiliyah. (HR. Bukhari) Dari hadits-hadits di atas, yang dimaksud dengan imam adalah bukan pimpinan organisasi atau kelompok tertentu, baik mereka yang bergerak di bawah tanah (rahasia) atau yang terangterangan. Tetapi yang dimaksud adalah para penguasa yang benar-benar memiliki kekuasaan di wilayahnya, sehingga dia bisa memerintah, melarang, mengatur dan menghukumi. Adapun kelompok sirriyah (rahasia) yang bergerak di bawah tanah dan mengaku kelompoknya sebagai negara dalam negara, maka ini hanyalah penamaan tanpa kenyataan. Ia telah menipu diri sendiri dan menipu seluruh anggotanya, karena pada kenyataannya mereka tidak memiliki kekuasaan sedikitpun di wilayahnya. Bahkan, kalau mereka menghukumi sesuatu yang berbeda dengan keputusan penguasa yang sah, mereka justru akan ditangkap dan dipenjarakan. Ini adalah bukti bahwa pada kenyataannya mereka tidak memiliki kekuasaan sedikitpun. Dan juga pimpinannya tidak layak sama sekali disebut penguasa, sultan apalagi mau dikatakan sebagai imam yang harus di baiat. Dengan demikian tidak tepat kalau hadits-hadits tentang jamaah ditafsirkan pada organisasi mereka. Demikian pula tidak tepat kewajiban berbaiat diterapkan untuk pimpinan organisasi mereka. Inilah bentuk pengkaburan mereka dalam menipu kaum muslimin, khususnya para anggotanya agar tetap menjadi pion-pion yang dapat diperintah dan dilarang serta dipaksa untuk membayarkan shadaqah kepada kelompoknya. Perlu diketahui bahwa shadaqah yang mereka paksakan itu tidak sesuai dengan ajaran sunnah yang mengharuskan adanya syarat-syarat yang menyebabkan seseorang terkena kewajiban zakat, yaitu nishab (batasan jumlah) dan haul (batasan waktu 12 bulan). Mereka memaksakan shadaqah 2,5 persen kepada seluruh anggotanya, berapa pun penghasilan yang diperoleh mereka dengann tidak menunggu haulnya. Setiap mereka mendapatkan gaji atau penghasilan setiap bulannya, mesti harus memberikan kepada kelompoknya. Dan -seperti biasa-nya-, selalu mereka sertai dengan ancaman-ancaman bagi yang tidak mau membayarkannya. Inilah salah satu efek jelek yang ditimbulkan dari baiat kepada orang yang tidak berhak dibaiat. Efek jelek lainnya dari baiat kepada pimpinan kelompok tertentu adalah terjadinya fitnah yang dahsyat di antara kelompok-kelompok. Yang demikian karena jumlah kelompok yang mengharuskan berbaiat kepada pimpinannya sebagai imam sangat banyak. Hal itu berarti setiap kelompok menganggap kelompok lain yang tidak membaiat pimpinannya sebagai bughat dan halal darahnya untuk diperangi. Dengan demikian antara satu sama lainnya saling menganggap bughat, bahkan saling mengkafirkan. Mereka membikin negara dalam negara atau mengangkat seorang imam yang dibaiat adalah karena menganggap tidak adanya imam dan penguasa yang sah. Ini merupakan syubhat berikutnya. Karena sesungguhnya penguasa yang sekarang berkuasa, memiliki kekuatan dan wilayah kekuasaan selama dia masih muslim, maka dia adalah penguasa yang sah dan diterapkan semua hadits-hadits tadi kepadanya. Seperti wajibnya taat pada yang maruf, haramnya memberontak, dan ancaman-ancaman bagi orang yang keluar dari jamaah dan penguasanya.

Hadits-hadits tersebut justru sebenarnya membantah mereka, -kelompok-kelompok sesat tadiyang tidak mau mengakui keberadaan penguasa yang sah, tidak mau mentaatinya, bahkan memberontak dan menentang penguasa tersebut. Kalau mereka mati, maka niscaya matinya adalah mati jahiliyah. Adapun kedhaliman, korupsi, kolusi ataupun nepotisme yang dilakukan oleh mereka, tidaklah menggugurkan statusnya sebagai penguasa. Perhatikan hadits berikut: Ketahuilah barangsiapa yang dipimpin oleh seorang pemimpin, kemudian dia melihatnya mendatangi suatu kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata'ala, maka hendaklah ia membenci kemaksiatannya, namun jangan mencabut tangannya dari ketaatan. (HR. Muslim, Ahmad dan Ad-darimi) Bahkan sekalipun penguasa tersebut jahat, tidak mau mengikuti sunnah, hatinya seperti hati setan, memukul punggung-punggung dan merampas harta kita, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tetap memerintahkan untuk menaatinya dan tidak memberontak kepadanya: . : ! : Akan terjadi setelahku penguasa-penguasa yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak bersunnah dengan sunnahku, akan muncul di tengah mereka para laki-laki yang hati-hati mereka adalah hati-hati setan dalam tubuh-tubuh manusia. Aku berkata: Apa yang aku perbuat jika aku mengalami keadaan itu? Beliau berkata: Dengar dan taat pada penguasa walaupun dipukul punggungmu dan dirampas hartamu! Dengarlah dan taatilah! (HR. Bukhari dan Muslim) Dengan demikian kami menasehatkan kepada seluruh kaum muslimin untuk berhati-hati dari fitnah khawarij dan untuk lebih mementingkan ilmu daripada emosi. Kalaupun kita benci kepada para penguasa karena kedhaliman-kedhaliman yang mereka lakukan, tetap kita tunduk kepada perintah Allah dan Rasul-Nya untuk tetap bersama jamaah, tidak melepaskan atau memisahkan diri dari kaum muslimin dan penguasanya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Beliau shalallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kita untuk bersabar di atas ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya kemudian kepada penguasanya dalam kebaikan. Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jumat. Infaq Rp. 100,-/exp. Pesanan min. 50 exp bayar di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiyaus Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief, Agus Rudiyanto; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Abu Rahmah HP. 081564634143

You might also like