You are on page 1of 7

KINERJA GURU DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN DI KELAS: STUDI EVALUATIF TERHADAP LULUSAN PROGRAM AKTA MENGAJAR FKIP-UT

Refni Delfy (refni@mail.ut.ac.id) Wahyuni Kadarko (wkadarko@mail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT


This article discusses research results centered on identifying teaching competency as demonstrated by teachers in classroom compared to standard competency to be achieved as stated in program curriculum. Observation was conducted in junior and senior high schools located in District of Tangerang, Province of Banten where participants work as teacher. Research was held during January August 2006. A Stake Model was used as a method of program evaluation. Data and information was collected using naturalistic approach through (a) observing the teaching performance demonstrated by teachers in classroom, (b) recording teacher and student behavior during class session, and (c) interviewing the impacted groups such as teachers and students. Results of the study shows that teaching competency as demonstrated by teachers who are PAM FKIP-UT participants is relevant only in the way they practice the technique and procedure of the lesson plans. External factors seem to be the most influential issues for the teacher to practice a creative and total performance while teaching. Keywords: Program Akta Mengajar (PAM), relevancy, teaching competency.

Survei yang dilakukan oleh Direktorat TK/SD Dikdasmen (2005) tentang kompetensi guru menunjukkan bahwa jumlah guru yang tidak kompeten masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang kompeten yaitu terdapat 991.243 (45,96%) guru SD yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal, 317.112 (71%) guru SMP yang tidak memenuhi kualifikasi minimal, dan 87.133 (46.6%) guru SMU yang belum memperoleh kualifikasi pendidikan minimal. Dari kelompok tersebut sebagian termasuk kelompok guru yang memperoleh kewenangan mengajar melalui Program Akta Mengajar di UT (Zid, 2006). Program Akta Mengajar (PAM FKIP-UT) di UT dibentuk berdasarkan SK Mendikbud No.013/ U/1998 tanggal 26 Januari 1998, bertujuan meningkatkan kompetensi mengajar para guru. Program ini merupakan program pendidikan guru dalam jabatan (in-service training) yaitu dikhususkan bagi guru-guru jenjang pendidikan dasar dan menengah lulusan Diploma III atau Strata 1 (S1) bidang ilmu nonkependidikan. Program ini bertujuan untuk (1) memantapkan pembentukan kepribadian guru sebagai pendidik yang mampu mengantisipasi perubahan, (2) memperluas wawasan kependidikan, sikap dan kemampuan guru sebagai pendidik, (3) memantapkan kemampuan guru dalam mengelola proses belajar-mengajar di kelas, dan (4) meningkatkan pengetahuan sesuai disiplin ilmu atau keahlian yang diajarnya agar dapat memberikan pendidikan bidang studi dengan baik (UT, 1997). Keluaran yang diharapkan adalah menghasilkan tenaga guru yang memiliki kompetensi keguruan yang meliputi penguasaan materi kependidikan dan ilmu pendidikan, penguasaan tentang peserta didik, dan penguasaan pembelajaran yang mendidik.

Delfy, Kinerja Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran di Kelas

Dalam sistem lembaga pendidikan guru, kompetensi mengajar merupakan produk utama dari kurikulum karena kurikulum merupakan pengetahuan, pengalaman belajar, kegiatan belajar yang terorganisasi dan terencana serta dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan intelektual peserta didik (Tanner & Tanner, 1980). Karena itu, kurikulum PAM FKIP-UT dirancang untuk membekali peserta didiknya dengan dasar-dasar ilmu pendidikan dan keguruan serta teknik mengajar di kelas. (Tabel 1) Tabel 1. Komponen Kurikulm Program Akta Mengajar
Matakuliah Pengantar Pendidikan Perkembangan Peserta Didik Belajar dan Pembelajaran Kemampuan Dasar Mengajar Desain Pembelajaran Tes, Pegukuran dan Penilaian Pengembangan Bahan Ajar Strategi Pembelajaran Bidang Ilmu Sosial, Bahasa, Seni, Sainsdan Agama (optional) Penelitian Tindakan Kelas Pemantapan Kemampuan Mengajar Pemantapan Kemampuan Mengajar Lanjutan Sumber: FKIP-UT (2004) SKS 3 sks 2 sks 4 sks 4 sks 3 sks 4 sks 4 sks 4 sks 2 sks 4 sks 2 sks

Melalui pembekalan materi tersebut diharapkan PAM FKIP-UT akan menghasilkan guru-guru yang memiliki kompetensi instruksional yang diperlukan guru untuk mengajar di kelas yang meliputi 11 jenis kemampuan utama dan ditunjang dengan satu jenis kemampuan pendukung sebagai berikut: Kemampuan Utama (1) penguasaan dasar-dasar ilmu kependidikan, (2) penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran serta penerapannya dalam proses pembelajaran, (3) kemampuan memahami karakteristik peserta didik sebagai warga belajar, (4) kemampuan memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran, (5) kemampuan memilih dan mengembangkan alat dan bahan ajar serta memanfaatkan media dan sumber belajar, (6) kemampuan memilih dan mengembang-kan alat evaluasi hasil belajar yang sesuai dengan tujuan belajar, (7) kemampuan menyusun rencana pembelajaran, (8) kemampuan mengelola interaksi kelas serta menciptakan proses belajar yang optimal, (9) kemampuan memperagakan unjuk kerja pembelajaran, (10) kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran, (11) kemampuan mengajarkan ilmu yang dimilikinya secara profesional. Kompetensi Pendukung : menguasai bidang studi yang relevan dengan materi pelajaran di sekolah setingkat SMP dan SMU atau yang sederajat. Kompetensi tersebut meliputi bidang-bidang studi berikut: IPA dan Matematika, IPS, Bahasa, Agama, Teknologi/Ilmu Terapan, dan lain-lain sesuai perkembangan dan kebutuhan masyarakat Melalui pembekalan materi tersebut, diharapkan PAM FKIP-UT akan menghasilkan tenaga guru yang menguasai ilmu pendidikan dan keguruan, memiliki kemampuan mengembangkan sistem instruksional, dan memiliki kemampuan susbstansial berkaitan dengan pembekalan siswa dengan ilmu pengetahuan yang mendidik (FKIP-UT, 2004). Program yang berada di bawah payung UT sebagai penyelenggara Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ) ini diharapkan mampu mengatasi krisis tenaga guru jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di pihak lain, sistem SPJJ memiliki kemampuan menjangkau kelompok guru yang

111

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, September 2007, 110-116

tidak mempunyai akses mengikuti pendidikan konvensional seperti kelompok guru yang tinggal di wilayah-wilayah terpencil atau mereka yang tidak dapat meninggalkan tugas atau pekerjaannya. Sampai saat ini tercatat sekitar 20.000 guru lulusan PAM FKIP-UT, yaitu sejak tahun 1994 (dulu bernama Akta IV) sampai tahun 2007. Guru-guru tingkat SLTP dan SLTA non-kependidikan yang berasal dari 32 propinsi di Indonesia yang telah mengikuti PAM di FKIP-UT. Metodologi Penelitian Untuk menilai dampak PAM FKIP-UT terhadap kinerja guru, maka digunakan model penelitian evaluatif yang menganut maszhab Stake, yaitu sebuah model evaluasi yang lebih berorientasi pada sebuah kegiatan daripada tujuan. Informasi tentang kegiatan program (pembelajaran), karakteristik dan hasil pelaksanaan program akan digunakan sebagai bahan membuat penilaian (programme judgements) untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan bagi pembuat keputusan melakukan modifikasi atau perbaikan sebuah program (Patton, 1997). Artikel ini merupakan laporan hasil penelitian tentang perilaku para guru lulusan PAM FKIPUT pada saat mengajar di kelas. Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Januari 2006 sampai dengan Agustus 2006 melalui pendekatan naturalistik Observasi dilaksanakan di kelas pada saat guru sedang mengajar di kelas. Selain itu, wawancara dan studi dokumentasi juga dilakukan untuk merekam situasi, pendapat dan pandangan pihak-pihak yang terkait seperti siswa dan Kepala Sekolah atau teman sejawat juga dilakukan sebagai pelengkap. Untuk keperluan observasi di kelas, lokasi yang dipilih adalah SMP dan SLTA di wilayah UPBJJ Jakarta dimana terdapat lulusan atau alumni PAM FKIP-UT bekerja sebagai guru, yaitu SMP Materdei, SMP PGRI Balaraja, dan SMK Sasmita Pamulang dengan menggunakan Alat Penilaian Kompetensi Guru (APKG). Studi dokumentasi juga dilakukan untuk melengkapi informasi. Data dan informasi diolah menggunakan Matriks Evaluasi Model Stake. Dalam penelitian ini, pengamatan difokuskan pada kemampuan instruksional guru yaitu (1) pengembangan strategi pembelajaran, (2) pengembangan alat dan bahan ajar serta memanfaatkan media dan sumber belajar, (3) pengembangan alat evaluasi hasil belajar, (4) penyusunan rencana pembelajaran, (5) penciptaan proses belajar yang optimal, (6) peragaan kerja pembelajaran, (7) penilaian proses dan hasil pembelajaran, (8) pengajaran secara profesional, dan (9) penguasaan bidang studi yang diajarkan. Melalui pengamatan selama proses belajar-mengajar berlangsung, penelitian ini berupaya mengidentifikasi kesesuaitan (relevansi) antara kegiatan instruksional yang didemonstrasikan oleh guru pada saat mereka mengajar di kelas dengan kegiatan instruksional yang seharusnya dilakukan sebagaimana dipersyaratkan dalam kurikulum PAM. Secara rinci, penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimaan : kemampuan yang dapat dicapai guru dalam aspek (1) pengembangan strategi pembelajaran, (2) pengembangan alat dan bahan ajar serta memanfaatkan media dan sumber belajar, (3) pengembangan alat evaluasi hasil belajar, (4) pengembangan penyusunan rencana pembelajaran, (5) penciptaan proses belajar yang optimal, (6) peragaan kerja pembelajaran, (7) penilaian proses dan hasil pembelajaran, dan (8) pengajaran secara profesional, serta (9) penguasaan bidang studi yang diajarkan. Hasil dan Pembahasan Hasil peenlitian menunjukan bahwa 4 (empat) kemampuan telah didemonstraikan dengan baik oleh guru dari 9 (sembilan) kemampuan yang dipersyaratkan oleh PAM FKIP-UT. Keempat kemampuan tersebut adalah (1) pengembangan alat evaluasi hasil belajar, (2) penyusunan rencana

112

Delfy, Kinerja Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran di Kelas

pembelajaran, dan (3) penciptaan proses belajar yang optimal, serta (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran. Kemampuan mengembangkan alat evaluasi hasil belajar, telah sesuai dengan prosedur standard. Pada RP/RPP guru telah menyiapkan tes tertulis untuk tes formatif dan tes sumatif. Selain itu guru juga telah menyiapkan alat evaluasi berupa non-tes berupa lembar observasi, laporan hasil kerja kelompok dan penugasan berupa tes, PR dan proyek. Kemampuan menyusun Rencana pembelajaran (RP/RPP), telah sesuai dengan prosedur stndar, karena RP/RPP disusun bersama-sama di awal tahun dalam bentuk lokakarya yang diselenggarakan oleh sekolah. Kemampuan mengelola interaksi kelas serta menciptakan proses belajar yang optimal, telah dilakukan dengan baik oleh para guru yang diteliti. Mengelola interaksi kelas dan menciptakan proses belajar melalui (a) memberi penjelasan yang berkaitan dengan isi pelajaran, (b) merespon pertanyaan yang diajukan siswa, (c) menggunakan ekspresi lisan, tulisan, isyarat dan gerakan tubuh, dan (d) membangkitkan dan memelihara keterlibatan siswa, serta (e) memantabkan penguasaan materi pelajaran. Kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran, telah sesuai dengan kompetensi guru. Hal ini terlihat pada saat mengajar guru (a) melakukan penilaian selama pelajaran berlangsung melalui pertanyaan, (b) melalukan observasi perilaku siswa, (c) melaksanakan penilaian pada akhir pelajaran beberapa kali mengajukan pertanyaan. Sedangkan 5 (lima) kemampuan lainnya belum dapat didemonstrasikan oleh guru dari 9 kemampuan yang harus dikuasai sebagaimana dipersyaratkan dalam Kurikulum PAM. Ke-5 kemampuan tersebut adalah (1) memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran, (2) memilih dan mengembangkan alat dan bahan belajar serta memanfaatkan media dan sumber belajar secara optimal, (3) kemampuan memperagakan unjuk kerja pembelajaran dalam aspek penampilan diri di depan kelas (performance), suara dan metode mengajar, (4) kemampuan mengajarkan ilmu yang dimilikinya secara profesional, dan (5) kemampuan dalam penguasaan bidang studi yang diajarkan di sekolah setingkat SMP dan SMA atau yang sederajat. Kemampuan memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran. Walaupun kemampuan memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran sudah sesuai prosedur, tetapi upaya tersebut belum optimal karena guru tidak mampu mengelola waktu belajar yang singkat dengan baik sehingga proses belajar-mengajar terkesan tergesa-gesa. Guru hanya menggunakan metode ceramah pada saat sesi penjelasan materi, tidak bernisiatif untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih canggih. Jumlah siswa yang relatif besar (45-55 orang), waktu belajar yang terbatas serta keterbatasan sarana menyebabkan guru lebih memilih strategi yang dianggap paling mudah, terjangkau dan praktis untuk dilaksanakan. Kemampuan memilih dan mengembangkan alat dan bahan ajar serta memanfaatkan media dan sumber belajar belum sesuai dengan persyaratan standar. Kemampuan dalam pemanfaatan media terlihat masih belum optimal, karena media yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi ruangan dan karakteristik materi pelajaran yang diberikan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa hal ini adalah akibat keterbatasan dana dan fasilittas yang dimiliki sekolah, sehingga sulit bagi guru untuk mengembangkan media yang seharusnya sangat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa guru hanya menggunakan sarana belajar yang tersedia di kelas seperti papan tulis dan kapur. Pada kesempatan lain guru kurang terampil dalam menggunakan alat peraga, baik dari segi kemampuan teknis, ketepatan media dan

113

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, September 2007, 110-116

kualitas penampilan. Guru masih belum mampu memilih atau menentukan media yang sesuai dengan kondisi kelas. Dalam penggunaan OHP, terlihat sistem pencahayaan yang kurang baik, serta kualitas media (OHP) yang buruk seperti tidak terbaca oleh siswa yang duduk di belakang. Penggunaan OHP menyebabkan ruangan menjadi panas dan silau. Kemampuan memperagakan unjuk kerja pembelajaran dalam aspek penampilan diri di depan kelas (performance), suara dan metode mengajar. Walaupun guru telah menampilkan unjuk kerja pembelajaran dengan baik, berpakaian rapih, tetapi hasil wawancara dengan beberapa siswa mengungkapkan bahwa penampilan guru lebih terkesan sebagai instruktur dibanding sebagai pendidik karena seragam yang digunakan guru mirip seragam militer. Karena seragam guru dilengkapi dengan atribut-atribut tertentu. Demikian pula, seragam yang digunakan sangat bervariasi, sehingga guru hanya sibuk memikirkan baju seragam saja. Suara dan metode mengajar kurang mendapatkan perhatian dari siswa maupun Kepala Sekolah karena guru, (a) harus berteriak di depan kelas mengingat jumlah siswa yang relatif banyak (50 -55 siswa), dan (b) metode apapun yang digunakan siswa tidak terlalu menjadi masalah karena yang diharapkan siswa adalah mempelajari materi pelajaran baik-baik dan dapat menjawab soal-soal ujian pada akhir semester. Kemampuan mengajarkan ilmu yang dimilikinya secara profesional, (a) Kemampuan mengajarkan ilmu yang dimilikinya masih belum mencapai kemampuan standar profesional: (b) Penguasaan materi hanya sebatas materi standar (sebatas materi pokok), (c) penguasaan media audiovisual dan elektronik/komputer tidak terlihat dalam kegiatan mengajar, (d) belum mampu mengelola sumber yang ada di lingkungan sekolah, sebatas pada sumber yang ada di dalam buku teks, (e) guru lebih suka menerapkan metode mengajar tradisional karena alasan praktis, yaitu metode ceramah, (f) pengakuan atau penghargaan dari pihak di luar sekolah tidak terdeteksi Kemampuan dalam penguasaan bidang studi yang diajarkan di sekolah setingkat SMP dan SMA atau yang sederajat. Salah satu sarana untuk meningkatkan penguasaan bidang studi adalah melalui pendidikan lanjutan. Hasil observasi menunjukkan bahwa para guru diberi kesempatan melakukan studi lanjutan atas inisiatif sendiri dan diluar jam kerja. Akibatnya para guru yang ingin meningkatkan kualifikasinya akan berkuliah melalui PJJ atau diluar jam kerja (kuliah malam). Refreshing study dilakukan atas inisiatif sendiri atau kelompok guru melalui jalur swadana. Misalnya seminar-seminar yang diselenggarakan LPTK atau undangan-undangan seminar yang disampaikan pada sekolah yang bersangkutan atau untuk kepentingan sekolah. Akses ke-internet masih terbatas karena sifatnya yang sangat menyita waktu time-consuming dan sekolah tidak memfasilitasi penggunaan internet. Akibatnya guru tidak mengikuti perkembangan ilmu secara intensif. Bacaan atau bahan-bahan pelajaran yang digunakan hanya sebatas pada buku-buku sesuai kurikulum. PENUTUP Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa terlihat masih ada kesenjangan antara kompetensi mengajar yang dikuasai guru dengan kompetensi yang diharapkan atau dipersyaratkan dalam PAM FKIP-UT. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kompetensi guru belum mencapai tahapan sebagai specialist, expertist dan profesional, yaitu guru (a) mampu mendalami materi bidang studi yang diajarkan, (b) ahli dalam mengaplikasikan dan mengajarkan ilmunya, dan (c) memperoleh penghargaan baik dalam bentuk materi maupun non-material. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa walaupun guru sudah mampu melaksanakan tugas mengajar sesuai dan relevan dengan teknik dan prosedur standar yang wajib dilakukan dalam mengajar sesuai Kurikulum PAM FKIP-UT, tetapi dalam hasil pengamatan menunjukkan bahwa guru

114

Delfy, Kinerja Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran di Kelas

belum mampu mengembangkan kemampuannya secara optimal akibat berbagai kendala seperti (a) materi yang terlalu banyak akibat kurikulum sekolah terlalu gemuk, (b) waktu mengajar yang terbatas, (c) keharusan mengikuti prosedur mengajar (kegiatan awal, kegiatan inti, kegitan penutup) di kelas yang sangat menyita waktu, dan (d) banyaknya tugas-tugas non-mengajar yang harus dilakukan guru. Kesenjangan tersebut terlihat seperti (a) kurang variatif dalam memilih dan mengambangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran; (b) belum kreatif dalam mengembangkan alat dan bahan ajar serta belum mampu memanfaatkan media dan sumber belajar secara proporsional; (c) sangat monoton dan terkesan hanya untuk menuntaskan pelajaran yang belum selesai dijelaskan dalam metode penyampaian materi belajar (method of delivery), (d) belum optimal dalam mengelola interaksi serta menciptakan proses belajar yang optimal karena keterbatasan waktu akibat banyaknya persyaratan mengajar yang harus dilaksanakan sesuai prosedur pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas; (e) kurangnya kemauan guru untuk menambah pengetahuan sesuai bidang ilmu yang diajarkan berakibat pada penyampaian materi yang hanya sebatas materi pelajaran (buku-buku wajib) yang diwajibkan otoritas pendidikan. Hal-hal ini diduga karena berbagai kendala teknis, psikologis maupun ekonomi yang dihadapi guru, sehingga belum mampu tampil secara profesional. Akibatnya, kompetensi mengajar yang rendah menghasilkan kualitas pembelajaran yang rendah, sehingga sulit bagi guru untuk mengembangkan diri menjadi guru yang profesional. Untuk itu, profesionalitas guru perlu ditingkatkan. Bercermin pada situasi perkembangan anak didik saat ini, maka peningkatan tersebut hendaknya tidak terfokus hanya pada kemampuan teknis (instruksional) semata-mata, tetapi kemampuan nonteknis sebagai pendidik juga harus diperhatikan. Menurut Professional Teaching Competencies (2004), kemampuan tersebut antara lain guru mampu berperan sebagai mediator atau penterjemah pengetahuan/kebudayaan (interpreter of knowledge /culture) bagi siswanya, mampu berkomunikasi dalam bahasa instruksional dengan siswa secara oral maupun tertulis dengan menggunakan tatabahasa yang benar dalam berbagai konteks yang terkait dengan pembelajaran di kelas, guru tidak sepantasnya menggunakan bahasa non-formal (prokem) ketika sedang mengajar dan yang terpenting guru mampu mendemonstrasikan etika dan perilaku profesional yang bertanggung jawab dalam berpenampilan di depan kelas. REFERENSI Eisner, E.W. & Valance, E. (1974). Conflicting conceptions of curriculum. Berkeley: McCutchan Publ. Co. FKIP-UT. (2003). Naskah Akademik Program Akta Mengajar Fakultas Pendidikan dan Keguruan Universitas Terbuka. Pondok Cabe: Universitas Terbuka. Finch, C.R. & Crunkilton, J.R. (1979). Curriculum development in vocational and technical education, 2nd ed., Massachusetts: Allyn and Bacon Inc. Kaufman, R. (1988). Planning educational system: A results-based approach. Pennsylvania :Tech. Publ. Inc. Kompas. (2005). Kuliah jarak jauh tidak menjamin kompetensi guru. Jakarta: Kompas 9 Mei 2005, hal. 9. Kowalski, T.J. (1988). The organization and planning of adult education. Albany: State Univ. Levin, H.M. (1976). The limits of education reform. New York: David MacKay Co. MFQ (2004). Professional teaching competencies. Quebec: McGill University General Information. Patton, M.Q (1997). Utilization-focused evaluation. L.A. California: Sage Publ.

115

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, September 2007, 110-116

Steinhouse, L. (1986). An introduction to curriculum research and development. London: Heinemann. Soedijarto. (1989). Implikasi UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap sistem kurikulum dan peranan tenaga kependidikan serta program pendidikannya. Jakarta: IKPI Jakarta. Stake, R.E. (1975). Program evaluation particularly responsive evaluation. Illinois: Center for Instructional Research and Curriculum Evaluation. Tyler, R.W. (1949). Basic principles of curriculum and instruction. Windsor: NFER Publ. Co. Taylor, P.H. & Richards, C.M.(1979). An introduction to curriculum studies. Windsor: NFER Publ. Co. Tanner, A. & Tanner, L.N. (1980). Curriculum development: Theory into practice, 2nd. Ed.N.Y.: Macmillan Publ. Co. In. Zid, M. (2006). Kompetensi jabatan professional guru geografi. Seminar Nasional Pertemuan Ilmiah Tahunan VIII. Kongres Nasional III Ikatan Geograf Indonesia. Departemen Geografi FMIPAIU. Depok 14-15 September.

116

You might also like