You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pertanyaan pertama yang mengusik pikiran kita dalam membicarakan masalah perubahan bahasa adalah apakah perubahan bahasa itu dapat diamati atau diobservasi. Terjadinya perubahan itu tentunya tidak dapat diamati, sebab perubahan itu yang sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam masa waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin di observasi oleh seseorang yang mempunyai waktu yang relatif terbatas. Namun, yang dapat diketahui adalah bukti adanya perubahan bahasa itu, ini pun terbatas pada bahasa-bahasa yang mempunyai tradisi tulis, dan mempunyai dokumen tertulis dari masa-masa yang sudah lama berlalu. Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidah itu direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru ; dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik : fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon. Bahasa merupakan wadah yang memiliki konsep bahasa untuk melakukan kontak antara suatu komunitas bahasa dengan komunitas bahasa lainnya pada satu wilayah bertetangga bahkan dalam lintas wilayah. Ada konsep bahasa yang sama pada satu komunitas karena mereka menggunakan bahasa yang sama. Namun ketika masyarakat bahasa tersebut melakukan kontak dengan komunitas bahasa di luar komunitas aslinya maka tidak menutup kemungkinan akan tercipta suatu variasi bahasa. Berbicara tentang variasi bahasa, seseorang perlu memahami istilah terkait yakni idiolek, dialek, dan ragam. Kridalaksana (2008: 90) menyebutkan bahwa bahasa yang digunakan oleh seorang pribadi manusia dengan keseluruhan ciri-ciri bahasanya disebut idiolek. Jadi idiolek itu pusatnya pada tiap insan pengguna bahasa. Letak perbedaan lainnya adalah pada kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa pada suatu tempat atau waktu maka variasi bahasa yang terjadi disebut dialek. Misalnya bahasa Batak dialek Toba, bahasa Batak dialek Humbang Hasundutan, bahasa Batak dialek Simalungun.

1.2 Masalah Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah terjadinya perubahan bahasa? 2) Apakah yang dimaksud dengan variasi bahasa? 3) Apakah alasan terjadinya perubahan bahasa dan variasi bahasa?

1.3 Tujuan Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui bagaimana terjadinya perubahan bahasa 2) Pengertian variasi bahasa 3) Alasan terjadinya perubahan bahasa dan variasi bahasa

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Bahasa Terjadinya perubahan itu tentunya tidak dapat diamati, sebab perubahan itu yang sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam masa waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi oleh sesorang yang mempunyai waktu yang relatif terbatas. Berikut ini contoh bahasa Inggris dari masa menjelang zaman pujangga Shakespeare : Know ye this man ? ( Do you know this man ? ) Why sings he so loud ? ( Why does he sing so loud ? ) Contoh di atas menunjukkan telah terjadi perubahan dalam searah perkembangan bahasa Inggris. Namun, bagaimana proses perubahan itu terjadi adalah tidak dapat diamati. Secara formal orang mengatakan perubahan status nama bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia, dalam sejarah terbentuknya bahasa Indonesia, adalah pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu pada saat berlangsungnya Kongres Pemuda. Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidah itu direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru ; dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik : fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun kosakata.

a. Perubahan Fonologi Bila anda mengenal bahasa Inggris modern dengan baik, tentu Anda tahu bunyi velar frikatif /x/ tidak ada dalam sisitem bunyi bahasa Inggris, padahal dalam bahasa Inggris kuno bunyi itu ada. Ini menjadi bukti adanya perubahan, yaitu yang tadinya ada menjadi tidak ada. Kata <night> dulu dilafalkan (nixt), kata <drought> dulu dilafalkan (druxt), dan kata <saw> dulu dilafalkan (saux). Hilangnya bunyi (x) yang ada dalam bahasa Inggris kuno, dalam beberapa kasus memang menjadi hilang seperti pada kata <night> dan <light>; dalam beberapa kasus (x) menjadi (k), missalnya pada kata <elk>,

yang ada dalam bahasa imggris kuno ditulis <eolh> dan dilafalkan (elx); dan dalam kasus yang lain (x) itu menjadi (f)kata <rought> dan kata <tought>. Perubahan fonologis dalam bahasa Inggris ada juga yang berupa penambahan fonem. Bahasa Inggris kuno dan pertengahan tidak mengenal fonem /z/. Lalu ketika terserap kata-kata seperti azure, measure, rounge dari bahasa Prancis, maka fonem /z/ tersebut ditambahkan dalam khazanah fonem bahasa inggris. Perubahan bunyi dalam system fonologi bahasa Indonesia pun bisa kita lihat. Sebelum berlakunya EYD, fonem /f/, /x/, dan /s/ belum dimasukkan kedalam khazanah fonem bahasa Indonesia; tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi bagian dalam khazanah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yaitu V, VK, KV, dan KVK; tetapi kini pola KKV, KKVK, KKVK telah pula menjadi pola silabel dalam bahasa Indonesia.

b. Perubahan Morfologi Perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologi, yakni dalam proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prefiks me- dan pe- kaidahnya adalah: (1) apabila kedua prefiks itu diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /I/, /r/, /w/, dan /y/ tidaka da terjadi penasalan; (2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /na/; (3) bila diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/; (4) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/; dan bila diimbuhkan pada kata yang dimulai pada konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vocal diberi nasal /ng/. kaidah ini menjadi agak susah diterapkan setelah bahasa Indonesia menyerap kata-kata yang bersuku satu dari bahasa asing , seperti kata sah,tik, dan bom. Menurut kaidah di atas kalau ketiga kata itu diberi prefiks me- dan pe- tentu bentuknya harus berubah menyah (kan), menik dan membom; dan penyah, penik, dan pembom. Tetapi dalam kenyataan dalam berbahasa yang ada adalah bentuk mensah (kan) atau mengesah (kan), mentik atau mengetik, membom atau mengebom; dan dengan prefiks pe- menjadi pengesah, pengetik, dan pembom atau pengebom. Jadi jelas dalam data

tersebut telah terjadi penyimpangan kaidah, dan munculnya alomorf menge- dan penge- itu karena menyalahi kaidah dan dianggap merusak bahasa, Namun kini kedua alomorf itu diakui sebagai dua alomorf bahasa Indonesia untuk morfem me- dan pe-. Kasus ini merupakan satu bukti adanya perubahan besar dalam morfologi bahasa Indonesia.

c. Perubahan Sintaksis kaum Puris di Amerika pernah heboh dengan munculnya sebuah iklan yang berbunyi, Winston taste good like a cigarette should. Mereka mengatakan kalimat iklan itu sangat jelek; sebab, katanya, ada kaidah dalam bahasa inggris kata like hanya bisa diikuti pada sebuah nominal, dan tidak dapat digunakan sebagai konjungsi untuk mengatakan kalimat sisipan (embedded sentences). Jadi menurut kaum Puris itu iklan tersebut harusla berbunyi, Winston tastes good as a cigarette should. Namun untuk sebagian penutur bahasa Inggris telah melihat adanya perubahan gramatikal dalam bahasa Inggris. Untuk sebagian penutur bahasa inggris bunyi iklan itu secara gramatikal sudah benar. dengan demikian, kita lihat kaum puris masih tetap untuk memberlakukan kaidah yang lama, yang untuk sebagian besar penutur bahasa Inggris sudah tidak berlaku. Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga sudah dapat kita saksikan . umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek; atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif harus selalu diikuti oleh obje. Tetapi dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti; Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian Pertunjukkan itu sangat mengecewakan Sekretaris itu sedang mengetik diruangannya Dia mulai menulis sejak duduk dibangku SMP Kakek sudah makan, tetapi belum minum.

Kata kerja aktif transitif pada kalimat seperti diatas menurut kaidah yang berlaku harus diberi objek, tetapi contoh diatas tidak ada objeknya. Alasan dan keterangan tiadanya objek dalam kalimat-kalimat transitif seperti di atas, lihat chaer (1993).

d. Perubahan Kosakata Perubahan bahasa yang paling mudah terlihat adalah pada bidang kosakata. Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya kosakata baru, hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata. bahasa inggris diperkirakan memilki lebih dari 600.000 kosakata adalah berkat penambahan kata-kata baru dari berbagai sumber bahasa lain, yamg telah berlangsung sejak belasan abad yang lalu. Sedangkan bahasa Indonesia yang kabarnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki sekitar 65.000 kosakata (dalam

kamus Poerwadarminta hanya terdapat 23.000 kosakata) adalh juga berkat tambahan berbagai sumber, termasuk bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa nusantara. Kata-kata yang diterima dari bahasa lain disebut kata pinjaman atau kata serapan. Proses penyerapan atau peminjaman ini ada yang dilakukansecara langsung dari bahasa sumbernya, tetapi ada juga melalui bahasa lain. kata festa dari bahasa Prancis pertengahan (prancis modern fete dan prancis kuno feste) telah secara langsung diserap dalam bahasa inggris modern. Sebliknya kata algebra dipinjam dari bahasa Spanyol, yang menyerap pula dari bahasa arab. kata kasus dalam bahasa Indonesia adalah pinjaman langsung dari bahasa latin tetapi kata kes dalam bahasa Malaysia meminjamnya dari bahasa inggris. Penambahan kata-kata baru selain dengan cara menyerap dari bahasa lain, dapat juga dilakukan dengan proses penciptaan. misalnya, kata Kleenex dalam bahasa inggris dibentuk dari kata clean, kata jell-O dari gel, dan kata Frigidaire dari frigid plus air. juga dari nama-nama produk atau merk dagang seperti Kodak, nylon, Dacron, dan orlon. pemendekan dari kata atau frase yang panjang dapat juga membentuk kosakata yang baru, seperti nark untuk narcotics agent, tec atau dick untuk detective, telly untuk television, prof untuk professor, dan teach untuk teacher. bentuk-bentuk singkat tersebut berstatus sebagai butir leksikal mandiri yang sepadan dengan bentuk panjangnya. disamping bentuk kependekan banyak juga bentuk yang disebut bentuk akronim, yakni kata yang berbentuk dari huruf-huruf serangkaian kata, seperti NASA, UNESCO, radar (dari radio, detecting, and ranging), laser (dari light amplification by stimulated emission of radiation). Dalam bahasa Indonesia banyak juga kita jumpai kata yang berbentuk akronim ini seperti ABRI, hankam, tilang, pelita, tabana dan menwa. selain penggabungan (compounding) dua kata atau lebih banyak pula digunakan untuk penciptaan kata-kata baru, sebagai contoh dalam bahasa Inggris ada afternoon, bigmouth, highball, moreover, dan railroad. Dalam bahasa Indonesia ada bentuk-bentuk seperti matahari, hulubalang, kakilima, matasapi, mahasiswa. Di samping itu gabungan utuh seperti di atas , ada juga gabungan yang disertai dengan penyingkatan. Bentuk ini lazim disebut paduan (blending), seperti smog (dari smoke + frog ), motel ( dari motor + hotel), breasted (dari broiled + roasted), dan urinalysis (dari urine + analysis). Dalam bahasa Indonesia ada bentuk pasaraya ( dari pasar + raya), kereta api (dari kereta + api), dan sumbagsel (dari sumatera +bagian + selatan).

e. Perubahan Semantik Perubahan semantik yang umum adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, maksudnya total, meluas, atau juga menyempit. Perubahan yang bersifat total, maksudnya, kalau ada waktu dulu kata itu, misalnya, bermakna A, maka kini atau kemudian menjadi bermakna B. Umpamanya, kata bead dalam bahasa inggris aslinya bermakna doa, sembahyang, tetapi kini bermakna tasbis, butir-butir tasbih. Dalam bahasa Indonesia kita dapati contoh antara lain kata pena dulu bermakna bulu (angsa), tetapi kini berarti alat tulis bertinta. Perubahan makna yang sifatnya meluas (broadening), maksudnya, dulu kata tersebut hanya memiliki satu makna, tetapi kini memiliki lebih dari satu makna. Dalam bahasa Inggris holiday asalnya hanya bermaknahari suci (yang berkenaan dengan agama), tetapi kini bertambah dengan hari libur. Dalam bahasa Indonesia kata papan pada mulanya hanya bermakna lembaran kayu tipis, tetapi sekarang bermakna juga perumahan (seperti dalam serangkaian kata sandang, pangan, papan dengan arti pakaian, makanan, dan perumahan). Perubahan makna yang menyempit, artinya, kalau pada mulanya itu memili makna yang luas, tetapi kini menjadi lebih sempit maknanya. Umpamanya, kata sarjana dalam bahasa Indonesia pada mulanya bermakna orang cerdik pandai, tetapi kini hanya bermakna orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi. Contoh lain, kata ahli pada mulanya orang yang termasuk dalam satu golongan atau kaum, tetapi kini hanya bermakna orang yang pandai dalam satu bidang ilmu.

2.2 Variasi Bahasa Variasi bahasa merupakan pokok bahasan dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974, dalam Chaer dan Agustina 2004:61) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Jenis Variasi Bahasa Wardhough (1990:127) membedakan variasi bahasa menjadi variasi regional dan variasi sosial. Kedua variasi bahasa tersebut akan dijelaskan berikut ini.

a. Variasi Regional Di masa lampau ketika teknologi komunikasi dan perkembangan media masa belum semaju sekarang, orang dapat menyaksikan betapa gunung dan sungai memisahkan kelompok-kelompok manusia yang menyebabkan munculnya perubahan-perubahan bahasa. Misalnya di Inggris pada pengucapan kata-kata bahasa Inggris oleh orang-orang London, Manchester, dan Hyde. Kata brush orang London mengucap [brLs], orang Manchester mengucapkan [bras], dan orang Hyde mengucapkan [brais]. Di Indonesia misalnya kata cengkeh, orang Batak Karo menyebut singke, orang Minangkabau menyebut cangkeh, orang Lampung menyebut cangkih, orang Madura menyebut cengke, dan orang Flores menyebut singke (Wijayakusuma, 1996:35) Contoh-contoh di atas membuktikan bahwa karena rintangan geografis seperti gunung dan sungai, bahasa yang tadinya merupakan satu alat komunikasi bersama yang seragam antar kelompok mengalami perubahan sebagai akibat dari perpindahan kelompokkelompok manusia itu dari lokasi yang satu ke lokasi yang lain. variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor-faktor geografis ini menciptakan bahasa baru yang mungkin masih dipahami oleh semua kelompok penuturnya, namun telah mengalami berbagai perubahan. Bahasa baru ini disebut dialek. b. Variasi Sosial Kehidupan sosial dalam masyarakat sangat mempengaruhi tingkah laku berbahasa. Kedudukan sosial atau kelas sosial mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta dan sebagainya. Seorang individu mungkin mempunyai status sosial yang lebih dari satu. Misalnya si A adalah seorang guru yang suaminya seorang pejabat. Jika dia seorang guru PNS, dia masuk ke dalam kelas pegawai negeri dan juga masuk ke dalam kelas istri pejabat. Ketika dia berkomunikasi dengan sesama PNS, bahasa yang digunakannya akan berbeda ketika dia berkomunikasi dengan temantemannya sesama istri pejabat. Variasi ini menyebabkan munculnya ragam-ragam khusus yang lazim dituturkan oleh masing-masing kelompok tersebut yang dinamakan sosiolek. Dalam pengkajian sosiolek ditemukan beberapa istilah yang menunjukkan adanya variasi tertentu yang menghasilkan ragam-ragam bahasa tertentu pula. Istilah yang terkait dengan sosiolek adalah (1) akrolek, (2) basilek, (3) vulgar, (4) slang, (5) kolokial, (6) jargon, (7) argot, dan (8) ken (Nursaid dan Maksan, 2002:177).

Akrolek adalah ragam bahasa sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada ragam sosial lainnya. Basilek adalah ragam bahasa sosial yang dianggap sebagai ragam yang kurang bergengsi atau dipandang rendah. Vulgar adalah variasi sosial yang digunakan oleh kelompok yang kurang terpelajar atau kurang berpendidikan. Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Slang bersifat temporal karena slang pada suatu saat yang akan dilupakan dan muncul slang lain yang lebih baru. Pemakai slang kebanyakan adalah golongan remaja. Kolokial adalah variasi bahasa yang dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Ragam kolokial tidak digunakan dalam bahasa tulis. Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Ungkapan dalam bahasa jargon kurang dipahami oleh kelompok luar namun tidak bersifat rahasia. Umpamanya bidang kedokteran, politik dan ekonomi. Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi tertentu dan bersifat rahasia. Contoh argot dalam masyarakat Indonesia adalah bahasa kaum atau kelompok waria. Ken adalah variasi sosial tertentu yang bernama memelas, dibuat-buat, merengek-rengek, dan penuh kepurapuraan, biasanya digunakan oleh para pengemis.

2.3 Alasan terjadinya Perubahan Bahasa dan Variasi Bahasa

BAB III SIMPULAN

DAFTAR PUSATA

Diunduh dari : http://wongdjowo9.blogspot.com/2011/05/perubahan-bahasa-kalau-kitasedikit.html (tanggal 19 November 2011) Diunduh dari : http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/03/25/variasi-bahasa/ (tanggal 19 November 2011) Diunduh dari : http://www.situsbahasa.info/2011/01/perubahan-pergeseran-danpemertahanan.html ABDUL CHAER & LEONIE AGUSTINA (Sosiolinguistik) (tanggal 19 November 2011)

PERUBAHAN BAHASA, VARIASI BAHASA SERTA ALASANNYA

Tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik

Dosen Pengampu

oleh Siti Aminah Pandu Winata Muryanto

UNIVERSITAS PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA PALEMBANG PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA 2011

You might also like