You are on page 1of 20

BAB I TB pada Anak Definisi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan terutama oleh Mycobacterium tuberculosis.

Penularannya terjadi melalui inhalasi udara yang terkontaminasi oleh Mycobacterium tuberculosis, dimana kontaminasi terjadi akibat sekret yang dikeluarkan saat penderita TB sedang batuk, bersin ataupun berbicara. Epidemiologi Penyakit tuberkulosis menjadi masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia. WHO menyatakan bahwa tuberkulosis saat ini telah menjadi ancaman global, dan diperkirakan 1,9 milyar manusia atau sepertiga penduduk dunia terinfeksi tuberkulosis. Setiap tahun terjadi satu juta kasus TB anak, atau sekitar 11% dari total sembilan juta kasus TB. Tujuh puluh lima persen kasus TB anak terjadi di 22 negara dengan angka TB yang tinggi. Laporan dari seluruh dunia menunjukkan bahwa persentase TB anak bervariasi antara 3 hingga >25 %. Peningkatan kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu diagnosis yang tidak tepat, pengobatan yang tidak adekuat, program penanggulangan yang tidak tepat, infeksi endemik HIV, migrasi penduduk, pengobatan sendiri, meningkatnya kemiskinan, serta pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit pusat pendidikan di Indonesia selama lima tahun (1998-2002) adalah 1086 penderita TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% - 14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12 60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi kurang dari 12 bulan didapatkan 16,5%. Etiologi Tuberkulosis merupakan penyakit yang terjadi akibat infeksi Mycobacterium yaitu kuman M. tuberculosis, M. bovis, atau M. africanum. Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam bentuk TB paru dan TB ekstra paru. Genus Mycobacterium merupakan kelompok bakteri Gram positif, berbentuk batang, berukuran lebih kecil dibandingkan bakteri lainnya. Genus ini mempunyai karakteristik unik, karena dinding selnya kaya akan lipid dan lapisan tebal peptidoglikan yang mengandung arabinogalaktan, lipoarabinomanan dan asam mikolat. Asam mikolat tidak biasa dijumpai pada bakteri dan hanya dijumpai pada dinding sel Mycobacterium dan Corynebacterium. Mycobacterium tuberculosis dibedakan dari sebagian besar bakteri lainnya, karena bersifat patogen dan dapat berkembang biak dalam sel fagosit hewan dan manusia. Pertumbuhan M. tuberculosis relatif lambat dibandingkan genus Mycobacterium

lainnya. Bagian selubung M. tuberculosis mempunyai sifat pertahanan khusus terhadap proses mikobakterisidal sel hospes. Dinding sel yang kaya lipid akan melindungi mikobakteri dari proses fagolisosom. Patogenesis Tuberkulosis dapat ditularkan melalui mukus membran atau lesi pada kulit yang terkontamisasi kuman tuberkulosis, melalui plasenta, atau melalui inhalasi cairan amnion yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui droplet udara yang dihasilkan ketika seseorang dengan TB paru batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi. Partikel-partikel yang berukuran 1 5 m ini dapat berada lama di udara, menyebabkan dispersi melalui kamar atau gedung. Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Infeksi terjadi ketika orang yang peka menghirup droplet yang mengandung 1 3 kuman TB dan mencapai alveoli. Distribusi droplet yang terinhalasi ini ditentukan oleh pola ventilasi dan volume dari lobus paru yang beragam, tempat implantasi yang terjadi biasanya di zona paru bagian tengah dan bawah. Infeksi pada paru tergantung virulensi kuman dan kemampuan kuman menempel pada makrofag yang mencernanya. Kuman yang lebih besar bersarang pada permukaan epitel saluran pernafasan bagian atas dan percabangan trakeobronkial, digerakkan dengan gerakan mukosiliar, kemudian akan ditelan tanpa menyebabkan penyakit di mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Ketika kuman masuk ke alveolus, kuman ini akan dicerna oleh makrofag alveolus. Makrofag alveolus akan memfagosit banyak kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Kemudian monosit atau makrofag yang berada dalam darah akan menuju lokasi dimanapun kuman tersebut berada, dan mencerna kuman TB tetapi tidak dapat membunuhnya. Siklus ini berlangsung terus menerus selama kuman dicerna oleh makrofag alveolus lain dan monosit direkrut dari darah. Namun, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB, dikarenakan virulensi dari kuman ini berbeda-beda. Jika kuman dengan virulensi yang tinggi dimakan oleh makrofag yang agak lemah maka dapat terjadi multiplikasi intraseluler dan destruksi makrofag alveolus. Kuman TB tumbuh lambat, membelah kurang lebih setiap 25 sampai 30 jam dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Kuman TB akan menyebar melalui saluran limfe dari fokus primer menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4 8 minggu dengan rentang waktu antara 2 12 minggu . Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103 104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler yang dapat dideteksi dengan reaksi tes kulit tuberkulin. Meskipun kompleks primer kadang-kadang dapat terlihat pada rntgen foto thoraks, kebanyakan infeksi tuberkulosis paru tidak nyata terlihat secara klinis dan radiologis. Yang paling sering adalah hasil tes kulit tuberkulin yang positif yang merupakan indikasi bahwa telah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran tuberkulosis terjadi jika jumlah kuman yang bersirkulasi besar dan respon pejamu tidak adekuat. Infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi pada saat terbentuknya kompleks primer. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap tes kulit tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Imunitas spesifik biasanya cukup untuk membatasi multiplikasi kuman lebih banyak lagi; pejamu menjadi asimptomatik; dan lesi menyembuh. Beberapa kuman dorman dan viabel untuk beberapa tahun, dan kondisi ini yang disebut infeksi TB laten, individu dengan infeksi tuberkulosis laten tetapi tidak aktif, tidak infeksius dan tidak dapat menularkan kuman tersebut. Diperkirakan kurang lebih 10% dari individu yang mendapat infeksi tuberkulosis dan tidak diberikan terapi preventif akan berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Infeksi TB laten dapat dideteksi hanya dengan tes kulit tuberkulin atau identifikasi radiologi pada tempat infeksi primer paru terjadi atau pada kelenjar limfe. Kurang lebih pada 5% dari individu yang terinfeksi, imunitas tidak cukup dan terdapat manifestasi klinis dalam 1 tahun setelah infeksi; pada 5% dari populasi yang terinfeksi lainnya, reaktivasi endogen dari infeksi laten terjadi jauh dari waktu infeksi awal. Lima tahun pertama setelah infeksi (terutama satu tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi kompleks primer pada anak. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5 3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini

biasanya terjadi 3 6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis limfonodi atau endobronkial yang bermakna secara klinis biasanya muncul dalam waktu yang lebih lama yaitu 3 9 bulan. Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25 30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5 10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2 3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5 25 tahun setelah infeksi primer. Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut dan bronkus dapat terganggu. Obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh pembesaran perihiler, paratrakeal, dan/atau kelenjar limfe mediastinum dapat menyebabkan ateletaksis atau pemerangkapan udara, dengan retensi sekresi jalan nafas bagian distal, dan proses pneumoni terus terjadi sampai obstruksi teratasi. Perangkapan udara dan wheezing lebih sering terjadi pada anak-anak, dimana diameter jalan nafasnya lebih kecil daripada dewasa. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis. Fistula bronkoesofageal dapat terjadi jika penyakit menyebar ke dinding esofagus yang terdekat. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental atau kolaps-konsolidasi. Dengan proses tuberkulosis yang memanjang, termasuk bronkiektasis lanjut, saluran nafas dapat rusak, dengan peningkatan tahanan jalan nafas. Pertumbuhan alveolus dapat rusak, sehingga terjadi pengurangan ventilasi dan perfusi dari jaringan paru yang terinfeksi. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB dari kelenjar limfe yang terinfeksi menyebar secara sporadik perlahanlahan sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik dan bertekanan oksigen tinggi, seperti otak, ginjal, tulang panjang yang sedang tumbuh, dan terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Kuman ini dapat menyebabkan penyakit pada organ tersebut segera setelah infeksi primer atau dorman pada makrofag yang akan menyebabkan tuberkulosis beberapa dekade kemudian. Kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini muncul dalam waktu 2 6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Secara patologi anatomik, tuberkulosis milier ditandai dengan nodul kuning keputih-putihan yang berdiameter 1 3 mm dan terjadi difus diseluruh kedua paru yang secara histologik merupakan granuloma. Tuberkulosis milier dihasilkan dari basil tuberkulosis yang berjalan dari kelenjar limfe hiler melalui saluran thoraks dan sirkulasi vena ke parenkim paru, dimana mereka menutup kapiler pulmonal dan menyebabkan nekrosis pada dinding pembuluh darah. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian. Penderita HIV, terutama mereka dengan sel CD4+ yang rendah, lebih cepat menderita penyakit tuberkulosis setelah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis; hampir 50% penderita mengalami hal tersebut pada dua tahun pertama setelah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Sebaliknya, individu yang lebih dulu mendapat infeksi laten Mycobacterium tuberculosis yang tidak diobati dan kemudian mendapat infeksi HIV akan berkembang menjadi tuberkulosis pada kurang lebih 5 10% per tahun. Diagnosis 1. Anamnesis Gejala sistemik yang sering timbul adalah demam (40 80%). Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi tanpa sebab yang jelas, serta dapat disertai keringat malam. Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat (failure to thrive), malaise, serta diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan. Sebagian kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang menonjol. Batuk kronik yang biasanya merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, pada anak lebih sering disebabkan oleh asma. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB, merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan antropometri dijumpai gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi di daerah bawah atau di bawah persentil 5. Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien. Manifestasi klinis yang spesifik bergantung pada organ yang terkena.

a. Kelenjar limfe Pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada penderita TB sering dijumpai, yaitu kelenjar limfe kolli anterior atau posterior, aksilla, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis, kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan, dan dapat saling melekat satu sama lain. b. Manifestasi neurologis Meningitis TB terjadi akibat penyebaran langsung kuman TB ke jaringan selaput saraf (meningen), atau pecahnya fokus lama di selaput meningeal ke dalam ruang subarachnoid. Pada keadaan ini, bisa timbul penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang. Bentuk lainnya adalah tuberkuloma, yang manifestasi klinisnya lebih samar daripada meningitis TB. c. Tulang TB tulang lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa, karena pada bayi dan anak yang sedang bertumbuh, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi yang disukai oleh kuman TB. Manifestasi klinisnya muncul secara perlahan dan samar, sehingga sering terlambat terdiagnosis. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium darah pada penyakit tuberculosis didapatkan peningkatan laju endap darah dan limfositosis. Akan tetapi, ini tidak dapat menggambarkan suatu penyakit tuberkulosis, karena hasil tersebut dapat terjadi pada penyakit infeksi lainnya. b. Uji Tuberkulin Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi dan kemungkinan TB aktif pada anak. Uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi TB secara dini. Hasil uji tuberkulin negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB, misalnya pada TB berat dan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif). Uji tuberkulin dikatakan positif jika indurasi (tonjolan keras) 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada anak dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau masalah lain yang menurunkan kekebalan tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh yang cukup dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes . c. Radiologis Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah terdapatnya pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat, konsolidasi segmental atau lobar, milier, kalsifikasi, atelektasis, kavitas, dan efusi pleura. Foto rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral. Jika dijumpai ketidaksesuaian antara gambaran klinis (ringan) dan gambaran radiologis (berat), harus dicurigai TB.

Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas. Kelainan radiologis tersebut bisa juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto rontgen paru yang normal (tidak terdeteksi) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung. d. Bakteriologis Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannnya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa, karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak. Pengambilan spesimen (sputum) pada pasien anak sulit dilakukan, karena walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan, sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastric tube (NGT), yang tentunya tidak menyenangkan bagi pasien. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan, dengan volume 3-5 ml. e. Tes lain Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle aspiration dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paruparu, terutama TB kelenjar getah bening. 4. Penegakan Diagnosis Sistem skoring dapat digunakan sebagai uji tapis dalam menegakkan diagnosis TB, yang selanjutnya dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Tabel 1. Sistem skoring diagnosis tuberkulosis anak Parameter 0 1 2 3 Kontak TB Tidak jelas Laporan BTA (+) keluarga, BTA (-) atau tidak jelas Uji tuberkulin Negatif Positif ( 10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi Berat badan/ BB/TB < 90% Klinis gizi keadaan gizi atau BB/U < buruk atau 80% BB/TB <70% atau

Demam yang tidak diketahui penyebabnya Batuk kronik

2 minggu 3 minggu 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri Ada pembengkakan Gambaran sugestif TB*

BB/U < 60% -

Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal Pembengkakan tulang/ sendi panggul, lutut, falang Foto toraks Normal/ kelainan tidak jelas

Diagnosis kerja TB anak ditegakkan jika jumlah skor 6, (skor maksimal 14). Tata Laksana 1. Medikamentosa Obat TB utama saat ini adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi multidrug resistance (MDR). 1. Isoniazid (H) Isoniazid (INH) bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan aktif, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Dosis harian yang dianjurkan 5-15 mg/kgBB/hari. Efek samping yang berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi ikterus pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, dan gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat dilanjutkan. 2. Rifampisin (R) Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat membunuh kuman semidorman (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10-20 mg/kgBB/hari yang diberikan sebelum makan. Salah satu efek samping yang berat rifampisin adalah hepatitis. Bila terjadi ikterik maka pengobatan dihentikan atau dosis dikurangi, setelah sembuh pengobatan dapat dilanjutkan lagi. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat yang terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Efek samping lain adalah mual dan trombositopenia. 3. Pirazinamid (Z)

Pirazinamid bersifat bakteriosid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 15-30 mg/kgBB/hari sebaiknya dibagi dalam dua dosis. Efek samping utama dari penggunaan pirazinamid adalah hepatitis, nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi hipersensitivitas misalnya demam, mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain. 4. Streptomisin (S) Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15-40 mg/kgBB/hari intramuskular. Efek samping utama dari streptomisin adalah pada saraf kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Streptomisin juga bersifat nefrotoksik. 5. Etambutol (E) Etambutol bersifat bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15-20 mg/kgBB/hari. Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau maupun neuritis optik. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal dua macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6 12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam dua fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. Obat anti tuberkulosis pada anak diberikan setiap hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB anak adalah paduan rifampisin, INH, dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisisn dan INH. Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain pada fase intensif diberikan minimal empat macam obat (rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi plera TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam tiga dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2 4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. UKK Pulmonologi PP IDAI membuat rumusan sediaan obat kombinasi pada anak, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. Dosis kombinasi pada TB anak Berat Badan 2 bulan (kg) RHZ (75/50/150 mg) 59 1 tablet 10 14 2 tablet 15 19 3 tablet 20 32 4 tablet

4 bulan RH (75/50 mg) 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet

Selain obat antituberkulosis (OAT) pada beberapa kasus TB diperlukan penggunaan steroid. Walaupun steroid telah lama dipakai sebagai adjuvan dalam terapi TB, tetapi peran sebenarnya belum jelas.

2. Non Medikamentosa Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) Hal yang paling penting pada tata laksana tuberkulosis adalah keteraturan minum obat. Kepatuhan pasien (patient adherence) dikatakan baik apabila pasien meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam paduan pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang bertanggung jawab mengawasi pasien minum obat. Syarat untuk menjadi PMO adalah dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, serta harus disegani dan dihormati oleh pasien, tempat tinggalnya dekat dengan pasien, bersedia membantu pasien dengan sukarela, bersedia dilatih atau mendapatkan penyuluhan. Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga pasien, kader, pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah atau petugas unit kesehatan sekolah yang sudah dilatih strategi baru penanggulangan TB. Tugasnya mengawasi pasien agar meminum obat teratur sampai selesai pengobatan, mendorong pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa), serta memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Pencegahan 1. BCG Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin lebih dulu. Insiden TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi. BCG memberikan perlindungan terhadap TB milier, meningitis TB, TB tulang dan sendi, dan kavitas sedikitnya 75 %. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%, sekitar 70% TB berat

10

mempunyai parut BCG. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG yaitu defisiensi imun, infeksi berat, dan luka bakar. 2. Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada anak, diberikan INH dengan dosis 5-15 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Obat dihentikan jika sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi (setelah uji tuberkulin ulangan). Sedangkan kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, klinis, dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela, dan pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru, konversi uji tuberkulin dalam waktu kurang dari 12 bulan.

BAB II

11

ILUSTRASI KASUS Identitas Pasien Nama Umur MR Jenis Kelamin Suku Alamat : RS : 10 tahun : 768164 : Laki - Laki : Minang : Inderapura, Pesisir Selatan

Alloanamnesis : (diberikan oleh ibu kandung) Seorang anak laki - laki berumur 10 tahun dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 3 January 2012: Keluhan Utama: Sesak nafas sejak satu bulan yang lalu. ( 3 January 2011 ) Sesak saat ini sudah berkurang ( 9 January 2011 ) Riwayat Penyakit Sekarang: - Benjolan benjolan dileher sejak 6 bulan yang lalu. - Anak tampak mudah lelah sejak 4 bulan yang lalu. - Demam sejak 2 bulan yang lalu, demam tidak tinggi, terutama di malam hari, tidak berkeringat. Saat pemeriksaan anak tidak demam ( 9 January 2011 ). - Nafsu makan berkurang sejak 2 bulan yang lalu, anak hanya mau makan 1-2 kali / hari, banyaknya 1 sendok nasi / kali. Sejak dirawat nafsu makan anak sudah membaik ( 9 January 2011 ). - Berat badan tampak makin turun sejak 1 bulan yang lalu. - Batuk sejak 1 bulan yang lalu, batuk sesekali, tidak berdahak. - Sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu, sesak tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan, sesak bertambah jika beraktifitas. Sesak nafas sudah berkurang ( 9 January 2011 ). - Kejang tidak ada - Muntah tidak ada - Riwayat kontak dengan penderita batuk lama ada. - Buang air kecil,jumlah dan warna biasa - Buang air besar biasa - Anak sudah dibawa berobat ke dokter umum karena sesak nafas, dan dianjurkan untuk dirujuk ke RSUD dan di RSUD Painan anak dianjurkan ke RS M. Djamil Padang. Di poliklinik anak RS Dr. M. Djamil Padang dilakukan penelusuran TB. Anak telah dilakukan mantoux test, pemeriksaan darah dan Ro Thorax. Hasil foto thorak Tb milier dan anak dianjurkan untuk dirawat. Riwayat Penyakit Dahulu:

12

Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga: Paman pasien menderita penyakit TBC dan sudah selesai minum obat 6 bulan ( berhenti minum obat 1 bulan ini ) Riwayat Makanan dan Minuman: ASI : sejak lahir sampai umur 2 tahun PASI : umur 6 bulan Buah biskuit : umur 6 bulan Bubur susu : umur 6 bulan Nasi tim : umur 6 bulan Kesan: kualitas dan kuantitas cukup. Riwayat Imunisasi: BCG :DPT :Polio :Hepatitis B : Campak :Kesan: belum pernah mendapat imunisasi dasar . Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan Fisik: Pertumbuhan Fisik Tengkurap : umur 3 bulan Duduk : umur 6 bulan Berdiri : umur 11 bulan Berjalan : umur 12 bulan Bicara : umur 16 bulan Perkembangan mental Isap jempol : (-) Mengompol : (-) Gigit kuku : (-) Kesan: perkembangan fisik dan mental normal. Riwayat Sosial Ekonomi: - Anak pertama dari tiga bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, BBL 4400 gr, PBL 50 cm, langsung menangis. - Imunisasi dasar tidak ada. - Perkembangan fisik dan mental normal. - Higiene dan sanitasi lingkungan cukup Pemeriksaan Fisik :

13

Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Frekuensi Nafas Suhu Berat Badan Tinggi Badan Status Gizi

: Tampak sakit sedang : Sadar : 90/60 mmHg : 104x/menit : 42x/menit : 36,8C : 21 kg : 130 cm : BB/U : 65,62 % TB/U : 93,86 % BB/TB : 75 % Kesan : status gizi kurung

Pemeriksaan Sistemik : Kulit : teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik.

KGB : teraba pembesaran kelenjar di getah bening di regio colli dextra dan sinistra masing masing 2 buah , 1 ukuran 1 x 1 cm, mobile,tidak nyeri tekan, dan kenyal Kepala Rambut : Bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas. : Hitam dan tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+ normal Hidung Telinga : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis Dada : Paru Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada Palpasi : Fremitus kiri > kanan RIC V Perkusi : kiri: Sonor Kanan : pekak setinggi RIC V ke bawah Auskultasi : suara nafas vesikuler melemah di paru kanan dibanding kiri setinggi RIC V ke bawah Inspeksi : Ictus tidak terlihat Palpasi : Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, Perkusi: Batas jantung; kiri: 1 jari medial LMCS RIC V, kanan : LSD, atas: RIC II. Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Jantung

14

Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak membuncit, distensi tidak ada Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba. Perkusi : Tympani Auskultasi : Bising usus (+) Normal : tidak ada kelainan : A1P1G2 : Akral hangat, perfusi baik. Reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-

Punggung Genitalia Ektremitas

Pemeriksaan labor : Tanggal 3 January 2012 Darah : hb leukosit DC LED Trombosit : 11 gr % : 11.800 / mm3 : 0/2/4/69/20/5 : 55 mm/jam : 576.000 / mm3

Pemeriksaan penunjang Rontgen foto torak ( 3 January 2012 ) : Ekspertise Pulmo : tampak infiltrate berukuran milier di seluruh lapangan paru Cor : dalam batas normal Sinus costofrenikus kanan tumpul, kiri lancip Diafragma baik Kesan : TB paru milier SCORING SYSTEM TB Parameter 0 Kontak TB Tidak jelas 1 2 Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak jelas 3 BTA (+) Skor 3

Uji tuberkulin

Negatif

Berat badan/

BB/TB <

Klinis gizi

Positif ( 10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupre si -

15

keadaan gizi

90% atau BB/U < 80% 2 minggu

Demam yang tidak diketahui penyebabnya Batuk kronik

buruk atau BB/TB <70% atau BB/U < 60% -

3 minggu 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri Ada pembengka kan Gambaran sugestif TB*

1 1

Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal Pembengkak an tulang/ sendi panggul, lutut, falang Foto toraks Normal/ kelainan tidak jelas SKOR Pemeriksaan anjuran BTA sputum Bajah LP

1 11

Diagnosis Kerja : TB milier Efusi pleura dextra ec suspek TB Gizi kurang Terapi: MB TKTP 1600 kkal INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg po Paracetamol 250 mg ( T > 38,5 C ) Follow up 9/01/2012 S/ Sesak nafas berkurang Batuk berkurang

16

Demam tidak ada Muntah tidak ada Anak mau makan BAK dan BAB biasa O/ sakit sedang, nadi : 98x/menit, nafas: 30x/menit, suhu : 37 C Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Thorax : retraksi tidak ada Cor : irama teratur, bising tidak ada Pulmo :vesikuler melemah di paru kanan, pekak setinggi RIC V di paru kanan Abdomen : distensi tidak ada, BU ( +) Ekstremitas : akral hangat perfusi baik MB TKTP 1600 kkal 7 INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg po

S/

10/01/2012 S/ Sesak nafas berkurang Batuk berkurang Demam tidak ada Muntah tidak ada Anak mau makan BAK dan BAB biasa O/ sakit sedang, nadi : 96x/menit, nafas: 32x/menit, suhu : 37,2 C Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Thorax : retraksi tidak ada Cor : irama teratur, bising tidak ada Pulmo :vesikuler melemah di paru kanan, pekak setinggi RIC V di paru kanan Abdomen : distensi tidak ada, BU ( +) Ekstremitas : akral hangat perfusi baik 8 MB TKTP 1600 kkal INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg po

S/

11/01/2012

17

S/

Sesak nafas berkurang Batuk berkurang Demam tidak ada Muntah tidak ada Anak mau makan BAK dan BAB biasa sakit sedang, nadi : 98x/menit, nafas: 30x/menit, suhu : 36,8 C Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Thorax : retraksi tidak ada Cor : irama teratur, bising tidak ada Pulmo :vesikuler melemah di paru kanan, pekak setinggi RIC V di paru kanan Abdomen : distensi tidak ada, BU ( +) Ekstremitas : akral hangat perfusi baik 9 MB TKTP 1600 kkal INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg p

O/

S/

BAB III DISKUSI

18

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki - laki umur 10 tahun dengan diagnosis kerja tuberculosis milier. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, benjolan di leher sejak 6 bulan yang lalu, anak tampak mudah lelah sejak 4 bulan yang lalu, nafsu makan berkurang sejak 2 bulan yang lalu, penurunan berat badan sejak 1 bulan tang lalu,batuk sejak 1 bulan yang lalu dan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu. Secara teori, pasien TB paru mempunyai manifestasi sistemik seperti anoreksia, berat badan yang tidak naik, malaise dan manifestasi spesifik organ salah satunya pembesaran kelenjar limfe superfisial dengan karakteristik multiple, unilateral, tidak nyeri tekan , tidak hangat pada perabaan, dan mudah digerakkan. Hal ini sesuai dengan karakteristik keluhan benjolan di leher pasien. Batuk bukan merupakan gejala utama pada anak karena focus primer TB paru pad anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Akan tetapi, gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk.Untuk gejala sesak nafas biasanya dijumpai pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB milier, efusi pleura dan pneumonia TB Pemeriksaan fisik pada penderita TB paru biasanya akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher atau supklavikula, perubahan bunyi perkusi dari sonor ke redup/pekak dan ronki pada pemeriksaan auskultasi paru. Pada kasus ini tidak hanya ditemukan perubahan bunyi dari sonor ke pekak di RIC V paru kanan, tetapi juga didapatkan suara nafas yang lemah di paru kanan. Hal ini disebabkan karena adanya efusi pleura yang merupakan salah satu komplikasi dini dari TB . Efusi pleura juga diperkuat dari hasil foto thorax yaitu pulmo tampak infiltrate berukuran milier di seluruh lapangan paru, cor dalam batas normal, sinus costo frenikus kanan tumpul, kiri lancip. Dalam literature juga disebutkan jika dari pemeriksaan foto thorak didapatkan TB milier maka diagnose TB dapat ditegakkan. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan uji tuberculin yang hasilnya indursasi > 10 mm. Hal ini berarti pasien sudah berada dalam fase infeksi TB . Tuberculosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3 6 bulan pertama setelah infeksi TB. Pada pasien ini diberikan terapi MB TKTP 1600 kkal, INH 1 x 200 mg, Rifampisin 1 x 300 mg ,Pirazinamid 1 x 500 mg, Etambutol 1 x 400 mg, Vit B6 1 x 10 mg, Prednisone 3 x 7,5 mg po, Paracetamol 250 mg ( T > 38,5 C ). Sesuai dengan literature medikamentosa pada TB milier adalah pemberian 4 5 macam OAT kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan streptomisin atau etambutol selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin sampai 9-12 bulan sesuai perkembangan klinis. Pemberian prednisone pada tuberculosis dengan keadaan khusus pada pasien ini yaitu TB milier dan Efusi pleura TB. Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan cairan pleura sehingga mencegah perlengketan.

DAFTAR PUSTAKA

19

(1) Pedoman Nasional TB Anak, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. (2) Buku Ajar Respirologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 2008 (3) Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Prof. dr. Hood Alsagaff, Airlangga University Press, 2002

20

You might also like