You are on page 1of 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian TB Paru TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosae.11 Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.4

2.2. Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37C dengan tingkat pH optimal (pH 6,47,0). Untuk membelah dari 1-2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.12 Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta Cord factor dan protein terdiri dari tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivasi infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak

menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.13

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil tuberkulosis, yaitu: 2.2.1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang mempunyai pH netral. 2.2.2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang melindunginya terhadap obat anti-tuberkulosis tertentu. 2.2.3. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat dalam dinding kavitas ini jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat. 2.2.4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat antituberkulosis.4,12

2.3. Patogenesis Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.6,13

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Tuberkulosis Primer Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah terinfeksi sebelumnya.6 Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfangitis regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu: a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di sekitar paru yang terserang kuman tuberkulosis tersebut . b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat. 3 2.3.2. Tuberkulosis Post Primer Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa sembuh tanpa meninggalkan cacat,

Universitas Sumatera Utara

meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).3

2.4. Klasifikasi Penyakit Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 2.4.1. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura.3,7 Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis TB paru dapat dibagi, yaitu: a. TB Paru BTA Positif yaitu: i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif ii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif iii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif b. TB Paru BTA Negatif i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan menunjukkan tuberkulosis positif.3

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput otak, kelenjar limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus, saluran kemih, ginjal, alat kelamin dll).14 Berdasarkan tingkat keparahannya, TB ekstra paru ini dibagi menjadi TB ekstra paru berat (severe) dan TB ekstra paru ringan (not/less severe). Contohnya adalah tuberkulosis milier dimana patogen ke seluruh paru-paru dan memberikan gambaran bintik-bintik kecil seperti mutiara.11 Tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada beberapa tipe penderita TB Paru, yaitu: a. Kasus baru Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.3 Dimana OAT yang diberikan adalah OAT yang mempunyai efek dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti, isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z).4 b. Kasus kambuh (relaps) Kasus kambuh adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB Paru dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.3

Universitas Sumatera Utara

c. Kasus defaulted atau drop out Kasus drop out adalah penderita yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.3 d. Kasus gagal Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.3 Sejak BTA dalam sputum negatif, dengan memakai tiga obat setiap hari dalam jangka waktu 3-4 bulan pertama (yang belum pernah diberikan sebelumnya): RMP- EMB- PZA- atau SM PAS PZA. Obat lain seperti etambutol atau prothionamid, sikloserin, thiaketazone atau kanamisin dan kapreomisin dapat dipertimbangkan untuk diberikan.4 e. Kasus kronik Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan ulang dengan pengobatan kategori II dengan pengawasan yang baik. Pengobatan kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi diberikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.3

Universitas Sumatera Utara

2.5. Perkembangan Alamiah Penyakit TB Paru 2.5.1. TB Paru primer TB Paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil tersebut. Menurut Meyer yang dikutip oleh Alsagaff ada 2 jenis TB Paru primer, yaitu: a. TB Paru primer sederhana (simple primary tuberculosis) i. Terjadi pada 43,5% dari kasus tuberkulosis ii. Secara radiologis , tidak tampak kelainan iii. Uji kulit tuberkulin memberi reaksi positif b. Infeksi TB Paru primer dengan kelainan radiologis (primary infection tuberculosis) i. Kelainan radiologis berupa pembesaran kelenjar limfe mediastinum ii. Uji kulit tuberkulin, menunjukkan reaksi positif. iii. Kelainan ini dijumpai pada 18,5%. Umumnya TB Paru primer sembuh sendiri, walaupun ada kemungkinan di kemudian hari mengalami kekambuhan dengan proses yang lebih cepat pada organ lain, yang sumbernya berasal dari TB Paru primer tersebut.4

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. TB Paru Post Primer Banyak istilah yang dipergunakan seperti: post primary tuberculosis, progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, phytysis. Infeksi dapat berasal dari: a. Dari luar (eksogen): infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis. b. Dari dalam (endogen): infeksi berasal dari basil yang sudah berada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali.4

2.6. Komplikasi a. Pleuritis dan Empiema Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan melapisi rongga dinding rongga dada bagian dalam (pleura).15,16 Empiema adalah berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga yaitu paru-paru.15,16 Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda: i. Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi primer. ii. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema)walaupun jarang terjadi.

Universitas Sumatera Utara

iii. Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.6 b. Pneumotoraks Spontan Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas.15,16 Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis.6 c. Laringitis Tuberkulosis Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala serak, perubahan suara dan gatal pada kerongkongan.15,16 Keganasan pada laring jarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi diagnosis mungkin perlu diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus yang sulit. Tuberkulosis laring memberikan respon yang sangat baik terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang tidak cepat hilang dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu.6

Universitas Sumatera Utara

d. Kor Pulmonale Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses paru).15,16 Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas. Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.6 e. Apergilomata Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan dihirup secara terus menerus.6,16 Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.6

2.7. Epidemiologi TB Paru 2.7.1. Distribusi Frekuensi Tuberkulosis Paru Sebagian besar negara maju diperkirakan insiden tuberkulosis setiap tahunnya hanya 10-20 dari 100.000 penduduk. Diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia dan setiap tahun sekitar 3 juta orang mati karena penyakit ini.13 Angka

Universitas Sumatera Utara

kematian di negara maju sudah mengalami penurunan sementara di negara berkembang angkanya masih cukup tinggi.3 Di Afrika setiap tahunnya insiden penderita TB Paru 165 per 100.000

penduduk, sementara di Asia 110 per 100.000 penduduk. Di Asia jumlah penduduk lebih banyak dari Afrika sehingga insiden per tahunnya di benua Asia lebih banyak 3,7 kali dari Afrika.12 Pada tahun 2000 di kawasan Asia Tenggara lebih dari 3,9 juta insiden TB Paru dan lebih dari 1,3 juta kematian. WHO memperkirakan bahwa CFR TB Paru di Indonesia setiap tahunnya sebesar 39% (175.000 jumlah kematian akibat tuberkulosis dari 445.000 kasus).7,12 Menurut jenis kelamin penderita TB Paru pada pria selalu lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.6 Data Profil Kesehatan 2005 menyatakan bahwa di Indonesia jumlah TB Paru BTA positif pada laki-laki lebih tinggi 58,70% (93.114 kasus) dari wanita 41,30% (65.526 kasus).8 2.7.2. Determinan Tuberkulosis a. Umur Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia.6 Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular.12 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produtif ( 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru.17

Universitas Sumatera Utara

b. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol dan rokok.8 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru.17 c. Gizi Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi.18 Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru.17 d. Merokok Merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat 45 jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit sehingga mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya.19 Pada perokok banyak dijumpai gejala berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernapasan. Apabila dilakukan uji fungsi paru-paru maka pada perokok jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang bukan perokok.20 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005

Universitas Sumatera Utara

melaporkan bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada yang tidak merokok pada penderita TB Paru.17 e. Kemiskinan Kemiskinan menghalangi manusia mendapatkan kebutuhan dasar untuk hidup dan mengurangi kemampuannya untuk mengatasi stres dan infeksi.21 Hal ini dapat dilihat dari perumahan yang terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk menyebabkan daya tahan tubuh turun yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering menderita gizi buruk yang memudahkan tuberkulosis berkembang.6 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif

observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki pendapatan rendah 7,5 kali lebih sulit sembuh dari pada pendapatan menengah ke atas pada penderita TB Paru.17 f. Penyakit lain Penyakit lain khususnya penyakit infeksi seperti HIV/AIDS lebih mudah terserang penyakit TB Paru karena penderita mengalami daya tahan tubuh menurun sehingga tidak dapat mengendalikan kuman yang masuk ke dalam tubuh. Di beberapa negara di Afrika sub-Sahara 20-70% pasien dengan tuberkulosis menunjukkan HIV positif. 6 Penyakit lain yang mempengaruhi TB Paru juga adalah penyakit kronis lain (seperti Diabetes Melitus). Penelitian Umar dengan penelitian prospektif

observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki penyakit kronis selain TB Paru 0,3 kali lebih sulit sembuh dari pada penyakit akut pada penyakit TB Paru.17

Universitas Sumatera Utara

2.8. Keluhan dan Gejala Tuberkulosis Paru Keluhan pada penderita tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal di paru dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum. a. Batuk Gejala batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuknya ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses destruksi berlanjut, sekret dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena trakea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang (paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough, yaitu batuk tanpa tenaga dan disertai suara serak.4 b. Batuk Darah Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Batuk darah pada pemerisaan raadiologis tanpak ada kelainan. Sering kali darah yang dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur dahak yang

Universitas Sumatera Utara

mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh karena robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti ini dahak tidak mengandung basil tahan asam (negatif).4 c. Nyeri Dada Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempat-tempat lain).4 d. Sesak Napas Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada paru atau oleh penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru.

Penderita yang sesak napas sering mengalami demam dan berat badan turun.6 e. Demam Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.4 f. Menggigil Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih erat.4

Universitas Sumatera Utara

g. Keringat Malam Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.4 h. Gangguan Menstruasi Hasil penelitian Indra di Kabupaten Purbalingga tahun 2001 dengan menggunakan penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional menyatakan bahwa status gizi yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus menstruasi.22 Status gizi yang buruk menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Oleh sebab itu gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah lanjut.4 i. Anoreksia Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.4,23 Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia, menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh.24

Universitas Sumatera Utara

j. Lemah Badan Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, penderita yang kelihatan neurotik.4,23

2.9. Diagnosis Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisis/ jasmani, pemeriksaan bakteriologi.3 Dengan ditemukannya basil tuberkulosis, dapat dipastikan bahwa proses masih aktif dan perlu diberikan pengobatan yang sesuai.4 2.9.1. Pemeriksaan Jasmani Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.3 2.9.2. Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

Universitas Sumatera Utara

bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi. Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopis dan biakan.3 a. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung yang merupakan metode diagnosis standar. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru. Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian serta prioritas pengobatan.3 b. Pemeriksaan biakan kuman Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan juga Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT).3 2.9.3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).3 2.9.4. Pemeriksaan BACTEC Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat

mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.

Universitas Sumatera Utara

Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.3 2.9.5. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan standar internasional.3 Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen, sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila sampel yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang dicurigai menderita tuberkulosis paru, masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR sebagai sarana diagnosis tuberkulosis paru.25 2.9.6. Pemeriksaan Serologi Pemeriksaan serologi dilakukan dengan beberapa metode seperti: a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen antibodi yang terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.25 b. ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)

Universitas Sumatera Utara

Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis.3 c. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk sisir plastik.3 d. Uji peroksidase anti peroksidase Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.3 e. Uji serologi yang baru/ IgG TB Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk diagnosa TB pada anak.3 2.9.7. Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis.3 2.9.8. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis

tuberkulosis. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi.3

Universitas Sumatera Utara

2.9.9. Pemeriksaan darah Hasill pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang spesifik.3 2.9.10. Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan berfungsi bila didapatkan konversi, hasil uji positif yang didapat besar. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.3

2.10. Pencegahan 2.10.1. Pencegahan Primer a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara: i. Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna ii. Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur iii. Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar. iv. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.4

Universitas Sumatera Utara

b. Kebersihan Lingkungan i. Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup ii. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini iii. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian4, 26 2.10.2. Pencegahan Sekunder a. Case finding i. X-foto toraks yang dikerjakan secara massal

ii. Uji tuberkulin secara Mountoux iii. Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TB Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur, bekerjasama dengan WHO. b. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita. Penderita tuberkulosis yang baru didiagnosa, diberikan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek sterilisasi sekaligus mempunyai efek yang dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H), rifampisis (R) dan pirazinamid (Z).3,4,12, ,26 2.10.3. Pencegahan Tertier a. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed Treatment Short-course (DOTS).

Universitas Sumatera Utara

b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat dipakai pada populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan.3,5 c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah pengobatan).3,4,12

2.11. Pengobatan Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:3 1. Kategori I: Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3. 2. Kategori II: Kasus: Kambuh Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: Gagal pengobatan Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: TB Paru putus berobat Pengobatan: 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3

Universitas Sumatera Utara

3. Kategori III: Kasus: TB paru BTA lesi minimal Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3 4. Kategori IV: Kasus: Kronik Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan). Kasus: MDR TB Pengobatan: Sesuai uji resistensi+ OAT lini 2 atau H seumur hidup.

Universitas Sumatera Utara

You might also like